Flood Of Sensuality
Oleh: Ajahn Chah
Kamogha... banjir nafsu: (kita) tenggelam di dalam penglihatan-penglihatan, di dalam suara-suara, di dalam bebauan, di dalam rasa-rasa kecapan, di dalam sentuhan-sentuhan jasmani. (Kita) tenggelam karena kita hanya melihat pada yang di luar, kita tidak melihat ke dalam diri kita. Orang-orang tidak melihat pada diri mereka sendiri, mereka hanya melihat kepada orang-orang lainnya. Mereka dapat melihat setiap orang yang lain tetapi mereka tidak dapat melihat diri mereka sendiri. Sebenarnya hal itu tidaklah sulit dilakukan, hanya saja orang-orang tidak mencobanya dengan sungguh-sungguh.
Sebagai contoh misalnya, melihat kepada seorang wanita cantik. Apa yang terjadi pada diri anda? Begitu anda melihat wajahnya, anda melihat keseluruhannya pula. Apakah demikian? Cobalah lihat ke dalam batin. Apakah sebenarnya yang suka melihat seorang wanita itu? Begitu mata melihat hanya yang sedikit, batin sudah langsung melihat keseluruhan lainnya. Mengapa ia begitu cepat?
Itu karena anda tenggelam di dalam air! Anda sedang tenggelam, anda memikirkannya, mengkhayalkannya, dan melekat kepadanya. Itu mirip seperti menjadi seorang budak... seseorang lainnya yang menguasai diri anda. Ketika mereka menyuruhmu duduk, anda harus duduk, ketika mereka menyuruhmu berjalan, anda harus berjalan... anda tidak dapat membantah mereka karena anda adalah budak mereka. Diperbudak oleh nafsu-nafsu adalah juga sama. Tak peduli bagaimana kerasnya anda berusaha, anda tampaknya tidak dapat melepaskannya. Dan jika anda mengharapkan orang lain untuk melakukannya untuk anda, anda benar-benar masuk ke dalam masalah. Anda harus melepaskannya untuk diri anda sendiri.
Oleh karena itulah Sang Buddha menyerahkan latihan Dhamma, untuk mengatasi penderitaan kepada kita. Nibbana (Nibbana —Keadaan terbebasnya dari semua keadaan yang berkondisi.), contohnya. Sang Buddha telah tercerahkan dengan sepenuhnya, tetapi mengapa Beliau tidak menggambarkan nibbana dengan mendetail? Mengapa Beliau hanya berkata bahwa kita harus berlatih dan menemukan sendiri hal tersebut bagi kita? Mengapa demikian? Tidak haruskah Beliau menjelaskan seperti apa nibbana itu?
"Latihan yang dilakukan oleh Sang Buddha, mengembangkan kesempurnaan-kesempurnaan selama berkalpa-kalpa demi semua makhluk, lalu mengapa Beliau tidak menjelaskan nibbana agar mereka semua dapat melihatnya dan menuju ke sana pula?" Sebagian orang berpikir seperti begini. "Jika Sang Buddha benar-benar mengetahuinya maka Ia akan mengatakannya kepada kita. Mengapa Ia mesti merahasiakan sesuatu?"
Sebenarnya pikiran-pikiran semacam itu adalah salah. Kita tidak dapat melihat Kesunyataan dengan cara itu. Kita harus berlatih, kita harus mengusahakannya sendiri, untuk dapat melihat. Sang Buddha hanya menjelaskan cara untuk mengembangkan kebijaksanaan, hanya itu. Beliau mengatakan bahwa kita sendirilah yang harus berlatih. Siapapun yang mau berlatih, ia akan mencapai tujuan.
Tetapi jalan yang Sang Buddha ajarkan itu berlawanan dengan kebiasaan-kebiasaan kita. Untuk hidup sederhana, untuk mengendalikan diri... kita sesungguhnya tidak menyukai hal-hal ini, sehingga kita berkata, "Tunjukkanlah kepada kami jalan, tunjukkanlah kami jalan ke nibbana, agar orang-orang yang suka gampangnya, seperti kami ini, dapat pergi ke sana juga". Sama pula halnya dengan kebijaksanaan. Sang Buddha tidak dapat menunjukkan kebijaksanaan kepadamu, itu bukanlah sesuatu yang dapat dengan mudah dibawa-bawa. Sang Buddha dapat menunjukkan cara untuk mengembangkan kebijaksanaan, tetapi apakah anda mengembangkannya banyak atau sedikit, itu tergantung pada tiap-tiap individu. Jasa kebaikan dan timbunan kebajikan dari orang-orang adalah berbeda-beda.
