//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)  (Read 39635 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
      Kami ingin bercerita mengenai pengalaman yang kami anggap seumur hidup mungkin tidak dapat dilupakan. Karena dengan pengalaman inilah seolah-olah mata dan hati kami terbuka.

      Tatkala kami mendengar berita, Anagarini akan melakukan upacara peletakan batu permata yang akan diselenggarakan pada tanggal 10 September 1995, di Maribaya. Kami sebagai mantan anggota Silacarini, yang berada di Jakarta dan sekitarnya. Bertekad akan membantu dan datang menyaksikan upacara peletakan batu pertama tersebut. Mantan silacarini tersebut kebanyakan sudah termasuk golongan nenek-nenek, tapi semangat yang kami miliki, sewaktu-waktu melebihi yang muda-muda.

      Maksud kami pergi hanya ingin membantu meringankan pekerjaan Anagarini yaitu pekerjaan di dapur. Sebab hanya pekerjaan itulah yang dapat kami lakukan.

      Kami berangkat pada tanggal 8 September 1995 sore kurang lebih pukul 18.00 WIB menuju Palmerah untuk menjemput kawan di sana. Menjelang keberangkatan, kami telah menyiapkan berbagai makanan yang berupa sepanci penuh ayam begana, sepanci ayam goreng, kerupuk emping dan banyak lagi yang lain-lain, tak lupa sekarung beras. Semua ini dikerjakan bergotong royong, ada yang keluar uang saja dan ada yang mengeluarkan tenaga, ada juga keluar uang dan tenaga. Ini bukan untuk hitung-hitungan, tapi merupakan gambaran kekompakan kami semata.

      Segala kelelahan untuk mengerjakan bakti sosial bagi Dhamma, bagaimana susah dan capainya, sedikitpun tidak terasa. Sebab dikerjakan dengan ikhlas dan senang hati.

      Pukul 20.00 WIB berangkatlah kami, dengan mobil kijang yang dimuati 7 orang termasuk sopir, ditambah dengan bawaan yang berpanci-panci, menjadi penuh sesak. Pokoknya rombongan kami ini akan menjamin konsumsi bagi tamu-tamu di Maribaya. Kami bekerja semaksimal mungkin agar semua senang dan bergembira.

      Cuaca cukup cerah, kepadatan lalu lintas kota Jakarta yang selalu macet, membuat kijang jalan merayap. Kami bercakap dan mengobrol, tidak merasa terganggu dengan sesaknya jalan raya yang dipadati berbagai jenis kendaraan dan bisingnya suara klakson.

      Kami tiba di pintu tol yang menuju ke Cikampek, begitu lewat, jalannya baru bisa cepat. Tak ubahnya seperti kijang sungguhan di dalam hutan. Gesit lincah dan tangkas. Berbareng dengan melajunya mobil, mataharipun sudah terbenam di ufuk barat. Kegelapan bumi menghilangkan semua panorama di kiri-kanan jalan, yang tampak hanya sinar lampu mobil yang bersimpang siur tidak putus-putusnya.

      Obrolan dan percakapan kamipun entah sejak kapan tidak terdengar lagi, rasa kantuk dan letih kini baru terasa. Ibu Lie Tjen duduk bersebelahan dengan sopir, dalam keadaan sadar dan tidak sadar, sayup-sayup telinganya masih mendengar seseorang teman melantunkan paritta Karaniya Metta Sutta. Seolah jauh tapi dekat, seolah bukan di dalam mobil tapi jauh….jauh entah di mana.

      Suara paritta tidak terdengar lagi, yang terasa mobil menjadi oleng tak karuan. Kiranya bencana telah mengintai kami. Kekagetan agaknya dirasakan semua penumpang, seolah dengan serentak seperti koor yang terlatih, kami berdoa dan ingat pada Sang Buddha yang Maha Pengasih dan Penyayang, sehingga segala ketakutan tak ada. Karena ketika mobil kijang yang kami tumpangi sedang enak-enak memasuki jalan tol Cikampek kurang lebih baru memakan waktu 40 menit, tepatnya antara Karawang Barat dan Karawang Timur, Ibu Kumala melihat Pak sopir sedang mengendalikan stir sambil bertahan dengan susah sekali.

      Kiranya mobil pecah bannya…sopir terkejut, dan ia menginjak rem, mobil berputar dua kali di tengah jalan seperti main akrobat. Untung ketika mobil kami berputar sedemikian rupa, mobil-mobil lain masih jauh di belakang, namun ketika mobil berputar untuk ketiga kalinya, baru setengah putaran mobil tersebut berbalik arah lalu menyeruduk ke tepi jalan dan terbalik dengan keempat rodanya berada di atas. Padahal setelah putaran kedua, mobil-mobil yang tadinya jauh, sudah begitu dekat dan banyak. Lampu-lampu mobil tersebut terang menyorot ke arah kami, sepertinya siap menabrak, untung mobil berbalik arah. Sudah dalam keadaan demikian, semua penumpang tetap bersikap tenang. Dan kami (ibu-ibu) masih merasakan duduk dengan posisi kepala tetap di atas, walau mobil telah terbalik. Kaca pintu mobil entah hilang ke mana, pertama Ibu Lie Tjen merayap keluar.

      Kami merasa sangat berhutang budi dan sangat berterima kasih sekali kepada Ibu Lie Tjen yang walaupun kepalanya luka, darah sudah mengalir membasahi leher bajunya tapi ia tidak menghiraukannya. Malah masih berusaha menolong kami satu per satu bersama Bapak Sudiro yang bisa keluar sendiri. Kami yang di dalam sulit untuk keluar dan seperti sedang berenang di atas kuah sayur yang bermacam-macam dan baunyapun menjadi tak sedap. Untungnya sambal dan bumbu-bumbu yang kami bawa tidak ada yang tumpah atau pecah. Ketika kami sudah berada di luar dengan merayap ke atas jalan raya dan berdiri betapa terkejutnya kami: “Ya Ampun… ternyata keempat rodanya berada di atas!!!” Pada saat itu waktu baru menunjukkan pukul 21.00 WIB, lalu kami berdoa bahwa kami semua masih beruntung tidak ada yang terluka parah. Padahal sewaktu mau berangkat, sempat terlintas dalam pikiran Ibu Kumala bahwa: “Bila ia duduk di depan dengan kaki berselonjor, kalau ada apa-apa pasti kaki ini patah terlebih dahulu, ternyata pikiran saya itu meleset jauh, katanya”.

      Ibu Lie Tjen dan Bapak Sudiro memberhentikan mobil yang lewat, kebetulan ada sebuah mobil kap terbuka yang mau pulang ke Subang menawarkan jasa untuk mengantarkan kami sampai ke tempat tujuan. Tak lama kemudian para penduduk setempat berdatangan untuk menolong mengeluarkan barang-barang yang ada di dalam, walaupun keadaan sangat gelap sekali.

      Kamipun mengucapkan banyak terima kasih kepada mereka yang sudah membantu hingga barang-barang kami bisa terkumpul kembali walaupun hanya tempatnya saja, karena isinya sudah habis terbalik.


Sumber: Kusalayani-No. 4/1996, pp. 36-38

bersambung...
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #1 on: 14 October 2008, 07:51:58 AM »
      Setelah berunding dengan sopir yang akan mengantarkan, kami meminta pertolongan kepada kendaraan lain yang lewat untuk memanggilkan sebuah mobil Ambulance untuk membawa yang terluka ke rumah sakit terdekat. Ketika mobil Ambulance datang dan memeriksa mereka yang terluka, lalu ia menelpon mobil derek untuk membawa mobil kami ke kantor Polisi. Kemudian kami berangkat menuju rumah sakit Karawang untuk mengurus luka yang diderita oleh Ibu Lie Tjen dan Bapak Sopir. Tidak lama datang Bapak Polisi untuk memeriksa kejadian dan menanyakan ini itu untuk dibuatkan laporan mengenai kecelakaan tersebut. Dan ia bertanya pula; “Mana yang terluka parah?”, lalu dijawab oleh kawan kami: “Itu loh Pak, yang sedang diobati!!” Bapak Polisi tersebut seolah-olah tidak percaya dengan keterangan tersebut, karena yang terluka hanya satu orang dengan dua buah jahitan di kepala dan seorang lagi (sopir) mendapat satu jahitan serta wajah yang memar-memar. Sebab menurut keterangan Polisi itu, sebelumnya telah terjadi kecelakaan sebuah mobil Suzuki Zebra yang terbalik dengan korban dua orang meninggal.

      Kami semua berunding dengan Bapak Sudiro bahwa kami yang luka-luka ringan akan terus melanjutkan perjalanan ke Maribaya dengan diantar oleh mobil kap terbuka. Karena kami bertekad ingin membantu dengan berpikir bahwa: “Kalau bukan kami-kami ini dari kaum wanita/ibu-ibu, siapa lagi yang mau membantu Anagarini supaya maksud dan tujuan dari Anagarini terlaksana demi kepentingan kita semua. Karena masih banyak di antara kita umat Buddha, belum mengetahui apa tujuan dan kegiatan-kegiatan dari Lembaga Anagarini tersebut.” Sedangkan yang terluka kembali ke Jakarta.

      Sepanjang perjalanan ke Maribaya, Ibu Kumala yang duduk di belakang dengan Ibu Hemawati, mengingat kembali kejadian yang baru saja berlalu, bukannya merasa sedih, takut, dan jera malahan mereka berdua tertawa karena merasa aneh dan lucu, kejadian singkat dan berbahaya rupanya banyak menyimpan cerita lucu.

      Di antara kegelapan malam, ketika mereka mencari sopir yang berteriak-teriak minta tolong, tetap tidak dijumpai walau suaranya sangat dekat sekali. Ternyata sopir yang hendak ditolong tersebut sedang mereka duduki, masih belum diketahui ketika itu. Akhirnya Pak Sudiro yang mencarinya, sambil bertanya di mana kamu Dung (nama sopir tersebut)? “Di perut Pak Sudiro, jawabnya”. Saking kesal dan sakitnya ia berkata lagi: “Teganya pak Sudiro, saya sudah dalam keadaan begini masih diduduki dan ditimpa perut Pak Sudiro.” Barulah mereka menyadari dan segera menarik sopir itu keluar.

      Ketika melewati pos Polisi kurang lebih pukul 01.00 WIB dini hari kami distop Polisi, lalu ditegur, karena kami duduk di depan berlima dengan Sopir.

      Setelah sampai di Maribaya, betapa terkejutnya Anagarini karena kami baru tiba pukul 02.00 dini hari, dengan menumpang mobil kap terbuka dan di belakang penuh dengan panci-panci kosong yang berserakan malang melintang. Ketika Anagarini bertanya kami semua menjawab dengan tertawa seolah-olah tidak terjadi apa-apa padahal nyawa bisa melayang.

      Dengan terjadinya peristiwa ini, saya jadi berpikir betapa besar manfaatnya apabila kita suka melakukan perbuatan baik. Karena dengan perbuatan baik, misalnya yang paling mudah dilakukan berdana/apa saja yang dianggap baik walaupun hanya sedikit sesuai dengan kemampuan kita, tetapi bila kita melakukannya dengan hati yang tulus dan tidak terbatas waktu (sering kali) maka perbuatan kita ini akan bermanfaat sekali dan dapat menunjang kita. Oleh sebab itu janganlah segan-segan untuk berbuat baik. Di mana saja, kapan saja, siapa saja yang mempunyai waktu dan kesempatan janganlah disia-siakan begitu saja.

      Kejadian ini merupakan bukti bagi kami bahwa kami terlindung oleh kamma kami sendiri. Walau kap mobil seperti huruf V tapi tidak ada yang luka parah….

      Waktu mobil itu masuk bengkel,
“Waduh berapa orang yang meninggal, Pak?” tanya pemilik bengkel dengan terkejut. “Di mana kejadiannya?”
“Percaya tidak dalam kecelakaan ini, tidak seorangpun luka parah, hanya luka ringan!” jawab Pak Sudiro.
“Ajaib benar, mobil sampai begini tidak ada yang meninggal atau luka parah!”

      Memang merupakan mukjizat dan keajaiban, dalam kejadian ini semuanya selamat. Yang hilang hanyalah ayam goreng dan makanan-makanan lain. Ayam begana satu panci penuh, tutupnya diikat dengan tali plastik. Sesudah kejadian ikatannya masih utuh, tapi isinya tinggal sepotong, masih menjadi tanda tanya.

      Sepulangnya ke rumah hal ini kami tuturkan pada keluarga kami masing-masing. Dan ada yang berkomentar:
“Ya tempat kejadian itu adalah yang terangker sepanjang jalan tol, Jakarta-Cikampek. Apa kalian tidak tahu di mana kijang kalian terbalik, sering menelan korban. Ya, untunglah Buddha bless you, hanya ayam begananya yang hilang, kalau tidak mungkin saja ada nyawa yang hilang!”

      Penduduk setempat patut mendapat acungan jempol, beramai-ramai memberi pertolongan pada kami di tengah malam buta. Menunjukkan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang berakhlak dan beriman baik, senang menolong sesama yang sedang kesusahan. Ini sudah merupakan kebahagiaan tersendiri bagi kami. Segala makanan yang hilang tidak berarti apabila dibandingkan keikhlasan mereka mengulurkan tangan dan memberi bantuan dengan sukarela membuat yang merasa akan terharu dan tak terlupakan sepanjang hayat di kandung badan.

      Dengan kejadian ini kami merasa bahwa kamma baik melindungi kami, berarti pula kami sudah memetik buah dari perbuatan baik yang telah kami lakukan, maka kami harus banyak menanam lagi agar tidak habis. Ibaratnya kita menabung; marilah kita menabung, menabung lagi, menabung sebanyak-banyaknya karena hasilnya kita sendiri yang akan memetik atau menikmati buahnya.

      Dengan cerita ini, semoga dapat menggugah hati para dermawan karena banyak para dermawan yang memberi dana tidak pada tempatnya atau menabur benih bukan pada ladang yang subur. Dan mudah-mudahan apa yang Anagarini rencanakan sebelumnya bisa berjalan dengan lancar dan sukses sampai selesai.

      Semoga Sang Tiratana selalu memberkahi kita semua. Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta, Semoga semua makhluk hidup berbahagia. Sadhu!

***
Kiriman: Mantan Silacarini

Sumber: Kusalayani-No. 4/1996, pp. 38-41
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Adhitthana

  • Sebelumnya: Virya
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.508
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #2 on: 15 October 2008, 01:37:42 AM »
Anumodana ... Yumi  :lotus: _/\_

lagi merenung niee... apa ayee nyimpen kamma baik?  ::)

semoga selalu ada kesempatan berbuat baik ...  :)
  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Offline Hikoza83

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.295
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
  • panda is so cute... ^-^
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #3 on: 23 October 2008, 11:39:47 AM »
 _/\_
Aku akan melaksanakannya dengan tubuhku,
Karena apa gunanya hanya membaca kata-kata belaka?
Apakah mempelajari obat-obatan saja
Dapat menyembuhkan yang sakit?
[Bodhicaryavatara, Bodhisattva Shantideva]

Offline JH sugathadasa

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 293
  • Reputasi: 9
  • Gender: Male
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #4 on: 24 October 2008, 06:10:50 PM »
Anumodana atas kiriman artikelnya - semoga bisa menambah keyakinan kita akan buddha dharma  _/\_

Offline sumana

  • Teman
  • **
  • Posts: 98
  • Reputasi: 5
  • Gender: Male
  • Limit by yourself
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #5 on: 24 October 2009, 07:26:02 PM »
 _/\_

benar-benar pengalaman yg menakjubkan.  ^:)^

sabbe satta bhavantu sukhittata
Kelahiran telah terjadi, sukha dan dukha silih berganti. Kehidupan tidak kekal, menggapai pembebasan terakhir (nibbana).

Offline Elin

  • DhammaCitta Press
  • KalyanaMitta
  • *
  • Posts: 4.377
  • Reputasi: 222
  • Gender: Female
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #6 on: 24 October 2009, 09:12:41 PM »
(menunggu kelanjutan cerita)

Offline Tekkss Katsuo

  • Sebelumnya wangsapala
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.611
  • Reputasi: 34
  • Gender: Male
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #7 on: 24 October 2009, 11:22:59 PM »
 _/\_

Luar biasa cc yumi.. niat dan tekad anda sekalian patut diteladani oleh kita semua. Thanks atas sharingnya cc

 _/\_

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #8 on: 25 October 2009, 10:29:51 AM »
Salam sejahtera selalu Sis Yumi yg baik,
saya membaca kisah ini sangat terharu, sungguh pengalaman yang luar biasa sekali, benar2 indah, terbukti KAMMA kita adalah pelindung kita, karena sy juga banyak membuktikan dlm hidup saya, sedang kisah ini menyangkut begitu banyak nasib orang, namun tdk ada satupun yg meninggal, sungguh2 hebat. tentu tiap orang berbeda timbunan kamma baiknya, tapi ini sebegitu banyaknya orang tdk ada satupun yg meninggal, karena mereka semua memiliki satu tekad yaitu TEKAD LUHUR itulah yg MENYELAMATKAN mereka, segala sesuatu jika dilandasi dg tekad luhur maka kekuatan kamma baikpun akan matang (sy telah berehipassiko dlm hidup sy).

sis Yumi yang baik, mohon dibantu ya, tahukah anda dimana Ayya Dhamma? beliau saya namaskarai sebelum sy berangkat th.2006 tp kmrn wkt pulang ke tanah air sy mencari beliau ternyata udah lepas jubah dan keluar dr Lembang, beliau amat bersahaja, penuh welas asih raut wajahnya, lembut tutur katanya, pancaran yang penuh metta, teduh hati kita walau baru memandang wajahnya saja, tahukah anda dimana beliau, sy sangat ingin bertemu karena sy terkejut bgmn mgk seseorang yg telah berjubah 14 thn (sewaktu ktmu sy th.2006 beliau sy tanya berapa thn berjubah, dijawab 14 thn) serta memiliki kualitas keagungan knp bisa lepas jubah dg bgtu mudahnya? se blm n se sdhnya diucapkan terima kasih.

mettacittena,

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #9 on: 25 October 2009, 11:59:57 PM »
sis Yumi yang baik, mohon dibantu ya, tahukah anda dimana Ayya Dhamma? beliau saya namaskarai sebelum sy berangkat th.2006 tp kmrn wkt pulang ke tanah air sy mencari beliau ternyata udah lepas jubah dan keluar dr Lembang, beliau amat bersahaja, penuh welas asih raut wajahnya, lembut tutur katanya, pancaran yang penuh metta, teduh hati kita walau baru memandang wajahnya saja, tahukah anda dimana beliau, sy sangat ingin bertemu karena sy terkejut bgmn mgk seseorang yg telah berjubah 14 thn (sewaktu ktmu sy th.2006 beliau sy tanya berapa thn berjubah, dijawab 14 thn) serta memiliki kualitas keagungan knp bisa lepas jubah dg bgtu mudahnya? se blm n se sdhnya diucapkan terima kasih.

mettacittena,

Samaneri, xori banget ya.. wa jg baru kali ini denger nama Ayya Dhamma.. jadi kga tau di mana. emangnya beliau berdomisili di kota apa (Lembang itu di mana ya :-[)?
Sapa tau teman2 DC lainnya klo ada yg tau mgkn bs bantu Samaneri cariin?
  :)
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #10 on: 26 October 2009, 09:37:22 AM »
Beberapa kisah nyata mengenai kebajikan atau berbuat baik. Kebenaran sejati Dhamma ada dimana-mana. Kadang-kadang kita tidak sadar efek dari KEBAJIKAN yang dilakukan menular.

Hakikat dari Kebaikan atau KEBAJIKAN

Jonathan Smith adalah seorang dermawan, setiap tahun ia menyumbangkan dana  dalam jumlah yang sangat besar. Suatu hari, ada seorang wartawan yang bertanya kepada, “Tuan Smith, mohon jelaskan alasan apa yang membuat Anda setiap tahun terjun ke dalam usaha amal?”

Dia berdiam untuk sejenak, lalu menceritakan kisahnya:

Pada tahun dia lulus dari SMA, dia mendapatkan sebuah pekerjaan sebagai supir taksi. Hari pertama dia bekerja, dia mengemudikan taksinya berkeliling di empat penjuru jalanan untuk mencari penumpang. Setengah hari hampir terlewatkan, akhirnya dia mendapatkan penumpang yang melambaikan tangannya. Dengan sangat gembira Smith menyambut penumpang itu.

Tak lama kemudian, penumpang itu telah diantar sampai ke  tempat tujuan oleh Smith, dengan total ongkos 20 dollar.

Dia berkata kepada penumpang itu, “Hari ini adalah hari pertama saya bekerja, dan Anda merupakan penumpang pertama saya. Karena itu, saya ingin memberikan diskon ongkos perjalanan menjadi 18 dollar saja.”

Akan tetapi penumpang itu tidak membawa uang pecahan, semuanya lembaran ratusan dollar, lagi pula ternyata Smith juga tidak memiliki uang pecahan untuk kembalian.

Akhirnya penumpang itu mengusulkan, “Saya bekerja tepat di atas gedung ini, mohon Anda tunggu sebentar di sini, saya akan pergi ke atas mengambil uang pecahan.”

Smith menengok pada perempuan setengah baya yang berdandan moderen duduk di belakangnya ini, lalu membiarkan dia turun dari taksi.

Setengah jam telah berlalu, bayangan wanita itu pun tidak kelihatan. Baru saja Smith berpikir untuk turun dari mobil untuk mencari wanita itu, akan tetapi tiba-tiba seorang polisi datang menghampiri dan membuka sebuah surat tilang. Polisi itu berkata, “Anda berhenti di jalan protokol, telah mengganggu lalu lintas. Anda kena denda 100 dollar.”

Tidak disangka kali pertama menarik penumpang, satu sen pun masih belum dapat, malah mendapat surat tilang!

Tetapi dia segera mendapat transaksi yang kedua. Kali ini penumpangnya adalah seorang turis, yang tersesat tidak menemukan jalan untuk pulang ke hotelnya. Smith mengetahui letak hotel itu, hanya menyeberangi jalan ini, lalu belok pada belokan kedua. Kalau naik mobil kira-kira 5 sampai 6 menit perjalanan sudah sampai.

Sebenarnya dia ingin menunjukkan jalan pada turis itu, tetapi dia berpikir kembali, bahwa penumpang wanita yang tadi itu telah menyengsarakan dirinya, mengapa dia tidak mencari keuntungan dari penumpang ini? Oleh karena itu Smith lalu mengangkut turis tersebut keliling memutari putaran besar baru sampai ke hotel itu, untuk ini ia telah mendapatkan keuntungan 40 dollar.

Sejak saat itu, Smith setiap kali menarik penumpang, selalu mengupayakan berbagai cara untuk membantai penumpangnya.

Suatu hari, dia melihat sebuah pengumuman pencarian orang di dalam koran, dalam pengumuman itu tertera seorang wanita bernama Nancy William yang mencari seorang supir taksi.

Nancy mengatakan bahwa pada  hari itu ada seorang supir taksi yang mengantar dia ke kantor, ongkos taksi 20 dollar, tetapi dia hanya mau menerima 18 dollar. Oleh karena sama-sama tidak punya uang kecil di tangan, maka dia terpaksa pergi ke atas kantor untuk mengambil uang.

