//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Omnibus dubitandum , dubito ergo sum, cogito ergo sum  (Read 9887 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Omnibus dubitandum , dubito ergo sum, cogito ergo sum
« on: 10 June 2011, 01:43:55 PM »
[SIZE="5"] Omnibus dubitandum , dubito ergo sum, cogito ergo sum
Segala sesuatu meragukan, aku meragu maka aku ada, aku berpikir maka aku ada. 
Rene Descartes <1596 - 1650>[/SIZE]
 
[SIZE="4"]Saya tidak memiliki latar belakang akademis filsafat.
Namun perjalanan hidup ini memapah saya ke dalam rimba pencarian kebenaran lewat filsafat barat dan timur disamping spiritualitas. 
Ada banyak filsuf akademis yang telah mengupas kalimat terkenal dari Descartes  ini. Namun bagi saya sisi praktisnya, kalimat Descartes bermakna bahwa : keberadaan hidup kita di bumi ini ditandai dengan kemauan kita untuk meragukan dan memikirkan langsung kebenaran dan hidup itu sendiri.
Bukan dari kata orang lain, bukan dari kata pendeta atau ulama atau biksu, bukan dari kitab-kitab yang katanya suci.
Namun langsung bertindak untuk menggunakan otak dan pengetahuan yang kita miliki, yang juga  terus kita tambahkan, untuk menganalisa, menilai, dan membuktikannya sendiri.
Dengan demikianlah hidup kita ini bermakna ada.
 
Ironisnya, sekalipun Rene Descartes di sebut Bapak Filsafat Modern, penyokong rasionalisme, ternyata kalimat yang sepadan dengan kalimat di atas justru sudah pernah dikatakan jauh-jauh hari sebelumnya oleh seorang pertapa dari India Utara 2000 tahun sebelumnya, yaitu oleh pertapa Sidharta  Gautama. 

Janganlah kamu percaya sesuatu sebagai kebenaran hanya karena hal itu didesas-desuskan orang banyak, dikatakan oleh gurumu yang kau anggap suci dan bijaksana, tertulis dalam kitab-kitab suci, diturunkan oleh budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya, di dasari atas rasio belaka, atau bahkan karena itu dikatakan dari bibirku sendiri.
 
Hendaknya kamu meragukannya, menilai, mencoba memahaminya dengan penalaran dan pertimbangan akal budimu.
Apakah hal demikian memberi kebaikan dan bermanfaat bagi dirimu dan sesama. Dst 


Hemat saya, inilah kebijaksanaan seorang spiritualis kelas wahid, yaitu mendorong setiap orang untuk berani mengambil keputusan menilai, menakar, mempertimbangkan, menguji dan membuktikan sesuatu  sebagai kebenaran,
bukannya terus menerus mendakwahkan tentang ADA suatu tuhan yang mutlak, ADA seorang nabi yang sempurna, ADA suatu kitab yang sempurna dan terpelihara tanpa cacat dan cela, ADA suatu agama yang diriestui oleh tuhan yang mutlak itu, ADA seorang juru selamat penebus.
ADA, ADA dan ADA.
Padahal ketika dibedah oleh kritik historis, kritik bentuk, kritik sastra dan  sains ternyata semua fundamental ajaran tersebut pada hancur berantakan dan terbukti hanya jargon belaka.
 
Sayangnya rasionalitas dan skeptisisme pertapa Gautama tidak bisa dikejar oleh murid-murid dan umatnya.
Banyak pengikut ajaran Gautama sendiri sudah mabuk dogma dan lupa diri untuk menganalisa dan mengritik agamanya sendiri, yaitu agama Buddha –
‘pokoknya karena itu tertulis di kitab suci, dijamin pasti benar’.
‘karena Buddha bilang begini – begitu pastilah itu benar’.
Mereka ini lupa bahwa tripitaka, kitab-kitab yang darinya mereka mengenal tokoh Buddha itu, sejatinya ditulis oleh manusia juga, yaitu para biksu dan pertapa yang hidup ratusan tahun setelah Buddha wafat, sehingga sangat memungkinkan adanya pembiasan, pembelokan, pencatutan, pengecilan dan pembesar-besaran di sana-sini.

