//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Memahami Mulapariyaya Sutta  (Read 3416 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Memahami Mulapariyaya Sutta
« on: 06 January 2011, 01:14:51 AM »
1  Mūlapariyāya Sutta, Akar Segala Sesuatu

1.Evam me1 sutam ekam samayam bhagavà ukkaññhàyam viharati subhagavane sàlaràjamåle. Tatra kho bhagavà bhikkhå àmantesi bhikkhavo'ti. Bhadante'ti te bhikkhå bhagavato paccassosum. Bhagavà etadavoca.
1.DEMIKIANLAH YANG KUDENGAR.  Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang menetap di Ukkaṭṭhā di Hutan Subhaga di bawah pohon sāla besar. Di sana Beliau memanggil para bhikkhu: “Para bhikkhu.”  – “Yang Mulia,” mereka menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

2.Sabbadhammamålapariyàyam vo bhikkhave desessàmi2. Tam suõàtha. Sàdhukam manasi karotha. Bhàsissàmã'ti. Evam bhante'ti3 kho te bhikkhå bhagavato paccassosum. Bhagavà etadavoca.
2. “Para bhikkhu, Aku akan mengajarkan sebuah khotbah kepada kalian tentang akar dari segala sesuatu.  Dengarkan dan perhatikanlah apa yang akan Kukatakan.” – “Baik, Yang Mulia,” para bhikkhu itu menjawab. Sang Bhagavā berkata sebagai berikut:

(Putthujana)
3. Idha bhikkhave assutavà puthujjano ariyànam adassàvã4 ariyadhammassa akovido ariyadhamme avinãto sappurisànam adassàvã4 sappurisadhammassa akovido sappurisadhamme avinãto pañhavim pañhavito5 sa¤jànàti. Pañhavim pañhavito5 sa¤¤atvà pañhavim ma¤¤ati pañhaviyà ma¤¤ati pañhavito ma¤¤ati pañhavim me'ti6 ma¤¤ati. Pañhavim abhinandati. Tam kissa hetu? Apari¤¤àtam 7 tassà'ti vadàmi.

(ORANG BIASA)
3. “Di sini, para bhikkhu, seorang biasa yang tidak terlatih,  yang tidak menghargai para mulia dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, yang tidak menghargai manusia sejati dan tidak terampil dan tidak disiplin dalam Dhamma mereka, memahami tanah sebagai tanah.  Setelah memahami tanah sebagai tanah, ia menganggap [dirinya sebagai] tanah, ia menganggap [dirinya] dalam tanah, ia menganggap [dirinya terpisah] dari tanah, ia menganggap tanah sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam tanah.  Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan.

(Disini yang dimaksud orang-orang yang tidak terampil, tidak disiplin dalam Dhamma dsbnya adalah para puthujana, yaitu mereka yang belum menyelami sifat dari berbagai fenomena).
“Ia melihat tanah sebagai tanah” Maksudnya tanah adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat tanah, yaitu keras maupun lembut termasuk dalam unsur tanah.
“Setelah memahami tanah sebagai tanah” yang dimaksudkan disini persepsi mengenali tanah sebagai tanah

ia menganggap [dirinya sebagai] tanah,
Pada batin puthujana setelah ia mengenali unsur tanah batinnya langsung terlibat dan melekat pada persepsi unsur tanah yang dikenalinya, umpamanya ia melekat pada persepsi keras, lunak dsbnya walau sebenarnya itu hanya persepsi. Tanah hanyalah suatu bentuk yang berubah.

Reaksi terhadap pengenalan unsur ini bisa dua macam yaitu menolak atau menerima, yang dimaksud ia menganggap dirinya dalam tanah, ia menerima dan menganggap tanah tersebut bagian dari dirinya.
Contoh: bila anda membeli seperangkat perhiasan emas dari toko, anda menerima perhiasan tersebut dan menganggap perhiasan tersebut adalah milik anda, sehingga bila ada orang yang menjatuhkan perhiasan anda, anda langsung menjerit, seolah-olah emas tersebut adalah bagian dari diri anda, padahal bukan.

Pada kasus yang lain ia menganggap dirinya "terpisah" dari tanah, Pernahkah anda melihat bagian dari rumah anda yang tidak anda sukai? Umpamanya eternit plafon anda yang sudah rusak, anda mungkin tidak merasa sebagai bagian dari plafon tersebut, atau anda tidak merasa plafon tersebut sebagai bagian dari anda walaupun milik anda sendiri (karenanya anda dengan senang hati mengijinkan orang lain untuk mencopot plafon tersebut).

Namun  anda tetap terlibat dengan plafon tersebut, yaitu terlibat dalam penolakan terhadap plafon tersebut, dalam Sutta ini diterangkan bahwa kita menganggap plafon tersebut sebagai terpisah.

Disini sebenarnya walaupun kita tidak menyukai plafon tersebut, dalam pengertian yang lebih halus kita tetap merasa bahwa plafon itu adalah bagian dari diri kita. Kita juga tetap terlibat dan menganggapnya sebagai bagian dari diri kita. Mengapa demikian? Kita menganggap plafon tersebut adalah bagian dari kita yang harus disingkirkan. Jadi tetap mengganggap bahwa hal tersebut milik kita/bagian dari persolan kita.
Oleh karena itu batin kita melekat terhadap plafon tersebut.

Itulah sebabnya dikatakan menganggap tanah (unsur tanah) sebagai milikku. Disini batin seorang puthujana masih belum memahami bahwa emas atau plafon rusak hanyalah suatu benda, kita terlibat atau tidak dengan kedua benda tersebut tergantung dari bagaimana kita memandang benda tersebut.
Pada batin puthujana timbul kemelekatan untuk memiliki atau menolak.