Setiba di kantornya, karena ada urusan penting yang harus segera ia tangani, ia tidak bisa segera turun membayar kepada supir taksi. Dan saat urusan sudah selesai, dia lalu turun dari kantor, tetapi sopir taksi itu sudah pergi. Maka terpaksa ia menyerahkan 20 dollar ongkos taksi itu kepada kantor surat kabar tersebut, berharap agar supir taksi tanpa nama yang baik hati itu segera mengambil uang tersebut begitu melihat pengumuman ini. Di bagian akhir kalimat tertulis pernyataan penyesalan yang mendalam dari Nancy.

Melihat berita ini Smith menjadi tercengang, tangannya memegang koran, mukanya menjadi merah karena malu. Dia menyimpan koran tersebut, dan selalu dia bawa serta.

Sejak saat itu setiap kali keluar menarik penumpang,dia selalu mengutamakan pelayanan yang istimewa kepada penumpangnya. Dengan cepat, banyak orang mengetahui bahwa di dalam kota mereka, telah muncul seorang sopir taksi yang baik hati.

Mereka berebut datang untuk merasakan sendiri pelayanan yang khusus itu. Kemudian, dengan menggunakan kepercayaan dan perlayanan yang baik dari dirinya itu, di kemudian hari Smith lalu mendirikan perusahaan taksi miliknya sendiri, bahkan pernah menjadi orang tersukses dalam bidang usaha yang digelutinya itu.

Wartawan itu sangat terharu  setelah mendengarkan penuturan cerita Smith. Setelah berhenti sejenak dengan suara lirih Smith melanjutkan, “Saya harus berterima kasih kepada Nancy dan semua orang yang telah memberikan bantuannya kepada saya. Nurani ( cetana yang baik ) itu sangat berharga, setelah berkorban dengan sepenuh hati, barulah bisa mendapatkan balasan dari kebaikan itu, hal inilah merupakan hakikat dari perbuatan amal/kebaikan/KEBAJIKAN.”

Semoga Bermanfaat

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #11 on: 26 October 2009, 12:52:56 PM »
Kisah Nyata ini menggambarkan bahwa KEBAJIKAN yang kita lakukan adalah MENULAR , selain memberi manfaat kepada diri sendiri ( jangan pusing kapan kamma baik berbuah ) tetapi minimal kita berbahagia atas perbuatan baik tersebut, kadang kita tidak menyadari bahwa kebaikan kita tersebut memberikan MANFAAT yang luar biasa kepada orang lain yakni memberi pengaruh positif untuk berbuat baik. Seperti kisah nyata dibawah ini.

Menyebarkan Niat Baik

Suatu ketika, seorang narapidana yang mengidap penyakit leukemia  diantar ke rumah sakit kami.  Pihak rumah sakit menemukan bahwa narapidana ini perlu melakukan transplantasi tulang sumsum. Walaupun dia adalah seorang penjahat, atas dasar perikemanusiaan, kita tetap harus membiarkan dia mendapatkan perawatan medis. Karenanya kami pergi ke Bank tulang sumsum negara untuk melakukan pencocokan. Diluar dugaan, kami mendapatkan ada yang cocok.

Oleh karena narapidana ini adalah penjahat kriminal kelas kakap, sebenarnya di dalam hati kecil kami juga merasa enggan menolongnya.

Dan ketika kami memberitahukan pendonor tentang identitas si penderita, kami mengingatkan kepadanya, “Anda boleh mengatakan ‘tidak’ jika Anda mengatakan tidak, maka persoalan ini selesai sampai di sini.”

Yang membuat orang sangat takjub adalah ucapan dari si pendonor, “Saya besedia, meskipun dia adalah seorang penjahat yang akan segera dihukum tembak. Asalkan dia masih bisa hidup sehari lebih, asalkan dia membutuhkan saya, saya tetap masih bersedia menjadi pendonornya.”

Seorang manusia yang memiliki kelapangan dada sedemikian besar, maka kami terpaksa melakukan transplantasi sumsum tulang bagi narapidana itu.

Setelah tansplantasi, reaksi dari narapidana itu sangat bagus. Ketika dia tahu bahwa meskipun pendonor sudah sangat jelas dengan identitasnya sebagai seorang narapidana, tetapi masih mau bermurah hati mendonorkan sumsum tulangnya, menyebabkan dia merasa sangat terharu dan menjadi insyaf.

Sejak itu di dalam penjara dia bekerja keras demi kemakmuran negara, kemudian dia masuk sekolah kejuruan perawat, setelah lulus dari sekolah perawat, dia mengajukan permintaan menjadi perawat pria di bagian transplantasi sumsum tulang di rumah sakit kami.

Sekarang dia sudah   mengabdi di rumah sakit kami untuk beberapa tahun lamanya, pekerjaan utamanya adalah memberi penjelasan kepada seluruh penderita tentang tansplantasi sumsum tulang itu apa. Oleh karena dia sendiri pernah menjalani transplantasi sumsum tulang, maka hasil penjelasannya jauh lebih baik daripada yang diberikan oleh perawat-perawat pada umumnya.

Menyebarkan pikiran baik ternyata memiliki kekuatan yang sangat besar. Adanya sekilas pikiran baik untuk mendonorkan sumsum tulang, bukan hanya telah menolong sebuah nyawa, namun juga telah menolong merubah hati seseorang yang jahat menjadi baik. Dengan berkurangnya satu orang penjahat di muka bumi ini, maka ketenteraman hidup pun meningkat.  

Hal tersebut mengingatkan saya ketika masih kuliah di Universitas Yale.

Pada suatu hari saat sedang menunggu lift, di samping saya berdiri seorang pria negro tinggi dan tampan mengenakan kemeja merah.

Saya bertanya kepadanya, “Anda hendak ke lantai berapa?”

Dia mengatakan lantai-9. Sewaktu saya katakan bahwa lantai itu adalah bagian penyakit anak-anak, dia berkata, “Memang benar! Saya akan pergi ke ruangan ICU penyakit anak-anak dan menjadi relawan di sana.”

Dia melanjutkan, “Dulu saya terlahir dalam kondisi sangat kritis, dan dirawat di rumah sakit ini selama lima bulan baru diijinkan pulang ke rumah. Sekarang saya sudah dewasa, maka saya hendak menjadi relawan di sini.  

Hal ini memberi saya satu kesan yang sangat mendalam. Daerah pemukiman orang kulit hitam di sekitar Universitas Yale, acapkali dipandang sebagai daerah yang kurang aman bagi orang lain.

Dia memberitahu kepada saya, ketika itu para dokter semuanya menyebut dirinya sebagai anak “ratusan juta dollar”. Harus menghabiskan ratusan juta dollar untuk menancapkan selang guna menolong jiwa seorang anak yang kelak mungkin bisa menjadi seorang pemadat. Lantas apa gunanya? Sudahlah tidak perlu ditolong! Ini merupakan suara hati dari kebanyakan dokter.

Akan tetapi, kebijakan rumah sakit yang juga dengan pertimbangan perikemanusiaan  telah memutuskan untuk memberikan pertolongan ini. Merasa sangat berterima kasih kepada orang-orang yang dulu telah bersedia menolongnya, sekarang dia merasa berkewajiban untuk membalas kebaikan ini kepada masyarakat.

Karena itu, banyak sekali persoalan di dunia ini yang tidak bisa diukur dengan uang.

Jika menggunakan uang sebagai tolok ukur, maka di dunia ini hanya akan ada beberapa persoalan saja yang cukup berharga untuk dilakukan. Setidaknya jika masalah ini tidak ada sangkut pautnya dengan Anda, maka Anda pasti akan merasa bahwa hal itu tidak cukup berharga untuk dilakukan.

Seperti halnya pemuda itu, dia kembali ke rumah sakit itu menjadi relawan, tidak peduli seberapa besar pengorbanan yang bisa dia lakukan, tetapi justru hanya dari ketulusan niatnya ini, telah mengharukan entah berapa banyak orang!

Sesungguhnya besar kecilnya niat baik yang ada bukanlah yang utama, yang terpenting adalah usaha untuk selalu menyebarkan niat baik ini dalam kehidupan ini.

Semoga Bermanfaat

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #12 on: 27 October 2009, 08:42:49 AM »
Kisah Nyata ini menggambarkan Kebenaran Hukum Kamma :

Ignacy Jan Paderewski

Melakukan kebaikan dan tidak mengharapkan balasan, merupakan manifestasi dari semacam keluhuran moral. Seseorang yang baik hati, selalu bisa menghadapi segala kesulitan dan kegembiraan dalam perjalanan hidupnya sendiri dengan hati yang wajar.

Orang yang berwibawa tinggi dan dihormati khalayak umum, kebanyakan mereka mau berkorban untuk segala hal dan tidak mengharapkan balasan dari orang lain. Oleh karena itu sudah sewajarnya jika mereka yang telah menerima budi kebaikan tersebut, bisa menyontoh tindakan itu dan melakukan dengan cara mereka sendiri untuk menghadapi orang lain.

Maka dari itu orang yang melakukan kebaikan dan tidak mengharapkan balasan seringkali mendapatkan imbalan di luar dugaan mereka, hal ini merupakan hukum alami dari perputaran SEBAB AKIBAT.

Menurut cerita pada akhir abad ke-19, di Amerika ada dua orang anak miskin lulus dari ujian dan masuk di sebuah universitas. Demi mendapatkan biaya hidup dan uang kuliah, mereka mulai bekerja sambil kuliah.

Ketika itu mereka berdua mendapatkan suatu cara untuk mendapatkan uang yakni mencari seorang pianis ternama, dan diajak untuk bekerja sama mengadakan konser tunggal. Jika konser berhasil dan mendapatkan untung maka mereka akan mendapatkan uang yang lebih banyak untuk membiayai hidup mereka.

Lantas mereka berusaha menemui Ignacy Jan Paderewski (18 November 1860 – 29 Juni 1941), yakni seorang pianis pria ternama pada saat itu. Manager Paderewski mengadakan kesepakatan usaha dengan dua anak muda tersebut, dan memutuskan akan memberikan honor kepada  Paderewski sebanyak dua ribu dollar Amerika Serikat untuk sekali pentas.

Angka tersebut adalah suatu angka yang sangat pantas bagi pementasan seorang pianis ternama seperti Paderewski, tetapi angka ini merupakan jumlah yang sangat besar bagi dua anak muda tersebut. Jika hasil konser yang mereka adakan ini tidak bisa mencapai dua ribu dollar, dapat dipastikan mereka akan mengalami kerugian.

Akhirnya dua orang anak muda tersebut menanda tangani kontrak perjanjian, dan berjuang mati-matian hingga konser berakhir dengan sempurna, namun setelah pembukuan dihitung didapatkan bahwa konser tersebut hanya menghasilkan seribu enam ratus dollar saja.

Uang sebanyak seribu enam ratus dollar tersebut mereka serahkan seluruhnya kepada Paderewski, masih disertai selembar cek yang bernominal empat ratus dollar, serta berjanji akan secepatnya melunasi empat ratus dollar tersebut.

Hati Paderewski tergerak melihat kedua anak muda miskin tersebut. Secara tak diduga, dia menyobek lembaran cek itu lalu menyodorkan seribu enam ratus dollar tersebut kepada kedua anak muda ini serta berkata, “Dari uang ini potongkan dulu uang kuliah dan biaya hidup kalian berdua. Ambillah 10% dari sisa uang yang ada untuk honor kalian, sisanya baru berikan untuk saya.” Ketika itu dua orang anak muda ini meneteskan air mata karena terharu.

Bertahun-tahun kemudian, ketika itu perang dunia pertama juga sudah selesai, Paderewski pulang ke negara asalnya dan menjabat sebagai perdana menteri Polandia.

Tetapi oleh karena benturan dari peperangan yang mengakibatkan terjadinya kesulitan ekonomi dalam negeri Polandia. Teriakan meminta bantuan yang terus-menerus dari puluhan ribu rakyat yang kelaparan, membuat Paderewski yang telah berusaha kian kemari tetap tidak bisa mengatasi krisis besar ini.

Akhirnya dengan sangat tidak berdaya terpaksa dia meminta bantuan kepada Herbert Hoover (Presiden Amerika ke-31) yang saat itu menjabat sebagai Head of American Food Administration dan American Relief, setelah Hoover menerima berita ini, dengan tanpa keraguan sedikitpun dia segera menyetujui memberi bantuan makanan dalam jumlah yang besar.

Tidak lama kemudian, puluhan ribu ton makanan telah dikirim ke Polandia, membuat rakyat Polandia terhindar dari bahaya kelaparan.

Guna menyampaikan sendiri rasa terima kasihnya kepada Herbert Hoover, PM Paderewski  mengadakan perjanjian untuk bertemu di Paris.

Tidak terduga ketika mereka berdua bertemu muka, Herbert Hoover langsung berkata, “Tidak perlu Anda berterima kasih kepada saya, justru sayalah yang harus berterima kasih kepada Anda! Tuan, ada satu hal yang mungkin sudah tidak teringat oleh Anda, tetapi bagi saya peristiwa itu tidak akan saya lupakan untuk selamanya! Ketika Anda masih berada di Amerika, Anda pernah menolong dua orang mahasiswa miskin, saya adalah salah satu dari dua mahasiswa miskin itu.”

Dari cerita ini dapat kita simpulkan, melakukan budi kebaikan dan tidak mengharapkan balasan sudah pasti adalah tindakan dari orang yang bermoral tinggi dan berkepribadian luhur. Segala ketulusan dan kebaikan hati yang pernah dilakukan setiap orang, ditambah dengan pengorbanan yang telah dikeluarkan, pasti tidak akan lekang oleh waktu.  

Semoga Bermanfaat

Offline Sunce™

  • Sebelumnya: Nanda
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.350
  • Reputasi: 66
  • Gender: Male
  • Nibbana adalah yang Tertinggi
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #13 on: 27 October 2009, 02:56:29 PM »
Ini bermanfaat dan menginspirasi sekali.. TQ.

Offline Brado

  • Sebelumnya: Lokkhitacaro
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.645
  • Reputasi: 67
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #14 on: 27 October 2009, 03:14:56 PM »
Sungguh mengharukan kisah2 yang menyentuh ini..

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #15 on: 27 October 2009, 03:20:08 PM »
sis Yumi yang baik, mohon dibantu ya, tahukah anda dimana Ayya Dhamma? beliau saya namaskarai sebelum sy berangkat th.2006 tp kmrn wkt pulang ke tanah air sy mencari beliau ternyata udah lepas jubah dan keluar dr Lembang, beliau amat bersahaja, penuh welas asih raut wajahnya, lembut tutur katanya, pancaran yang penuh metta, teduh hati kita walau baru memandang wajahnya saja, tahukah anda dimana beliau, sy sangat ingin bertemu karena sy terkejut bgmn mgk seseorang yg telah berjubah 14 thn (sewaktu ktmu sy th.2006 beliau sy tanya berapa thn berjubah, dijawab 14 thn) serta memiliki kualitas keagungan knp bisa lepas jubah dg bgtu mudahnya? se blm n se sdhnya diucapkan terima kasih.

mettacittena,

Samaneri, xori banget ya.. wa jg baru kali ini denger nama Ayya Dhamma.. jadi kga tau di mana. emangnya beliau berdomisili di kota apa (Lembang itu di mana ya :-[)?
Sapa tau teman2 DC lainnya klo ada yg tau mgkn bs bantu Samaneri cariin?
  :)
namo buddhaya Sis Yumi yg baik,
salam sejahtera selalu,

Ayya Dhamma itu dari Lembaga Anagarini Indonesia (saya kurang begitu paham yg mendirikan LAI ini siapa), saya juga kurang begitu paham siapa yg pertama kali menjadi anggota LAI ini, hanya saya kenal 1 nama saja beliau, dari saya mengunjungi beliau itu baru tahu kalo sekarang telah ada Persaudaraan Bhikkhuni Theravada Indonesia, saya juga kurang tahu siapa ketuanya, karena waktu itu hanya sebentar saja, namaskara lalu pulang, mengingat perjalanan jauh Yogya-Bandung, beliau berada di Vihara Kusalayani (vihara nya Ayya Santini), vihara ini lokasinya di Lembang, sehingga orang sering hanya menyebut vihara lembang saja.

semoga ada salah satu rekan2 DC yg mengetahui dimana keberadaan beliau, karena setahu saya orang yg berada dibawah bimbingan Bhante Panna (YM. Sri Pannavaro Maha Thera) pasti memiliki kualitas, apalagi lebih dari 14 thn (ditambah 2 thn wkt sy tdk bertemu beliau lagi), semoga sy ada kamma baik bisa ketemu beliau lagi walau hny melalui email atau sejenisnya.
anumodana utk responnya sis Yumi...

 [at]  Bro Change yg baik,
cerita anda sangat bagus, orang2 sering melupakan kadang kitapun tidak luput dari bagian mereka, jika kita berbuat baik, maka kita adalah bagian dari kebajikan itu pula, karena dengann demikian akan memberikan kekuatan yang positif untuk sekeliling kita, mereka pun menjadi melakukan kebajikan pula, namun bila kita menebar kebencian, maka sekeliling kitapun menjadi negatif. karena kebencian akan segera menjalar kemana-mana.
anumodana utk cerita inspiratif anda.

semoga kita semua dapat menggali ke-Buddha-an dalam diri kita.
ku persembahkan sekuntum teratai kepadamu semua rekan2 DC yang baik, kalian semua adalah calon Buddha... :lotus: :lotus: :lotus:

mettacittena,

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #16 on: 06 November 2009, 09:40:26 AM »
Anumodana Sis Pannadevi.

2 Kisah Nyata berikut ini menekankan KETULUSAN dalam berbuat kebajikan, dengan ketulusan maka hasil yang akan berbuah tentu lebih baik. Disamping perilaku tersebut menimbulkan dan memberikan keteladanan bagi lingkungannya, walaupun butuh proses untuk membiasakannya, karena pada tahap awal ketulusan biasanya tidak murni ( dengan pamrih ), tetapi jika telah terbiasa untuk memberi/berdana dengan melepas, maka karakter ketulusan akan terbentuk.

Ketulusan menempati peringkat tertinggi sebagai sifat yang paling disukai oleh semua orang. Ketulusan membuat orang lain merasa aman dan dihargai karena yakin tidak akan dibodohi atau dibohongi. Orang yang tulus selalu mengatakan kebenaran, tidak suka mengada-ada, pura- pura, mencari-cari alasan atau memutarbalikkan fakta. Prinsipnya "Ya diatas Ya dan Tidak diatas Tidak". Tentu akan lebih ideal bila ketulusan disertai dengan kebijaksanaan. Dengan begitu, ketulusan tidak menjadi keluguan yang bisa merugikan diri sendiri ( orang bodoh berbuat baik )


KETULUSAN

Di bagian utara India ada sebuah desa bernama Keema. Tanahnya tandus dan gersang. Kehidupan penduduk di sini sangat sulit dan miskin, sehingga untuk mengenyangkan perut saja menjadi masalah.

Berjarak tidak jauh dari desa Keema  ada sebuah jalan umum yang sederhana, kendaraan yang lewat di jalanan itu sering kali mengalami kecelakaan.

Suatu ketika, ada sebuah truk yang bermuatan makanan kaleng masuk ke dalam selokan dan terbalik. Sopirnya mengalami luka-luka, dia menghentikan sebuah mobil untuk membawa dirinya ke rumah sakit, barang muatan di dalam truk tidak ada yang jaga.

Penduduk desa Keema melihat kejadian itu, mereka lalu dengan sembunyi-sembunyi mengangkut makanan kaleng itu ke rumah, berturut-turut selama beberapa hari.

Setiap rumah semuanya memiliki makanan kalengan untuk dimakan. Kejadian ini telah mengilhami para penduduk desa Keema, pepatah mengatakan, dekat dengan gunung mencari makan di gunung, dekat dengan air mencari makan di air, mereka dekat di jalanan lalu mencari makan di jalanan.

Akan tetapi kecelakaan kendaraan pada hakekatnya tidak bisa sering terjadi. Oleh karena itu mereka terpikir sebuah ide, menggunakan kesempatan malam hari ketika jalanan tiada orang lewat, mereka membawa peralatan untuk menggali lubang, dan membuat seluruh permukaan sepanjang jalanan itu berlubang-lubang. Dengan demikian, kesempatan terjadinya kecelakaan akan lebih banyak.

Walaupun kendaraan itu tidak mengalami kecelakaan, tetapi karena situasi jalanan yang tidak baik, laju semua kendaraan akan menjadi pelan. Para penduduk desa bisa mengikuti di belakang mobil, memanfaatkan keteledoran pengemudi, secara sembunyi-sembunyi mengambil barang-barang yang mereka butuhkan.

Peristiwa ini sedikit demi sedikit berkembang, mula-mula mereka hanya mencuri makanan, lambat laun barang-barang yang lain pun mereka ambil, setelah mereka ambil dibawa ke pasar untuk dijual. Berkembang lagi sampai akhirnya mereka merampas secara terang-terangan.

Sesaat itu, ruas jalanan itu menjadi ruas yang paling tidak aman di sepanjang jalan umum itu, setiap bulan selalu terjadi beberapa kali kasus perampasan.

Kantor polisi mengutus personilnya untuk membongkar kasus kejahatan ini. Polisi telah menangkap dua orang penduduk desa Keema yang sedang merampok barang di tempat kejadian perkara, menuntut dan menghukum dua orang penduduk desa ini.

Tetapi tindakan tersebut tidak membuat penduduk lain menjadi takut, sebaliknya menjadikan mereka lebih ter-selubung dan lebih waspada ketika mereka melakukan kejahatan.

Mereka melakukan kejahatan mulai teratur dan terorganisir. Ada orang khusus yang bertanggung jawab berjaga-jaga dan memberi kode. Setelah mendapatkan barang rampasan dibawa pulang dulu untuk disembunyikan, atau kemasan barang itu diganti, sehingga ketika digeledah oleh polisi tidak bisa men-dapatkan barang bukti.

Pemerintah setempat juga telah memikirkan berbagai macam cara, agar penduduk desa Keema bisa mengerti dan meninggalkan perbuatan merampas yang tidak bermoral dan melanggar hukum itu, serta membimbing mereka ke jalan yang benar.

Apa boleh buat, penduduk desa Keema telah mencicipi manisnya menjarah barang dari orang lain. Mereka sudah terbiasa dengan mendapatkan keuntungan dari kerja orang lain, sudah terbiasa dengan gaya hidup semacam ini. Maka dari itu kasus perampasan barang sering-sering terjadi di sekitar desa Keema. 

Di musim dingin tahun itu, oleh karena sering kehilangan barang ketika melewati desa Keema, maka banyak sekali pengemudi truk barang memilih jalan memutar untuk menghindari ruas jalanan di desa Keema. Dengan demikian, penduduk desa  telah beberapa hari tidak mendapatkan hasil jarahan.

Akhirnya pada suatu hari ada sebuah truk yang melewati jalan itu, di atas truk penuh dengan muatan berzak-zak serbuk pati asam damar, bahan sejenis kanji yang dipergunakan pada industri. Semua orang berbondong-bondong maju ke depan, merampas dua puluh sak lebih serbuk pati asam damar. Pengemudi truk adalah seorang anak muda. Melihat ada orang yang merampas barang muatannya, dia segera menghentikan truknya, dan mengejar orang-orang yang merampas barangnya sampai ke desa Keema.