Begitu pula logika yang sama terjadi dalam penyusunan alkitab, dan penyusunan alquran serta kitab-kitab agama lainnya. 
Kisah-kisah dalam weda, tripitaka, alkitab dan alquran sebaiknya tidak dipercayai sebagai kisah sebenar-benarnya terjadi secara factual dan historis, melainkan kisah-kisah mitologis inspiratif dimana si penulis mencoba menyampaikan suatu pelajaran moral ataupun idea dengan cara menampilkannya lewat komunikasi para tokoh mitologis mistik seperti Krishna dan Arjuna, Buddha dan murid-muridnya, Yesus dan para rasul, dan Muhammad dengan para sahabatnya.
Itu semua adalah tokoh-tokoh bentukan dari para penulis sendiri yang digunakan untuk menjadi wadah dimana idea-idea yang sedang dipaparkan dibawakan secara lebih komunikatif.
 
Semua bangunan-bangunan keangkuhan agama memang musti dibongkar-bangkir, agar jelas apakah terbukti atau tidak kejumawaannya.
Mengapa ini perlu?
Karena fakta memperlihatkan bahwa semakin rasional suatu masyarakat, semakin sedikit tingkat esktrimitas dan kriminalitas agama.
Sebaliknya semakin kuat ekstrimisme dan fundamentalisme agama, semakin besar pula pelanggaran hak-hak asasi dan irrasionalitas serta kriminalitas yang dilakukan oleh piranti dan penguasa agama itu. 
 
Bukan berarti beragama itu dilarang, tetapi agama harus sadar bahwa ia tidak memiliki kuasa sebesar-sebesarnya untuk mendikte ini-itu terhadap masyarakat.
Ia harus masuk dalam ruang privat, menjadi pilihan pribadi, tidak boleh masuk dan petantang petenteng di ruang publik.

Semoga mengerti
Semoga semua makhluk berbahagia   
[/SIZE][/QUOTE]
 
sumber http://www.w****a.com/forum/topik-umum/10641-omnibus-dubitandum-dubito-ergo-sum-cogito-ergo-sum.html?pagenumber=
« Last Edit: 10 June 2011, 01:45:32 PM by djoe »

Offline Sostradanie

  • Sebelumnya: sriyeklina
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.375
  • Reputasi: 42
Re: Omnibus dubitandum , dubito ergo sum, cogito ergo sum
« Reply #1 on: 10 June 2011, 01:48:55 PM »
Bagaimana jika bro membuat jurnal pribadi saja dan memasukkan semua bahan disana?
PEMUSNAHAN BAIK ADANYA (2019)

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Omnibus dubitandum , dubito ergo sum, cogito ergo sum
« Reply #2 on: 10 June 2011, 01:54:46 PM »
Bagaimana jika bro membuat jurnal pribadi saja dan memasukkan semua bahan disana?

Ok.

Offline Sostradanie

  • Sebelumnya: sriyeklina
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.375
  • Reputasi: 42
PEMUSNAHAN BAIK ADANYA (2019)

Offline Blacquejacque

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 229
  • Reputasi: 7
Re: Omnibus dubitandum , dubito ergo sum, cogito ergo sum
« Reply #4 on: 10 June 2011, 01:59:12 PM »
Ok.

Makna tulisan yang ditandai merah itu untuk apa ^^

yang harus saya baca itu hanya yang tulisan yang ditandai merah dan yang hitam saya abaikan saja? ^^

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Omnibus dubitandum , dubito ergo sum, cogito ergo sum
« Reply #5 on: 10 June 2011, 03:02:43 PM »
dan muncul lagi lah orang yang meminta tidak mempercayai kitab berdasarkan kitab itu yang notabene dipercaya untuk tidak mempercayai, padahal dirinya percaya dan membabarkan agar dipercaya untuk tidak menpercayai dari kepercayaan itu.

haizzzzzz manusa oh manusa =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =)) =))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline wang ai lie

