//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: MAKANAN BAGI KEBODOHAN & KEBIJAKSANAAN - Anguttara Nikaya 10.61 - 62  (Read 5202 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Utphala Dhamma

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 109
  • Reputasi: 16
  • Semoga semua mahluk berbahagia
(X, 61) Para bhikkhu, awal pertama dari kebodohan tidak dapat dilihat dengan jelas.56 Tidaklah dapat dikatakan, "Sebelum hal itu tidak ada kebodohan, dan baru setelah hal itulah kebodohan datang." Meskipun demikian, para bhikkhu, kondisi khusus kebodohan itu terlihat jelas. Kebodohan juga memiliki makanan penopangnya, kunyatakan; dan kebodohan bukannya tanpa makanan penopang.

Dan apakah makanan kebodohan itu? "Lima penghalang/rintangan (5 NIVARANA)" adalah jawabannya.57

(X, 62) Awal pertama dari keserakahan terhadap dumadi, O para bhikkhu, tidak dapat dilihat dengan jelas. Tidak dapat dikatakan, "Sebelum hal itu tidak ada keserakahan terhadap dumadi, dan baru setelah hal itulah keserakahan datang." Meskipun demikian, para bhikkhu, kondisi khusus keserakahan terhadap dumadi itu terlihat jelas. Keserakahan terhadap dumadi juga memiliki makanan penopangnya, kunyatakan; dan keserakahan terhadap dumadi bukannya tanpa makanan penopang. Apakah makanan keserakahan terhadap dumadi itu? "Kebodohan" adalah jawabannya. Tetapi kebodohan juga memiliki makanan penopangnya; kebodohan bukannya tanpa makanan penopang.

Dan apakah makanan kebodohan itu? "Lima penghalang/rintangan (5 NIVARANA)" adalah jawabannya.

Tetapi lima penghalang itu juga memiliki makanan penopangnya, para bhikkhu; mereka bukannya tanpa makanan penopang. (X, 61 & 62)
Dan apakah makanan bagi Lima penghalang itu? "Tiga cara perilaku salah" adalah jawabannya.58

Tiga cara perilaku salah juga memiliki makanan penopangnya; mereka bukannya tanpa makanan penopang.
Dan apakah makanannya? "Kurangnya Pengendalian indera" adalah jawabannya.

Kurangnya pengendalian indera juga memiliki makanan penopangnya; ia bukannya tanpa makanan penopang.
Dan apakah makanannya? "Kurangnya Kewaspadaan dan Pemahaman yang jernih (SATI SAMPAJANNA)" adalah jawabannya.

Kurangnya kewaspadaan dan pemahaman yang jernih juga memiliki makanan penopangnya; ia bukannya tanpa makanan penopang.
Dan apakah makanan bagi kurangnya kewaspadaan dan pemahaman yang jernih? "Perhatian yang tidak benar (AYONISO MANASIKARA)" adalah jawabannya.

Perhatian yang tidak benar juga memiliki makanan penopangnya; ia bukannya tanpa makanan penopang.
Dan apakah makanan bagi Perhatian yang tidak benar? "Kurangnya Keyakinan" adalah jawabannya.

Kurangnya keyakinan juga memiliki makanan penopangnya; ia bukannya tanpa makanan penopang.
Dan apakah makanan bagi kurangnya keyakinan? "Mendengarkan ajaran yang salah" adalah jawabannya.

Mendengarkan ajaran yang salah juga memiliki makanan penopangnya; ia bukannya tanpa makanan penopang.
Dan apakah makanan bagi mendengarkan ajaran yang salah? "Berhubungan dengan orang-orang yang tidak baik" adalah jawabannya.