Tindakannya ini malah  sebaliknya telah memberikan kesempatan kepada penduduk Keema lainnya. Mereka dengan seenaknya memindahkan semua serbuk kanji muatan truk yang tidak dijaga itu.

Anak muda ini mengejar sampai ke dalam desa, dia memohon para penduduk desa mengembalikan barang muatannya, tetapi tidak ada seorangpun yang mau mengaku telah mengambil barangnya.

Biarpun anak muda ini meminta dengan sepenuh hati, namun usahanya itu sia-sia belaka. Dia terpaksa memberitahu kepada para penduduk desa, bahwa serbuk pati asam damar bukan serbuk kanji untuk makanan, melainkan serbuk kanji industri yang mengandung racun. Orang bisa mati jika memakan serbuk itu, mereka mengambil serbuk itu juga tidak berguna.

Anak muda ini telah berkata terus terang. Tetapi penduduk desa Keema  tidak ada seorang pun yang percaya, karena serbuk pati asam damar ini punya warna dan bentuk yang sama persis dengan kanji yang mereka makan sehari-hari.

Mengetahui penduduk desa tidak percaya dengan perkataannya, anak muda ini takut bukan main. Sebenarnya dia ingin melapor kepada polisi, akan tetapi dia khawatir, jika dia meninggalkan mereka, segera akan ada orang yang menggunakan kanji itu sebagai makanan untuk dimakan. Maka saat itu pasti terjadi korban jiwa.

Lalu dia mendatangi setiap rumah serta memberi penjelasan, bahkan berlutut di hadapan para penduduk desa untuk memohon kepada mereka, "Jangan sekali-kali mencoba untuk memakan kanji itu, karena nyawa bisa melayang."

Usaha gigih pemuda itu, membuat para penduduk desa menjadi ragu-ragu terhadap perkataannya. Ada yang lalu mengambil serbuk kanji dicobakan untuk ayam, hasilnya ayam yang memakan serbuk kanji itu sesaat kemudian segera mati.

Melihat kejadian ini para penduduk ketakutan setengah mati, selanjutnya mereka terharu dengan sangat mendalam. Mereka telah merampas barang muatan pemuda itu, seharusnya pemuda itu sakit hati dan benci kepada mereka, walaupun mereka keracunan dan mati karena mengonsumsi serbuk kanji itu, juga adalah hukuman yang selayaknya.

Tetapi pemuda ini demi menyelamatkan nyawa mereka dia rela berlutut dan memohon mereka untuk jangan memakan kanji itu. Hati belas kasih, keluasan pandangan dan ketulusan kebaikan hati semacam ini, membuat mereka semuanya merasa malu dan terharu bukan main.

Penduduk desa secara spontan menyerahkan kembali bubuk kanji industri itu, dan dikembalikan ke atas truk yang dikemudikan oleh pemuda itu.

Sejak peristiwa itu, penduduk desa Keema  tidak pernah lagi merampas barang muatan orang lain. Meskipun masih ada penduduk yang mempunyai niat merampas truk yang melewati jalan itu, segera ada penduduk lain yang mengangkat bicara, "Berpikirlah kepada pemuda yang baik hati dan tulus itu, kita telah melukai dia, sebaliknya pemuda itu malah menolong nyawa penduduk seluruh desa. Berpikirlah kepada dia, apakah kita masih mempunyai muka melanjutkan perbuatan yang merugikan orang lain? Memangnya kita semua adalah iblis ?"

Jalan umum di sekitar desa Keema  sudah aman kembali. Desa Keema  setelah ditertibkan oleh polisi dan mendapatkan bimbingan dari pemerintah setempat tidak pernah membuahkan hasil, tetapi keadaan itu berubah total karena ketulusan kebaikan hati seorang pengemudi muda.

Kebiasaan manusia itu dapat diubah, hanya melihat bagaimana Anda mengubahnya. Pikiran baik manusia itu dapat digugah, hanya melihat bagaimana Anda menggugah.

Walaupun kita berada di dalam masyarakat yang mengalami kemerosotan moral dengan sangat cepat, asalkan kita masih memiliki semangat pantang mundur untuk mempertahankan kebaikan, berkorban untuk orang lain tanpa pamrih ( ketulusan ), maka masyarakat ini masih mempunyai harapan.

Di dalam hati siapapun saja, sebenarnya masih ada seutas senar kebaikan. Senar ini hanya bisa dipetik dengan hati yang welas asih. Ingin orang lain menjadi baik, pertama-tama Anda harus membayar dengan cinta kasih ( metta ) Anda.

Seberapa jahatnya orang itu, jika Anda menggunakan cinta kasih ( metta ), maka Anda bisa menggugah kebaikan orang itu, membuat orang itu melenyapkan pikiran jahatnya.

Semoga Bermanfaat

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #17 on: 06 November 2009, 11:17:02 AM »
Kebijaksanaan/bijaksana dalam berbuat baik memang sangat dibutuhkan, karena tanpanya kita akan terjebak dalam suatu “ lingkaran ” 

Kebijaksanaan hadir pada saat Anda melepaskan semua penghalang yang Anda ciptakan sendiri melalui konsep ( persepsi) dan proses pembiasaan yang Anda alami. Kebijaksanaan bukanlah sesuatu yang didapatkan; kebijaksanaan bukanlah pengalaman; kebijaksanaan bukanlah penerapan ilusi yang Anda dapatkan kemarin untuk memecahkan persoalan hari ini.

Kebijaksanaan berarti kepekaan terhadap situasi tertentu atau PERUBAHAN-PERUBAHAN, misalnya pada orang tertentu, tidak terpengaruh oleh pengalaman masa lalu yang masih melekat dalam ingatan atau oleh sisa-sisa ingatan mengenai pengalaman di masa lalu, dll.


Makanya ada ungkapan :
"Bila mata tidak terhalang maka hasilnya adalah penglihatan; bila telinga tidak terhalang maka hasilnya adalah pendengaran; bila hidung tidak terhalang maka hasilnya adalah penciuman; jika mulut tidak terhalang maka hasilnya adalah pengecapan; bila pikiran tidak terhalang maka hasilnya adalah Kebijaksanaan."

Kisah Nyata kedua ini mengenai ketulusan, mungkin sebagian pernah membaca kisah ini, tetapi posting ulang ini bertujuan untuk mengugah KETULUSAN kita semua dalam berbuat baik, dan selalu diingatkan bahwa didunia ini masih ada MANUSIA yang luar bisa dalam KETULUSAN. Karena kisah ini sangat memotivasi untuk lebih banyak berbuat baik.

Kisah Gadis Bernama Yu Yuan


Kisah tentang seorang gadis kecil yang cantik yang memiliki sepasang bola mata yang indah dan hati yang lugu polos. Dia adalah seorang yatim piatu dan hanya sempat hidup di dunia ini selama delapan tahun. Satu kata terakhir yang ia tinggalkan adalah “saya pernah datang dan saya sangat penurut”.

Anak ini rela melepasakan pengobatan, padahal sebelumnya dia telah memiliki dana pengobatan sebanyak 540.000 dolar yang didapat dari perkumpulan orang Chinese seluruh dunia. Dan membagi dana tersebut menjadi tujuh bagian, yang dibagikan kepada tujuh anak kecil yang juga sedang berjuang menghadapi kematian. Dan dia rela melepaskan pengobatannya.

Begitu lahir dia sudah tidak mengetahui siapa orang tua kandungnya. Dia hanya memiliki seorang papa yang mengadopsinya. Papanya berumur 30 tahun yang bertempat tinggal di provinsi She Cuan kecamatan Suang Liu, kota Sang Xin Zhen Yun Ya Chun Er Cu. Karena miskin, maka selama ini ia tidak menemukan pasangan hidupnya. Kalau masih harus mengadopsi anak kecil ini, mungkin tidak ada lagi orang yang mau dilamar olehnya. Pada tanggal 30 November 1996, tgl 20 bln 10 imlek, adalah saat dimana papanya menemukan anak kecil tersebut diatas hamparan rumput, disanalah papanya menemukan seorang bayi kecil yang sedang kedinginan. Pada saat menemukan anak ini, di dadanya terdapat selembar kartu kecil tertulis, 20 November jam 12.

Melihat anak kecil ini menangis dengan suara tangisannya sudah mulai melemah. Papanya berpikir kalau tidak ada orang yang memperhatikannya, maka kapan saja bayi ini bisa meninggal. Dengan berat hati papanya memeluk bayi tersebut, dengan menghela nafas dan berkata, "saya makan apa, maka kamu juga ikut apa yang saya makan". Kemudian papanya memberikan dia nama Yu Yan.

Ini adalah kisah seorang pemuda yang belum menikah yang membesarkan seorang anak, tidak ada Asi dan juga tidak mampu membeli susu bubuk, hanya mampu memberi makan bayi tersebut dengan air tajin (air beras). Maka dari kecil anak ini tumbuh menjadi lemah dan sakit-sakitan. Tetapi anak ini sangat penurut dan sangat patuh. Musim silih berganti, Yu Yuan pun tumbuh dan bertambah besar serta memiliki kepintaran yang luar biasa. Para tetangga sering memuji Yu Yuan sangat pintar, walaupun dari kecil sering sakit-sakitan dan mereka sangat menyukai Yu Yuan. Ditengah ketakutan dan kecemasan papanya, Yu Yuan pelan-pelan tumbuh dewasa.

Yu Yuan yang hidup dalam kesusahan memang luar biasa, mulai dari umur lima tahun, dia sudah membantu papa mengerjakan pekerjaan rumah. Mencuci baju, memasak nasi dan memotong rumput. Setiap hal dia kerjakan dengan baik. Dia sadar dia berbeda dengan anak-anak lain. Anak-anak lain memiliki sepasang orang tua, sedangkan dia hanya memiliki seorang papa. Keluarga ini hanya mengandalkan dia dan papa yang saling menopang. Dia harus menjadi seorang anak yang penurut dan tidak boleh membuat papa menjadi sedih dan marah.

Pada saat dia masuk sekolah dasar, dia sendiri sudah sangat mengerti, harus giat belajar dan menjadi juara di sekolah. Inilah yang bisa membuat papanya yang tidak berpendidikan menjadi bangga di desanya. Dia tidak pernah mengecewakan papanya, dia pun bernyanyi untuk papanya. Setiap hal yang lucu yang terjadi di sekolahnya di ceritakan kepada papanya. Kadang-kadang dia bisa nakal dengan mengeluarkan soal-soal yang susah untuk menguji papanya.

Setiap kali melihat senyuman papanya, dia merasa puas dan bahagia. Walaupun tidak seperti anak-anak lain yang memiliki mama, tetapi bisa hidup bahagia dengan papa, ia sudah sangat berbahagia.

Mulai dari bulan Mei 2005 Yu Yuan mulai mengalami mimisan. Pada suatu pagi saat Yu Yuan sedang mencuci muka, ia menyadari bahwa air cuci mukanya sudah penuh dengan darah yang ternyata berasal dari hidungnya. Dengan berbagai cara tidak bisa menghentikan pendarahan tersebut. Sehingga papanya membawa Yu Yuan ke puskesmas desa untuk disuntik. Tetapi sayangnya dari bekas suntikan itu juga mengerluarkan darah dan tidak mau berhenti. Dipahanya mulai bermunculan bintik-bintik merah. Dokter tersebut menyarankan papanya untuk membawa Yu Yuan ke rumah sakit untuk diperiksa. Begitu tiba di rumah sakit, Yu Yuan tidak mendapatkan nomor karena antrian sudah panjang. Yu Yuan hanya bisa duduk sendiri dikursi yang panjang untuk menutupi hidungnya. Darah yang keluar dari hidungnya bagaikan air yang terus mengalir dan memerahi lantai. Karena papanya merasa tidak enak kemudian mengambil sebuah baskom kecil untuk menampung darah yang keluar dari hidung Yu Yuan. Tidak sampai sepuluh menit, baskom yang kecil tersebut sudah penuh berisi darah yang keluar dari hidung Yu Yuan.

Dokter yang melihat keadaaan ini cepat-cepat membawa Yu Yuan untuk diperiksa. Setelah diperiksa, dokter menyatakan bahwa Yu Yuan terkena Leukimia ganas. Pengobatan penyakit tersebut sangat mahal yang memerlukan biaya sebesar $ 300.000 . Papanya mulai cemas melihat anaknya yang terbaring lemah di ranjang. Papanya hanya memiliki satu niat yaitu menyelamatkan anaknya. Dengan berbagai cara meminjam uang kesanak saudara dan teman dan ternyata, uang yang terkumpul sangatlah sedikit. Papanya akhirnya mengambil keputusan untuk menjual rumahnya yang merupakan harta satu satunya. Tapi karena rumahnya terlalu kumuh, dalam waktu yang singkat tidak bisa menemukan seorang pembeli.

Melihat mata papanya yang sedih dan pipi yang kian hari kian kurus. Dalam hati Yu Yuan merasa sedih. Pada suatu hari Yu Yuan menarik tangan papanya, air mata pun mengalir dikala kata-kata belum sempat terlontar. "Papa saya ingin mati". Papanya dengan pandangan yang kaget melihat Yu Yuan, "Kamu baru berumur 8 tahun kenapa mau mati". "Saya adalah anak yang dipungut, semua orang berkata nyawa saya tak berharga, tidaklah cocok dengan penyakit ini, biarlah saya keluar dari rumah sakit ini."

Pada tanggal 18 juni, Yu Yuan mewakili papanya yang tidak mengenal huruf, menandatangani surat keterangan pelepasan perawatan. Anak yang berumur delapan tahun itu pun mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan pemakamannya sendiri. Hari itu juga setelah pulang kerumah, Yu Yuan yang sejak kecil tidak pernah memiliki permintaan, hari itu meminta dua permohonan kepada papanya. Dia ingin memakai baju baru dan berfoto. Yu Yuan berkata kepada papanya: "Setelah saya tidak ada, kalau papa merindukan saya lihatlah melihat foto ini". Hari kedua, papanya menyuruh bibi menemani Yu Yuan pergi ke kota dan membeli baju baru. Yu Yuan sendirilah yang memilih baju yang dibelinya. Bibinya memilihkan satu rok yang berwarna putih dengan corak bintik-bintik merah. Begitu mencoba dan tidak rela melepaskannya. Kemudian mereka bertiga tiba di sebuah studio foto. Yu Yuan kemudia memakai baju barunya dengan pose secantik mungkin berjuang untuk tersenyum. Bagaimanapun ia berusaha tersenyum, pada akhirnya juga tidak bisa menahan air matanya yang mengalir keluar. Kalau bukan karena seorang wartawan Chuan Yuan yang bekerja di surat kabar Cheng Du Wan Bao, Yu Yuan akan seperti selembar daun yang lepas dari pohon dan hilang ditiup angin.

Setelah mengetahui keadaan Yu Yuan dari rumah sakit, Chuan Yuan kemudian menuliskan sebuah laporan, menceritakan kisah Yu Yuan secara detail. Cerita tentang anak yg berumur 8 tahun mengatur pemakamakannya sendiri dan akhirnya menyebar keseluruh kota Rong Cheng. Banyak orang-orang yang tergugah oleh seorang anak kecil yang sakit ini, dari ibu kota sampai satu Negara bahkan sampai keseluruh dunia. Mereka mengirim email ke seluruh dunia untuk menggalang dana bagi anak ini". Dunia yang damai ini menjadi suara panggilan yang sangat kuat bagi setiap orang.

Hanya dalam waktu sepuluh hari, dari perkumpulan orang Chinese didunia saja telah mengumpulkan 560.000 dolar. Biaya operasi pun telah tercukupi. Titik kehidupan Yu Yuan sekali lagi dihidupkan oleh cinta kasih semua orang.

Setelah itu, pengumuman penggalangan dana dihentikan tetapi dana terus mengalir dari seluruh dunia. Dana pun telah tersedia dan para dokter sudah ada untuk mengobati Yu Yuan. Satu demi satu gerbang kesulitan pengobatan juga telah dilewati. Semua orang menunggu hari suksesnya Yu Yuan.

Ada seorang teman di-email bahkan menulis: "Yu Yuan anakku yang tercinta saya mengharapkan kesembuhanmu dan keluar dari rumah sakit. Saya mendoakanmu cepat kembali ke sekolah. Saya mendambakanmu bisa tumbuh besar dan sehat. Yu Yuan anakku tercinta."

Pada tanggal 21 Juni, Yu Yuan yang telah melepaskan pengobatan dan menunggu kematian akhirnya dibawa kembali ke ibu kota. Dana yang sudah terkumpul, membuat jiwa yang lemah ini memiliki harapan dan alasan untuk terus bertahan hidup. Yu Yuan akhirnya menerima pengobatan dan dia sangat menderita didalam sebuah pintu kaca tempat dia berobat. Yu Yuan kemudian berbaring di ranjang untuk diinfus. Ketegaran anak kecil ini membuat semua orang kagum padanya. Dokter yang menangani dia, Shii Min berkata, dalam perjalanan proses terapi akan mendatangkan mual yang sangat hebat. Pada permulaan terapi Yu Yuan sering sekali muntah. Tetapi Yu Yuan tidak pernah mengeluh. Pada saat pertama kali melakukan pemeriksaan sumsum tulang belakang, jarum suntik ditusukkan dari depan dadanya, tetapi Yu Yuan tidak menangis dan juga tidak berteriak, bahkan tidak meneteskan air mata. Yu yuan yang dari dari lahir sampai maut menjemput tidak pernah mendapat kasih sayang seorang ibu. Pada saat dokter Shii Min menawarkan Yu Yuan untuk menjadi anak perermpuannya. Air mata Yu Yuan pun mengalir tak terbendung.

Hari kedua saat dokter Shii Min datang, Yu Yuan dengan malu-malu memanggil dengan sebutan Shii Mama. Pertama kalinya mendengar suara itu, Shii Min kaget, dan kemudian dengan tersenyum dan menjawab, "Anak yang baik". Semua orang mendambakan sebuah keajaiban dan menunggu momen dimana Yu Yuan hidup dan sembuh kembali. Banyak masyarakat datang untuk menjenguk Yu Yuan dan banyak orang menanyakan kabar Yu Yuan dari email.

Selama dua bulan Yu Yuan melakukan terapi dan telah berjuang menerobos sembilan pintu maut. Pernah mengalami pendarahan dipencernaan dan selalu selamat dari bencana. Sampai akhirnya darah putih dari tubuh Yu Yuan sudah bisa terkontrol. Semua orang-orang pun menunggu kabar baik dari kesembuhan Yu Yuan.

Tetapi efek samping yang dikeluarkan oleh obat-obat terapi sangatlah menakutkan, apalagi dibandingkan dengan anak-anak leukemia yang lain. Fisik Yu Yuan jauh sangat lemah. Setelah melewati operasi tersebut fisik Yu Yuan semakin lemah.

Pada tanggal 20 agustus, Yu Yuan bertanya kepada wartawan Fu Yuan: "Tante kenapa mereka mau menyumbang dana untuk saya? Tanya Yu Yuan kepada wartawan tersebut. Wartawan tersebut menjawab, karena mereka semua adalah orang yang baik hati". Yu Yuan kemudia berkata : "Tante saya juga mau menjadi orang yang baik hati". Wartawan itupun menjawab, "Kamu memang orang yang baik. Orang baik harus saling membantu agar bisa berubah menjadi semakin baik". Yu yuan dari bawah bantal tidurnya mengambil sebuah buku, dan diberikan kepada ke Fu Yuan. "Tante ini adalah surat wasiat saya."

Fu yuan kaget, sekali membuka dan melihat surat tersebut ternyata Yu Yuan telah mengatur tentang pengaturan pemakamannya sendiri. Ini adalah seorang anak yang berumur delapan tahun yang sedang menghadapi sebuah kematian dan diatas ranjang menulis tiga halaman surat wasiat dan dibagi menjadi enam bagian, dengan pembukaan, tante Fu Yuan, dan diakhiri dengan selamat tinggal tante Fu Yuan.

Dalam satu artikel itu nama Fu Yuan muncul tujuh kali dan masih ada sembilan sebutan singkat tante wartawan. Dibelakang ada enam belas sebutan dan ini adalah kata setelah Yu Yuan meninggal. Tolong,..... .. Dan dia juga ingin menyatakan terima kasih serta selamat tinggal kepada orang- orang yang selama ini telah memperhatikan dia lewat surat kabar. "Sampai jumpa tante, kita berjumpa lagi dalam mimpi. Tolong jaga papa saya. Dan sedikit dari dana pengobatan ini bisa dibagikan kepada sekolah saya. Dan katakan ini juga pada pemimpin palang merah. Setelah saya meninggal, biaya pengobatan itu dibagikan kepada orang-orang yang sakit seperti saya. Biar mereka lekas sembuh". Surat wasiat ini membuat Fu Yuan tidak bisa menahan tangis yang membasahi pipinya.

Saya pernah datang, saya sangat patuh, demikianlah kata-kata yang keluar dari bibir Yu Yuan. Pada tanggal 22 agustus, karena pendarahan dipencernaan hampir satu bulan, Yu Yuan tidak bisa makan dan hanya bisa mengandalkan infus untuk bertahan hidup. Mula mulanya berusaha mencuri makan, Yu Yuan mengambil mie instant dan memakannya. Hal ini membuat pendarahan di pencernaan Yu Yuan semakin parah. Dokter dan perawat pun secepatnya memberikan pertolongan darurat dan memberi infus dan transfer darah setelah melihat pendarahan Yu Yuan yang sangat hebat. Dokter dan para perawat pun ikut menangis. Semua orang ingin membantu meringankan pederitaannya. Tetapi tetap tidak bisa membantunya. Yu Yuan yang telah menderita karena penyakit tersebut akhirnya meninggal dengan tenang. Semua orang tidak bisa menerima kenyataan ini melihat dewi kecil yang cantik yang suci bagaikan air. Sungguh telah pergi ke dunia lain.

Dikecamatan She Chuan, sebuah email pun dipenuhi tangisan menghantar kepergian Yu Yuan. Banyak yang mengirimkan ucapan turut berduka cita dengan karangan bunga yang ditumupuk setinggi gunung. Ada seorang pemuda berkata dengan pelan "Anak kecil, kamu sebenarnya adalah malaikat kecil diatas langit, kepakanlah kedua sayapmu. Terbanglah.. ......... ...." demikian kata-kata dari seorang pemuda tersebut.

Pada tanggal 26 Agustus, pemakaman Yu Yuan dilaksanakan saat hujan gerimis. Didepan rumah duka, banyak orang-orang berdiri dan menangis mengantar kepergian Yu Yuan. Mereka adalah papa mama Yu Yuan yang tidak dikenal oleh Yu Yuan semasa hidupnya. Demi Yu Yuan yang menderita karena leukemia dan melepaskan pengobatan demi orang lain, maka datanglah papa mama dari berbagai daerah yang diam-diam mengantarkan kepergian Yu Yuan.

Didepan kuburannya terdapat selembar foto Yu Yuan yang sedang tertawa. Diatas batu nisannya tertulis, "Aku pernah datang dan aku sangat patuh" (30 nov 1996- 22 agus 2005). Dan dibelakangnya terukir perjalanan singkat riwayat hidup Yu Yuan. Dua kalimat terakhir adalah disaat dia masih hidup telah menerima kehangatan dari dunia. Beristirahatlah gadis kecilku, nirwana akan menjadi lebih ceria dengan adanya dirimu.