  • Sebelumnya: anggia.gunawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.204
  • Reputasi: 72
  • Gender: Male
  • Terpujilah Sang Bhagava,Guru para Dewa dan Manusia
Re: Omnibus dubitandum , dubito ergo sum, cogito ergo sum
« Reply #6 on: 10 June 2011, 04:40:59 PM »
wah pembahasan baru lagi nih ^-^

13. ‘Demikian pula, Lohicca, jika seseorang mengatakan: “Andaikan seorang petapa atau Brahmana menemukan suatu ajaran yang baik, setelah menemukannya, ia tidak harus menyatakannya kepada orang lain, [229] karena apakah yang dapat dilakukan seseorang untuk orang lain?” ia akan menjadi sumber bahaya bagi para pemuda dari keluarga yang baik yang, mengikuti Dhamma dan disiplin yang diajarkan oleh Tathāgata, mencapai keluhuran seperti buah Memasuki-Arus, Yang-Kembali-Sekali, Yang-Tidak-Kembali, Kearahantaan – dan kepada semua yang mematangkan benih kelahiran kembali di alam dewa.[3] Sebagai sumber bahaya, ia tidak berbelas kasih, dan hatinya dipenuhi kebencian, dan itu merupakan pandangan salah, yang mengarah menuju ... neraka atau alam binatang.’

16. ‘Lohicca, tiga jenis guru di dunia ini layak dicela, dan jika siapa pun mencela guru-guru demikian, celaannya adalah pantas, benar, sesuai dengan kenyataan dan tidak salah. Apakah tiga itu? Di sini, Lohicca, seorang guru yang telah meninggalkan keduniawian dan menjalani kehidupan tanpa rumah, tetapi belum mencapai buah pertapaan. Dan tanpa mencapai tujuan ini, ia mengajarkan muridnya suatu ajaran,[4] dengan mengatakan: “ini untuk kebaikanmu, ini untuk kebahagiaanmu.” Namun muridnya tidak ingin memerhatikan, mereka tidak mendengar, mereka tidak membangkitkan pikiran untuk mencapai pencerahan, dan nasihat si guru dicemooh. Ia harus dicela, dengan mengatakan: “Yang Mulia ini telah meninggalkan keduniawian ..., nasihatnya dicemooh. Ini bagaikan seseorang laki-laki yang terus-menerus mendekati seorang perempuan yang menolaknya dan merangkulnya walaupun ia telah berpaling.” Aku menyatakan ini sebagai ajaran jahat yang berdasarkan pada kemelekatan, karena apakah yang dapat dilakukan seseorang untuk orang lain?[5] Ini adalah guru pertama yang layak dicela ....’
17. ‘Kemudian, ada seorang guru yang telah meninggalkan keduniawian ... tetapi belum mencapai buah pertapaan. Dan tanpa mencapai tujuan ini, ia mengajarkan muridnya suatu ajaran, dengan mengatakan: “ini untuk kebaikanmu, ini untuk kebahagiaanmu.” Muridnya ingin memerhatikan, mereka mendengarkan, [231] mereka membangkitkan pikiran untuk mencapai pencerahan, dan nasihat si guru tidak dicemooh. Ia harus dicela, dengan mengatakan: “Yang Mulia ini telah meninggalkan keduniawian ...” Ini bagaikan, meninggalkan ladangnya sendiri, ia memikirkan ladang orang lain yang perlu dikerjakan. Aku menyatakan ini sebagai ajaran jahat yang berdasarkan pada kemelekatan ... ini adalah guru ke dua yang layak dicela ....’
18. ‘Kemudian, ada seorang guru yang telah meninggalkan keduniawian ... dan yang telah mencapai buah pertapaan. Setelah meninggalkan keduniawian, ia mengajarkan ... tetapi murid-muridnya tidak ingin memerhatikannya ... nasihatnya dicemooh. Ia juga harus dicela ... bagaikan, setelah memotong satu belenggu lama, seseorang membuat sebuah belenggu baru, Aku menyatakan ini sebagai ajaran jahat yang berdasarkan pada kemelekatan, karena apakah yang dapat dilakukan seseorang untuk orang lain? Ini adalah guru ke tiga yang layak dicela .... [232] Dan ini adalah tiga jenis guru yang Kukatakan layak dicela.’