Lihat saja pada obyek material, seperti patung-patung singa-kayu di depan aula ini. Orang-orang datang dan melihat pada patung-patung itu dan tampaknya tidak sepakat dengan apa yang dikatakan oleh salah satu orang, "Oh, betapa cantiknya", sementara yang lain berkata, "Oh betapa menyeramkan!" ini adalah satu singa, yang dapat dinilai cantik dan buruk. Contoh ini cukup untuk menjelaskannya.
Oleh karena itu, perealisasian Dhamma kadang-kadang lambat, kadang-kadang cepat. Sang Buddha dan para muridNya, semuanya sama dalam hal berlatih bagi mereka sendiri; tetapi meskipun demikian mereka tetap bergantung kepada guru-guru mereka untuk menasihati mereka dan memberi mereka teknik-teknik dalam berlatih.
Sekarang, bila kita mendengar uraian Dhamma, kita mungkin ingin mendengarnya sampai semua keraguan kita lenyap, tetapi keragu-raguan tersebut tidak pernah dapat tuntas lenyap hanya dari mendengar (Dhamma) saja. Keraguan tidaklah semata-mata dapat diatasi dengan cara mendengar atau berpikir, tetapi kita pertama-tama harus membersihkan batin kita. Untuk membersihkan batin berarti memperbaiki latihan kita. Tak peduli berapa banyak atau berapa lama kita telah mendengar kepada uraian atau khotbah-khotbah guru kita tentang kebenaran, kita tidak dapat mengetahui atau melihat kebenaran tersebut hanya dari mendengar. Jika kita melakukan hal seperti itu, maka itu hanya akan menjadi suatu perkiraan atau terkaan saja.
Namun meskipun hanya dari mendengar kepada Dhamma itu saja tidak menuntun kepada perealisasian, itu tetap bermanfaat. Ada satu kisah pada masa Sang Buddha, di mana seseorang merealisasi Dhamma bahkan merealisasi tingkat tertinggi-Arahat, ketika sedang mendengarkan uraian Dhamma. Tetapi orang-orang seperti itu adalah orang-orang yang telah tinggi perkembangan batinnya, batin mereka telah mengerti akan beberapa penguasaan. Itu sama seperti sebuah bola. Ketika sebuah bola dipompa dengan udara, ia mengembung. Sekarang udara yang ada di dalam bola tersebut saling mendesak untuk keluar, tetapi tidak ada lubang baginya untuk keluar. Begitu ada jarum yang menusuk bola tersebut, udara di dalam bola tersebut keluar dengan cepat.
Sama halnya dengan ini. Batin-batin dari murid-murid yang langsung mencapai pencerahan ketika mendengar kepada Dhamma, adalah sama seperti demikian. Sejauh tidak ada katalisator yang dapat menyebabkan reaksi dari 'tekanan' ini di dalam mereka, itu sama seperti sebuah bola. Batin belum terbebas dikarenakan oleh hal kecil yang menghalangi kebenaran. Begitu mereka mendengar uraian Dhamma dan ia mengenai titik yang tepat, maka kebijaksanaan muncul. Mereka dengan seketika mengerti, dengan seketika dapat melepas, dan merealisasi kebenaran Dhamma. Demikianlah jalannya. Cukup mudah. Sang Batin meluruskan dirinya sendiri. Ia berubah, atau berbelok, dari satu pandangan ke pandangan lainnya. Anda dapat saja mengatakan bahwa itu adalah jauh, atau anda dapat mengatakan itu sangat dekat.
Ini adalah sesuatu yang harus kita lakukan bagi diri kita sendiri. Sang Buddha hanya mampu memberikan teknik-teknik atau cara-cara bagaimana untuk mengembangkan kebijaksanaan, dan demikian juga dengan guru-guru zaman sekarang. Mereka memberikan uraian-uraian/khotbah-khotbah Dhamma, mereka membicarakan tentang kebenaran, tetapi tetap mereka tidak dapat menjadikan kebenaran tersebut menjadi milik kita. Mengapa tidak dapat? Karena ada sebuah 'film' yang mengaburkannya. Anda dapat mengatakan bahwa kita telah tenggelam di dalam banjir. Kamogha —'banjir' nafsu. Bhavogha —'banjir' dumadi.
'Dumadi' (bhava) berarti 'alam kelahiran'. Nafsu-nafsu ragawi lahir pada penglihatan-penglihatan, suara-suara, rasa-rasa kecapan, bebauan, perasaan-perasaan, dan pikiran-pikiran, yang mengindentifikasi diri dengan hal-hal ini. Batin mencengkeram dengan cepat dan ia melekat kepada nafsu-nafsu ragawi tersebut.
http://www.w****a.com/forum/topik-umum/9001-flood-sensuality-oleh-ajahn-chah.html