4. âpam àpato sa¤jànàti. âpam àpato sa¤¤atvà àpam ma¤¤ati àpasmim ma¤¤ati àpato ma¤¤ati àpam me'ti ma¤¤ati. âpam abhinandati. Tam kissa hetu? Apari¤¤àtam 1 tassà'ti vadàmi.(2)
4. “Ia memahami air sebagai air. Setelah memahami air sebagai air, ia menganggap [dirinya sebagai] air, ia menganggap [dirinya] dalam air, ia menganggap [dirinya terpisah] dari air, ia menganggap air sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam air. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan.

Hal yang sama berlaku juga pada unsur air, disini kita mengganti unsur padat dengan unsur air (sifat unsur air adalah melekat/kohesi), jadi semua benda-benda melekat satu sama lain karena sifat unsur air.

Seperti juga pada unsur padat, batin kita juga melekat pada unsur air atau semua unsur cair.

5. Tejam tejato sa¤jànàti. Tejam tejato sa¤¤atvà tejam ma¤¤ati tejasmim ma¤¤ati tejato ma¤¤ati tejam me'ti ma¤¤ati. Tejam abhinandati. Tam kissa hetu? Apari¤¤àtam1 tassà'ti vadàmi.(3)
5. “Ia memahami api sebagai api. Setelah memahami api sebagai api, ia menganggap [dirinya sebagai] api, ia menganggap [dirinya] dalam api, ia menganggap [dirinya terpisah] dari api, ia menganggap api sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam api. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan”

Sifat unsur api adalah panas maupun dingin, jadi yang dimaksud unsur api disini adalah sifat suhu (temperatur).

6. Vàyam vàyato sa¤jànàti. Vàyam vàyato sa¤¤atvà vàyam ma¤¤ati vàyasmim ma¤¤ati vàyato ma¤¤ati vàyam me'ti ma¤¤ati. Vàyam abhinandati. Tam kissa hetu? Apari¤¤àtam1 tassà'ti vadàmi.(4)
6. “Ia memahami udara sebagai udara. Setelah memahami udara sebagai udara, ia menganggap [dirinya sebagai] udara, ia menganggap [dirinya] dalam udara, ia menganggap [dirinya terpisah] dari udara, ia menganggap udara sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam udara. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan. [2]

Unsur angin memiliki karakteristik diantaranya yaitu: mendorong, bergetar, mendukung, menekan, rotasi.
Setiap benda memiliki ke-empat unsur ini terlepas dari unsur mana yang paling dominan.
Secara ringkas Dalam sutta ini Sang Buddha menerangkan asal mula segala sesuatu di dunia ini, yaitu kemelekatan terhadap ke-empat unsur, dan sifat kemelekatan itu sendiri.

7. Bhåte bhåtato sa¤jànàti. Bhåte bhåtato sa¤¤atvà bhåte ma¤¤ati bhåtesu ma¤¤ati bhåtato ma¤¤ati bhåte me'ti ma¤¤ati. Bhåte abhinandati. Tam kissa hetu? Apari¤¤àtam 1 tassà'ti vadàmi.(5)
7. “Ia memahami makhluk-makhluk sebagai makhluk-makhluk.  Setelah memahami makhluk-makhluk sebagai makhluk-makhluk, ia membayangkan makhluk-makhluk, ia menganggap [dirinya] dalam makhluk-makhluk, ia menganggap [dirinya terpisah] dari makhluk-makhluk, ia menganggap makhluk-makhluk sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam makhluk-makhluk. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan.

Terlahir sebagai apapun setiap mahluk selalu mengidentifikasi dirinya sebagai mahluk tersebut, timbul persepsi sebagai mahluk-mahluk, ia mulai menikmati dan bergembira sebagai mahluk tersebut, sebagai contoh:
“Ada diceritakan kisah mengenai seorang raja yang sangat memuja dan mencintai permaisurinya. Suatu ketika permaisuri tersebut meninggal, raja tenggelam dalam rasa duka yang mendalam karena cintanya kepada permaisuri yang pintar mengambil hatinya tersebut. Kesedihan mendalam membuat raja menjadi lalai dalam urusan negara, ia melupakan semua urusan negara dan selalu merenung dengan sedihnya di depan peti mati permaisuri.

Kebetulan ada seorang petapa sakti yang mengetahui keadaan raja lalu datang untuk memberi nasehat kepada raja agar jangan terlalu tenggelam pada keadaan yang telah berlalu, untuk kembali mengurusi urusan kenegaraan, ia datang ke raja lalu bertanya kepada raja, apakah ia ingin mengetahui dimanakah permaisuri sekarang terlahir? Raja langsung menyetujui.

Lalu petapa tersebut mengatakan kepada raja bahwa permaisuri telah terlahir sebagai ulat, di kotoran. Dengan kekuatan kesaktiannya sang Petapa membuat raja mampu mendengar percakapan antara ulat penjelmaan permaisuri tersebut yang sedang jatuh cinta dengan ulat lainnya.
Lalu raja bertanya kepada ulat tersebut apakah ia masih ingat kepada raja? Ulat penjelmaan permaisuri tersebut karena ingin mengambil hati pasangan ulatnya lalu mengatakan tidak mengenal, tidak peduli dan tidak mau tahu kepada raja.

Mendengar pernyataan tersebut raja menjadi marah karena mendapatkan perlakuan demikian dari ulat penjelmaan isterinya (karena ia merasa demikian mencintai dan memuja serta selalu setia dengan isterinya). Lalu ia memerintahkan kepada para prajurit untuk menyingkirkan petimati permaisuri yang selama ini selalu berada di istana.

