sejak kapan ketenangan membawa dampak negatif?apakah itu ketenangan atau keinginan yang berlebihan?
ini pertanyaan yang sangat bagus.
yang menjadi masalah tentunya "keinginan". sebagai mana sabda sang budha dalam 4 kebenaran ariya, bahwa keinginan itulah yang merupakan "masalah utama" dalam kehidupan, maksudnya sumber dari penderitaan.
4 kebenaran mulai[Saccari Ariya Saccani]...Itu tercantum jelas dalam paticca samupadda,12 nidana,disebutkan dari ke 12 point Buddha mengatakan point 1[Moha] dan ke 8[Tanha] yang mudah untuk "dilihat"..Silakan anda mempelajari teori Saccari Ariya Saccani kembali,karena setahu saya Samudaya Dukkha/kebenaran tentang sumber dukkha adalah "AKU"..dari AKU muncullah bermacam2 sumber dukkha lainnya,seperti upadana,tanha,dan seterusnya..
jika narkoba membuat anak-anak muda menjadi mabuk, maka adalah pantas atau tidak pantas kalau orang berkata, "narkoba itu berdampak negatif terhadap anak-anak muda". tapi sebenarnya, yang menjadi masalah itu narkobanya ataukah keserakahan dari anak muda tersebut? tentu saja moha dan lobha yang menjadi maslaah sebenarnya, tetapi kita dapat memahami dengn baik apa artinya "narkoba sebagai masalah".
"ketenangan sebagai masalah", tentu saja masalah sebenarnya adalah "keinginan yang berlebihan" seperti yang anda katakan tadi. tapi bila ketenangan itulah yang menjadi pemicu munculnya "keinginan berlebihan" tersebut, maka pantas atau tidak pantaskah jika dikatakan "ketenangan sebagai masalah" ?
Bro yang baik,menurut saya "objek" itu netral,dalam analogi anda tentang "narkoba" maka yang menjadi permasalahan bukan "narkobanya" melainkan "si pemakai" narkoba..Jika si pemakai ahli didalam memakainya,maka dia akan memperoleh manfaat daripadanya,jika si pemakainya malah tergiur,lengah,tidak waspada maka dia sendiri yang menghancurkan dirinya sendiri,maka yang menghancurkannya bukan narkobanya,tetapi dirinya sendiri!![jangan menyalahkan "narkoba"nya tetapi kesalahan terletak pada "si pemakai narkoba",berhati2 lah menggunakan "kata"]
sumber masalah bukan terletak pada "objek"nya tetapi terletak pada "pikiran" yang menggunakan "objek" tersebut..Jika anda mengatakan "ketenangan" sebagai masalah,itu benar2 kacau dan bisa mengacaukan orang lain,karena masalahnya/sumber utamanya adalah keinginan berlebihan untuk memperoleh ketenangan,ini adalah OBSESI..atau yang disebut AUTIS oleh murid Bhante Uttamo.
Kalau narkoba digunakan sebagai obat,tentu bermanfaat,kalau narkoba digunakan sebagai candu maka itu tidak bermanfaat..
bandingkan dengan penggunaan kata "AKU", sang budha telah menjelaskan konsep anatta (tiada aku), tetapi sang budha juga menggunakan "Aku" untuk menyebut dirinya. tapi itu bukan berarti mengakui keberadaan "atta".
Nah,jangan anda bandingkan dengan ini..itu salah total bro menurut saya,yang benar adalah Buddha menggunakan kata2 tersebut untuk KITA tetapi bukan untuk DIRINYA..karena kita masih diliputi LDM,sedangkan diriNya tidak lagi diliputi LDM..dan yang paling penting adalah kita masih butuh "konsep" dan Ajaran Buddha harus dikonsepsikan,makanya Buddha mengatakan EHIPASSIKO,dan didalam Kalama Sutta jelas tercantum apa yang harus dilakukan..[Buddha menyebut dirinya sebagai AKU,tetapi dalam anatta dia mengatakan TIDAK ADA AKU,mengapa begitu?itu adalah "cara" untuk menjelaskan lewat "kata-kata",pada hakikatnya kata2 adalah netral,tetapi kita "meneaalahnya",sehingga kata ANJING bisa merujuk pada penghinaan,bisa merujuk pada hewan,bisa merujuk pada binatang berkaki 4,bisa merujuk pada hewan mamalia,dan seterusnya..]
antara keinginan dan ketenangan, mana yang menjadi masalah, ini hanya cara bagaimana menggunakan istilah saja dan dari sudut mana dipandang.
justru dari sudut pandangan lah muncul kerancuan dan kesalahan/multitafsir,selama saya belajar Buddha Dhamma,yang paling saya jeli adalah soal "kata",karena "kata" sangat berbahaya,bisa disalahtafsirkan apalagi oleh orang bodoh..
istriku tidak pernah tahu lezatnya pencapaian jhana-jhana, maka dia tidak pernah memiliki "keinginan yang berlebihan" untuk mencapai jhana. jangankan keinginan yang berlebihan, keinginanpun gak ada. bagaimana dia mau menginginkan, karena dia tidak mengetahuinya sama sekali.
berbeda dengan saya, saya begitu terpikat dengan klezatan jhana-jhana tersebut, menginginkan dna merindukannya, karena tahu dan pernah merasakan betapa itu sangat lezatnya.
Bahayanya ya itu bro..anda telah "merindukannya" ,anda telah "melekat" padanya,apapun yang dilekati tidak akan memperoleh kebahagian mutlak,yang ada hanya bentuk2 penderitaan,ingat bahwa kemelekatan adalah bentuk dari LOBHA/KESERAHKAHAN,ketika keinginan anda tercapai,menikmati jhana2[yang anda sebutkan,saya tidak tahu apakah anda benar2 telah mencapainya atau tidak],maka anda ingin ingin dan ingin lagi,anda terlena didalam jhana tersebut,ketika keinginan anda tidak terkabul,maka akan timbul DOSA/kebencian atas keinginan yang tidak terkabul...didasari oleh apakah LOBHA dan DOSA ini?Didasari oleh MOHA/Kebodohan..
bagus sekali Eyang mengajari saya setelah mencapai Jhana 1 saya harus melepaskan Jhana 1 dan menuju pelatihan vipasanna,ternyata faktornya adalah hal seperti itu..terima kasih atas sharing anda,pengalaman anda akan menjadi guru berharga bagi perkembangan spritual saya..
Anumodana
setelah saya uraian duduk perkara yang sebenarnya, dan bila anda masih belum setuju tentang penggunaan istilah "ketenangan sebagai masalah", maka khusus untuk anda saya akan menggai istilah tersebut dengn "keinginan terhadap ketenangan sebagai masalah".
Saya tidak tahu apakah ini semacam bentuk pembenaran atau bagaimana,sebenarnya saya hanya mengantisipasi multitafsir,karena yang membaca disini bukan saya dan anda doang,tapi ribuan orang mungkin membaca disini,dan pernyataan anda sungguh berbahaya menurut saya,tetapi setelah anda mengklarifikasinya ya tidak masalah,kalau anda memiliki sudut pandangan begitu,tapi yang harus diingat,tidak semua orang memiliki sudut pandang seperti anda atau mengerti apa yang anda maksudkan..
Anumodana