Sesuai pesan dari Yu Yuan, sisa dana 540.000 dolar tersebut disumbangkan kepada anak-anak penderita luekimia lainnya. Tujuh anak yang menerima bantuan dana Yu Yuan itu adalah : Shii Li, Huang Zhi Qiang, Liu Ling Lu, Zhang Yu Jie, Gao Jian, Wang Jie. Tujuh anak kecil yang kasihan ini semua berasal dari keluarga tidak mampu. Mereka adalah anak-anak miskin yang berjuang melawan kematian.

Pada tanggal 24 September, anak pertama yang menerima bantuan dari Yu Yuan di rumah sakit Hua Xi berhasil melakukan operasi. Senyuman yang mengambang pun terlukis diraut wajah anak tersebut. "Saya telah menerima bantuan dari kehidupan Anda, terima kasih adik Yu Yuan kamu pasti sedang melihat kami diatas sana. Jangan risau, kelak di batu nisan, kami juga akan mengukirnya dengan kata-kata "Aku pernah datang dan aku sangat patuh".

Kesimpulan:
Demikianlah sebuah kisah yang sangat menggugah hati kita. Seorang anak kecil yang berjuang bertahan hidup dan akhirnya harus menghadapi kematian akibat sakit yang dideritanya. Dengan kepolosan dan ketulusan berbuat KEBAJIKAN serta baktinya kepada orang tuanya, akhirnya mendapatkan respon yang luar biasa dari kalangan Dunia. Walaupun hidup serba kekurangan, Dia bisa memberikan cinta kasihnya terhadap sesama. Inilah contoh yang seharusnya kita pun mampu melakukan hal yang sama, berbuat sesuatu yang bermakna bagi sesama, memberikan sedikit kehangatan dan perhatian kepada orang yang membutuhkan. Pribadi dan hati seperti inilah yang dinamakan pribadi seorang Pengasih.

Ini adalah salah satu bentuk KEBAJIKAN yang luar biasa, tidak setiap manusia mampu untuk melakukannya. 

Bagaimana dengan kita yang masih hidup di alam ini sekarang, apakah kita harus menunggu kematian menjemput ( mungkin NANTI ), kemudian baru INGAT bahwa kita belum ( LUPA ) berbuat KEBAJIKAN SAAT INI. Semoga Kisah Nyata ini dapat membangkitkan semangat anda untuk memupuk KEBAJIKAN.

Semoga Yu Yuan terlahir di alam Berbahagia sesuai dengan jasa-jasa KEBAJIKAN yang telah dilakukan. Sungguh luar biasa PEMBERIAN TELADAN dalam Metta ( cinta kasih ) dan Karuna ( welas asih ).

Semoga Bermanfaat

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #18 on: 07 November 2009, 09:59:51 AM »
Kisah Nyata berikut ini menggambarkan apapun yang kita perbuat, inilah yang kita tuai.

MEMBERI DAN BERBUAT UNTUK ORANG LAIN

John D. Rockfeller, seorang yang pernah menjadi orang terkaya di Amerika dan dunia, bisa 'memperpanjang' usianya selama 45 tahun dari sewaktu berusia 53 tahun dengan kondisi fisik yang sangat memprihatinkan (rapuh, kepala hampir botak, punggung bongkok, mata yang kekurangan semangat hidup), sampai akhirnya baru meninggal di usia 98 tahun.

Sepanjang hidupnya sampai berusia 53 tahun, dia sangat kikir dan sering dilanda kecemasan mengenai harta yang sudah dimiliki dan masih berharap bisa mendapatkan banyak harta di masa mendatang.

Suatu pagi Rockfeller ditemukan dalam kondisi memprihatinkan di atas lantai kantor oleh rekan bisnisnya. Menyadari kondisi ini terjadi karena si Kaya merasa sedemikian cemas mendapat berita semalam bahwa kapalnya yang penuh dengan muatan akan tetapi tanpa asuransi sedang berjuang keras melewati badai dahsyat di lautan yang sedang diarungi, si rekan bisnis menawarkan untuk mencoba membeli asuransi bagi muatan kapal tersebut. Melihat kesempatan untuk tidak rugi besar karena karamnya kapal akan membuat pihak asuransilah yang harus membayar harga muatannya, Rockfeller segera mengiyakan.

Si rekan bisnis begitu gembira setelah berhasil membeli dan menutup asuransi seperti yang disepakati dengan John. Akan tetapi yang didapati setibanya di kantor adalah kondisi John D. Rockfeller yang semakin sekarat di atas lantai. Ternyata begitu dia ditinggalkan, Rockfeller menerima kabar bahwa kapal tersebut selamat sedang dia tidak berdaya untuk mencegah temannya membeli asuransi sehingga dia merasa begitu nelangsa karena harus kehilangan uang untuk membeli asuransi.

Setelah kejadian tersebut, John D. Rockfeller lebih bermurah hati dan menggunakan kekayaannya untuk lebih banyak memberi dan berbuat bagi orang lain sehingga membawa kebahagiaan yang berujung pada 'perpanjangan' usianya hingga mencapai sedemikian lanjut.

Pertanyaannya sudahkah kita menggunakan hal-hal baik dan kemampuan yang kita miliki saat ini untuk sedikit memberi dan berbuat bagi orang lain yang membutuhkan ?

Seringkali kita menikmati semua yang kita miliki untuk diri kita sendiri tanpa mau mengingat bahwa masih banyak orang-orang yang lebih menderita di sekitar kita dan memerlukan uluran tangan kita. Perbuatan baik kita tidak harus yang besar dan mentereng tetapi cukup dengan kebaikan-kebaikan kecil yang terus-menerus dilakukan. Kata pepatah 'sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit'

Kebaikan apapun yang dilakukan secara kontiniu, konsisten dan benar akan selalu berbuah, dalam cerita ini berbuah kesehatan dan  panjang umur.


Semoga bermanfaat

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #19 on: 09 November 2009, 10:14:06 AM »
Kisah Nyata berikut ini menggambarkan papapun kebajikan kita lakukan pasti berbuah, cuma kita tidak tahu kapan berbuah

Uang Palsu yang menyelamatkan

Sebuah kisah yang amat menggugah hati orang terjadi di propinsi Ciang Si kota Nan Chang.
Pada tahun 1938 bertepatan masa peperangan dimana Presiden Ciang Kai Sek yang saat itu masih menjabat sebagai komandan laskar yang bertempat di Nan Chang.

Saat waktu luang ,banyak tentara pergi berbelanja keperluan sehari-hari.Saat itu mata uang yang digunakan adalah Yen. Kaum wanita yang sudah berusia lanjut dan lemah tampak berjajaran di sepanjang jalan menjual handuk dan kaos kaki bagi keperluan tentara.

Suatu hari, seorang nenek tua menangis terisak-isak di sebuah jalan.Orang yang lewat menanyai sebabnya, rupanya seseorang telah membeli banyak sekali dagangannya dengan uang Yen palsu. Ketika sadar uang itu palsu, si pembeli sudah lenyap entah kemana.

Kebetulan lewat seorang tentara yang baru mendapat gajian dan berbelanja di sekitar jalan itu. Melihat sang nenek sangat sedih, maka dia menghiburnya, "Tak usah sedih Nek,gaji saya cukup. Tukarkan uang palsumu kepada saya sebagai kenang-kenangan. Nah,ini ambillah. Semoga dapat menjadi modal usahamu kelak".

"Mana boleh? Mana mungkin saya menerima sementara anda yang mengorbankan uangmu". Si Nenek terus bersikeras tidak mau menerima tawaran si tentara tapi karena tak tega menolak ketulusannya, akhirnya menerima juga dengan ucapan terima kasih yang mendalam.

Selang beberapa bulan si Tentara berdinas kembali ke kota Nan Chang dan mencari Nenek yang malang itu. Dia berkata bahwa kepingan Yen palsu itu telah menyelamatkan nyawanya.

Ceritanya ketika dia berada di barisan depan dalam medan pertempuran,tiba-tiba sebuah peluru menghantam ke dadanya. Tamat sudah kali ini,pikirnya hingga pingsan karena ketakutan. Tapi begitu mata di buka,sakitnya tidak terasa. Dirabanya bagian dada tapi tak ada darah sedikitpun. Waktu menyentuh kepingan logam yang berada di kantong kirinya ternyata uang Yen palsu itu sudah cekung karena peluru itu.
Rekan seperjuangannya menjadi tak habis berpikir, bagaimana mungkin peristiwa tersebut dapat terjadi. Berita itu meluas keseluruh kota Nan Chang.


Siapa bilang perbuatan baik dan jahat tiada balasannya? Cuma karena waktu yang belum matang, hingga pembalasan karma belum tampak, dan kita tidak tahu kapan berbuah.

Inilah salah satu kesaksian betapa pentingnya memupuk jasa pahala dan kebajikan.

Karena itu, menegakkan jasa kebajikan secara samar (tanpa diketahui orang/tanpa pamrih) akan mendatangkan anugerah yang tak disangka.
Demikianlah Hukum Karma itu.

Semoga Bermanfaat

 _/\_


Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #20 on: 10 November 2009, 01:05:35 PM »


Siapa Menabur Benih Akan Menuai...

Pada suatu hari seorang pemuda sedang berjalan di tengah hutan, tiba-tiba ia mendengar jeritan minta tolong. Ternyata ia melihat seorang pemuda sebaya dengan dia sedang bergumul dengan lumpur yang mengambang, semakin bergerak malah semakin dalam ia terperosok. Pemuda yang pertama tadi hendak sekuat tenaga memberikan pertolongannya, dengan susah payah pemuda yang terperosok itu dapat di selamatkan.

Pemuda yang pertama memapah pemuda yang terperosok ini pulang ke rumahnya. Ternyata rumah si pemuda kedua sangat bagus, besar,megah, dan mewah.

Ayah pemuda ini sangat berterima kasih atas pertolongan yang diberikan kepada anaknya, dan hendak memberikan uang, pemuda yang pertama ini menolak pemberian tersebut. Ia berkata bahwa sudah selayaknya sesama manusia menolong orang lain yang dalam kesusahan. Sejak kejadian ini mereka menjalin persahabatan.

Si pemuda pertama adalah seorang yang miskin, sedangkan si pemuda kedua adalah bangsawan yang kaya raya. Si pemuda yang miskin ini mempunyai cita-cita untuk menjadi dokter, namun ia tidak mempunyai biaya untuk kuliah. Tetapi,ada seorang yang murah hati, yaitu ayah dari pemuda bangsawan itu. Ia memberi beasiswa sampai akhirnya meraih gelar dokter.

Pemuda miskin yang menjadi dokter ini ini kemudian dikenal dengan nama Dr. Fleming. Penemu obat p*n*silin.

Cerita masih berlajut.

Si pemuda bangsawan masuk dinas militer dan dalam suatu tugas ke medan perang, ia terluka parah sehingga menyebabkan demam yang sangat tinggi karena infeksi. Pada waktu itu belum ada obat untuk infeksi.

Para dokter mendengar tentang p*n*silin penemuan Dr.Fleming dan mereka menyuntik dengan p*n*silin yang merupakan obat penemuan baru. Berangsur-angsur demam akibat infeksi itu reda dan si pemuda bangsawan akhirnya sembuh.

Pemuda bangsawan yang berkarir di militer ini dikenal dunia dengan nama Winston Churchill. Perdana Menteri Inggris yang termasyhur itu.

Fleming menabur kebaikan dan menuai kebaikan pula. Ia menjadi dokter. Fleming menemukan p*n*silin yang akhirnya menolong jiwa Churchil.


Semoga Bermanfaat

 _/\_

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #21 on: 11 November 2009, 12:52:09 PM »
Segala sesuatu yang berputar akan selalu berputar,
Jangan Pernah Berhenti


Dia hampir saja tidak melihat wanita tua yang berdiri dipinggir jalan itu,tetapi dalam cahaya berkabut ia dapat melihat bahwa wanita tua itu membutuhkan pertolongan. Lalu ia menghentikan mobil Pontiacnya di depan mobil Mecedes wanita tua itu, lalu ia keluar dan menghampirinya. Walaupun dengan wajah tersenyum wanita itu tetap merasa khawatir, karena setelah menunggu beberapa jam tidak ada seorang pun yang menolongnya. Apakah lelaki itu bermaksud menyakitinya?

Lelaki tersebut penampilanya tidak terlalu baik, ia kelihatan begitu memprihatinkan.  Wanita itu dapat merasakan kalau dirinya begitu ketakutan, berdiri sendirian dalam cuaca yang begitu dingin, sepertinya lelaki tersebut tahu apa yang ia pikirkan. Lelaki itu berkata " saya kemari untuk membantu anda bu, kenapa anda tidak menunggu didalam mobil bukankah disana lebih hangat ?

Oh ya, nama saya Bryan.

Bryan masuk kedalam kolong mobil wanita itu untuk memperbaiki yang rusak. Akhirnya ia selesai, tetapi dia kelihatan begitu kotor dan lelah, wanita itu membuka kaca jendela mobilnya dan berbicara kepadanya, ia berkata bahwa ia dari st Louis dan kebetulan lewat jalan ini. Dia merasa tidak cukup kalau hanya mengucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan.

Wanita berkata berapa yang harus ia bayar, berapapun jumlahnya yang ia minta tidak menjadi masalah, karena ia membayangkan apa yang akan terjadi jika lelaki tersebut tidak menolongnya. Bryan hanya tersenyum. Bryan tidak mengatakan berapa jumlah yang harus dibayar, karena baginya menolong orang bukanlah suatu pekerjaan. Ia yakin apabila menolong seseorang yang membutuhkan pertolongan tanpa suatu imbalan suatu hari nanti pasti akan berbuah atas kebajikan dari amal perbuatanya.

Ia berkata kepada wanita itu " Bila Anda benar-benar ingin membalas jasa saya, maka apabila suatu saat nanti apabila Anda melihat seseorang yang membutuhkan pertolongan maka tolonglah orang tersebut "...dan ingatlah pada saya".  Bryan menunggu sampai wanita itu menstater mobilnya dan menghilang dari pandangan.

Setelah berjalan beberapa mil wanita itu melihat kafe kecil, lalu ia mampir kesana untuk makan dan beristirahat sebentar. Pelayan datang dan memberikan handuk bersih untuk mengeringkan rambutnya yang basah. Wanita itu memperhatikan sang pelayan yang sedang hamil, dan masih begitu muda. Lalu ia teringat kepada Bryan. Setelah wanita itu selesai makan, dan sang pelayan sedang mengambil kembalian untuknya, wanita itu pergi keluar secara diam-diam.

Setelah kepergiannya sang pelayan kembali, pelayan itu bingung kemana wanita itu pergi, lalu ia menemukan secarik kertas diatas meja dan uang $1000. Ia begitu terharu setelah membaca apa yang ditulis oleh wanita itu: "Kamu tidak berhutang apapun pada saya karena seseorang telah menolong saya, oleh karena itulah saya menolong kamu, maka inilah yang harus kamu lakukan: "Jangan pernah berhenti untuk memberikan cinta kasih dan kasih sayang".

Malam ketika ia pulang dan pergi tidur, ia berfikir mengenai uang dan apa yang di tulis oleh wanita itu. Bagaimana wanita itu bisa tahu kalau ia dan suaminya sangat membutuhkan uang untuk menanti kelahiran bayinya?

Ia tahu bagaimana suaminya sangat risau mengenai hal ini, lalu ia memeluk suaminya yang terbaring disebelahnya dan memberikan ciuman yang lembut sambil berbisik :"Semuanya akan baik-baik saja, I Love You, Bryan"

Moral dari kisah di atas : "Segala sesuatu yang berputar akan selalu berputar", karena itu janganlah berhenti berbuat kebaikan dalam hidupmu.

Semoga bermanfaat

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #22 on: 12 November 2009, 10:10:15 AM »
TIDAK MENUNDA BERBUAT KEBAIKAN

Berbuat baik kepada siapa pun dan apa pun di dunia ini mendatangkan kedamaian dan kebahagiaan ke dalam hati. "Your own soul is nourished when you are kind; it is destroyed when you are cruel. – hatimu akan berbunga ketika Anda berbaik hati; tetapi kebahagiaan itu akan lenyap ketika Anda berbuat jahat.". Sebaliknya, kejahatan hanya mendatangkan kecemasan, kesedihan, dan rasa tidak nyaman lainnya.

Berikut ini kisah tentang seorang pria peruh baya yang cukup sukses berbisnis bahan-bahan kebutuhan pokok. Setiap hari ia selalu mendapatkan omzet penjualan sangat besar. Tetapi ia mempunyai sifat sombong, menang sendiri, dan tidak segan mencelakai orang lain jika berselisih paham atau bersaing dagang dengannya. Hal itu membuat pria tersebut ditakuti sekaligus dibenci orang.

Suatu saat ia mendatangi seorang peramal untuk menerka seberapa besar keberuntungan yang akan ia peroleh di tahun-tahun berikutnya. Tetapi peramal tersebut justru mengungkapkan bahwa pria itu tidak akan dapat bertahan hidup lebih dari 47 tahun. Pria yang saat itu berusia 44 tahun sangat kesal mendengar ramalan itu, lalu pergi begitu saja.

Tetapi dalam perjalanan pulang ia terus terngiang semua kata-kata yang dilontarkan oleh sang peramal. Ia menjadi tidak tenang, lalu mencoba menemui beberapa peramal lain yang tak kalah masyhur pada saat itu. Berbagai bentuk teknik ramalan, mulai dari membaca garis tangan, fengsui, baguo, bazhi (ramalan waktu lahir), semuanya mengisyaratkan bahwa usia pria itu tak akan lebih dari 47 tahun.

Meskipun sedih, ia berusaha menerima `kenyataan' bahwa sisa hidupnya hanya 3 tahun lagi. Ia mulai bersiap-siap menjelang `kematian'.
Berbagai bentuk kebaikan ia laksanakan, berharap dapat membawa amal baik sebanyak mungkin jika harus meninggal dalam waktu 3 tahun mendatang.

Sejak saat itu ia rajin beramal, membantu orang miskin di sekitar rumahnya. Ia juga tidak segan membagikan harta bendanya untuk membantu teman-teman maupun kerabat jauh yang membutuhkan bantuan. Hampir semua orang yang pernah mengenal dirinya dulu merasa heran sekaligus senang atas perubahan drastis sikapnya itu.

Masa berlalu dan usia pria itu sudah menginjak 47 tahun. Pria tersebut sudah dikenal sangat baik dan pemurah. Sedangkan bisnisnya sudah jauh lebih besar dibandingkan 3 tahun yang lalu. Anehnya sampai usianya merangkak masuk ke tahun 50, ramalan dari para peramal kesohor itu tak satu pun terbukti.

"Baiknya kamu datangi peramal-peramal itu. Obrak-abrik saja isi rumah mereka, karena mereka semua sudah berbohong padamu," celetuk sahabat karibnya bernada kesal.

Ah, tidak perlu itu. Justru aku harus berterima kasih. Karena semua ramalan itu sudah membuatku lebih baik. Badanku terasa lebih segar, bisnisku lebih maju, pikiranku lebih ringan, dan sangat banyak orang yang baik padaku dibandingkan 3 tahun yang lalu. Hidupku lebih bahagia sekarang," ucap pria itu tenang.

---
Inti pesan dalam kisah itu mengajak kita berbuat baik kepada siapa pun, apa pun dan kapan pun. Lakukan kebaikan sesegera mungkin, selagi kita mampu. Berikut beberapa hal mengapa kita sebaiknya tidak menunda untuk berbuat baik.

Kita tidak pernah dapat menebak apa yang akan terjadi 1 jam lagi, 2 jam lagi, dan seterusnya.
 
"You and I can never do a kindness too soon, for we never know how soon it will be too late.
Saya dan Anda tak pernah dapat melakukan kebaikan terlalu cepat, karena kita tak pernah tahu bagaimana ukuran terlalu cepat atau terlambat,"
Ralph Waldo Emerson.


Jangan menunda bila Anda ingin berbuat baik, karena tanpa kita sadari penundaan itu membuat kita kehilangan kesempatan. Di masa datang sangat banyak kemungkinan terjadi, misalnya Anda sudah tidak sanggup melakukannya karena sakit, tua, bangkrut, dan lain sebagainya. Kapan lagi kita dapat menikmati kebahagiaan dan kedamaian itu, jika kita tidak berbuat kebaikan sedari sekarang?

Kesempatan hidup kita sangat terbatas, sedangkan tanggung jawab yang harus kita kerjakan sangatlah banyak. Tak seorang pun mengetahui kapan kontrak hidup akan berakhir. Jika benar-benar habis masa kontrak usia kita tentu kesempatan untuk berbuat baik juga sudah hilang saat ini. Oleh sebab itu, segera gunakan kesempatan yang Anda miliki untuk berbuat baik dan jangan pernah menundanya lagi.

Selain itu, tak satu pun manusia di dunia ini yang sempurna. Semua manusia tidak luput dari  kesalahan, entah yang kita sadari atau tidak. Selayaknya kita mengimbangi kesalahan tersebut dengan perbuatan positif. Kalau kita tidak segera berbuat baik, bisa jadi kita kembali melakukan kealpaan lagi atau justru terjerembab dalam lingkaran kesalahan.

Berbuat kebaikan dengan penuh kesungguhan pasti menarik kebaikan pula kedalam kehidupan kita. Samuel Johnson mengatakan,

 "Kindness is in our power, even when fondness is not. – Kebaikan adalah kekuatan kita, sedangkan kesenangan itu bukan."

Dalam kisah di atas dikatakan bahwa pria paruh baya tersebut merasa badannya lebih sehat, hati lebih tentram, dan bisnisnya berkembang pesat setelah ia mengisi hari-harinya dengan perbuatan baik saja. Sangat banyak manfaat lainnya dari perbuatan baik kita. Semakin cepat kita memulai berbuat kebaikan, semakin cepat pula kita rasakan semua manfaat tersebut. Inilah Hukum Kamma.

Semoga Bermanfaat
« Last Edit: 12 November 2009, 10:13:08 AM by CHANGE »

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #23 on: 13 November 2009, 10:42:43 AM »
SUHU FENGSHUI MENGHELA NAFAS DAN PERGI

Kampung halaman saya memiliki sebuah tradisi yakni suka melihat fengshui. Suhu fengshui selamanya dihormati orang dan disebut sebagai "dewa pengamat tanah" (Kan Di Xian). Reputasi seorang suhu fengshui bisa tersohor hingga radius puluhan km, orang yang mengundang suhu fengshui mengalir terus dan berdatangan ke rumah.

Namun, di tempat tinggal kami tersiar luas sebuah kisah yang telah berlangsung 20 tahun lebih tentang seorang Kandixian (baca: gan ti sien) yang kala itu rela melepas order ilmu fengshuinya. 

Seorang manula meninggal dunia. Putranya juga seorang petani yang lugu, berusia 40 tahunan. Keluarga mereka pada awalnya adalah sebuah marga besar, makam leluhurnya pun cukup besar, maka ia berniat mencarikan ayahnya sebidang tanah makam yang agak baik, yang disebut "menghadirkan makam baru".

Kandixian diundang datang, dengan penuh hormat dipersilakan masuk rumah, dan dijamu dengan rokok dan teh bermerek. Ia mengatakan, "Orang tua saya telah berjuang seumur hidup, tanpa sempat menikmati rejeki, hati ini sungguh risau. Kini beliau telah tiada, bagaimanapun hendak mencarikan tanah makam yang agak baik, agar beliau tentram di alam baka sana, sekaligus sebagai balas budi seorang anak." 