http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_12:_Lohicca_Sutta

numpang posting ini aja ya master  _/\_
« Last Edit: 10 June 2011, 04:46:57 PM by wang ai lie »
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

Offline hendrako

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.244
  • Reputasi: 60
  • Gender: Male
Re: Omnibus dubitandum , dubito ergo sum, cogito ergo sum
« Reply #7 on: 10 June 2011, 09:17:56 PM »
[SIZE="5"] Omnibus dubitandum , dubito ergo sum, cogito ergo sum
Segala sesuatu meragukan, aku meragu maka aku ada, aku berpikir maka aku ada. 
Rene Descartes <1596 - 1650>[/SIZE]
 
[SIZE="4"]Saya tidak memiliki latar belakang akademis filsafat.
Namun perjalanan hidup ini memapah saya ke dalam rimba pencarian kebenaran lewat filsafat barat dan timur disamping spiritualitas. 
Ada banyak filsuf akademis yang telah mengupas kalimat terkenal dari Descartes  ini. Namun bagi saya sisi praktisnya, kalimat Descartes bermakna bahwa : keberadaan hidup kita di bumi ini ditandai dengan kemauan kita untuk meragukan dan memikirkan langsung kebenaran dan hidup itu sendiri.
Bukan dari kata orang lain, bukan dari kata pendeta atau ulama atau biksu, bukan dari kitab-kitab yang katanya suci.
Namun langsung bertindak untuk menggunakan otak dan pengetahuan yang kita miliki, yang juga  terus kita tambahkan, untuk menganalisa, menilai, dan membuktikannya sendiri.
Dengan demikianlah hidup kita ini bermakna ada.
 
Ironisnya, sekalipun Rene Descartes di sebut Bapak Filsafat Modern, penyokong rasionalisme, ternyata kalimat yang sepadan dengan kalimat di atas justru sudah pernah dikatakan jauh-jauh hari sebelumnya oleh seorang pertapa dari India Utara 2000 tahun sebelumnya, yaitu oleh pertapa Sidharta  Gautama.
 
sumber http://www.w****a.com/forum/topik-umum/10641-omnibus-dubitandum-dubito-ergo-sum-cogito-ergo-sum.html?pagenumber=

NGACO.............

Kapan Buddha Gotama bilang bahwa "Aku berpikir maka aku ada."?
yaa... gitu deh

Offline wang ai lie

  • Sebelumnya: anggia.gunawan
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.204
  • Reputasi: 72
  • Gender: Male
  • Terpujilah Sang Bhagava,Guru para Dewa dan Manusia
Re: Omnibus dubitandum , dubito ergo sum, cogito ergo sum
« Reply #8 on: 10 June 2011, 09:47:34 PM »
NGACO.............

Kapan Buddha Gotama bilang bahwa "Aku berpikir maka aku ada."?

jawabannya mungkin menunggu dari forum sebelah bro, mungkin master akan menanyakan langsung kepada sumber  ;D
Namo Mahakarunikaya Avalokitesvaraya, Semoga dengan cepat saya mengetahui semua ajaran Dharma,berada dalam perahu Prajna,mencapai Sila, Samadhi, dan Prajna,berada dalam kediaman tanpa perbuatan,bersatu dengan Tubuh Agung Dharma

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Omnibus dubitandum , dubito ergo sum, cogito ergo sum
« Reply #9 on: 11 June 2011, 08:40:24 AM »
NGACO.............

Kapan Buddha Gotama bilang bahwa "Aku berpikir maka aku ada."?

Gaya intellektual membaca, menganalisa dan menginterpretasikan dan mengambil kesimpulan. Orang beginikah yang dikatakan mengerti sutta?. Tidak membaca secara keseluruhan dan hanya melihat sepenggal kalimat dan mengambil kesimpulan.