Oleh sebab itu, ketika hubungan dengan orang-orang yang tidak baik terjadi, mendengarkan ajaran yang salah pun terjadi.59 Ketika mendengarkan ajaran yang salah terjadi, kurangnya keyakinan pun terjadi. Ketika kurangnya keyakinan terjadi, perhatian yang tidak benar pun terjadi. Ketika perhatian yang tidak benar terjadi, kurangnya kewaspadaan dan perhatian yang jernih pun terjadi. Ketika kurangnya kewaspadaan dan perhatian yang jernih terjadi, kurangnya pengendalian indera pun terjadi. Ketika kurangnya pengendalian indera terjadi, tiga cara perilaku salah pun terjadi. Ketika tiga cara perilaku salah terjadi, lima penghalang pun terjadi. Ketika lima penghalang terjadi, kebodohan pun terjadi (X, 62 menambahkan: Ketika kebodohan terjadi, keserakahan terhadap dumadi pun terjadi). Itulah makanan bagi kebodohan (X, 62: bagi keserakahan terhadap dumadi), dan demikianlah kebodohan terjadi.

Sama seperti ketika hujan lebat turun di atas gunung dan langit bergemuruh, sehingga air yang meluap ke bawah akan mengisi celah, jurang, dan retakan di gunung-gunung, dan ketika semuanya sudah penuh, air akan mengisi kolam-kolam kecil; kolam-kolam kecil yang penuh itu akan mengisi danau-danau; danau-danau yang penuh itu akan mengisi sungai-sungai kecil; sungai-sungai kecil yang penuh itu akan mengisi sungai-sungai besar; sungai-sungai besar yang penuh itu akin mengisi samudera yang luas. Itulah makanan bagi samudera yang luas dan demikianlah samudera menjadi penuh.

Dengan cara yang sama, para bhikkhu, ketika hubungan dengan orang-orang yang tidak baik terjadi, mendengarkan ajaran yang salah pun terjadi ... ketika lima penghalang terjadi, kebodohan (dan keserakahan terhadap dumadi) pun terjadi. Itulah makanan bagi kebodohan (dan keserakahan terhadap dumadi), dan demikianlah kebodohan terjadi.

Pembebasan oleh pengetahuan tertinggi, O para bhikkhu, juga memiliki makanan penopangnya, kunyatakan; ia bukannya tanpa makanan penopang.
Dan apakah makanan bagi Pembebasan oleh Pengetahuan tertinggi? "Tujuh Faktor Pencerahan" adalah jawabannya.

Tujuh faktor pencerahan juga memiliki makanan penopangnya, kunyatakan; ia bukannya tanpa makanan penopang.
Dan apakah makanan bagi Tujuh Faktor Pencerahan? "Empat Landasan Kewaspadaan (4 SATIPATTHANA)" adalah jawabannya.

Empat landasan kewaspadaan juga memiliki makanan penopangnya; mereka bukannya tanpa makanan penopang.
Dan apakah makanan bagi Empat Landasan Kewaspadaan? "Tiga cara perilaku benar" adalah jawabannya.

Tiga cara perilaku benar juga memiliki makanan penopangnya; mereka bukannya tanpa makanan penopang.
Dan apakah makanan bagi Tiga cara perilaku benar? "Pengendalian indera" adalah jawabannya.

Pengendalian indera juga memiliki makanan penopangnya; ia bukannya tanpa makanan penopang.
Dan apakah makanan bagi Pengendalian indera? "Kewaspadaan dan Pemahaman yang jernih" adalah jawabannya.

Kewaspadaan dan pemahaman yang jernih juga memiliki makanan penopangnya; mereka bukannya tanpa makanan penopang.
Dan apakah makanan bagi kewaspadaan dan pemahaman yang jernih? "Perhatian yang benar/terarah dengan bijaksana (YONISO MANASIKARA)" adalah jawabannya.

Perhatian yang benar juga memiliki makanan penopangnya; ia bukannya tanpa makanan penopang.
Dan apakah makanan bagi Perhatian yang Benar? "Keyakinan" adalah jawabannya.

Keyakinan juga memiliki makanan penopangnya; ia bukannya tanpa makanan penopang.
Dan apakah makanan bagi keyakinan? "Mendengarkan Dhamma sejati" adalah jawabannya.

Mendengarkan Dhamma sejati juga memiliki makanan penopangnya; ia bukannya tanpa makanan penopang.
Dan apakah makanan bagi mendengarkan Dhamma sejati? "Berhubungan dengan orang-orang Mulia" adalah jawabannya.