Kandixian sudah berusia 60 tahunan, seorang kakek kurus yang penuh semangat, ia mendengar perkataan sang pelanggan, hatinya agak tersentuh. Selama puluhan tahun berpraktek melihat fengshui, sepertinya baru kali ini mendengar argumen seperti itu, hanya ingin membahagiakan orang tua yang meninggal di alam baka.

Begitu banyak putra dan cucu berbakti yang mengundangnya selama ini, yang diomongkan pasti memohon setelah kepergian orang tua di rumah tetap ada yang mempedulikan dan agar anak cucu bisa berezeki melimpah.

Yang sedang kesulitan keuangan berdalih agar memperoleh perputaran nasib yang membaik, yang sedang hidup kecukupan memohon kenaikan pangkat, yang secara turun temurun hanya punya anak tunggal yang di mohon ialah mempunyai banyak anak cucu. Hari ini petani ini tidak memohon rezeki demi anak cucu, mau tak mau membuatnya timbul respek.

Kandixian mendengar perkataan si petani itu agak mengendorkan sikapnya yang biasanya jaga jarak dan serius, ia berkata, "Fengshui baik atau buruk adalah satu hal, sesuatu yang diwariskan oleh leluhur, dipastikan terdapat prinsip di dalamnya. Yang paling utama ialah rumah tangga bisa rukun, bajik terhadap orang lain," si petani mengiyakan.

Si petani mengikutinya keliling mencarikan tanah yang cocok untuk makam ayahnya. Ketika melewati sebidang ladang jagung, di depan ada sepetak sawah kedelai, setelah itu ladang jagung lagi. Jagung itu telah tumbuh setinggi orang, di kejauhan nampak seseorang sedang memetik jagung dan mengantonginya.

Si petani menarik Kandixian ke samping, lalu ia sendiri mengendap-endap mundur ke ladang jagung. Kandixian menanyainya apa yang terjadi. Ia berbisik, "Kita tunggu sejenak ya, tunggu setelah ia selesai memetik baru kita lewat."

Kandixian memandanginya dengan penuh selidik, si petani berkata, "Begini lho, tanah di depan itu adalah milik saya, orang yang sedang mengunduh jagung itu juga berasal dari desa saya, kalau kita bergegas, ia mana bisa menghindar? Lain kali mana ia punya muka ketemu saya?"

Kandixian berkata, "Bukankah ia sedang mencuri jagungmu? Kenapa malah engkau yang bersembunyi..."

Si petani menyahut, "Bukan mencuri, sama-sama asal satu desa, ia sangat miskin, biasanya kami juga tak mampu membantunya, ia memetik beberapa potong jagung, hitung-hitung sebagai sumbanganlah ( berdana )."

Kandixian terkesiap, "Saudara, tanah makam kalian saya tidak perlu melihat lagi. Dengan mengandalkan kebesaran jiwamu ini, kebajikan ini, orang yang ramah dan baik, ayah Anda mau dikubur dimana saja pasti merupakan sebuah bidang tanah pusaka fengshui."

Sepertinya Kandixian belum mau berhenti, ia berkata lagi, "Fengshui mengutamakan arah topografi dan kestabilan serta kokohnya kontur tanah, tetapi pusaka fengshui yang paling bagus pun membutuhkan keluarga yang berakhlak dan berkebajikan barulah layak. Keluarga yang licik, tanah pusaka fengshui baikpun bisa sirna. Hati Anda begitu tulus, pasti bisa mengundang fengshui yang baik."

"Liu Bei (pendiri negara Shu di dalam roman klasik Samkok pada abad 3 Masehi) menunggang De Lu, satu rejeki cukup untuk menekan seratus musibah. Orang-orang menganggap Liu Bei berejeki besar, mana ada yang tahu bahwa Liu Bei benar-benar seseorang yang bijaksana? Ada yang mengusulkan kepadanya agar De Lu, tunggangan tua yang merepotkan pemiliknya sendiri itu, disumbangkan kepada orang lain, ketika itu langsung ditolak oleh Liu Bei."

"Ia adalah seorang yang berjiwa besar, maka itu tatkala Liu Bei berada dalam bahaya, kuda itu mampu melayang melompati kali dan telah menyelamatkan jiwanya. Liu Bei sanggup mendirikan negeri Shu meski situasi dan kondisi negeri sedang kalut, seluruhnya berasal dari kebesaran jiwanya."

"Sebetulnya fengshui juga memiliki dalil yang sama, manusia yang sungguh-sungguh baik hati dan bermoral, fengshuinya tidak perlu dilihat. Anda adalah orang baik pertama yang pernah saya jumpai, fengshui untuk ayah Anda tidak perlu dilihat lagi. Kelak bagaimana menjadi manusia, saya perlu belajar dari Anda."

Usai berkata, ia membalikkan tubuh dan pergi tanpa pernah menoleh lagi ke belakang.

Semoga Bermanfaat

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #24 on: 17 November 2009, 09:15:08 AM »
Menuai Cinta Kasih

Sebuah cerita dari Tiongkok, Di sebuah daerah tinggal seorang saudagar kaya raya. Dia mempunyai seorang hamba yang sangat lugu - begitu lugu, hingga orang-orang menyebutnya si bodoh.

Suatu kali sang tuan menyuruh si bodoh pergi ke sebuah perkampungan miskin untuk menagih hutang para penduduk di sana. "Hutang mereka sudah jatuh tempo," kata sang tuan.

"Baik, Tuan," sahut si bodoh. "Tetapi nanti uangnya mau diapakan?"

"Belikan sesuatu yang aku belum punyai," jawab sang tuan.

Maka pergilah si bodoh ke perkampungan yang dimaksud. Cukup kerepotan juga si bodoh menjalankan tugasnya; mengumpulkan receh demi receh uang hutang dari para penduduk kampung. Para penduduk itu memang sangat miskin, dan pula ketika itu tengah terjadi kemarau panjang.

Akhirnya si bodoh berhasil jua menyelesaikan tugasnya. Dalam perjalanan pulang ia teringat pesan tuannya, "Belikan sesuatu yang belum aku miliki."

"Apa, ya?" tanya si bodoh dalam hati.

"Tuanku sangat kaya dan pintar, apa lagi yang belum dia punyai?"

Setelah berpikir agak lama, si bodoh pun menemukan jawabannya. Dia kembali ke perkampungan miskin tadi. Lalu dia bagikan lagi uang yang sudah dikumpulkannya tadi kepada para penduduk.

"Tuanku, memberikan uang ini kepada kalian," katanya.

Para penduduk sangat gembira. Mereka memuji kemurahan hati sang tuan.

Ketika si bodoh pulang dan melaporkan apa yang telah dilakukannya, sang tuan geleng-geleng kepala.

"Benar-benar bodoh," omelnya.

Waktu berlalu. Terjadilah hal yang tidak disangka-sangka; pergantian pemimpin karena pemberontakan membuat usaha sang tuan tidak semulus dulu.

Belum lagi bencana banjir yang menghabiskan semua harta bendanya.

Pendek kata sang tuan jatuh bangkrut dan melarat. Dia terlunta meninggalkan rumahnya. Hanya si bodoh yang ikut serta. Ketika tiba di sebuah kampung, entah mengapa para penduduknya menyambut mereka dengan riang dan hangat; mereka menyediakan tumpangan dan makanan buat sang tuan.

"Siapakah para penduduk kampung itu, dan mengapa mereka sampai mau berbaik hati menolongku?" tanya sang tuan.

"Dulu tuan pernah menyuruh saya menagih hutang kepada para penduduk miskin kampung ini," jawab si bodoh.

"Tuan berpesan agar uang yang terkumpul saya belikan sesuatu yang belum tuan punyai. Ketika itu saya berpikir, tuan sudah memiliki segala sesuatu. Satu-satunya hal yang belum tuanku punyai adalah cinta kasih di hati mereka. Maka saya membagikan uang itu kepada mereka atas nama tuan. Sekarang tuan menuai cinta kasih mereka."

Semoga bermanfaat

Cerita ini dihubungkan dengan cerita berikutnya dan temukan benang merahnya.

 _/\_

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #25 on: 17 November 2009, 09:25:30 AM »
Kisah nyata ini adalah merupakan TEGURAN BATHIN untuk kita semua ( termasuk teguran untuk saya pribadi ), kisah ini cukup memberikan inspirasi didalam berperilaku.

INSPIRASI

Arthur ( wartawan freelance ) sering kali melewati jalanan ini, hari itu di pinggir jalan duduklah seorang pengemis buta, dia membungkukkan punggungnya, tangannya sedang memainkan biola geseknya.

Hari pertama ada dua orang ibu pembeli sayur melewatinya, mereka memandang sejenak kepada penggesek biola itu, dan secara bersamaan meraba ke dalam saku.

Salah satu ibu lebih cepat dia melemparkan satu uang koin ke dalam mangkok. Ibu yang satunya ketika akan membuka dompet, dicegah oleh temannya dan berkata, "Sedekah ini punya kita berdua, kamu tidak perlu kasih lagi."

Ibu yang satunya berkata, "Saya saja yang beri, saya saja yang beri." Namun sampai akhirnya tidak mengeluarkan uang satu sen pun. Melihat hal ini Arthur sangat geli, ibu yang pertama menggunakan uang 5 sen sebagai pemberian, sedangkan ibu yang kedua juga agak pelit, jika dia memberi lagi satu dollar bagi orang miskin, dia juga tidak akan merasa kelebihan atau kaya.

Hari kedua berikutnya, di depan si pengemis itu lewat seorang wanita yang berdandan sangat modis. Setelah beberapa langkah melewati penggesek biola itu, dia kembali lagi dan mengeluarkan satu bungkus roti dari dalam kantong plastik, kemudian dia letakkan di dada si pengemis. Setelah itu ..tok..tok…tok dia pergi menjauh.

Arthur bergumam, "Wanita modis ini ternyata memiliki hati yang belas kasih, akan tetapi apakah bukan karena dia merasa roti itu tidak enak, sehingga merasa sayang kalau dibuang?"

Hari ketiga ada seorang pria yang berperut buncit dan berkepala botak melewati si pengemis. Dengan penuh rasa ingin tahu dia berdiri sejenak lalu mengeluarkan dompet yang dia ikat di pinggangnya. Dia memberikan selembar uang 10 dollar dan dimasukkannya ke dalam mangkuk.

Arthur menganalisa, pria itu sepertinya orang kaya, semua orang berkata bahwa, orang kaya yang jalannya serong, kebanyakan tidak berhati baik. Orang ini sepertinya dapat dikecualikan, akan tetapi uang 10 dollar bagi orang kaya itu sungguh tidak ada artinya. Mungkin saja dia ingin memamerkan keunggulan dirinya di depan orang lain.

Hari keempat sepasang ibu dan anak lewat di situ. Si anak melihat banyak orang sedang melemparkan koin kepada si pengemis, dia pun juga merengek meminta uang kepada ibunya. Ibunya berkata sambil berjalan, "Setelah ini kamu harus belajar dengan baik, jika tidak nanti akan seperti pengemis itu." Begitu mendengar ucapan si ibu itu, Arthur kembali mengeluh.

Malam harinya, berdasarkan pengamatan Arthur selama beberapa hari terhadap orang-orang berbeda yang memiliki sikap yang berbeda dalam menghadapi si pengemis, dia menuliskan penemuan dan analisanya ke dalam sebuah artikel dan dikirimkannya ke sebuah tabloid.

Ketika artikelnya dimuat dalam tabloid dia menunjukkan KARYA BESARNYA pada anaknya  ( dengan BANGGA atau SOMBONG ) yang sedang berpikir keras membuat sebuah karangan.

Arthur membimbing dan berkata pada anaknya, "Apa yang disebut inspirasi?
Inspirasi adalah hasil dari rajin mengamati ditambah dengan rajin berpikir panjang.." Dia menarik kesimpulan mengenai hal-hal lain berdasarkan satu hal, kemudian anaknya berangsur angsur mengerti.

Satu jam kemudian anak itu memperlihatkan karangan yang telah selesai dikerjakan kepada ayahnya. Judulnya adalah "Penemuan dan Pemikiran Panjang Dalam Kehidupan". Di dalamnya terdapat tulisan yang berbunyi demikian:

"Dalam kehidupan ada sebagian orang senang mengambil posisi dari atas melihat ke bawah dan memberikan komentar-komentar terhadap hal-hal di sekelilingnya. Namun dia justru terkadang lupa untuk membuat pertimbangan atas dirinya sendiri. Misalnya ada seorang penulis yang saya kenal baik, ketika dia di jalanan melihat seorang pengemis buta yang menggesek biola sebagai mata pencahariannya, penulis itu mengeluhkan berbagai macam sikap orang terhadap si pengemis, dan telah memberikan analisa dan komentarnya yang sangat mendalam. Akan tetapi dia sendiri sejak awal hingga akhir tidak pernah menyedekahkan uangnya satu sen pun kepada si pengemis itu…"

Setelah Arthur membaca karangan anaknya tersebut, dia terdiam dan termenung lama sekali. Dan tidak mengeluarkan sepatah katapun dan merasa malu.

Apakah kita terinspirasi dengan sikap dan perilaku Arthur ?

Semoga Bermanfaat.

 _/\_

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #26 on: 18 November 2009, 10:46:03 AM »
Hal ini yang perlu diperhatikan dalam bathin, selama berbuat baik, mungkin artikel ini adalah repost, tetapi bertujuan untuk penyeimbang artikel-artikel  diatas.

Apa Yang Kita Sombongkan?


Seorang pria yang bertamu ke rumah Sang Guru tertegun keheranan. Dia melihat Sang Guru sedang sibuk bekerja; ia mengangkuti air dengan ember dan menyikat lantai rumahnya keras-keras. Keringatnya bercucuran deras.

Menyaksikan keganjilan ini orang itu bertanya, “Apa yang sedang Anda lakukan?”

Sang Guru menjawab, “Tadi saya kedatangan serombongan tamu yang meminta nasihat. Saya memberikan banyak nasihat yang bermanfaat bagi mereka.

Mereka pun tampak puas sekali. Namun, setelah mereka pulang tiba-tiba saya merasa menjadi orang yang hebat. Kesombongan saya mulai bermunculan. Karena itu, saya melakukan ini untuk membunuh perasaan sombong saya.”

Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua, yang benih-benihnya terlalu kerap muncul tanpa kita sadari.

Di tingkat terbawah, sombong disebabkan oleh faktor materi. Kita merasa lebih kaya, lebih rupawan, dan lebih terhormat daripada orang lain.

Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh faktor kecerdasan. Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, dan lebih berwawasan dibandingkan orang lain.

Di tingkat ketiga, sombong disebabkan oleh faktor kebaikan. Kita sering menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah dan dermawan, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.

Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula kita mendeteksinya. Sombong karena materi sangat mudah terlihat, namun sombong karena pengetahuan, apalagi sombong karena kebaikan, sulit terdeteksi karena seringkali hanya berbentuk benih-benih halus di dalam batin kita.

Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan. Pada tataran yang lumrah, ego menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri (self-esteem) dan kepercayaan diri (self-confidence) . Akan tetapi, begitu kedua hal ini berubah menjadi kebanggaan (pride), Anda sudah berada sangat dekat dengan kesombongan. Batas antara bangga dan sombong tidaklah terlalu jelas.

Kita sebenarnya terdiri dari dua kutub, yaitu ego di satu kutub dan kesadaran sejati di lain kutub. Pada saat terlahir ke dunia, kita dalam keadaan telanjang dan tak punya apa-apa. Akan tetapi, seiring dengan waktu, kita mulai memupuk berbagai keinginan, lebih dari sekadar yang kita butuhkan dalam hidup. Keenam indra kita selalu mengatakan bahwa kita memerlukan lebih banyak lagi.

Perjalanan hidup cenderung menggiring kita menuju kutub ego. Ilusi ego inilah yang memperkenalkan kita kepada dualisme ketamakan (ekstrem suka) dan kebencian (ekstrem tidak suka). Inilah akar dari segala permasalahan.

Perjuangan melawan kesombongan merupakan perjuangan menuju kesadaran sejati. Untuk bisa melawan kesombongan dengan segala bentuknya, ada dua perubahan paradigma yang perlu kita lakukan.

Pertama, kita perlu menyadari bahwa pada hakikatnya kita bukanlah makhluk fisik, tetapi makhluk spiritual. Kesejatian kita adalah spiritualitas, sementara tubuh fisik hanyalah sarana untuk hidup di dunia. Kita lahir dengan tangan kosong, dan (ingat!) kita pun akan mati dengan tangan kosong.

Pandangan seperti ini akan membuat kita melihat semua makhluk dalam kesetaraan universal. Kita tidak akan lagi terkelabui oleh penampilan, label, dan segala “tampak luar” lainnya. Yang kini kita lihat adalah “tampak dalam”. Pandangan seperti ini akan membantu menjauhkan kita dari berbagai kesombongan atau ilusi ego.

Kedua, kita perlu menyadari bahwa apa pun perbuatan baik ( kusala kamma) yang kita lakukan, semuanya itu semata-mata adalah juga demi diri kita sendiri.

Kita memberikan sesuatu kepada orang lain adalah juga demi kita sendiri.

Dalam hidup ini berlaku hukum kekekalan energi. Energi yang kita berikan kepada dunia tak akan pernah musnah. Energi itu akan kembali kepada kita dalam bentuk yang lain. Kebaikan yang kita lakukan pasti akan kembali kepada kita dalam bentuk persahabatan, cinta kasih, makna hidup, maupun kepuasan batin yang mendalam. Jadi, setiap berbuat baik kepada pihak lain, kita sebenarnya sedang berbuat baik kepada diri kita sendiri ( mendapat manfaat bagi diri sendiri ). INILAH HAKIKAT SEJATI HUKUM KAMMA.

Kalau begitu, apa yang harus kita sombongkan?

Semoga Bermanfaat

 _/\_

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #27 on: 21 November 2009, 08:46:54 AM »
Wejangan ini sebagai peyeimbang atas tindakan kita

SAAT AKU BERHENTI, PENDERITAAN BERHENTI

Oleh: YM. Sri Paññāvaro Mahāthera

Ibu, Bapak & Saudara,

Pada saat Guru Agung Buddha Gotama membabarkan Dhamma, atau Dharma, untuk pertama kali, yang dikenal dengan “Memutar Roda Dhamma”, Dhamma-cakka-ppavattana, beliau membabarkan empat Kebenaran Mulia, Cattāri Ariya Saccāni. Kalau Empat Kebenaran Mulia ini boleh diringkas—dan yang meringkas adalah Guru Agung kita sendiri—maka ringkasan itu menjadi kalimat yang sederhana. Guru Agung kita pernah menyampaikan kalimat itu kepada Bhikkhu Anuradha. Guru Agung kita mengatakan, “Pubbe cāhaṃ Anurādha, etarahi ca dukkhañce va paññāpemi dukkhassa ca nirodhan’ti.” Artinya, “O, Anuradha, dahulu dan sekarang, hanya ini yang Kuajarkan: dukkhañce va paññāpemi dukkhassa ca nirodha, tentang dukkha/penderitaan dan tentang lenyapnya penderitaan.” Jadi kalau Empat Kebenaran Mulia, Cattāri Ariya Saccāni, diringkas, kepada Bhikkhu Anuradha Guru Agung kita mengatakan, “Dulu dan sekarang, yang Kuajarkan hanyalah penderitaan dan lenyapnya penderitaan.”

Ibu, Bapak & Saudara,

Uraian malam hari ini memang tidak begitu sederhana, sulit. Tidak berlebihan bila saya memohon dengan hormat dengan kerendahan hati perhatian Ibu, Bapak & Saudara. Kami mengira, Asadha Agung yang diisi dengan Dhamma-sakaccha, berbincang-bincang tentang Dhamma, akan dihadiri oleh dua ratus sampai tiga ratus orang; tetapi malam ini hadir dua ribu sampai tiga ribu orang. Tentu tidak mudah untuk memaparkan, menyampaikan, menjelaskan pokok dasar ajaran Guru Agung kita kalau tanpa perhatian seksama. Oleh karena itu harapan saya, semogalah Ibu, Bapak & Saudara bisa memberikan perhatian kepada uraian kami malam hari ini.

Ibu, Bapak & Saudara,

Persoalannya sekarang adalah tidak ada seorang pun yang senang menderita, semua orang emoh dukkha, apa pun agama, kepercayaan, golongan dsb. Siapakah di antara kita yang ingin menderita, yang senang menderita? Tidak ada seorang pun yang senang menderita, semuanya tidak ingin, tidak senang menderita. Semuanya ingin melenyapkan penderitaan.

Ibu, Bapak & Saudara,

Mohon maaf, kalau saya harus menyampaikan, tetapi keinginan tinggallah keinginan, Ibu, Bapak & Saudara. Kita sering tidak sungguh-sungguh melenyapkan penderitaan. Kita tidak senang menderita, kita emoh menderita, tetapi kita tidak sungguh-sungguh melenyapkan penderitaan. Apa yang kita lakukan? Yang kita lakukan hanya menutup-nutupi penderitaan, tidak melenyapkan penderitaan.

Saya akan mulai dengan tidak berbuat buruk, karena perbuatan buruk menimbulkan kesedihan, korban, diri sendiri, demikian juga orang lain. Tidak usah harus menganut Agama Buddha, tapi saya mohon kalimat ini jangan dipotong, ikuti kalimat selanjutnya. Agama apa pun yang dianut, tidak harus mengerti hukum karma, hukum sebab-akibat; mengerti hukum karma atau tidak meyakini hukum karma, mengerti anicca atau tidak mengerti anicca, mengerti dan meyakini anatta atau tidak mengerti anatta sama sekali, tidak soal, Saudara. Tapi kalau membuat bom, itu buruk. Siapa pun, apa pun agamanya, apa pun keyakinannya, menimbulkan korban, menimbulkan kesedihan, menghancurkan. Tetapi, apa pun keyakinannya, mengerti anatta atau tidak mengerti anatta, mengerti hukum karma atau menolak hukum karma, kalau orang berbuat yang baik, yang bajik, mengendalikan dirinya dari perilaku yang buruk, menolong, membantu, meringankan mereka yang menderita, perbuatan mereka adalah perbuatan yang baik. Kebaikan membawa manfaat bagi orang banyak. dan kebaikan membawa manfaat bagi dirinya sendiri. Keburukan tidak hanya merugikan dirinya, tetapi setiap perbuatan yang buruk tentu memakan korban. Dari yang sederhana, mencaci maki, memfitnah, mencuri, berselingkuh, menyeleweng, berbohong, tidak jujur, sampai kepada pembunuhan dsb, mesti membawa korban, istri, anak, suami, lingkungan dan orang banyak.

Tetapi, Saudara, izinkan saya masuk kepada yang lebih dalam lagi. Tetapi, dengan tidak berbuat buruk, yang menghancurkan kehidupannya sendiri dan merugikan orang lain, dengan banyak berbuat bajik, banyak berbuat baik, tidak menyelesaikan penderitaan. Saya mengulangi kalimat ini: ya, menghindari keburukan, mengendalikan diri dari perbuatan buruk, yang menghancurkan orang lain, yang membawa korban, ya; dan berbuat bajik, berbuat baik semaksimal mungkin, benar; tetapi tidak berbuat buruk dan berbuat bajik tidak mampu melenyapkan penderitaan. Berbuat bajik berguna, benar; berbuat bajik membawa kemajuan, kelancaran, kebahagiaan, benar; keburukan menghancurkan, keburukan merugikan, benar sekali; tetapi apakah kebahagiaan kekal? Apakah kelancaran, kenyamanan itu bisa melenyapkan penderitaan untuk tidak timbul kembali? Tidak. Saya ingin memberikan ilustrasi yang sederhana.