Sama seperti intellektual yang satu ini  [at] Bro Kainyn_Kutho. Tetapi yang satu ini  [at] Bro Kainyn_Kutho lebih parah dari yang aku duga sehingga bisa dilihat seberapa intellektualnya Dilihat  dari cara  membaca, menganalisa dan menginterpretasikan tulisan dibawah ini,

Dalam konteks orang awam, kita berbicara benar dan salah. Perbuatan benar dan salah harus bisa dibedakan. Tetapi dalam konteks pencapaian kebenaran sejati, kita tidak boleh melekat pada benar apalagi yang salah. Buddha mengajarkan agar kita menjauhi perubuatan jahat dan melakukan perbuatan baik. Tetapi anda jangan sampai melekat pada kebaikan, melekat pada pandangan anda telah berbuat baik Jika anda berpandangan anda telah melakukan banyak kebaikan anda telah melekat padanya dan praktek anda menjadi terkontaminasi. Usaha anda dalam mencari dan mewujudkan kebenaran sejati akan sia sia. Jika anda melekat pada perbuatan baik yang telah anda lakukan dan seseorang yang telah menerima kebaikan anda menyakiti anda, maka anda mulai berbicara kebaikan anda  sendiri. Pikiran anda terkontanminasi dengan kebaikan anda sendiri. Dengan Pikiran seperti ini praktek anda sia sia belaka dalam mencapai pencerahan
Dalam konteks praktek mencari kebenaran sejati untuk mencapai pencerahan, maka anda harus melepas ke 2 extrim tersebut dan berdiam diam di tengah. (Dalam konteks batin dan pikiran anda sendiri harus seperti ini).

JIka anda belajar dharma hanya untuk melihat perbuatan baik jahat seseorang, saya rasa orang yang tidak beragama pun tahu baik dan jahat secara umum. Tidak diperlukan kitab suci untuk menilai baik dan jahat. Toh label baik dan jahat itu hanya pikiran manusia yang membeda bedakan. Manusia yang menilai ini baik, ini jahat. Sebenarnya tidak ada nama, manusia yang memberikan namanya. Manusia yang meberikan label. Anda berbicara  Buddha tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Tetapi benarkah Buddha memberikan label tersebut.?.

dan mengambil kesimpulan dibawah ini:


Berbuat baik juga tidak perlu, karena pikiran bisa terkontaminasi oleh perbuatan baik kita. ;D

Makin mantap.


Dengan menggunakan logikanya yang  seperti ini :

;D Master jangan kehilangan kendali begitu, nanti kelihatan dungunya lho.

Saya beri logika menurut saya nih:
1. Seseorang bisa keracunan karena makan jamur.
2. Seseorang bisa keracunan karena makan jamur yang tidak matang.

Beda atau tidak? Kalau jawabannya 'sama saja', abaikan tulisan selanjutnya. 

1. Kalau seseorang bisa keracunan karena makan jamur, maka lebih baik tidak makan jamur.
2. Kalau seseorang bisa keracunan karena makan jamur yang tidak matang, maka bukan jamurnya yang tidak cocok dimakan, tapi cara mengolahnya yang harus diperbaiki.


Sekarang kasus berbuat baik.
(Master) Pikiran anda terkontanminasi dengan kebaikan anda sendiri.
(Saya) Pikiran terkontaminasi karena kemelekatan pada kebaikan.

Jika pikiran terkontaminasi karena kebaikan diri sendiri, maka lebih baik tidak usah berbuat baik, maka pikiran tetap bersih.

Jika pikiran terkontaminasi karena kemelekatan pada kebaikan, maka bukan kebaikannya yang bermasalah, melainkan kemelekatan pada kebaikannya.

Kata-kata master itu mengisyaratkan kebaikanlah yang bikin pikiran terkontaminasi. Apalagi didukung dengan tidak adanya baik/buruk karena semua hanyalah label. Master bisa lihat perbedaan kata bisa mengakibatkan perubahan makna demikian jauh?

 [at] Bro Kainyn_Kutho: Lucunya logika anda ( cara anda berpikir)  tidak bisa membedakan 2 kalimat ini.
(djoe) Pikiran anda terkontanminasi dengan kebaikan anda sendiri.
(Kainyn) Pikiran terkontaminasi karena kemelekatan pada kebaikan.