Oleh sebab itu, ketika hubungan dengan orang-orang yang mulia terjadi, mendengarkan Dhamma sejati pun terjadi ... Ketika tujuh faktor pencerahan terjadi, pembebasan oleh pengetahuan tertinggi pun terjadi. Itulah makanan bagi pembebasan oleh pengetahuan tertinggi, dan demikianlah pembebasan oleh pengetahuan tertinggi terjadi.

Sama seperti ketika hujan turun di atas gunung dan langit bergemuruh, sehingga air yang meluap ke bawah akan mengisi celah, jurang, dan retakan di gunung-gunung, dan ketika semuanya sudah penuh, air akan mengisi kolam-kolam kecil; kolam-kolam kecil yang penuh itu akan mengisi danau-danau, danau-danau yang penuh itu akan mengisi sungai-sungai kecil; sungai-sungai kecil yang penuh itu akan mengisi sungai-sungai besar; sungai-sungai besar yang penuh itu akan mengisi samudera yang luas. Itulah makanan bagi samudera yang luas, dan demikianlah samudera menjadi penuh.

Dengan cara yang sama, para bhikkhu, ketika hubungan dengan orang-orang yang mulia terjadi, mendengarkan Dhamma sejati pun terjadi. Ketika mendengarkan Dhamma sejati terjadi, keyakinan pun terjadi. Ketika keyakinan terjadi perhatian yang benar pun terjadi. Ketika perhatian yang benar terjadi, kewaspadaan dan pemahaman yang jernih pun terjadi. Ketika kewaspadaan dan pemahaman yang jernih terjadi, pengendalian indera pun terjadi. Ketika pengendalian indera terjadi, tiga cara perilaku yang baik pun terjadi. Ketika tiga cara perilaku yang baik terjadi, empat landasan kewaspadaan pun terjadi. Ketika empat landasan kewaspadaan terjadi, tujuh faktor pencerahan pun terjadi. Ketika tujuh faktor pencerahan terjadi, pembebasan oleh pengetahuan tertinggi pun terjadi. Itulah makanan bagi pembebasan oleh pengetahuan tertinggi, dan demikianlah pembebasan oleh pengetahuan tertinggi terjadi.


CATATAN:

56 Kebodohan (avijja) adalah mata rantai pertama di dalam rantai asal mula yang saling bergantungan. Dengan menunjukkan bahwa kebodohan itu sendiri terkondisi, teks kami mengesampingkan konsep yang salah bahwa kebodohan adalah Penyebab Pertama yang metafisik; demikian juga tentang nafsu keinginan, yang menurut Kebenaran Mulia kedua, merupakan asal mula penderitaan, yang juga bukan merupakan penyebab yang tanpa sebab. Demikianlah pernyataan-pernyataan serupa tentang kebodohan dibuat tentang nafsu keinginan di alinea berikutnya. Kebodohan dan nafsu keinginan, walaupun merupakan kondisi akar yang sangat kuat bagi samsara, tetap saja merupakan fenomena terkondisi sehingga dapat dihapus; tanpa itu, pembebasan tidak akan mungkin. Lihat Vism XVII, 36-39.

 
LIMA PENGHALANG (5 Nivarana), yaitu:
1.   LOBHAMULA CITTA :
-   Nafsu keinginan/keserakahan (kāmacchanda)

2.   DOSAMULA CITTA :
-   Kebencian / Ketidaksukaan termasuk kemarahan (byāpāda, vyāpāda)

3.   MOHAMULA CITTA :
-   Kegelisahan & Rasa sesal (uddhacca-kukkucca)
-   Keragu-raguan/Kebingungan (vicikicchā)

4.   THIDUKA CETASIKA :
-   Kemalasan & Kelambanan batin (thīna-middha)

58 Perilaku yang salah lewat perbuatan, ucapan dan pikiran.

59 Harfiah: "Ketika hubungan dengan orang-orang yang tidak baik menjadi penuh, hubungan ini akan mengalir pada mendengarkan ajaran-ajaran yang salah." Demikian juga di alinea berikutnya. Ekspresi "menjadi penuh" berhubungan dengan perumpamaan di alinea berikutnya.