Moral story dari ceritera ini adalah: mahluk yang terlahir kembali kemudian melekat dan mencari berbagai kesenangan sebagai mahluk tersebut dan mempersepsikan dirinya sebagai mahluk yang baru tersebut.

8. Deve devato sa¤jànàti. Deve devato sa¤¤atvà deve ma¤¤ati devesu ma¤¤ati devato ma¤¤ati deve me'ti ma¤¤ati. Deve abhinandati. Tam kissa hetu? Apari¤¤àtam1 tassà'ti vadàmi.(6)
8. “Ia memahami dewa-dewa sebagai dewa-dewa.  Setelah memahami dewa-dewa sebagai dewa-dewa, ia membayangkan dewa-dewa, ia menganggap [dirinya] dalam dewa-dewa, ia menganggap [dirinya terpisah] dari dewa-dewa, ia menganggap dewa-dewa sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam dewa-dewa. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan.

9. Pajàpatim pajàpatito sa¤jànàti. Pajàpatim pajàpatito sa¤¤atvà pajàpatim ma¤¤ati pajàpatismim ma¤¤ati pajàpatito ma¤¤ati pajàpatim me'ti ma¤¤ati. Pajàpatim abhinandati. Tam kissa hetu? Apari¤¤àtam1 tassà'ti vadàmi.(7)
9. “Ia memahami Pajāpati sebagai Pajāpati.  Setelah memahami Pajāpati sebagai Pajāpati, ia membayangkan Pajāpati, ia menganggap [dirinya] dalam Pajāpati, ia menganggap [dirinya terpisah] dari Pajāpati, ia menganggap Pajāpati sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam Pajāpati. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan.

10. Brahmam brahmato sa¤jànàti. Brahmam brahmato sa¤¤atvà brahmam ma¤¤ati. Brahmani2 ma¤¤ati. Brahmato ma¤¤ati. Brahmam me'ti ma¤¤ati. Brahmam abhinandati. Tam kissa hetu? Apari¤¤àtam1 tassà'ti vadàmi.(8)
10. “Ia memahami Brahmā sebagai Brahmā.  Setelah memahami Brahmā sebagai Brahmā, ia membayangkan Brahmā, ia menganggap [dirinya] dalam Brahmā, ia menganggap [dirinya terpisah] dari Brahmā, ia menganggap Brahmā sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam Brahmā. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan.

11. âbhassare àbhassarato sa¤jànàti. âbhassare àbhassarato sa¤¤atvà àbhassare ma¤¤ati àbhassaresu ma¤¤ati àbhassarato ma¤¤ati àbhassare me'ti ma¤¤ati. âbhassare abhinandati. Tam kissa hetu? Apari¤¤àtam1 tassà'ti vadàmi.(9)
11. “Ia memahami para dewa dengan Cahaya Gemerlap sebagai para dewa dengan Cahaya Gemerlap.  Setelah memahami para dewa dengan Cahaya Gemerlap sebagai para dewa dengan Cahaya Gemerlap, ia membayangkan para dewa dengan Cahaya Gemerlap, ia menganggap [dirinya] dalam para dewa dengan Cahaya Gemerlap, ia menganggap [dirinya terpisah] dari para dewa dengan Cahaya Gemerlap, ia menganggap para dewa dengan Cahaya Gemerlap sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam para dewa dengan Cahaya Gemerlap. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan.

12. Subhakiõõe2 subhakiõõato3 sa¤jànàti. Subhakiõõe subhakiõõato sa¤¤atvà subhakiõõe ma¤¤ati subhakiõõesu ma¤¤ati subhakiõõato ma¤¤ati subhakiõõe me'ti ma¤¤ati. Subhakiõõe abhinandati. Tam kissa hetu. Apari¤¤àtam tassà'ti vadàmi.(10)
12. “Ia memahami para dewa dengan Keagungan Gemilang sebagai para dewa dengan Keagungan Gemilang.  Setelah memahami para dewa dengan Keagungan Gemilang sebagai para dewa dengan Keagungan Gemilang, ia membayangkan para dewa dengan Keagungan Gemilang, ia menganggap [dirinya] dalam para dewa dengan Keagungan Gemilang, ia menganggap [dirinya terpisah] dari para dewa dengan Keagungan Gemilang, ia menganggap para dewa dengan Keagungan Gemilang sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam para dewa dengan Keagungan Gemilang. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan.

13. Vehapphale vehapphalato sa¤jànàti. Vehapphale vehapphalato sa¤¤atvà vehapphale ma¤¤ati vehapphalesu ma¤¤ati vehapphalato ma¤¤ati vehapphale me'ti ma¤¤ati. Vehapphale abhinandati. Tam kissa hetu? Apari¤¤àtam tassà'ti vadàmi.(11)
13. “Ia memahami para dewa dengan Buah Besar sebagai para dewa dengan Buah Besar.  Setelah memahami para dewa dengan Buah Besar sebagai para dewa dengan Buah Besar, ia membayangkan para dewa dengan Buah Besar, ia menganggap [dirinya] dalam para dewa dengan Buah Besar, ia menganggap [dirinya terpisah] dari para dewa dengan Buah Besar, ia menganggap para dewa dengan Buah Besar sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam para dewa dengan Buah Besar. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan.