Ibu, Bapak & Saudara,

Saudara sudah mempunyai tekad yang kuat, samādhāna, untuk tidak berbuat buruk. – “Apakah ini tidak terpuji, Bhante?” – Terpuji. Kemudian, Ibu/Bapak banyak menanam kebajikan, menolong, beramal. – “Apakah itu tidak terpuji, Bhante?” – Sangat terpuji. Tetapi, suatu saat Ibu memberikan satu bungkus roti yang enak kepada orang yang tidak Ibu kenal, tetapi Ibu berjumpa di mal, atau di airport, di stasiun, di terminal. Orang ini miskin tampaknya, menderita, kusut, Ibu memberikan satu dos besar berisi roti yang enak itu yang tentu Ibu punya perkiraan orang seperti itu tidak sering makan roti seperti ini, dan Ibu memberikan dengan terbuka, “Ini untuk kamu, makanlah.” Orang ini hanya berkata, “Terima kasih, Bu” – selesai. Ibu, Bapak & Saudara bisa mendongkol, “Kenapa orang ini tidak menunjukkan ekspresi yang terkejut, ‘Ooo, luar biasa hari ini, Bu, makanan yang sangat enak.” Ibu, Bapak & Saudara mengharapkan respons, tanggapan seperti itu dari orang yang menerima hadiah satu dos besar roti yang sangat enak. Ibu, Bapak & Saudara tidak mendapatkan itu. “Aku tidak dihargai” – pada saat itu penderitaan muncul, sekalipun Ibu, Bapak & Saudara tidak berbuat buruk dan sering berbuat baik.

barsambung

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #28 on: 21 November 2009, 08:48:02 AM »
Ibu, Bapak & Saudara,

Contoh yang kedua, mungkin lebih jelas. Ibu, Bapak & Saudara pergi ke mal; sekarang ada supermal, hipermal. Ini memerlukan pengendalian diri yang kuat; kalau orang pergi ke mal, niatnya tidak beli, juga nanti akhirnya beli. Ibu, Bapak & Saudara melihat sebuah barang yang bagus, “O, bagus juga ini untuk dibeli.” Harganya tidak murah, tidak hanya sekadar ratusan ribu, jutaan, puluhan juta rupiah. Pada saat Ibu, Bapak & Saudara mengagumi benda itu, ada orang berjalan, karena slebor, karena pakaiannya kedodoran, menyerempet benda itu dan jatuh, … prangngng, pecah. Ibu, Bapak & Saudara bersedih, “Aduh, hmmm … sayang sekali, orang itu sembrono. Dan buru-buru Ibu, Bapak & Saudara menyingkir, jangan sampai ikut dituduh memecahkan benda itu. Biar orang itu yang menanggung, membayar harga barang yang pecah itu. Tetapi, kalau benda ini jadi Ibu beli, Bapak atau Saudara beli—saya harus menyebutkan lengkap supaya tidak terkesan yang tukang shopping itu ibu-ibu saja—sangat mahal, berharga, langka, dan uang yang dikeluarkan cukup banyak, sekian belas juta, dan benda itu kemudian dibawa pulang dengan hati-hati sampai di rumah. Setelah sampai di rumah beberapa hari, karena beberapa hal, benda ini juga jatuh … prangngng, pecah. “Aduhhh …”, penderitaan luar biasa; dan kejahatan bisa muncul: caci maki, sumpah serapah, apalagi kalau yang memecahkan itu pembantu atau karyawan. Kalau yang memecahkan dirinya sendiri, penderitaannya saaangat hebat … Mengapa? Mengapa? … Dibandingkan pada waktu benda yang sama pecah ketika masih di toko? Pada waktu masih di toko, belum ada hubungan antara Anda dengan benda itu. Setelah Anda membeli dan membawa ke rumah, sekarang ada hubungan, ‘benda itu benda-KU’. Barang yang mahal itu sekarang milik-KU. Kemelekatan itulah yang membuat kita menderita, bukan persoalan kita sudah tidak berbuat jahat yang membuat kita tidak menderita. Dan kemelekatan yang terbesar bukan kemelekatan kepada bendanya, melainkan kemelekatan kepada AKU. Aku sudah memiliki benda itu; sekarang benda itu hancur, maka robeklah aku-KU. Itulah sumber penderitaan itu, Ibu, Bapak & Saudara. Tidak bisa dilenyapkan dengan tidak berbuat buruk dan banyak berbuat baik, banyak berbuat amal saja. Selama masih ada kelengkatan, kelekatan kepada benda-benda, kepada hawa nafsu, dan terutama kepada AKU, penderitaan tidak akan berakhir. Kesenangan, kenyamanan, kebahagiaan karena berbuat bajik hanya menutupi penderitaan, tidak menyelesaikan penderitaan.

Ada seseorang yang sudah berjasa besar, kepada yayasan, kepada organisasi sosial, kepada vihara, kepada tempat ibadah yang lain. Pada waktu upacara besar seperti ini, ia datang terlambat. Kursi yang di depan sudah penuh. Orang ini terpaksa duduk di belakang. Apakah ada kejahatan yang dilakukan? O, tidak. Dia donatur yang luar biasa. Dia beramal, dia membantu; hanya dia datang terlambat. Kursi yang di depan penuh, dia duduk di belakang. Dia sangat menderita, Saudara. Acara selesai, dia telepon panitia, “Kenapa saya didudukkan di belakang? Panitia harus tulis surat minta maaf kepada saya.” – “Apakah benar, Bhante?” – Benar, Saudara. Ini bukan cerita buatan, bukan fitnah, bukan gosip. [tawa & tepuk tangan  :)) :)) :)) :)) =D> =D> =D> =D>]

Ibu, Bapak & Saudara,

Dari kisah nyata ini Saudara bisa melihat, tidak ada keburukan yang dilakukan oleh ibu atau bapak ini; kebajikan, sumbangan, amal yang diberikan, tetapi dia sangat melekat kepada akunya, dia tidak bebas dari penderitaan yang dibuat sendiri. Apalagi kalau dia tahu, karena panitia sudah mengatakan, “Bapak/Romo nanti duduk di depan; kursinya sudah ditulis nama—saya mau ambil contoh, menggunakan Romo Ponijan saja [tawa :)) :)) :))]—kemudian Romo Ponijan ini datang terlambat; dia lihat-lihat, longak-longok, kursi di depan sudah penuh semua; kursi yang sudah ditulis nama, Mr./DR. Ponijan, sudah diduduki orang lain; … penderitaan, Saudara, luar biasa. [tawa :)) :)) :))] Apakah dia orang jahat? Tidak. Apakah dia orang baik? Ya. Dia banyak beramal, berdana, menyumbang, menyokong, menyumbangkan pikiran, ide-ide, membantu, tetapi dia membuat penderitaan untuk dirinya sendiri. Tidak hanya melekat kepada kursi, tetapi melekat kepada keakuannya sendiri. Coba, kalau Romo Ponijan ini orang yang sangat dikenal, orang baik, kedudukannya tinggi, pandai, kursinya di depan ditempati orang lain, beliau duduk di belakang. Orang-orang tahu, “Oh, Romo kok ada di sini?” – “Ah, tidak apa-apa, tidak apa-apa. Saya juga manusia biasa, saya di sini dengan Saudara.” – Aduuuh, … namanya akan diangkat naik. Tetapi, meskipun Romo Ponijan melakukan kebajikan, jasanya besar, kalau kebakaran jenggot karena tidak bisa duduk di depan, namanya akan dijatuhkan. Itu hukum masyarakat, Saudara. Kalau dia menerima duduk di belakang, humble, rendah hati, “Biar, biar, saya juga manusia biasa seperti Saudara, saya duduk di sini, nyaman,” – Ooo, manusia-manusia lain, teman-teman lain mengatakan, “Ooo, Pak Ponijan hebat.”

Kemudian, lain waktu Romo Ponijan datang; ia sudah diberi tahu, tempat duduknya di depan, dan akan dijaga oleh panitia, tidak boleh diduduki orang lain, supaya nanti kalau dia datang terlambat, tempat duduknya tidak diduduki orang lain; dia datang terlambat, dan dia sengaja memilih tempat duduk di belakang. Panitia tahu, panitia menarik-narik, “Ayo, ayo, Romo di depan, tidak ada yang menduduki.” – “Tidak apa-apa, saya di belakang saja,” dalam hati “Supaya saya kelihatan rendah hati, biar dihormati orang banyak,” [tawa & tepuk tangan :)) :)) :)) :)) =D> =D> =D> =D>] – itu keakuan juga. Keakuan adalah sumber, kalau keakuan lahir—di mana lahirnya keakuan, di pikiran kita—penderitaan mulai. Kalau keakuan tidak lahir, penderitaan tidak dimulai, tidak muncul penderitaan. Romo Ponijan datang terlambat, mengambil tempat duduk di belakang, tanpa keakuan, “Ya, di depan sudah penuh, saya di belakang,” – tidak ada beban, tidak kebakaran jenggot, tidak ada aku yang lahir—“Aku disingkirkan, aku didudukkan di belakang, kursiku diserakahi orang lain”—tidak ada keakuan yang lahir, tidak ada penderitaan. Pada waktu acara yang kedua dia datang, kemudian panitia menerima dia, mendudukkan Romo Ponijan di depan, dia terima dengan wajar; dia tidak bersitegang dengan panitia, “Aku di belakang saja, aku mau rendah hati,” tidak; dia terima di depan tanpa lahirnya keakuan. Kalau keakuan tidak lahir, penderitaan tidak mengikuti. Pada saat aku lahir, penderitaan mulai.

Oleh karena itu, Ibu, Bapak & Saudara, dengan kalimat yang singkat, tidak berbuat buruk sangat terpuji karena keburukan itu juga anak-cucu keakuan. Berbuat kebajikan sangat, sangat terpuji; tetapi tidak cukup, kalau akar penderitaan tidak dicabut. Akar penderitaan adalah upādāna, attachment; dan kelekatan yang paling besar adalah kelekatan pada keakuan kita.

Contoh yang terakhir: saya membawa benda yang sangat berharga sekali, khususnya untuk umat Buddha. Umat Buddha biasanya kan tergila-gila dengan relik. Saya sebetulnya tidak enak menggunakan contoh ini, tetapi ini paling jelas. Apalagi kalau Saudara belajar Zen, contohnya keras: kalau Anda ketemu Buddha, bunuh Buddha, bagi dunia kita mungkin … . Ini, benar atau tidak dianggap saja gigi Guru Agung kita. Kita melihat, “Aduuuh, luar biasa.” – lalu saya lanjutkan pernyataan ini, “Ini akan saya hadiahkan ke Vihara Sakyamuni,” … “Aduuuh, relik milik-KU” – keakuan mulai muncul, penderitaan mulai. Tetapi, di dalam ini ada yang besar ada yang kecil. Yang kecil nanti—karena banyak jasanya, karena pemimpin, meskipun kecil tetapi pemimpin besar—saya akan hadiahkan kepada Sudiarta, “Aduuuh … aku dapat” [tawa :)) :)) :)) :))] – aku lahir, penderitaan mulai. Kemelekatan mulai, penderitaan menjadi lebih besar. … Bukan, Saudara, ini bukan relik, ini obat senggruk (inhaler). … [tawa & tepuk tangan :)) :)) :)) :)) =D> =D> =D> =D>]

Ibu, Bapak & Saudara,

Sekarang persoalannya, bagaimana membuang keakuan. Dalam bahasa yang kasar, wong keakuan itu tidak nyata, tidak riil. Keakuan itu kan buatan pikiran kita sendiri. Kalau kita sedang asyiiik, melihat sesuatu yang indah sekali, relik yang langka, dengan kaca pembesar, keakuan tidak muncul. Begitu ada pernyataan, “Ini nanti milikmu, kok,” … naaah … keakuan muncul. Karena ada rangsangan, ada kondisi, ada suara yang kita dengar, ada pernyataan, bahasa yang kita mengerti, keakuan muncul, penderitaan mulai. Sama halnya dengan kalau Anda, Ibu, Bapak & Saudara, disakiti. Ibu, Bapak & Saudara meneliti, meneliti, memeriksa, “Saya ini berada di pihak yang benar”, ia benar-benar menyakiti, memfitnah. “Aku tersinggung; kebenaran dan keadilan harus ditegakkan.” – Tetapi, bagaimana kalau sebaliknya, Ibu, Bapak & Saudara? Orang lain sungguh-sungguh benar, dan Ibu, Bapak atau Saudara sungguh-sungguh salah. Apakah kebenaran & keadilan juga harus ditegakkan? – “Yah, Bhante, kita anggap dia Arahat sajalah; tidak usah menuntut saya, keakuan.”

Ibu, Bapak & Saudara,

Keakuan tidak bisa dilenyapkan hanya karena kita tidak ingin keakuan. – “Ooo, ya, Bhante; malam hari ini saya sudah cerah, jelas sekali: penderitaan yang bermacam-macam, dari yang paling kecil sampai yang kompleks, itu akarnya dari keakuan. Jelas, Bhante, jelas; aku sudah emoh keakuan. Gilo aku, jerih aku, jeleh aku.” – Hanya dengan tidak ingin keakuan, keakuan tidak bisa lenyap. Nemplek saja; karena kelengketan, attachment, kelekatan kita pada keakuan itu sangat kuat.

“Bhante, kalau orang belajar anatta, sunyata, tidak ada aku, itu hanya perpaduan yang terus berubah; aku yang abadi, yang sejati itu tidak ada, aku-ku, Bhante, jelas; anatta, sunyata, semua bergerak setiap saat, tidak ada yang berhenti, tidak ada inti, apakah itu tidak cukup?” – Sangat tidak cukup! Pengetahuan metafisis, pengetahuan intelektual metafisis, tidak bisa menghancurkan keakuan. Berapa juta tokoh Buddhis yang tidak mengerti anatta, hampir semua umat Buddha mengerti anatta, tapi, oooh, akunya gede-gede. – “Apakah bisa dilihat, Bhante?” – Tidak usah ditanyakan, Saudara bisa merasakan sendiri.

Kami selesai berbicara di suatu tempat; selesai itu, kami diantar pulang naik kendaraan; orang Jawa bilang, nguntapke; nguntapke itu mengantarkan sampai di kendaraan. “Ya, anumodana, terima kasih.” Tiba-tiba ada seorang tokoh yang mengatakan, “Bhante, saya ini bekerja mati-matian, Bhante, mempertahankan vihara ini. Pengurus yang lampau, pendiri yang lampau sudah tidak ada, tinggal saya. Saya ini tekun, tekun ini mati-matian saya mempertahankan vihara ini, Bhante.” – Eee, tidak ada hujan tidak ada angin, tiba-tiba kok keakuannya muncul orang ini. Saya tidak enak, Ibu, Bapak & Saudara, akan mengatakan begini, “Wah, Bu, mbok akunya itu dikecilkan,” tidak enak saya. Jadi saya menggunakan kalimat yang lain, “Pak, Bu, cobalah melatih vipassana.” – Jadi, nanti kalau Bhikkhu Pannavaro menganjurkan Anda melatih vipassana, tahu sendiri, Saudara, apa maksudnya. [tawa & tepuk tangan :)) :)) :)) :)) =D> =D> =D> =D>] Tetapi orang itu tidak mengerti, orang itu tidak mengerti: “O ya, Bhante, kalau ada latihan vipassana, saya ini yang bekerja keras, Bhante, mengkoordinir semuanya ini.” – Waduh, ya sudah … ampunilah Maha Dewa … dia tidak mengerti apa yang saya maksud. [tawa :)) :)) :)) :))]

Ibu, Bapak & Saudara,

Bagaimana mengurangi keakuan, merontokkan keakuan? Dengan menyadari, dengan memperhatikan, mengawasi. Jadi, kalau keakuan Saudara muncul, “Aku sudah selesai menjalankan kewajibanku sebagai ketua panitia, aku sudah selesai memenuhi janji, aku sudah selesai menulis buku, aku sudah selesai membayar lunas uang masuk anakku yang mau masuk perguruan tinggi, aduh, sebagai ayah aku merasa lega” – tidak dikeluarkan, tidak diucapkan, tetapi muncul dalam pikiran. Waspada! – “Diberantas, Bhante?” – Tidak usah. – “Lho, katanya aku berbahaya, kok tidak boleh diberantas?” – Amat-amati saja, ketahui saja, “Oh, pikiran muncul.” Selesai. Selesai, Saudara. Itulah sati, itulah awareness. Tidak usah dianalisis, “Kok aku saya muncul, dari mana tiba-tiba aku ini kok muncul; aku sudah kenal Agama Buddha dua puluh tahun, akuku kok masih gede-gede, tidak usah. Aku malu, aku ini harus dihantam, aku harus dimengerti, dengan anatta, tidak benar, aku ini salah,” – lha, nanti pikirannya ribut sendiri, perang sendiri di dalam pikiran, ramai di dalam pikirannya, bertengkar sendiri. – “Jadi bagaimana, Bhante?” – Dilihati saja, “Oh, aku muncul.” Selesai. – Mudah, Saudara? Tidak mudah. … Tidak perlu doa, tidak perlu paritta, tidak perlu menyebut Buddha, Dhamma, Sangha, tidak perlu ingat Triratna, tidak perlu ingat anatta. Mungkin seseorang tidak mengerti anatta sekalipun, tetapi kalau keakuannya muncul, dia ngonangi—ngonangi berarti mengetahui—akunya muncul, dia mengetahui, akunya muncul, dia menyadari, akunya muncul, dia menyadari. Itulah cara dukkha-nirodha, lenyapnya penderitaan, dengan mencabut akar penderitaan, kelengketan pada keakuan.

Ibu, Bapak & Saudara,

Di lain kesempatan, Guru Agung kita menjelaskan secara singkat dengan kalimat yang lain. Kalau di depan beliau menjelaskan, dulu, awal Guru Agung kita memberikan khotbah, sampai kemudian akan menutup mata, hanya dukkha, penderitaan dan lenyapnya penderitaan yang beliau ajarkan, tidak ada lain. Dalam kalimat yang lain, Guru Agung kita juga menyebutkan, “Seyyathāpi, bhikkhave, mahāsamuddo ekaraso loṇaraso, evam-eva kho, bhikkhave, ayaṃ dhamma-vinayo ekaraso vimuttiraso.” Sang Buddha mengatakan, “Para bhikkhu, mahasamudra, mahasamuddo, mempunyai ekaraso, rasa yang satu, loṇaraso, asin, rasa garam; demikian juga, ayaṃ dhamma-vinayo, demikian juga ajaran yang kuajarkan ini, ekaraso, mempunyai rasa yang satu, vimuttiraso, rasa kebebasan.”

Itulah, Ibu, Bapak & Saudara, yang diwariskan oleh Guru Agung kita, yang dipelihara, disimpan oleh Sangha, dan kemudian kami mewariskan kepada Ibu, Bapak & Saudara. Tidak mudah, tidak mudah. Apalagi kalau ingin menunjuk keakuan, aduh, tidak mudah, Saudara. Sering seseorang yang ditunjuk keakuannya, bukan keakuannya menjadi berkurang, malah keakuannya berkobar-kobar. Sabaar, sabaar … jururawat-jururawat, mantri-mantri ini harus sabar. Sabaar … ini diberi obat yang mujarab, malah marah.

Ibu, Bapak & Saudara,

Saya ingin menutup dengan satu cerita lagi. Seorang psikiater menjadi bhikkhu, gurunya adalah Lama Zopa Rinpoche. Ia adalah seorang New Zealand atau Australia. Pada suatu saat ia ditugaskan di suatu daerah. Daerah ini sulit sekali. Dari dimusuhi, tidak di-welcome, dia menjalin hubungan, menunjukkan simpati, ketulusan, sampai masyarakat di sana menerima bhikkhu ini. Setelah selang beberapa lama, tidak singkat, hampir sepuluh tahun, dia menulis otobiografinya, dia berhasil membangun sebuah vihara. Aduh, alangkah puasnya. Prestasi yang sangat besar, Saudara. Bayangkan, orang yang dimusuhi, dicurigai, sampai berhasil diterima oleh masyarakat itu dan membangun vihara yang besar. Tiga hari sebelum peresmian, Lama Zopa Rinpoche meminta bhikkhu itu pindah, ke negara lain. Pada saat peresmian, yang berdiri di podium memberikan sambutan bhikkhu lain. Kalau Saudara-Saudara dibegitukan, kira-kira bagaimana, Saudara? Mungkin Saudara akan menulis surat pembaca, <<i>tawa :)) :)) :)) :))> “Bhante ini, bhante itu, Bhante Pannavaro sewenang-wenang, tidak adil, tidak tahu jasa, tidak menghargai perjuangan muridnya, guru yang buruk!” – Apakah bhikkhu yang dipindahkan itu juga begitu? Ya, di dalam hati. Tetapi itulah, Saudara, cara seorang guru mengajar. Beberapa bulan kemudian, ia sangat bersujud kepada gurunya. “Kalau saya tidak dipindahkan, betapa besar ego/aku saya akan melembung, mungkin melebihi besarnya sang guru dan dunia ini. Lalu apa yang kudapatkan dengan praktik Dhamma? Kalau bukan memperkecil keakuan, malah memperbesar keakuan. Memperbesar keakuan berarti memperbesar penderitaan. Justru ajaran Guru Agung kita, dukkha-nirodha, melenyapkan penderitaan..”

Saya anjurkan para pemimpin, para Bhante yang ada di Bali mencoba seperti ini; coba, coba. Nanti kalau di sana, Gilimanuk sana, ada vihara yang diresmikan, tiga hari sebelum peresmian, orang-orang yang berdana, berjasa, singkirkan, panitia diganti, coba. [tawa & tepuk tangan :)) :)) :)) :)) =D> =D> =D> =D>] Menghancurkan keakuan, menghancurkan penderitaan. Keakuan lahir, penderitaan lahir. Kebebasan adalah ekaraso, “Ayam dhammo-vinayo ekaraso vimuttiraso. Ajaranku ini mempunyai rasa yang satu, yang dangkal maupun yang dalam, ekaraso vimuttiraso, rasa kebebasan.”

Terima Kasih

Bersambung

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #29 on: 21 November 2009, 08:48:40 AM »
PENANYA (Toni):

Selamat malam, Namo Buddhaya. Yang saya hormati, Yang Mulia Bhikkhu, Bhante, kemudian selamat malam untuk Bapak Gede Prama. Pertanyaan saya berkaitan dengan kesedihan, kebahagiaan & kebebasan pada malam hari ini, saya seorang pekerja, juga pengusaha, saya tentunya ingin membuat suatu target mengenai kesuksesan usaha. Nah, di sini saya memiliki suatu kekuatiran akan kemelekatan terhadap target yang saya tetapkan. Pertanyaan saya: apakah bila kita memiliki kesiapan mental, bahwa apa pun risiko yang kita terima atas konsekuensi kita membuat suatu target, kalau kita mampu maka kita akan mendatangkan kestabilan mental kita, dan kita akan tetap berbahagia. Sekian.