http://www.samaggi-phala.or.id/tipitaka_dtl.php?cont_id=745





Anguttara Nikaya 10.01:  MANFAAT-MANFAAT PERILAKU BERMORAL

Pada suatu ketika Yang Terberkahi berdiam di Savatthi di Hutan Jeta di Vihara Anathapindika. Pada waktu itu Y.M. Ananda menghampiri Yang Terberkahi, memberi hormat kepada Beliau dan bertanya:1

"Bhante, apakah manfaat perilaku bermoral, dan apakah perolehannya?"
"Tidak adanya penyesalan, Ananda, adalah manfaat dan perolehan perilaku bermoral."

"Dan, Bhante, apakah manfaat dan perolehan dari tidak adanya penyesalan?"
"Kegembiraan, Ananda."

"Dan, Bhante, apakah manfaat dan perolehan dari kegembiraan?"
"Sukacita."

"Dan, Bhante, apakah manfaat dan perolehan dari sukacita?"
"Ketenangan."

"Dan, Bhante, apakah manfaat dan perolehan dari ketenangan?"
"Kebahagiaan."

"Dan, Bhante, apakah manfaat dan perolehan dari kebahagiaan?"
"Konsentrasi pikiran."

"Dan, Bhante, apakah manfaat dan perolehan dari konsentrasi?"
"Pengetahuan dan pandangan akan hal-hal seperti apa adanya."

"Dan, Bhante, apakah manfaat dan perolehan dari pengetahuan dan pandangan akan hal-hal seperti apa adanya?"
"Rasa muak dan hilangnya nafsu (hilangnya keterpesonaan dan ketertarikan)."

"Dan, Bhante, apakah manfaat dan perolehan dari rasa muak dan hilangnya nafsu?"
"Pengetahuan dan pandangan bahwa pembebasan telah tercapai."

"Demikianlah, Ananda, perilaku bermoral memberikan tidak adanya penyesalan sebagai manfaat dan perolehannya; tdak adanya penyesalan memberikan kegembiraan sebagai manfaat dan perolehannya; kegembiraan memberikan sukacita sebagai manfaat dan perolehannya; sukacita memberikan ketenangan sebagai manfaat dan perolehannya; ketenangan memberikan kebahagiaan sebagai manfaat dan perolehannya; kebahagiaan memberikan konsentrasi sebagai manfaat dan perolehannya; konsentrasi memberikan pengetahuan dan pandangan akan hal-hal seperti apa adanya sebagai manfaat dan perolehannya; pengetahuan dan pandangan akan hal-hal seperti apa adanya memberikan rasa muak dan hilangnya nafsu sebagai manfaat dan perolehannya; rasa muak dan hilangnya nafsu memberikan pengetahuan dan pandangan bahwa pembebasan telah tercapai sebagai manfaat dan perolehannya. Dengan demikian Ananda, perilaku bermoral membawa kita selangkah demi selangkah menuju yang tertinggi."
(X, 1)

--------------------------------------

Anguttara Nikaya 10.06:  KEABSAHAN KEMAJUAN

Bagi orang yang bermoral dan memiliki kemoralan, tidak perlu ada tindakan dengan keinginan: "Semoga tidak ada penyesalan yang muncul di dalam diriku." Sudah merupakan hukum alam, para bhikkhu, bahwa tidak akan ada penyesalan yang muncul di dalam diri orang yang bermoral.

Bagi orang yang bebas dari penyesalan, tidak perlu ada tindakan dengan keinginan: "Semoga kegembiraan muncul di dalam diriku!" Sudah merupakan hukum alam bahwa kegembiraan akan muncul di dalam diri orang yang bebas dari penyesalan.

Bagi orang yang gembira di dalam hati, tidak perlu ada tindakan dengan keinginan: "Semoga sukacita muncul di dalam diriku!" Sudah merupakan hukum alam bahwa sukacita akan muncul di dalam diri orang yang gembira di dalam hati.

Bagi orang yang bersukacita, tidak perlu ada tindakan dengan keinginan: "Semoga tubuhku tenang!" Sudah merupakan hukum alam bahwa tubuh akan tenang bila orang bersukacita.