14. Abhibhum abhibhuto4 sa¤jànàti. Abhibhum abhibhuto sa¤¤atvà abhibhum ma¤¤ati abhibhusmim ma¤¤ati abhibhuto ma¤¤ati abhibhum me'ti ma¤¤ati. Abhibhum abhinandati. Tam kissa hetu? Apari¤¤àtam tassà'ti vadàmi.(12)
14. “Ia memahami raja sebagai raja.  Setelah memahami raja sebagai raja, ia membayangkan raja, ia menganggap [dirinya] dalam raja, ia menganggap [dirinya terpisah] dari raja, ia menganggap raja sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam raja. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan.

15. âkàsàna¤càyatanam àkàsàna¤càyatanato sa¤jànàti. âkàsàna¤càyatanam àkàsàna¤càyatanato sa¤¤atvà àkàsàna¤càyatanam ma¤¤ati. âkàsàna¤càyatanasmim ma¤¤ati. âkàsàna¤càyatanato ma¤¤ati. âkàsàna¤càyatanam me'ti ma¤¤ati. âkàsàna¤càyatanam abhinandati. Tam kissa hetu? Apari¤¤àtam tassà'ti vadàmi.(13)
15. “Ia memahami landasan ruang tanpa batas sebagai landasan ruang tanpa batas.  Setelah memahami landasan ruang tanpa batas sebagai landasan ruang tanpa batas,  ia menganggap [dirinya sebagai] landasan ruang tanpa batas, ia menganggap [dirinya] dalam landasan ruang tanpa batas, ia menganggap [dirinya terpisah] dari landasan ruang tanpa batas, ia menganggap landasan ruang tanpa batas sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam landasan ruang tanpa batas. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan.

[berlanjut...]
« Last Edit: 06 January 2011, 01:38:29 AM by fabian c »
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Memahami Mulapariyaya Sutta
« Reply #1 on: 06 January 2011, 01:32:04 AM »
16. Vi¤¤àõa¤càyatanam vi¤¤àõa¤càyatanato sa¤jànàti. Vi¤¤àõa¤càyatanam vi¤¤àõa¤càyatanato sa¤¤atvà [PTS Page 003] [\q 3/] vi¤¤àõa¤càyatanam ma¤¤ati. Vi¤¤àõa¤càyatanasmim ma¤¤ati. Vi¤¤àõa¤càyatanato ma¤¤ati. Vi¤¤àõa¤càyatanam me' ti ma¤¤ati. Vi¤¤àõa¤càyatanam abhinandati. Tam kissa hetu? Apari¤¤àtam tassà'ti vadàmi.(14)
16. “Ia memahami landasan kesadaran tanpa batas sebagai landasan kesadaran tanpa batas. Setelah memahami landasan kesadaran tanpa batas sebagai landasan kesadaran tanpa batas,  [3] ia menganggap [dirinya sebagai] landasan kesadaran tanpa batas, ia menganggap [dirinya] dalam landasan kesadaran tanpa batas, ia menganggap [dirinya terpisah] dari landasan kesadaran tanpa batas, ia menganggap landasan kesadaran tanpa batas sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam landasan kesadaran tanpa batas. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan.

17. âki¤ca¤¤àyatanam àki¤ca¤¤àyatanato sa¤jànàti. âki¤ca¤¤àyatanam àki¤ca¤¤àyatanato sa¤¤atvà àki¤ca¤¤àyatanam ma¤¤ati. âki¤ca¤¤àyatanasmim ma¤¤ati. âki¤ca¤¤àyatanato ma¤¤ati. âki¤ca¤¤àyatanam me'ti ma¤¤ati. âki¤ca¤¤àyatanam abhinandati. Tam kissa hetu? Apari¤¤àtam tassà'ti vadàmi.(15)
17. “Ia memahami landasan kekosongan sebagai landasan kekosongan. Setelah memahami landasan kekosongan sebagai landasan kekosongan, ia menganggap [dirinya sebagai] landasan kekosongan, ia menganggap [dirinya] dalam landasan kekosongan, ia menganggap [dirinya terpisah] dari landasan kekosongan, ia menganggap landasan kekosongan sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam landasan kekosongan. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan.
[/font]

18. Nevasa¤¤ànàsa¤¤àyatanam nevasa¤¤ànàsa¤¤àyatanato sa¤jànàti. Nevasa¤¤ànàsa¤¤àyatanam nevasa¤¤ànàsa¤¤àyatanato sa¤¤atvà nevasa¤¤ànàsa¤¤àyatanam ma¤¤ati. Nevasa¤¤ànàsa¤¤àyatanasmim ma¤¤ati. Nevasa¤¤ànàsa¤¤àyatanato ma¤¤ati. Nevasa¤¤ànàsa¤¤àyatanam me'ti ma¤¤ati. Nevasa¤¤ànàsa¤¤àyatanam abhinandati. Tam kissa hetu? Apari¤¤àtam tassà'ti vadàmi.(16)
18. “Ia memahami landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi sebagai landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi. Setelah memahami landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi sebagai landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi, ia menganggap [dirinya sebagai] landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi, ia menganggap [dirinya] dalam landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi, ia menganggap [dirinya terpisah] dari landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi, ia menganggap landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan.

[/font]
19. Diññham diññhato sa¤jànàti. Diññham diññhato sa¤¤atvà diññham ma¤¤ati. Diññhasmim ma¤¤ati. Diññhato ma¤¤ati. Diññham me'ti ma¤¤ati. Diññham abhinandati. Tam kissa hetu? Apari¤¤àtam tassà'ti vadàmi.(17)
19. “Ia memahami yang terlihat sebagai yang terlihat.  Setelah memahami yang terlihat sebagai yang terlihat, ia menganggap [dirinya sebagai] yang terlihat, ia menganggap [dirinya] dalam yang terlihat, ia menganggap [dirinya terpisah] dari yang terlihat, ia menganggap yang terlihat sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam yang terlihat. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan.