Pikiran anda terkontanminasi dengan kebaikan anda sendiri. : Kalimat ini menunjukkan state / kondisi batin seseorang yang telah melekat pada fenomena kebaikan yang dia lakukan bahwa dia telah melakukan banyak perbuatan baik sehingga dia berpikir menjadi suci karenanya. Disini tidak disebutkan penyebabnya dia terkontaminasi. Disini disebutkan terkontaminasi dengan kebaikan sama artinya seseorang terkontaminasi dengan racun.
Terkontanimasi dengan racun artinya didalam tubuh seseorang mengandung zat beracun. Adanya proses penyatuan antara tubuh anda dan racun, sehingga seseorang dikatakan terkontaminasi.

Beginikan gaya seseorang yang dikatakan intellektual dilihat dari cara membaca, menganalisa, menginterpretasi sutta dan mengambil kesimpulan dia telah mengerti apa yang dikatakan Buddha dan mengerti kebenarannya dan mengatakan orang lain dungu?

Sekarang saya ngerti dari mana datangnya kebijaksanaan anda datang


Sorry yah  [at] Bro Kainyn_Kutho, dikatakan lebih parah, bukan berarti anda lebih (meminjam kata dari postingan anda : dungu), bisa saja artinya paling atau kurang, atau kurang lebih, kira - kira.

Jika menggunakan logika anda untuk menilai lebih parah
« Last Edit: 11 June 2011, 08:43:08 AM by djoe »

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Omnibus dubitandum , dubito ergo sum, cogito ergo sum
« Reply #10 on: 11 June 2011, 09:04:21 AM »
^^
masya alah ! :o
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline Mas Tidar

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.262
  • Reputasi: 82
  • Gender: Male
Re: Omnibus dubitandum , dubito ergo sum, cogito ergo sum
« Reply #11 on: 11 June 2011, 09:21:08 AM »

western education:

If you can not convince them, make them confuse (jika Anda tidak dapat meyakinkan mereka, buatlah mereka bingung)
Saccena me samo natthi, Esa me saccaparamiti

"One who sees the Dhamma sees me. One who sees me sees the Dhamma." Buddha

Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Omnibus dubitandum , dubito ergo sum, cogito ergo sum
« Reply #12 on: 11 June 2011, 10:08:19 AM »
Gaya intellektual membaca, menganalisa dan menginterpretasikan dan mengambil kesimpulan. Orang beginikah yang dikatakan mengerti sutta?. Tidak membaca secara keseluruhan dan hanya melihat sepenggal kalimat dan mengambil kesimpulan.

Sama seperti intellektual yang satu ini  [at] Bro Kainyn_Kutho. Tetapi yang satu ini  [at] Bro Kainyn_Kutho lebih parah dari yang aku duga sehingga bisa dilihat seberapa intellektualnya Dilihat  dari cara  membaca, menganalisa dan menginterpretasikan tulisan dibawah ini,

dan mengambil kesimpulan dibawah ini:


Dengan menggunakan logikanya yang  seperti ini :

 [at] Bro Kainyn_Kutho: Lucunya logika anda ( cara anda berpikir)  tidak bisa membedakan 2 kalimat ini.
(djoe) Pikiran anda terkontanminasi dengan kebaikan anda sendiri.
(Kainyn) Pikiran terkontaminasi karena kemelekatan pada kebaikan.


Pikiran anda terkontanminasi dengan kebaikan anda sendiri. : Kalimat ini menunjukkan state / kondisi batin seseorang yang telah melekat pada fenomena kebaikan yang dia lakukan bahwa dia telah melakukan banyak perbuatan baik sehingga dia berpikir menjadi suci karenanya. Disini tidak disebutkan penyebabnya dia terkontaminasi. Disini disebutkan terkontaminasi dengan kebaikan sama artinya seseorang terkontaminasi dengan racun.
Terkontanimasi dengan racun artinya didalam tubuh seseorang mengandung zat beracun. Adanya proses penyatuan antara tubuh anda dan racun, sehingga seseorang dikatakan terkontaminasi.