Bagi orang yang tubuhnya tenang, tidak perlu ada tindakan dengan keinginan: "Semoga aku merasakan kebahagiaan!" Sudah merupakan hukum alam bahwa orang yang tenang akan merasakan kebahagiaan.

Bagi orang yang bahagia, tidak perlu ada tindakan dengan keinginan: "Semoga pikiranku terkonsentrasi!" Sudah merupakan hukum alam bagi orang yang bahagia bahwa pikirannya akan terkonsentrasi.

Bagi orang yang memiliki konsentrasi, tidak perlu ada tindakan dengan keinginan: "Semoga aku mengetahui dan melihat hal-hal seperti apa adanya!" Sudah merupakan hukum alam bagi orang yang pikirannya terkonsentrasi untuk mengetahui dan melihat hal-hal seperti apa adanya.

Bagi orang yang mengetahui dan melihat hal-hal seperti apa adanya, tidak perlu ada tindakan dengan keinginan: "Semoga aku mengalami rasa muak dan hilangnya nafsu!" Sudah merupakan hukum alam bagi orang yang mengetahui dan melihat hal-hal seperti apa adanya untuk mengalami rasa muak dan hilangnya nafsu.

Bagi orang yang mengalami rasa muak dan hilangnya nafsu, tidak perlu ada tindakan dengan keinginan: "Semoga aku merealisasikan pengetahuan dan pandangan akan pembebasan!" Sudah merupakan hukum alam bagi orang yang mengalami rasa muak dan hilangnya nafsu untuk merealisasikan pengetahuan dan pandangan akan pembebasan.

Demikianlah, para bhikkhu, rasa muak dan hilangnya nafsu memberikan pengetahuan dan pandangan akan pembebasan sebagai manfaat dan perolehannya ... (berlanjut sama seperti bagian atas, kembali ke) ... perilaku bermoral memberikan tidak adanya penyesalan sebagai manfaat dan perolehannya.

Demikianlah, para bhikkhu, kualitas-kualitas sebelumnya mengalir ke dalam kualitas-kualitas berikutnya; kualitas-kualitas berikutnya membawa kualitas-kualitas sebelumnya menuju kesempurnaan, untuk pergi dari pantai sebelah sini ke pantai seberang.2
(X, 6)

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: MAKANAN BAGI KEBODOHAN & KEBIJAKSANAAN - Anguttara Nikaya 10.61 - 62
« Reply #1 on: 08 November 2010, 01:00:04 AM »
 _/\_ dhamma yang indah..
dumadi itu apa ya bro utphala?
lalu apa beda kegembiraan dan sukacita?  :)
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline bawel

  • Sebelumnya: Comel
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.755
  • Reputasi: 71
  • Gender: Male
  • namanya juga bawel ;D
Re: MAKANAN BAGI KEBODOHAN & KEBIJAKSANAAN - Anguttara Nikaya 10.61 - 62
« Reply #2 on: 08 November 2010, 09:47:43 PM »
dumadi itu adalah alam kehidupan / "proses menjadi" / bhava / kehidupan / perwujudan / menjelma ;D.
bhava pada hukum sebab akibat yang saling bergantungan ;D.
mudah-mudahan betul kalo salah tolong dibetulin ;D.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: MAKANAN BAGI KEBODOHAN & KEBIJAKSANAAN - Anguttara Nikaya 10.61 - 62
« Reply #3 on: 08 November 2010, 10:01:43 PM »
dumadi itu adalah alam kehidupan / "proses menjadi" / bhava / kehidupan / perwujudan / menjelma ;D.
bhava pada hukum sebab akibat yang saling bergantungan ;D.
mudah-mudahan betul kalo salah tolong dibetulin ;D.

dari bahasa apa ya? gak terdaftar di KBBI

Offline bawel

  • Sebelumnya: Comel
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.755
  • Reputasi: 71
  • Gender: Male
  • namanya juga bawel ;D
Re: MAKANAN BAGI KEBODOHAN & KEBIJAKSANAAN - Anguttara Nikaya 10.61 - 62
« Reply #4 on: 08 November 2010, 10:18:41 PM »
dari bahasa apa ya? gak terdaftar di KBBI

mungkin bahasa jawa? ;D

saya, ketemu dumadi di 2 artikel, 1 diartikan sebagai alam kehidupan (bhava), 1 lagi di saya ketemu di artikel sebab akibat yang saling bergantungan ;D.