[/font]
20. Sutam sutato sa¤jànàti. Sutam sutato sa¤¤atvà sutam ma¤¤ati. Sutasmim ma¤¤ati. Sutato ma¤¤ati. Sutam me'ti ma¤¤ati. Sutam abhinandati. Tam kissa hetu? Apari¤¤àtam tassà'ti vadàmi.(18)
20. “Ia memahami yang terdengar sebagai yang terdengar. Setelah memahami yang terdengar sebagai yang terdengar, ia menganggap [dirinya sebagai] yang terdengar, ia menganggap [dirinya] dalam yang terdengar, ia menganggap [dirinya terpisah] dari yang terdengar, ia menganggap yang terdengar sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam yang terdengar. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan.

21. Mutam mutato sa¤jànàti. Mutam mutato sa¤¤atvà mutam ma¤¤ati. Mutasmim ma¤¤ati. Mutato ma¤¤ati. Mutam me'ti ma¤¤ati. Mutam abhinandati. Tam kissa hetu? Apari¤¤àtam tassà'ti vadàmi.(19)
21. “Ia memahami yang tercerap sebagai yang tercerap. Setelah memahami yang tercerap sebagai yang tercerap, ia menganggap [dirinya sebagai] yang tercerap, ia menganggap [dirinya] dalam yang tercerap, ia menganggap [dirinya terpisah] dari yang tercerap, ia menganggap yang tercerap sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam yang tercerap. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan.

22. Vi¤¤àtam vi¤¤àtato sa¤jànàti. Vi¤¤àtam vi¤¤àtato sa¤¤atvà vi¤¤àtam ma¤¤ati. Vi¤¤àtasmim ma¤¤ati. Vi¤¤àtato ma¤¤ati. Vi¤¤àtam me'ti ma¤¤ati. Vi¤¤àtam abhinandati. Tam kissa hetu? Apari¤¤àtam tassà'ti vadàmi.(20)
22. “Ia memahami yang dikenali sebagai yang dikenali. Setelah memahami yang dikenali sebagai yang dikenali, ia menganggap [dirinya sebagai] yang dikenali, ia menganggap [dirinya] dalam yang dikenali, ia menganggap [dirinya terpisah] dari yang dikenali, ia menganggap yang dikenali sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam yang dikenali. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan.

23. Ekattam ekattato sa¤jànàti. Ekattam ekattato sa¤¤atvà ekattam ma¤¤ati. Ekattasmim ma¤¤ati. Ekattato ma¤¤ati. Ekattam me'ti ma¤¤ati. Ekattam abhinandati. Tam kissa hetu? Apari¤¤àtam tassà'ti vadàmi.(21)
23. “Ia memahami kesatuan sebagai kesatuan.  Setelah memahami kesatuan sebagai kesatuan, ia menganggap [dirinya sebagai] kesatuan, ia menganggap [dirinya] dalam kesatuan, ia menganggap [dirinya terpisah] dari kesatuan, ia menganggap kesatuan sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam kesatuan. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan.

24. Nànattam nànattato sa¤jànàti. Nànattam nànattato sa¤¤atvà nànattam ma¤¤ati. Nànattasmim ma¤¤ati. Nànattato ma¤¤ati. Nànattam me'ti ma¤¤ati. Nànattam abhinandati. Tam kissa hetu? Apari¤¤àtam tassà'ti vadàmi.(22)
24. “Ia memahami keragaman sebagai keragaman. Setelah memahami keragaman sebagai keragaman, ia menganggap [dirinya sebagai] keragaman, ia menganggap [dirinya] dalam keragaman, ia menganggap [dirinya terpisah] dari keragaman, ia menganggap keragaman sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam keragaman. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan.


25. Sabbam sabbato sa¤jànàti. Sabbam sabbato sa¤¤atvà sabbam ma¤¤ati. Sabbasmim ma¤¤ati. Sabbato ma¤¤ati. Sabbam me'ti ma¤¤ati. Sabbam abhinandati. Tam kissa hetu? Apari¤¤àtam tassà'ti vadàmi (23)
25. “Ia memahami keseluruhan sebagai keseluruhan.  Setelah memahami seluruhnya sebagai seluruhnya, ia menganggap [dirinya sebagai] keseluruhan, [4] ia menganggap [dirinya] dalam keseluruhan, ia menganggap [dirinya terpisah] dari keseluruhan, ia menganggap keseluruhan sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam seluruhnya. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan.


Disini para Puthujana sering bermain dalam persepsi keberadaan (eksistensi), bila ia terlahir sebagai Dewa, Brahma atau mahluk apapun juga maka ia akan beranggapan sebagai itu, karena tak menyelami karakteristik dari setiap keberadaan itu. Apakah karakteristiknya? yaitu anicca, dukkha dan anatta. Setiap mahluk hidup yang berada di 31 alam kehidupan tak terlepas dari ketiga karakteristik ini.

Terlahir sebagai Dewa maka ia akan beranggapan bahwa ia adalah suatu kesatuan Dewa, ia berpikir ia adalah dewa, demikian juga bila terlahir sebagai Brahma dsbnya. Dengan demikian pikirannya selalu "memiliki" walau ia terlahir sebagai mahluk apapun, persepsinya selalu melekat dengan eksistensi dimanapun ia berada.

Mengapa? Menurut Sang Buddha karena ia belum sepenuhnya memahami.

Puthujana mungkin mengetahui mengenai tidak melekat, umumnya diantara mereka yang belajar Dhamma, tapi karena tak ada "pengalaman langsung" maka tetap masuk dalam kategori puthujana, yaitu mereka yang belum sepenuhnya memahami.