SRI PAÑÑAVARO:

Sdr Toni, saya akan memberi jawaban ini, jawaban untuk dua hal. Yang pertama adalah terutama untuk Ibu, Bapak & Saudara yang berumah tangga. Apakah tidak boleh mempunyai target, entah di dunia usaha, sebagai pegawai, sebagai karyawan dsb. Mengapa tidak boleh? Dalam bahasa Pali disebut sampajañña. Sampajañña artinya mempunyai pertimbangan yang lengkap, tidak sembrono. Karena tujuan-tujuan yang baik sekalipun, kalau ditetapkan dengan sembrono, tujuan yang baik itu akan menjadi sumber masalah, sumber penderitaan. Oleh karena itu, sebelum kita menentukan tujuan, membuat keputusan, membuat target, punyailah pertimbangan yang jelas, tidak sembrono, tidak ikut-ikutan. Ada empat hal, tetapi secara garis besar ada tiga yang penting untuk Ibu, Bapak & Saudara. Saya senang dengan topik ini, dan sering kali, selain diuraikan, juga saya tulis. Tujuan, atau keputusan itu, atau target itu, yang pertama: tujuan atau target atau keputusan yang benar, sesuai dengan Dhamma, tidak merugikan orang lain, tidak merugikan dirinya sendiri, bermanfaat. Tetapi harus diingat, pertimbangan benar, baik, berguna saja tidak cukup.

Yang kedua adalah sappaya sampajañña, tujuan yang sudah dipertimbangkan bahwa tujuan itu memang baik, benar, berguna, pertimbangan yang kedua adalah tujuan atau target itu harus sesuai dengan takaran kita. Kita tidak bisa menakar persis kemampuan kita, kemampuan saya, tetapi saya bisa memperkirakan, kalau target seperti ini saya mampu atau tidak. Meskipun itu baik, berguna, kalau itu di luar kemampuan saya—bahasa masyarakat mengatakan, orang ini sangat ambisius—keserakahan ikut campur, karena keputusannya, targetnya tidak diputuskan, ditetapkan dengan wisdom, dengan kebijaksanaan. Sampajanna adalahpaññā in action. Kebijaksanaan itu dalam pelaksanaan sehari-hari—memutuskan pergi atau tidak, ikut seminar atau tidak, ikut menyumbang atau tidak, kontrak rumah lagi atau tidak, atau tidak kontrak rumah lagi melainkan membangun rumah kecil-kecilan, bekerja di sini atau pindah ke tempat lain dsb—itu semua membutuhkan keputusan, keputusan yang benar. Keputusan yang benar adalah keputusan yang tidak buruk, tidak merugikan dirinya, tidak merugikan orang lain, dan yang sesuai dengan takaran kemampuan kita. Kalau semua cita-cita, atau keputusan, atau rencana itu di luar kemampuan kita, keserakahan akan ikut berbicara. Dengan halus sekali keserakahan itu masuk, dan itu akan menghancurkan kita. Kita melakukan sesuatu yang sesungguhnya di luar kemampuan kita, tetapi kita paksakan. Karena apa? Karena keinginan yang meluap-luap.

Yang ketiga, kalau keputusan, kalau target itu memang suatu tujuan, suatu target yang baik, yang benar, yang berguna—baik, benar dan berguna ini satu kriteria, bukan tiga—yang kedua, sesuai dengan takaran, sappaya sampajañña, setelah sesuai dengan takaran, memang kita mampu—untuk kredit rumah setiap bulan kita harus membayar, misalnya, dua juta, mampu, karena gaji saya setiap bulan kurang lebih lima atau enam juta, maka kalau saya kredit rumah setiap bulan dua juta, mampu, dengan dua anak dan sebagainya. Tetapi kalau gajinya hanya dua juta per bulan, kemudian dia ingin membeli televisi yang seharga 50 juta, misalnya, dan itu harus cash, atau mungkin harus kredit, dan kreditnya itu tiap bulan cukup besar, tujuan untuk membeli televisi yang besar itu bukan kejahatan, tetapi di luar kemampuan, dan kalau di luar kemampuan, maka itu adalah lobha. Lobha akan memancing timbulnya bermacam-macam perilaku yang buruk. Tetapi kalau itu sesuai dengan kemampuan kita, dengan kapasitas kita, maka yang ketiga adalah gocara sampajañña, konsisten. Kalau ngangsur rumah mampu, ya itu saja. Jangan ngangsur rumah iya, ngangsur mobil iya, ngangsur televisi iya, ngangsur motor iya, nanti semua angsuran tidak terbayar, dan semuanya terbengkalai. Karena apa? Tidak konsisten. Kalau memang Saudara sudah meletakkan target, dan target itu baik, sesuai dengan kemampuan, konsisten. Kalau Anda tertarik dengan yang lain, lain, lain, meskipun yang lain-lain itu bukan kejahatan, keserakahan akan berbicara. Dan kalau di luar target, di luar kemampuan kita, melebihi kapasitas kita, dan kemudian tidak tercapai, timbullah kejengkelan, kemarahan, kebencian.

Ini adalah jawaban yang pertama. Jadi, tidak ada yang melarang Anda mempunyai target. Ambillah target, tujuan atau keputusan pada tujuan atau target sesuatu yang baik, bukan yang buruk; itu yang pertama, disebut satakka sampajañña. Yang kedua sappaya sampajañña, sesuai dengan kapasitas kita, dengan kemampuan kita, dengan takaran kita. Yang ketiga gocara sampajañña, konsisten; setelah diputuskan, konsisten. Kalau Anda tidak konsisten, Anda akan menghancurkan target Anda sendiri.

“Kalau memang target itu bisa terpenuhi, Bhante, apakah itu tidak menimbulkan, tidak mendatangkan stabilitas mental—istilah Sdr Toni—bukankah itu ketenteraman, bukankah itu kebahagiaan?” – Ya, sementara! Tidak ada stabilitas mental, tidak ada ketenteraman, tidak ada kebahagiaan, yang Anda inginkan, yang kemudian Anda capai untuk selamanya. Mengapa? Karena ada ‘aku’, yang sudah mencapai.

Pencapaian? Ya. Tetapi sadarilah, kalau keakuan muncul, sadarilah. Sadari saja, tidak usah dimusuhi. Tadi dikatakan, dalam istilah Tibet disebut rigpa. Kalau emosi yang negatif muncul, emosi yang positif muncul, keakuan muncul, kesombongan muncul, tidak usah dimusuhi, tidak usah diusir, tidak usah dianggap ini dosa, jelek, kotor, buruk, jorok; sadari saja, sadari saja, sadari saja. Maka dia akan kehilangan kekuatan untuk menghancurkan kita, akan kehilangan kekuatan untuk menghancurkan. Saya kira itu kalimat yang lebih baik—tidak usah ditambah dengan “kita”. Menghancurkan siapa? Menghancurkan konsep ‘aku’. Selama Anda masih mempunyai konsep ‘aku’, Anda akan merasa hancur, merasa gagal, merasa tidak tercapai, merasa dan sebagainya.
Ibu, Bapak & Saudara,

Yang kedua, perlunya pertimbangan yang jelas, supaya target tidak menjadi ajang keserakahan, menuntut pemuasan. Sudah saya singgung sedikit, apa pun yang muncul, apakah itu sukses besar di luar target, sesuai target, atau tidak sesuai target, kalau tidak sesuai, tidak sesuai, akan muncul kecewa, muncul rasa tidak senang, muncul rasa gagal, “Aku tidak mampu, aku gagal, aku kecewa.” Kalau sesuai dengan target, muncul “Aku puas, aku bahagia, aku berhasil.” Nah, aku, aku, aku itu harus disadari. Kalau dibiarkan—toh ini bukan jahat; ‘aku gagal’ memang aku gagal, ‘aku berhasil’ memang aku berhasil—kita biarkan saja, tidak apa kalau memang Saudara tidak menginginkan kebebasan. Tetapi kalau Saudara menginginkan kebebasan, mencabut penderitaan sampai ke akar-akarnya, supaya penderitaan tidak muncul, maka keakuan itu harus disadari.

Oleh karena itulah, kalau Saudara mulai duduk bermeditasi, disadari kadang-kadang secara jelas atau tidak disadari dengan jelas, timbul keinginan yang halus sekali, “Aku ingin tenang, aku ingin hening, aku ingin mencapai sesuatu, aku ingin bisa mencapai nyana,” buang itu, Ibu, Bapak & Saudara. Itu adalah keinginan, keinginan yang muncul dari konsep ‘aku’—“Aku ingin tenang, aku ingin hening, aku ingin tenteram, aku ingin tenang, aku ingin mencapai ñāṇa, aku ingin bebas dari penderitaan,” itu pun harus dibuang. Karena keinginan, keinginan, keinginan itu akan menimbulkan keakuan yang baru. – “Tetapi bagaimana, Bhante, kalau kita bermeditasi?” – Meditasi mulai menyadari apa yang bisa disadari, selesai! Pada saat Anda menyadari napas, sadarilah napas, baik di hidung, baik di perut. Pada saat pikiran muncul, sadari; pada saat perasaan muncul, sadari. Yang paling penting, Ibu, Bapak & Saudara, dalam keseharian, kalau Ibu, Bapak & Saudara terlalu asyik bermeditasi setiap pagi atau setiap malam, menimbulkan keheningan, ketenteraman, kenyamanan, keheningan yang mendalam, itu akan menjadi ketagihan yang baru.

Lebih penting daripada memperhatikan napas kita, memperhatikan naik-turunnya perut kita, sebetulnya adalah menggunakan kesadaran, keawasan untuk mengawasi pikiran kita yang muncul sepanjang hari, dari kita membuka mata sampai kita tidur kembali. Utamanya pikiran ‘aku’, ‘aku’, ‘aku’, ‘aku’, … – “Dilawan, Bhante?” – Sekali lagi, tidak! – “Diusir, Bhante?” – Sekali lagi, tidak! – “Direnung-renungkan, Bhante, ‘o, aku ini harus dibuang; tidak hanya aku mandi supaya badanku bersih, tetapi pikiran aku juga harus dibuang’?” – Tidak perlu! Tidak perlu mengundang konsep, mengundang pengertian yang macam-macam; sadari saja. – “Tidak dikembangkan?” – Jelas tidak! – “Dihancurkan, dilawan?” – Jelas tidak! Disadari saja! Jangan luput. Ada satu kalimat yang amat bagus:
Anda tidak perlu takut kalau pikiran aku, pikiran jorok, pikiran kotor, pikiran serakah, ingatan buruk, ingatan baik, cita-cita baik, keinginan buruk, keinginan mulia, keinginan suci, keinginan tidak baik muncul, jangan merasa tidak senang; kalau itu muncul, jangan marah, jangan merasa bersalah, “Kok kenapa pikiran ini muncul terus; aku menjadi umat Buddha sudah lama, sepuluh tahun, dua puluh tahun lebih, mengapa pikiran yang buruk, yang jorok, yang tidak baik, hawa nafsu muncul terus, keakuan muncul terus.” – Jangan merasa kecil hati, jangan merasa kecewa.

Yang penting adalah, kita akan merasa rugi, atau merasa gagal, kalau itu muncul kita tidak aware, kalau itu muncul kita tidak menyadari, apalagi membiarkan berkembang biak. – “Tetapi sulit, Bhante, sulit kita menyadari.” – Memang sulit menyadari terus-menerus, tetapi berusahalah menyadari sebanyak mungkin, sejak kita bangun pagi sampai kita tidur kembali. Keakuan tidak perlu diuarkan lewat mulut, tetapi keakuan yang muncul dalam pikiran itu harus disadari, tidak tenggelam dalam kenikmatan duduk bermeditasi menikmati ketenangan. Tidak hanya tenggelam memerhatikan napas lewat hidung atau lewat perut, kemudian timbul ketenangan, keheningan, kekhusyukan. Tidak, tidak!

Yang sangat penting, lebih penting daripada memerhatikan jasmani kita, langkah kaki kita, napas kita, perut kita, adalah memerhatikan pada saat perasaan muncul. Senang muncul diperhatikan, tidak senang muncul diperhatikan, jenuh muncul diperhatikan, bosan muncul diperhatikan, pikiran muncul juga diperhatikan. Tidak dilawan, Ibu, Bapak & Saudara. Perhatikan saja! Ada senang muncul, tidak ditolak, perhatikan; ada rasa kecewa muncul, pikiran kecewa muncul, diperhatikan. “Aku merasa puas karena program ini berhasil dengan baik,” perhatikan. Timbul ingatan yang lampau, yang lampau, kejahatan yang pernah dilakukan, yang kotor, yang jorok muncul, merasa “Ooo. tidak senang,” perhatikan saja, perhatikan saja. Jangan diladeni, tetapi juga jangan dilawan. Itulah vipassana, dan itulah vipassana dalam keseharian. Bukan hanya sepuluh hari di vihara. Bahkan ada orang yang bangga, “Eh, kamu ikut retret vipassana berapa kali? Dua kali? Ah, baru dua kali; aku sudah sepuluh kali”; itu keakuan yang baru. Keakuan baru yang timbul karena sudah berkali-kali ikut retret vipassana. – “Tetapi, Bhante, kalau pikiran itu timbul, bagaimana? Saya tidak sampai mengucapkan.” – Kalau pikiran itu timbul, perhatikan saja: “Aku merasa bangga karena punya kesempatan sudah lima belas kali ikut retret vipassana”; nah, nah, pikiran-pikiran aku muncul, perhatikan saja. Kalau tidak diperhatikan itu membuat latihan kita gagal.

Kita tidak menolak pikiran, perasaan apa pun, ingatan apa pun, yang buruk, yang jorok, yang jelek, yang kejam, yang suci. Perhatikan saja. Yang suci, bukan; keinginan yang buruk, juga bukan. Ingatan yang menyenangkan, bukan; ingatan yang pahit, juga bukan. Kami mengatakan, kalau timbul ingatan yang buruk, meskipun kita tidak ingin mengingat itu, perhatikan saja. Kalau timbul ingatan yang menyenangkan, meskipun kita tidak berusaha mengingat kembali, tiba-tiba muncul, perhatikan saja. Kalau timbul cita-cita ingin menjadi arahat, ingin menjadi suci, perhatikan saja. Kalau timbul keinginan untuk mencelakai yang lain, untuk menghancurkan yang lain, perhatikan saja. Pada saat kita memerhatikan, perhatian itu menjadi kuat. Pada saat kita memerhatikan, yang diperhatikan itu menjadi lemah. Itulah cara untuk mengakhiri penderitaan.

Karena itu, saya ingin mengutip kalimat yang sangat baik, Bhante Buddhadasa mengatakan: “Sakit adalah penderitaan, tua adalah penderitaan, mati adalah penderitaan.” – “Bukankah benar, Bhante?” – Benar, kalau ada konsep ‘aku’. “Aku sekarang kok sakit, pegel linulah, rematiklah, inilah, punggunglah, boyok-lah.” Pada saat timbul pikiran, “Aku sakit,” pada saat itu Anda menderita. Kemudian timbul pikiran, “Oh, aku sekarang sudah tua, sudah kepala enam, sudah kepala tujuh, sudah tidak kuat lagi, sudah banyak loyonya.” Pada saat timbul konsep “Aku, saya tua,” penderitaan mulai. “Dan sebentar lagi aku akan mati,” penderitaan mulai. Pada saat ‘aku’ tidak muncul, pada saat konsep “Aku sakit, aku tua, aku mati” tidak muncul, “Bagaimana, Bhante, jika tidak muncul?” – Perhatikan pada saat aku itu muncul, maka tidak ada penderitaan. Jadi, sakit tetap jalan, ya; tua tetap jalan, ya; mati tetap terjadi, pasti, tetapi tidak ada penderitaan. Mengapa tidak ada penderitaan? Karena tidak ada konsep “Aku sakit, aku tua, aku mati.” – “Wah, ya sulit, Bhante, ‘aku sakit, aku tua, aku mati’ itu muncul, muncul, sering muncul.” – Tidak apa, Saudara, perhatikan kalau itu muncul, “O, pikiran ‘aku’ muncul, o pikiran ‘aku’ muncul’,” perhatikan saja. Jangan dibasmi, jangan dilawan, jangan diladeni, perhatikan saja. Nanti ‘aku’ itu akan jarang muncul. – “Tetapi sakit ya tetap sakit, Bhante?” – Ya. – “Jadi tua akan tetap terus?” – Ya. – “Mati akan tetap terjadi?” – Pasti. Tetapi tidak ada penderitaan, karena ‘aku yang sakit’ tidak ada, ‘aku yang menjadi tua’ tidak ada, pikiran ‘aku yang mati’ tidak ada. Siapa yang menderita? Tidak ada yang menderita. Dalam bahasa Inggris ada kalimat yang baik, yang sulit diterjemahkan ke bahasa Indonesia, “Bhante, kalau kami di-cablek, kalau kami jatuh, tibo, babak, berdarah, apakah tidak loro, tidak sakit?” – Ya. Pain, tetapi tidak suffer. Sakit, tetapi tidak menderita. Karena begitu pikiran muncul “Aku jatuh”, cepat-cepat aku ngonangi, “Eee, aku muncul,” maka aku akan lenyap. Babak tetap babak, sakit tetap sakit, keluar darah tetap keluar darah, perih tetapi perih, tetapi tidak menderita, karena konsep ‘aku’ kita awasi dengan kesadaran. Ada kesakitan, ya; ada ketuaan, ya; ada kematian, ya; ada penderitaan, tidak! Karena tidak ada ‘aku’ yang menderita. Sadarilah kalau keakuan itu muncul.

Terima kasih.

SELESAI

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Kisah Nyata: Gempa Padang - KITA TERLINDUNG OLEH KARMA KITA....
« Reply #30 on: 22 December 2009, 02:08:09 PM »
Dear All,
Mohon baca ya.... Saya sempat merinding habis membacanya....Ini bukti kekuatan berbuat KEBAJIKAN….

Salam Metta,
Ai Na

***Bicara gempa, kemaren 15 Nov 09 pas Dhammatalk di MGK Kemayoran pkl. 16.00 – 18 : 30 dan kita sempat sharing juga pada waktu Dhamma Camp di Gunung Pancar Sentul Sabtu 14 Nov 09 pkl. 15:00 s/d 20:00 bersama Bhante Uttamo dalam rangka Dasawarsa Milis Samaggi Phala (Catatan Dhamma Camp Gatering Milis Samaggi Phala akan saya kirimkan tersendiri).

Suatu kamma baik bisa mendengarkan Dhamma pada 14 – 11 – 2009 di Gunung Pancar dan Minggu 15 – 11 – 2009 di MGK Kemayoran, walaupun kondisi badan sudah sangat capek setelah mengurusin camping dan kurang tidur tapi beruntung bisa bertemu dan mendengarkan Dhamma lagi :)

Bhante Uttamo menceritakan tentang KEBAJIKAN SEBAGAI PELINDUNG KITA

Bhante Uttamo sempat cerita pengalaman seorang umatnya, sepasang suami istri dari Mojokerto Surabaya yang selamat dari gempa Padang dan juga ada 1 kisah yang beliau baca di koran.

Intinya hanya perbuatan baiklah yang dapat melindungi kita, bukan si X atau apa pun juga.

KISAH 1 (Kisah yang di baca di koran)

Ada seorang pengusaha yang pintar, dia sangat tahu bahwa Padang merupakan daerah rawan gempa bumi, tsunami dan bencana lainnya.

Oleh sebab itu, singkatnya dia memutuskan pindah ke Jakarta agar selamat, dan dia berhasil memulai usahanya di Jakarta, rumahnya yang di Padang pun hendak di jual, sedangkan bisnisnya berupa toko rempah – rempah diserahkan ke saudaranya dengan dibawah pengawasan dia.

Suatu waktu rumah pengusaha tersebut yg di Padang ada yang mau beli sehingga dia harus pulang untuk tanda tangan AJB dan lain sebagainya, pada hari gempa besar melanda Padang, pukul 15:00 dia menginap di Hotel Ambacang dan pukul 18:00 Gempa besar melanda Padang dan menghancurkan Hotel Ambacang,
sehingga dia pun tewas, sudah jauh – jauh pindah ke Jakarta, tetap saja meninggal di Padang dalam waktu tidak sampai 1 hari, rumah yang akan di jual pun hancur, sedangkan toko nya terbakar habis dan keluarganya stress berat.

KISAH KE 2 (* Kejadian ini terjadi pada sepasang suami istri, umat vihara di Mojokerto dan di ceritakan kepada Bhante)

Ada sepasang suami istri berusia sekitar 60 tahun, dalam rangka mengunjungi saudaranya di Padang, pada saat terjadi gempa, pasangan tersebut datang dan menginap di hotel Ambacang kamar 305 (dilantai 3). Setelah sampai di kamar hotel. Pasangan suami istri tersebut di ajak jalan-jalan keliling kota tetapi sang istri sedang tidak enak badan dan karena tidak ingin mengecewakan ajakan akhirnya diputuskan hanya sang suami yang pergi sendiri, pukul 18:00 pas sampai lobby hotel, terjadi gempa besar, sang suami tersebut jatuh terpeleset dan beruntung karena pas dia terjatuh balok hotel pun jatuh. Kalau dia dalam posisi berdiri dia sudah mati dan tidak bisa menceritakan pengalaman ini ke Bhante. Kejadian ini berulang 2 kali, setelah reda, dia mencoba berdiri, baru pas berdiri, dia terjatuh lagi dan beberapa balok pun rubuh lagi tetapi dia selamat karena dalam posisi terjatuh.

Akhirnya sang suami selamat dan bisa berjalan keluar hotel Ambacang, sambil menunggu di luar.

Lalu bagaimana dengan Istrinya yang masih tiduran di kamar hotel...??

Istrinya pada saat gempa besar terjadi sedang tiduran, semula mengira kepalanya tambah pusing tetapi setelah melihat benda – benda pada bergetar hebar, dia yakin itu gempa dan menutup kepalanya dengan bantal, lalu membaca paritta. Gempa tambah hebat, anehnya balok dan bangunan yang rubuh tidak menimpa si istri, si istri terus membaca paritta dan setelah gempa selesai hanya bisa berteriak minta tolong, lalu tiba – tiba muncul seorang wanita yang menolong si Istri tersebut, istri tersebut di tarik tangannya keluar melewati jendela yang menghadap koridor hotel, sampai tangan dan badannya penuh lecet dan berdarah, setelah menarik si istri tersebut sampai koridor hotel, si wanita misterius tersebut tiba – tiba hilang. Suasana sangat gelap dan penuh dengan hancuran bahan bangunan. Kembali si istri hanya bisa teriak minta tolong di koridor kamar – kamar hotel yang hancur, sambil baca paritta. Tiba – tiba muncul sepasang suami istri membantu si istri tersebut berjalan, membimbingnya sampai keluar hotel.

Sampai di luar, sang suami menyambut dengan gembira, saat di tanya siapa yang menolongnya...? si istri menjawab sepasang suami yang menolongnya dan berjalan bareng keluar hotel tetapi sang suami bilang bahwa si istri keluar sendiri saja.

Dan tahukah anda...? bahwa tidak pernah ada jendela di hotel yang menghadap koridor hotel. Lantai 3, tempat sang istri menginap merupakan lantai yang mengalami kehancuran paling parah, bangunannya sampai melesek, rata sama sekali (foto – fotonya, saya juga udah melihatnya di Kompas dan lain – lain). Dan luka lecet – lecet sekujur tubuh dan tangan si istri pun sempai sekarang tetap membekas.