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: MAKANAN BAGI KEBODOHAN & KEBIJAKSANAAN - Anguttara Nikaya 10.61 - 62
« Reply #5 on: 08 November 2010, 11:01:43 PM »
[...]
(X, 62) Awal pertama dari keserakahan terhadap dumadi, O para bhikkhu, tidak dapat dilihat dengan jelas. Tidak dapat dikatakan, "Sebelum hal itu tidak ada keserakahan terhadap dumadi, dan baru setelah hal itulah keserakahan datang." Meskipun demikian, para bhikkhu, kondisi khusus keserakahan terhadap dumadi itu terlihat jelas. Keserakahan terhadap dumadi juga memiliki makanan penopangnya, kunyatakan; dan keserakahan terhadap dumadi bukannya tanpa makanan penopang. Apakah makanan keserakahan terhadap dumadi itu? "Kebodohan" adalah jawabannya. Tetapi kebodohan juga memiliki makanan penopangnya; kebodohan bukannya tanpa makanan penopang.

dumadi itu adalah alam kehidupan / "proses menjadi" / bhava / kehidupan / perwujudan / menjelma ;D.
bhava pada hukum sebab akibat yang saling bergantungan ;D.
mudah-mudahan betul kalo salah tolong dibetulin ;D.

Awal pertama dari keserakahan terhadap proses menjadi...
mungkin begitu ya??
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline bawel

  • Sebelumnya: Comel
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.755
  • Reputasi: 71
  • Gender: Male
  • namanya juga bawel ;D
Re: MAKANAN BAGI KEBODOHAN & KEBIJAKSANAAN - Anguttara Nikaya 10.61 - 62
« Reply #6 on: 08 November 2010, 11:57:37 PM »
Awal pertama dari keserakahan terhadap proses menjadi...
mungkin begitu ya??

proses menjadi itu mungkin maksudnya proses dari lahir hingga kematian ;D.

itu saya ambil dari kitab udana saya cocok-cocokan sama buku keyakinan umat buddha, satu lagi dari artikel ajahn chah ;D.

saya kutipkan yah ;D.

Spoiler: ShowHide

http://www.w****a.com/forum/kumpulan-sutra-vinaya-buddhist/8282-udana-bab-i-bodhi-vagga.html
BAB I : BODHI VAGGA


"Menggambarkan kejadian-kejadian tertentu setelah pencapaian Penerangan Sempurna oleh Sang Buddha,
termasuk khotbah termasyhur kepada Bahiya yang menekankan kehidupan pada waktu sekarang."


1.1 POHON BODHI(1)

Demikianlah yang saya dengar. Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang berada di hutan Uruvela, di tepi sungai Neranjara, di bawah pohon Bodhi, baru saja Sang Bhagava mencapai Penerangan Sempurna.

Pada saat itu Sang Bhagava duduk bermeditasi selama tujuh hari sedang menikmati kebahagian dari Kebebasan. Kemudian pada akhir hari ketujuh itu, Sang Bhagava berhenti bermeditasi, dengan pandangan-Nya yang terang pada pengamatan malam permulaan, Sang Bhagava memperhatikan sebab musabab yang saling bergantungan dalam urutan maju; demikian [1]

"Ini ada, itu ada; karena munculnya ini maka muncullah itu.