26. Nibbànam nibbànato sa¤jànàti. Nibbànam nibbànato sa¤¤atvà nibbànam ma¤¤ati. Nibbànasmim ma¤¤ati. Nibbànato ma¤¤ati. Nibbànam me'ti ma¤¤ati. Nibbànam abhinandati. Tam kissa hetu? Apari¤¤àtam tassà'ti vadàmi.(24)
(Assutavantaputhujjanaha vaseni pañhamakabhåmi 1 paricchedi2)*
26. “Ia memahami Nibbāna sebagai Nibbāna.  Setelah memahami Nibbāna sebagai Nibbāna, ia menganggap [dirinya sebagai] Nibbāna, [4] ia menganggap [dirinya] dalam Nibbāna, ia menganggap [dirinya terpisah] dari Nibbāna, ia menganggap Nibbāna sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam Nibbāna. Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan.


Demikian juga dengan Nibbana, seorang puthujana selalu menganggap bahwa Nibbana adalah sesuatu yang akan ia miliki, ia akan berada dalam Nibbana, atau ia menganggap Nibbana sesuatu yang dialami walaupun terpisah dari dirinya, beranggapan suatu ketika ia akan memiliki Nibbana dsbnya, sehingga ia mencari Nibbana dsbnya, ia hanya mengetahui Nibbana dari teori dan belum pernah mengalami langsung Nibbana jadi Nibbana hanya ada sebagai persepsi baginya.

Bagian selanjutnya tidak diberikan referensi bahasa Palinya karena pengulangan akan membosankan pembaca, selanjutnya akan disingkat, hanya menyertakan inti dan ringkasannya saja. 


SEKHA (SISWA DALAM LATIHAN YANG LEBIH TINGGI)

27. “Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang sedang dalam latihan yang lebih tinggi,  yang batinnya masih belum mencapai tujuan, dan yang masih bercita-cita untuk mencapai keamanan tertinggi dari belenggu, secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah.  Setelah mengetahui tanah sebagai tanah, ia seharusnya tidak menganggap [dirinya sebagai] tanah, ia seharusnya tidak menganggap [dirinya] dalam tanah, ia seharusnya tidak menganggap [dirinya terpisah] dari tanah, ia seharusnya tidak menganggap tanah sebagai ‘milikku,’ ia seharusnya tidak bergembira dalam tanah. Mengapakah? Agar ia dapat memahaminya sepenuhnya, Aku katakan.

Bagian ini dimaksudkan Sekha Puggala atau seorang Ariya yang belum mencapai tingkat kesucian Arahat, oleh karena itu masih perlu berlatih untuk mencapainya.
Disini perhatikan bahwa tata-bahasanya telah berubah, seorang Ariya telah mengetahui karakteristik dari berbagai fenomena, oleh karena itu  Sang Buddha bersabda didahului kata-kata: "Ia seharusnya tidak...."

Mengapa demikian? Seorang Siswa Ariya telah mengetahui sifat dan karakteristik segala fenomena, namun kadang-kadang masih terlibat oleh persepsi bagai Puthujana. Oleh karena itu Sang Buddha mengatakan: "hendaknya..... tidak menganggap dirinya sebagai tanah, tidak menganggap dirinya dalam tanah, tidak menganggap dirinya terpisah dari tanah, dan tidak menganggap tanah sebagai milikku...."
Lebih gamblangnya Sang Buddha menganjurkan agar Siswa Ariya berusaha "melihat segala sesuatu apa adanya."

28-49. “Ia secara langsung mengetahui air sebagai air … Ia secara langsung mengetahui keseluruhan sebagai keseluruhan.

50. “Ia secara langsung mengetahui Nibbāna sebagai Nibbāna. Setelah mengetahui Nibbāna sebagai Nibbāna, ia seharusnya tidak menganggap [dirinya sebagai] Nibbāna, ia seharusnya tidak menganggap [dirinya] dalam Nibbāna, ia seharusnya tidak menganggap [dirinya terpisah] dari Nibbāna, ia seharusnya tidak menganggap Nibbāna sebagai ‘milikku,’ ia seharusnya tidak bergembira dalam Nibbāna. Mengapakah? Agar ia dapat memahaminya sepenuhnya, Aku katakan.


Hal yang sama juga berlaku untuk unsur-unsur lain, mahluk-mahluk lain, bahkan terhadap Nibbana sekalipun... Disini mungkin tujuan Sang Buddha agar para siswa Ariya tidak kesulitan "mengalami" Nibbana.
karena persepsi terhadap Nibbana akan menghalangi pengalaman Nibbana itu sendiri.

(ARAHANT – I)

51. “Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang adalah seorang Arahant dengan noda-noda telah dihancurkan, yang telah menjalani kehidupan suci, telah melakukan apa yang harus dilakukan, telah menurunkan beban, telah mencapai tujuan sesungguhnya, telah menghancurkan belenggu-belenggu penjelmaan, dan sepenuhnya terbebas melalui pengetahuan akhir,  ia juga secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah. Setelah secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, ia tidak menganggap [dirinya sebagai] tanah, ia tidak menganggap [dirinya] dalam tanah, ia tidak menganggap [dirinya terpisah] dari tanah, ia tidak menganggap tanah sebagai ‘milikku,’ ia tidak bergembira dalam tanah. Mengapakah? Karena ia telah memahami sepenuhnya, Aku katakan.
`
52-74. “Ia juga secara langsung mengetahui air sebagai air … Nibbāna sebagai Nibbāna … Mengapakah? Karena ia telah memahami sepenuhnya, Aku katakan.