Beginikan gaya seseorang yang dikatakan intellektual dilihat dari cara membaca, menganalisa, menginterpretasi sutta dan mengambil kesimpulan dia telah mengerti apa yang dikatakan Buddha dan mengerti kebenarannya dan mengatakan orang lain dungu?

Sekarang saya ngerti dari mana datangnya kebijaksanaan anda datang


Sorry yah  [at] Bro Kainyn_Kutho, dikatakan lebih parah, bukan berarti anda lebih (meminjam kata dari postingan anda : dungu), bisa saja artinya paling atau kurang, atau kurang lebih, kira - kira atau agak.

Jika menggunakan logika anda untuk menilai lebih parah

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Omnibus dubitandum , dubito ergo sum, cogito ergo sum
« Reply #13 on: 11 June 2011, 10:59:47 AM »
 [at]  djoe

Masih "bermain kotoran" yang saya buang juga yah? Saya tidak melayani anda lagi karena menurut saya, anda tidak punya intelijensi yang cukup untuk memahami apa yang saya katakan. Terlebih lagi, gaya (sok) suci anda juga sudah terbongkar dan dilihat semua orang, jadi saya merasa sudah tidak ada gunanya melayani anda.

Sebagai bonus, saya berikan penjelasan yang gampang:
(Master) Pikiran anda terkontanminasi dengan kebaikan anda sendiri.
(Saya) Pikiran terkontaminasi karena kemelekatan pada kebaikan.

Perbedaan 2 kalimat tersebut bukan pada kata "karena" yang anda bold merah, tapi pada tidak adanya kata "kemelekatan" dalam kalimat anda.

Pendek kata:
(djoe 'jenius') "pikiran terkontaminasi dengan kebaikan",
(orang biasa) "pikiran terkontaminasi oleh kemelekatan pada kebaikan."

Sesederhana ini saja anda tidak bisa tangkap, masih mau singgung intelektualitas? Mau menggiring opini agar pembaca melihat saya sebagai bodoh yah? Selamat mencoba dan selamat mempermalukan diri sendiri. 


Offline djoe

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 892
  • Reputasi: -13
  • Gender: Male
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Omnibus dubitandum , dubito ergo sum, cogito ergo sum
« Reply #14 on: 11 June 2011, 11:03:25 AM »
Dalam konteks orang awam, kita berbicara benar dan salah. Perbuatan benar dan salah harus bisa dibedakan. Tetapi dalam konteks pencapaian kebenaran sejati, kita tidak boleh melekat pada benar apalagi yang salah. Buddha mengajarkan agar kita menjauhi perubuatan jahat dan melakukan perbuatan baik. Tetapi anda jangan sampai melekat pada kebaikan, melekat pada pandangan anda telah berbuat baik Jika anda berpandangan anda telah melakukan banyak kebaikan anda telah melekat padanya dan praktek anda menjadi terkontaminasi. Usaha anda dalam mencari dan mewujudkan kebenaran sejati akan sia sia. Jika anda melekat pada perbuatan baik yang telah anda lakukan dan seseorang yang telah menerima kebaikan anda menyakiti anda, maka anda mulai berbicara kebaikan anda  sendiri. Pikiran anda terkontanminasi dengan kebaikan anda sendiri. Dengan Pikiran seperti ini praktek anda sia sia belaka dalam mencapai pencerahan


(djoe) : Pikiran anda terkontanminasi dengan kebaikan anda sendiri.

(Kesimpulan dari artikel atas secara keseluruhan dan arti kalimat tersebut yang di baca, analisa dan diartikan olehh Kainyn_Kutho sang intellektual) :

(Kainyn_Kutho ) : Berbuat baik juga tidak perlu, karena pikiran bisa terkontaminasi oleh perbuatan baik kita. ;D

 ;D ^:)^

Kira kira gimana yah dia membaca dan menjelaskan arti sutta? :-?
« Last Edit: 11 June 2011, 11:18:07 AM by djoe »

 

anything