Lalu Bhante bertanya, biasanya dari dulu apa saja yang sering dikerjakan oleh pasangan suami istri tersebut...?? ternyata pasangan suami istri tersebut sering memakai tempat / rumahnya sebagai tempat kebaktian bagi umat Buddha yang ada di lingkungannya karena belum adanya tempat kebaktian di daerahnya nya lalu pasangan suami istri tersebut juga membangun cetiya dan vihara di daerahnya. Keduanya juga rajin kebaktian dan meditasi.

Oleh sebab itu perbanyaklah berbuat kebajikan, walaupun kecil tetapi harus sering dan rutin setiap saat di lakukan. Selama kita masih punya kesempatan karena kita tidak tahu kapan kita akan mati. Karena kematian datangnya tiba – tiba dan tidak di ketahui.

Sabbe Satta Bhavantu Sukhitata : Semoga Semua Makhluk Hidup Senantiasa Berbahagia, Sadhu,...Sadhu,...Sadhu,...
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Adhitthana

  • Sebelumnya: Virya
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.508
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #31 on: 22 December 2009, 10:07:14 PM »
^
^
Anumodana  _/\_

cerita gempa di Padang gw denger langsung dari Bhante Uttamo
waktu ada Dhamma Talk di Relic puja di MGK  kemayoran ......
sebenarnya masih banyak cerita dan sesi tanya jawab .......
lagi cari dvd-nya belum ketemu  ;D
  Aku akan mengalami Usia tua, aku akan menderita penyakit, aku akan mengalami kematian. Segala yang ku Cintai, ku miliki, dan ku senangi akan Berubah dan terpisah dariku ....

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Suatu Perbuatan Baik Tidak Mungkin Cuma-cuma.
« Reply #32 on: 25 March 2010, 11:23:01 AM »
Pada tahun 1949 seorang dokter Thai datang ke India untuk mempelajari penyakit daerah tropis dan penyakit kulit. Ia bermalam di sebuah hotel YMCA di Calcutta.

Pada suatu hari ia kehabisan uang dan selekasnya ia mengirim telegram kepada keluarganya di Thailand supaya ia dikirimkan uang. Ia menunggu sampai beberapa minggu lamanya , tetapi belum juga ia mendapat kabar dari keluarganya.

Keadaan keuangannya sudah menjadi sangat kritis sekali sehingga ia sekarang sudah tidak dapat membayar keperluannya sehari.hari. Kita semua tahu bagaimana sengsaranya kalau kita berada di Negara asing, jauh dari sanak keluarga dan handai taulan dan kita tidak menpunyai uang.

Diseberang kamar dokter ini adalah kamar seorang insinyur India yang masih mudah usianya. Insinyur ini bekerja dihutan dan hanya kadang-kadang saja dtang ke kota untuk mengambil perbekalan. Insinyur ini melihat wajah dokter yang penuh dengan ketegangan dan kegelisahan. Ia menghampiri dokter itu dan setelah memperkenalkan diri ia kemudian bertanya,” Saya harap anda dapat memaafkan atas kelancangan saya ini. Saya telah memperhatikan wajah anda dan saya merasa pasti bahwa anda sedang dalam kesulitan besar. Saya harap anda berkenan memberitahukan kesulitan-kesulitan anda dan mungkin saya dapat membantunya.”

Dokter itu untuk beberapa saat lamanya agak tertegun mendengar pertanyaan tersebut. Kemudian dengan sopan ia menjawab,” Terima kasih atas kebaikan hati anda, tetapi saya rasa saya tidak mengalami kesulitan apa-apa.”

Dengan tersenyum insinyur itu berkata lagi,” Oh, saya harap anda tidak salah mengerti. Pandanglah saya sebagai seorang sahabat. Walaupun kita baru pertama kali bertemu, namun saya dengan ikhlas ingin sekali menolong anda. Harap anda ceritakan kepada saya, kesulitan apa yang sebenarnya yang menimpa diri anda.”

Dokter itu merasa terharu atas tawaran yang mulia untuk menolongnya dari kesulitan, meskipun ia belum memahami, apa yang sebenarnya yang mendorong insinyur itu sehingga ia mau menolong seorang asing yang baru saja ia kenal. Padahal puluhan, bahkan ratusan ribu orang bangsanya sendiri yang demikian miskinnya, sehingga mereka tidur di alam terbuka tanpa ada seorang pun yang menghiraukannya.

Meskipun ia merasa pasti bahwa kawan barunya ingin menolongnya dengan sungguh-sungguh dan dengan setulus hati, namun ia masih merasa sungkan untuk membentangkan kesulitannya kepada orang asing yang baru dikenalnya. Ia lalu menjawab,” Anda betul-betul baik sekali, tetapi pada saat ini saya belum memerlukan pertolongan apa-apa. Terima kasih atas perhatian yang demikian besar.”

bersambung...

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #33 on: 25 March 2010, 11:23:43 AM »
Ketika insinyur mendengar penolakan itu dengan tenang dan wajb penuh pengertian ia lalu berkata,” Mohon dimaafkan apabila saya telah melakukan sesuatu yang tidak berkenan dihati anda, tetapi saya merasa pasti bahwa anda sekarang berada dalam kondisi kesulitan uang dan saya akan gembira sekali kalau anda dapat memberitahukan kepada saya berapa banyak uang yang anda butuhkan.”

Dokter itu merasa heran sekali atas terkaan yang tepat dari kawan barunya itu dan oleh karena tidak dapat menyangkal lagi ia lalu berkata,” Sesungguhnya bahwa saat ini saya berada dalam kesulitan keuangan. Tetapi saya telah mengirim telegram kepada keluargaku di Thailand agar segera mengirim uang. Saya kira kiriman itu agak terlambat karena keluarga saya sedang berlibur dan saya merasa pasti bahwa kalau mereka pulang, pastilah saya akan mendapat kiriman uang.
Saya memang berada dalam kesulitan karena keterlambatan kiriman uang dari Thailand, tetapi saya juga tidak mungkin menerima uluran tangan anda karena kita baru saja bertemu untuk pertama kali ini. Lagipula saya tidak dapat memberikan jaminan apa-apa kepada anda. Meskipun saya tidak dapat menerima tawaran anda yang luhur ini, tetapi budi anda akan tetap saya ingat selama saya masih hidup.’

Insinyur itu merasa kecewa sekali dan dengan tegas ia menjawab,” Saya harap anda jangan memikirkan tentang jaminan. Saya sebenarnya mengenal anda sebagai umat Buddha yang baik dan hati anda penuh dengan perasaan welas asih. Anda telah memperlakukan semua orang dari kasta apapun dengan sama rata dan tidak memandang kaya atau miskin, bahkan anda mengabaikan urusan anda sendiri, hanya karena anda ingin menolong orang lain. Apakah ini bukan jaminan yang cukup ?” insinyur itupun lalu tertawa terbahak-bahak.

“ Bagaimana anda dapat mengetahui semuanya itu ?” Tanya dokter dengan penuh keheranan.

“Ah, mudah saja.” Jawabnya. “ Saya telah mengetahui tindak tanduk anda beberapa hari yang lalu, waktu penjaga malam gedung ini yang dari kasta “ paria” pada suatu malam menjerit-jerit karena sakit. Waktu itu mungkin anda mendengar jeritannya dank arena anda seorang yang penuh welas asih, maka anda segera turun ke bawah untuk memeriksa si sakit, meskipun hal tersebut bertentangan sekali dengan adat-istiadat disini, dimana orang jangankan menyentuh badannya, sedangkan tersentuh oleh bayangannya saja sudah merasa jijik.”

Waktu insinyur itu beristirahat sebentar, dokter itu lalu memotong pembicaraannya dan berkata,” Bagaimana anda dapat mengetahui semua ini. “

Ia tersenyum dan melanjutkan,” Pada malam itu hawa terasa panas sekali sehingga saya tidak dapat tidur. Waktu saya mendengar anda turun, sayapun ikut turun untuk melihat apa yang anda akan lakukan. Saya menyaksikan segala sesuatu  yang anda lakukan terhadap orang paria tersebut. Waktu itu saya berdiri dibelakng sebuah pilar yang tidak dapat dilihat oleh anda. Saya memperhatikan anda memeriksa dan mengobati  pasien anda untuk melenyapkan sakitnya dan tidak henti-hentinya terdengar anda menghiburnya dengan kata-kata yang lemah lembut. Meskipun ia tidak dapat mengerti apa yang anda katakana, namun secara naluri ( instinct ) pasti ia mengetahui dari nada suara anda, bahwa anda benar-benar ingin menolongnya.

Bersambung...

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #34 on: 25 March 2010, 11:24:19 AM »
Selanjutnya saya melihat ia memegang tangan anda untuk ditekankan ke pipinya sebagai ucapan rasa terima kasih. Ketika itu aku berada dekat sekali sehingga dapat melihat air mata terima kasih keluar dari matanya. Saya kira sebelumnya ia tidak pernah mendapat perlakuan seperti itu. Kemudian saya melihat ia tertidur dan dengan hati-hati anda melepaskan tangan anda dari genggamannya dan selanjutnya dengan diam-diam anda kembali ke kamar anda.
Saat itu malam telah berganti menjadi pagi hari. Anda telah mengorbankan kesenangan anda dan waktu istirahat anda untuk mengurus kepentingan orang lain tanpa pikiran untuk mendapat balas jasa apapun juga. Setelah itu akapun kembali ke kamarku dan peristiwa yang baru saja kusaksikan sangat berkesan sekali dihati sanubariku. Masih jelas terlintas dalam pekiranku cara yang spontan dan penuh cinta kasih, pada waktu anda merawat si sakit dan mau tidak mau aku berpikir,” Alangkah indahnya didunia ini apabila semua orang melakukan perbuatan seperti anda.”

Saya pun tahu bahwa pada malam-malam berikutnya anda masih tetap mengunjunginya sampai si sakit menjadi sembuh benar. Anda pasti tahu bahwa orang itu tidak dapat memberikan imbalan apa-apa kepada anda kalau ia telah sembuh, namun demikian anda masih mau mengeluarkan uang untuk membeli obat untuk si sakit, padahal anda sendiri kekurangan uang untuk memberi makanan. Saya mohom maaf kalau saya telah memcampuri urusan pribadi anda. Mungkin hal ini disebabkan karena saya terlalu lama berada dihutan belukar dan hanya sekali-sekali saja dating ke kota sehingga membuat saya menjadi orang yang usilan dengan urusan orang lain.”

“ Saya tidak menyalakan anda, lagipula hal ini sama sekali tidak merugikan diriku,” jawab dokter itu sambil menarik nafas panjang.” Perbuatan anda untuk mengikuti dan mengamat-amati tindak tandukku semata-mata terdorong perasaan ingin tahu dan ingin mempelajari watak seorang asing dan bukan di dasarkan atas pikiran-pikiran yang tidak baik.
Apa yang saya lakukan terhadap si penjaga malam semata-mata didasarkan atas pertimbangan perikemanusiaan dan saya rasa akan dilakukan juga oleh setiap pemeluk agama lain. Anda harus tahu kami sebagai siswa-siswa Sang Buddha diajar untuk mengasihi dan menaruh belas kasihan terhadap semua makhluk yang ada didunia ini tanpa perbedaan kasta, kedudukan, suku maupun bangsa, bahhkan juga terhadap binatang-binatang.


Bersambung………


Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #35 on: 26 March 2010, 09:44:41 AM »
Sang Buddha mengajarkan bahwa kita dilahirkan untuk membagi kebahagiaan dan penderitaan kita, maka itu adalah penting sekali agar kita selalu berusaha membantu saudara-saudara kita yang sedang menderita. Kami akan selalu berusaha agar tidak menyakiti atau merugikan orang lain, tetapi selalu berusaha untuk selalu berbuat baik dan menolong mereka yang sedang ditimpa kemalangan dan kamipun diajar untuk selalu bersikap manis dan menpunyai toleransi yang besar terhadap mereka yang mempunyai pendirian lain.

Disamping itu sesuai dengan kode etik kedokteran, tidak mungkin aku membiarkan saja orang sakit tanpa memberikan pertolongan atau obat dan bukan menjadi soal apakah aku akan dibayar atau tidak karena kami menpunyai keyakinan bahwa jiwa seseorang itu tidak dapat dinilai dengan uang. Agama Buddha mengajarkan kita untuk mengabaikan kasta-kasta dan harus memperlakukan mereka sama rata, entah ia seorang bangsawan atau seorang petani miskin. Bahkan biantangpun harus kami perlakukan sama dan kalau mereka sakit kami akan menolongnya dan berbuat apa saja yang dapat kami lakukan untuk menyembuhkan penyakitnya.

Dengan wajah berseri-seri, insinyur India itu menjawab,” Memang sesungguhnya penggolangan manusia dalam kelas-kelas harus dianggap termasuk dalam jaman yang lalu dan manusia-manusia jaman modern ini harus menpunyai pandangan yang lain. Saya yakin bahwa ajaran Buddha Gotama didasarkan atas fakta-fakta dan hokum Kesunyataan yang tidak akan lenyap. Biarpun ajaran Sang Buddha sekarang sudah berusi 2.500 tahun, namun kenyataannya masih ampuh dan tidak ketinggalan jaman. Anda memiliki WATAK yang baik dan perbuatan anda patut menjadi contoh bagi seluruh umat manusia. Saya menaruh hormat kepada anda dan sayapun akan mengikuti jejak anda.

Tetapi karena saya bukan seorang dokter, maka saya harus melakukan perbuatan baik dengan cara lain. Misalnya kalau melihat seseorang dalam kesulitan, saya akan merasa tidak senang apabila saya belum dapat memberikan suatu pertolongan. Karena hari libur saya akan berakhir besok dan saya harus kembali ke hutan belukar besok pagi, maka saying sekali saya tidak menpunyai banyak waktu untuk berbincang-bincang dengan anda sampai sepuas-puasnya. Tetapi anda dapat memberikan saya sedikit kebahagiaan dengan menyetujui saya untuk membantu anda dalam mengatasi kesulitan keuangan anda sebelum saya kembali kehutan. Hal tersebut akan memberikan kepuasan dan kebahagiaan, saya harap anda dapat menyelami pikiran saya.”

Saya mengerti jalan pikiran anda dan saya merasa berterima kasih sekali,” jawab dokter itu setelah berpikir sejenak. “ Karena saya tidak ingin mengecewakan anda, maka dari itu saya menerima uluran tangan anda. Saya ingin meminjam uang sebanyak 200 Rupee dan saya rasa jumlah ini cukup sambil menunggu kiriman dari rumah.”

“ Apa, 200 Rupee !” seru insinyur itu. “ Apakah anda rasa itu cukup ? Saya rasa nada masih malu-malu untuk menerima pinjaman uang dari saya.

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #36 on: 26 March 2010, 09:45:59 AM »
Saya harap anda menganggap saya sebagai sahabat karib atau seorang yang masih termasuk keluarga. Biarpun saya baru sekali ini bertemu dengan anda, tetapi saya merasa bahwa saya telah kenal anda 10 tahun, yah, bahkan lebih dari itu. Karena itu saya akan meminjamlan anda uang sebanyak 400 Rupee dan saya harap anda jangan menolak sebab itu akan membuat saya sedih dan kecewa.”

Insinyur itu segera mengeluarkan dompetnya dan memberikan 400 Rupee kepada dokter itu yang segera menulis surat hutang dan memberikan kepada sahabatnya.

Setelah melihat surat hutang itu, insinyur itu merobeknya sambil berkata,: Saya tidak memerlukan surat hutang dari anda. WATAK DAN TINDAK TANDUK ( SIKAP DAN PERILAKU ) ANDA ADALAH LEBIH PENTING DARI SECARIK KERTAS INI. Sekarang saya dapat kembali ke hutan dengan hati yang bahagia dan juga bangga karena saya memdapat kesempatan untuk berbuat sesuatu untuk anda. Nah, dokter, sekarang saya harus kembali ke kamar saya dan saya harap dapat bertemu lagi dengan anda besok pagi sebelum saya berangkat.”

Ia lalu meninggalkan kamar dokter itu.
“ Hai, kawan tunggu dulu sebentar !” dokter itu memanggil.
“Anda belum memberitahukan kepada saya, bagaimaan saya harus mengembalikan uang itu apabila anda belum kembali dari hutan.”

Insinyur itu pun menghentikan langkahnya dan sambil tersenyum ia menjawab,” kalau saya sedang bekerja dihutan, saya selalu berpindah-pindah tempat. Lagipula saya tidak dapat membeli apa-apa di hutan. Karena itu saya harap anda tidak usah bersusah payah untuk mengirim uang pinjaman itu kepada saya. Tunggu saja sampai suatu ketika saya kembali dating ke kota dan kita dapat bertemu lagi. Yang menjadi persoalan ialah saya juga tidak tahu dengan pasti bila saya kembali ke kota.”

Keesokan harinya.

Pagi-pagi sekali, dokter itu sudah bangun dan menjumpai insinyur itu yang siap-siap untuk berangkat. Di taman sudah menunggu sebuah jip penuh berisi peti-peti perlengkapan dan makanan untuk dibawa ke hutan.

“ Saya merasa gembira sekali dapat berjumpa lagi dengan anda pada pagi ini.” Kata insinyur muda itu. “ Kemarin malam saya lupa memberitahukan bahwa saya telah mendengar penjaga malam menangis sambil meratp-ratap.”

Oh, apa sebenarnya yang telah terjadi. Saya kira ia telah sembuh benar,” kata dokter itu dengan nada keheran-heranan.

“Ya, memang ia telah sembuh benar. Ia menangis dan meratap untuk menyatakan terima kasihnya atas kebaikan anda.”

Bagaimana anda tahu akan hal itu ?” Tanya si dokter.

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #37 on: 26 March 2010, 09:46:39 AM »
“ Saya rasa kalau anda pada saat itu belum tidur, anda pasti dapat mendengar ia meratap dengan kata-kata bahwa anda baik sekali terhadap dirinya dan dengan teliti telah mengobati dirinya sampai menjadi sembuh benar. Anda menpunyai hati yang luhur untuk memperlakukannya sebagai seorang manusia, bertentangan sekali dengan perlakuan yang sampai kini ia alami. Kebaikan anda tertanam dalam-dalam disanubarinya. Ini semua ia ratapkan sambil menangis. Tetapi saya lupa bahwa sekiranya anda juga mendengar apa yang ia katakana, anda juga tidak akan mengerti apa yang ia ucapkan.
Setelah saya mendengar pujian-pujian terhadap diri anda, saya lalu tertidur dengan mata basah oleh air mata. Saya selalu mendengar dan percaya bahwa kaum paria tidak pernah menyatakan terima kasihnya terhadap orang yang menolongnya.. Dengan mendapat kawan seperti anda, biarpun hanya untuk waktu yang singkat, membuat saya bangga sekali.

Dokter itu tersenyum kemalu-maluan dan berkata,” Semua orang yang dilahirkan di dunia ini adalah sama, baik kecerdasan maupun perasaannya. Semua orang, baik yang tinggi maupun yang rendah kedudukannya, menpunyai hak yang sama sebagai penduduk di dunia ini. Namun tidak dapat di sangkal akan adanya orang-orang yang menganggap dirinya lebih tinggi dari yang lain, yang memandang rendah dan menghina orang miskin. Mereka tidak diberikan kesempatan untuk membuktikan kecakapannya, dihalang-halangi dalam pergaulan social dan diperlakukan sebagai makhluk rendah. Perlakuan yang tidak semestinya ini telah membuat mereka kehilangan martabatnya sebagai manusia rendah yang tidak layak bergaul dengan orang-orang dari kasta yang lebih tinggi.

Perasaan ini mempengaruhi pikiran mereka sedemikian rupa sehingga mereka merasa termasuk golongan hewan. Sebenarnya mereka adalah sama dengan orang lain dan mereka pun memiliki kemampuan berpikir dan kecerdasan sebagaimana juga dimiliki orang lain. Kalau saja mereka diberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan yang baik dan kepada mereka diberi kesempatan sama seperti yang lain, maka pastilah merekapun menjadi orang yang pintar dan termasyhur atau setidak-tidaknya menduduki jabatan.
Kami sebagai umat dididik untuk menpunyai rasa cinta kasih dan belas kasihan kepada semua makhluk yaitu manusia dan biantang. Sebab itu kepercayaan yang mengatakan bahwa menyentuh seorang paria akan membawa malapetaka, sebenarnya tidak masuk akal dan peristiwa ini justru membawa kebaikan untuk diriku. Sebab, perawatan yang aku berikan kepada penjaga malam yang sakit, mengakibatkanaku bertemu dengan anda dan aku mendapat pinjaman uang dari anda sebesar 400 Rupee. Uang ini lebih dari cukup sambil menunggu kiriman uang dari keluargaku. Sesungguhnya kemarin aku sangat gelisah sekali, mengingat uang telah habis dan kiriman dari keluarga belum tiba. Tetapi dengan uang yang anda pinjamkan, kesulitan ini dapat teratasi.”

“ Saya merasa gembira sekali mendapat kehormatan untuk menolong anda,” kata insinyur itu dengan senyum bangga. Setelah itu ia mengulurkan tangannya untuk bersalaman, tetapi dokter itu tidak menyambut tangannya.”

Anda lupa bahwa saya ini telah menyentuh seorang paria bahkan telah ditekankan ke pipinya,” memperingati insinyur itu. “ apakah anda tidak takut nanti ikut dikotori ?”

Ah, saya dapat menghargai cara bercanda Anda,” jawab insinyur sambil ketawa. “ Tetapi sejak saya menyaksikan perbuatan anda, saya sekarang merasa tenang dan bahagia dan saya menjelma menjadi orang yang baru.”

Offline CHANGE

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 598
  • Reputasi: 63
Re: KAMMAPATISARANA… Terlindung oleh kammaku sendiri (kisah nyata)
« Reply #38 on: 26 March 2010, 09:47:27 AM »
Tiba-tiba terdengar seruan dari pembantunya bahwa segala sesuatu telah siap.

Insinyur berkata kepada kawannya.” Nah, sahabatku, telah tiba saatnya bagi kita untuk berpisah. Aku mengucapkan selamat tinggal kepada anda. “ Kembali ia menjulurkan tangannya dan sekarang telah disambut dengan hangat oleh dokter itu sambil berpandangan mata dengan haru.

“ Selamat tinggal sahabatku yang baik,” katanya.” Sampai jumpa kembali.”

“ Saya doakan agar anda selalu dalam keadaan sehat walafiat dan semoga anda selamat dan tidak kurang suatu apapun dalam perjalanan.”

Insinyur itupun naik ke jip dan berangkat ke tempat tujuannya.

Untuk beberapa waktu lamanya dokter itu masih berdiri di tempat ia bersalam-salaman dengan sahabatnya yang baik hati itu. Pada saat itu kedua mata dokter basah dengan air mata dan ia berdoa.” Semoga Sang Tri-Ratna selalu melindungi sahabatku dan semoga ia selalu bahagia hendaknya.”

-- SELESAI--

Dikutip Dari buku : Perbuatan Baik ( Kusala Kamma )

Semoga Bermanfaat
« Last Edit: 26 March 2010, 09:49:12 AM by CHANGE »