Pada seorang Arahat batin tidak lagi mempersepsikan, Arahat setiap waktu dan setiap saat "melihat segala sesuatu apa adanya" Inilah kaitan antara kemelekatan dengan persepsi.
Persepsi dapat menimbulkan kemelekatan, demikian juga kemelekatan juga dapat menimbukan persepsi. seseorang yang melihat segala sesuatu apa adanya tidak lagi mempersepsikan segala sesuatu, karena tidak mempersepsikan segala sesuatu maka batinnya tidak melekat.

(ARAHANT – II)

75. “Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang adalah seorang Arahant … sepenuhnya terbebas melalui pengetahuan akhir, [5] secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah. Setelah secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, ia tidak menganggap [dirinya sebagai] tanah, ia tidak menganggap [dirinya] dalam tanah, ia tidak menganggap [dirinya terpisah] dari tanah, ia tidak menganggap tanah sebagai ‘milikku,’ ia tidak bergembira dalam tanah. Mengapakah? Karena ia terbebaskan dari nafsu melalui hancurnya nafsu.

76-98. “Ia juga secara langsung mengetahui air sebagai air … Nibbāna sebagai Nibbāna … Mengapakah? Karena ia terbebaskan dari nafsu melalui hancurnya nafsu.

(ARAHANT – III)

99. “Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang adalah seorang Arahant … sepenuhnya terbebas melalui pengetahuan akhir, secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah. Setelah secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, ia tidak menganggap [dirinya sebagai] tanah, ia tidak menganggap [dirinya] dalam tanah, ia tidak menganggap [dirinya terpisah] dari tanah, ia tidak menganggap tanah sebagai ‘milikku,’ ia tidak bergembira dalam tanah. Mengapakah? Karena ia terbebaskan dari kebencian melalui hancurnya kebencian.

100-122. “Ia juga secara langsung mengetahui air sebagai air … Nibbāna sebagai Nibbāna … Mengapakah? Karena ia terbebaskan dari kebencian melalui hancurnya kebencian.


(ARAHANT – IV)

123. “Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang adalah seorang Arahant … sepenuhnya terbebas melalui pengetahuan akhir, secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah. Setelah secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, ia tidak menganggap [dirinya sebagai] tanah, ia tidak menganggap [dirinya] dalam tanah, ia tidak menganggap [dirinya terpisah] dari tanah, ia tidak menganggap tanah sebagai ‘milikku,’ ia tidak bergembira dalam tanah. Mengapakah? Karena ia terbebaskan dari kebodohan melalui hancurnya kebodohan

124-146. “Ia juga secara langsung mengetahui air sebagai air … Nibbāna sebagai Nibbāna … Mengapakah? Karena ia terbebaskan dari kebodohan melalui hancurnya kebodohan.


Arahat kedua, ketiga dan ke-empat disini sebenarnya keterangan boleh dikatakan sama dengan yang pertama, tetapi hanya penambahan bahwa seorang Arahat telah menghancurkan ketiga akar kejahatan, yaitu Lobha, dosa dan moha yang menjadi akar timbulnya kemelekatan yang mengakibatkan timbulnya persepsi.

(TATHĀGATA – I)

147. “Para bhikkhu, Sang Tathāgata,  yang sempurna dan tercerahkan sepenuhnya, secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah. Setelah secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, Beliau tidak menganggap [dirinya sebagai] tanah, Beliau tidak menganggap [dirinya] dalam tanah, Beliau tidak menganggap [dirinya terpisah] dari tanah, Beliau tidak menganggap tanah sebagai ‘milikku,’ Beliau tidak bergembira dalam tanah. [6] Mengapakah? Karena Beliau telah memahami sepenuhnya hingga akhir, Aku katakan.

148-170. “Beliau secara langsung mengetahui air sebagai air … Nibbāna sebagai Nibbāna … Mengapakah? Karena Beliau telah memahami sepenuhnya hingga akhir, Aku katakan.

(TATHĀGATA – II)

171. “Para bhikkhu, Sang Tathāgata, yang sempurna dan tercerahkan sepenuhnya, secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah. Setelah secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, Beliau tidak menganggap [dirinya sebagai] tanah, Beliau tidak menganggap [dirinya] dalam tanah, Beliau tidak menganggap [dirinya terpisah] dari tanah, Beliau tidak menganggap tanah sebagai ‘milikku,’ Beliau tidak bergembira dalam tanah. Mengapakah? Karena Beliau telah memahami bahwa kegembiraan adalah akar penderitaan, dan bahwa dengan penjelmaan [sebagai kondisi] maka ada kelahiran, dan bahwa dengan apapun yang terlahir itu, maka ada penuaan dan kematian.  Oleh karena itu, para bhikkhu, melalui kehancuran, peluruhan, pelenyapan, penghentian, dan pelepasan keinginan, Sang Tathāgata telah tercerahkan hingga pencerahan sempurna yang tertinggi, Aku katakan.

172-194. “Beliau juga secara langsung mengetahui air sebagai air … Nibbāna sebagai Nibbāna … Mengapakah? Karena Beliau telah memahami bahwa kegembiraan adalah akar penderitaan, dan bahwa dengan penjelmaan [sebagai kondisi] maka ada kelahiran, dan bahwa dengan apapun yang terlahir itu, maka ada penuaan dan kematian. Oleh karena itu, para bhikkhu, melalui kehancuran, peluruhan, pelenyapan, penghentian, dan pelepasan keinginan, Sang Tathāgata telah tercerahkan hingga pencerahan sempurna yang tertinggi, Aku katakan.


Saya rasa disini tidak ada perbedaan yang signifikan antara Tathagata I dan Tathagata II, disini Sang Buddha hanya memberitahukan bahwa seorang Tathagata mengetahui dari berbagai sisi berbagai fenomena yang timbul dan melihat semua efek sebab-akibat dengan sempurna.

(Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Tetapi para bhikkhu itu tidak bergembira mendengar kata-kata Sang Bhagavā.)
Para bhikkhu tak bergembira karena bhikkhu yang hadir belum mencapai kesucian, selain itu Sutta ini dalam dan sulit dimengerti kecuali melalui "pengalaman langsung", oleh karena itu para Bhikkhu tersebut tak bergembira.
« Last Edit: 06 January 2011, 01:57:52 AM by fabian c »
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline JimyTBH

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 120
  • Reputasi: 2
  • antara Suggati N Duggati (
Re: Memahami Mulapariyaya Sutta
« Reply #2 on: 06 January 2011, 07:10:43 AM »
Thx 4 the Sutta
mulapariyaya sutta termasuk kelompok panna atau samadhi atau kedua-duanya yaa?

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Memahami Mulapariyaya Sutta
« Reply #3 on: 06 January 2011, 05:27:39 PM »
Thx 4 the Sutta
mulapariyaya sutta termasuk kelompok panna atau samadhi atau kedua-duanya yaa?

Sama-sama bro... kalau menurut saya Mulapariyaya Sutta termasuk panna. Mengenali akar segala sesuatu termasuk panna.
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline JimyTBH

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 120
  • Reputasi: 2
  • antara Suggati N Duggati (
Re: Memahami Mulapariyaya Sutta
« Reply #4 on: 06 January 2011, 06:08:22 PM »
TQ bro fabian. daN Sutta ini apakah bisa direalisasi atau dipraktekkan ya? Kalau bisa dengan perenungan atau meditasi ya?

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Memahami Mulapariyaya Sutta
« Reply #5 on: 10 January 2011, 05:38:32 PM »
TQ bro fabian. daN Sutta ini apakah bisa direalisasi atau dipraktekkan ya? Kalau bisa dengan perenungan atau meditasi ya?


Bro Jimmy yang baik, Sutta ini bukan panduan praktek, Sutta ini hanyalah rujukan yang menjelaskan Sang Buddha menerangkan kepada para Bhikkhu, perbedaan diantara Puthujana, Ariya, Arahat dan Tathagata dalam menghadapi/menyikapi semua fenomena batin dan jasmani yang timbul.

Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline JimyTBH

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 120
  • Reputasi: 2
  • antara Suggati N Duggati (
Re: Memahami Mulapariyaya Sutta
« Reply #6 on: 10 January 2011, 08:26:55 PM »
bro Fabian yang berkarakter teguh, :P bolehkah saya meminta rujukan Sutta2 yang kira2 terbaik menurut Fabian untk kami sbgai umat buddha praktekkan? TQ.._/\_

Offline JimyTBH

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 120
  • Reputasi: 2
  • antara Suggati N Duggati (
Re: Memahami Mulapariyaya Sutta
« Reply #7 on: 10 January 2011, 08:27:20 PM »
bro Fabian yang berkarakter teguh, :P bolehkah saya meminta rujukan Sutta2 yang kira2 terbaik menurut Fabian untk kami sbgai umat buddha praktekkan? TQ.._/\_

Offline kullatiro

  • Sebelumnya: Daimond
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.155
  • Reputasi: 97
  • Gender: Male
  • Ehmm, Selamat mencapai Nibbana
Re: Memahami Mulapariyaya Sutta
« Reply #8 on: 10 January 2011, 09:33:30 PM »
Quote
Ia memahami landasan bukan persepsi juga bukan "bukan-persepsi" sebagai landasan bukan persepsi juga bukan "bukan-persepsi". Setelah memahami landasan bukan persepsi juga bukan "bukan-persepsi" sebagai landasan bukan persepsi juga bukan "bukan-perseps"i, ia menganggap [dirinya sebagai] landasan bukan persepsi juga bukan "bukan-persepsi", ia menganggap [dirinya] dalam landasan bukan persepsi juga bukan "bukan-persepsi", ia menganggap [dirinya terpisah] dari landasan bukan persepsi juga bukan "bukan-persepsi", ia menganggap landasan bukan persepsi juga bukan "bukan-persepsi" sebagai ‘milikku,’ ia bergembira dalam landasan bukan persepsi juga bukan "bukan-persepsi". Mengapakah? Karena ia belum sepenuhnya memahaminya, Aku katakan.

usul dikasih tanda petik saja biar gampang di mengertinya.

Quote
“Para bhikkhu, seorang bhikkhu yang adalah seorang Arahant dengan noda-noda telah dihancurkan, yang telah menjalani kehidupan suci, telah melakukan apa yang harus dilakukan, telah menurunkan beban, telah mencapai tujuan sesungguhnya, telah menghancurkan belenggu-belenggu penjelmaan, dan sepenuhnya terbebas melalui pengetahuan akhir,  ia juga secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah. Setelah secara langsung mengetahui tanah sebagai tanah, ia tidak menganggap [dirinya sebagai] tanah, ia tidak menganggap  [dirinya] dalam tanah, ia tidak menganggap [dirinya terpisah] dari tanah, ia tidak menganggap  tanah sebagai ‘milikku,’ ia tidak bergembira dalam tanah. Mengapakah? Karena ia telah memahami sepenuhnya, Aku katakan.

yang ini sangat menarik karena lebih sering mendengar frase "kita berasal dari tanah dan akan kembali lagi menjadi tanah"
« Last Edit: 10 January 2011, 09:40:07 PM by daimond »

 

anything