Yaitu: dengan adanya ketidaktahuan sebagai kondisi, bentuk-bentuk pemikiran/kehendak muncul;
dengan adanya bentuk-bentuk pemikiran/kehendak sebagai kondisi, kesadaran muncul;
dengan adanya kesadaran sebagai kondisi, batin dan jasmani muncul;
dengan adanya batin dan jasmani sebagai kondisi, enam landasan indria sebagai kondisi, kontak terjadi,
dengan adanya kontak sebagai kondisi, perasaan muncul;
dengan adanya perasaan sebagai kondisi, nafsu keinginan muncul;
dengan adanya nafsu keinginan sebagai kondisi, kemelekatan muncul;
dengan adanya kemelekatan sebagai kondisi, dumadi muncul;
dengan adanya dumadi sebagai kondisi, kelahiran muncul;
dengan adanya kelahiran sebagai kondisi, kelahiran muncul;
dengan adanya kelahiran sebagai kondisi, umur tua dan kematian, duka cita, keluh kesah, rasa sakit, kesedihan dan keputusasaan muncul.
Inilah asal mula dari seluruh rangkaian penderitaan".

Kemudian karena menyadari pentingnya hal itu, Sang Bhagava pada saat itu mengungkapkan kotbah inspirasi ini:

Jika Kebenaran [2] menjadi jelas
bagi Brahmana yang bermeditasi dengan giat, [3]
maka semua keraguan lenyap karena ia mengerti
bagaimana tiap faktor yang muncul ada penyebabnya.


Spoiler: ShowHide
Flood Of Sensuality

Oleh: Ajahn Chah

Kamogha... banjir nafsu: (kita) tenggelam di dalam penglihatan-penglihatan, di dalam suara-suara, di dalam bebauan, di dalam rasa-rasa kecapan, di dalam sentuhan-sentuhan jasmani. (Kita) tenggelam karena kita hanya melihat pada yang di luar, kita tidak melihat ke dalam diri kita. Orang-orang tidak melihat pada diri mereka sendiri, mereka hanya melihat kepada orang-orang lainnya. Mereka dapat melihat setiap orang yang lain tetapi mereka tidak dapat melihat diri mereka sendiri. Sebenarnya hal itu tidaklah sulit dilakukan, hanya saja orang-orang tidak mencobanya dengan sungguh-sungguh.

Sebagai contoh misalnya, melihat kepada seorang wanita cantik. Apa yang terjadi pada diri anda? Begitu anda melihat wajahnya, anda melihat keseluruhannya pula. Apakah demikian? Cobalah lihat ke dalam batin. Apakah sebenarnya yang suka melihat seorang wanita itu? Begitu mata melihat hanya yang sedikit, batin sudah langsung melihat keseluruhan lainnya. Mengapa ia begitu cepat?

Itu karena anda tenggelam di dalam air! Anda sedang tenggelam, anda memikirkannya, mengkhayalkannya, dan melekat kepadanya. Itu mirip seperti menjadi seorang budak... seseorang lainnya yang menguasai diri anda. Ketika mereka menyuruhmu duduk, anda harus duduk, ketika mereka menyuruhmu berjalan, anda harus berjalan... anda tidak dapat membantah mereka karena anda adalah budak mereka. Diperbudak oleh nafsu-nafsu adalah juga sama. Tak peduli bagaimana kerasnya anda berusaha, anda tampaknya tidak dapat melepaskannya. Dan jika anda mengharapkan orang lain untuk melakukannya untuk anda, anda benar-benar masuk ke dalam masalah. Anda harus melepaskannya untuk diri anda sendiri.

Oleh karena itulah Sang Buddha menyerahkan latihan Dhamma, untuk mengatasi penderitaan kepada kita. Nibbana (Nibbana —Keadaan terbebasnya dari semua keadaan yang berkondisi.), contohnya. Sang Buddha telah tercerahkan dengan sepenuhnya, tetapi mengapa Beliau tidak menggambarkan nibbana dengan mendetail? Mengapa Beliau hanya berkata bahwa kita harus berlatih dan menemukan sendiri hal tersebut bagi kita? Mengapa demikian? Tidak haruskah Beliau menjelaskan seperti apa nibbana itu?

"Latihan yang dilakukan oleh Sang Buddha, mengembangkan kesempurnaan-kesempurnaan selama berkalpa-kalpa demi semua makhluk, lalu mengapa Beliau tidak menjelaskan nibbana agar mereka semua dapat melihatnya dan menuju ke sana pula?" Sebagian orang berpikir seperti begini. "Jika Sang Buddha benar-benar mengetahuinya maka Ia akan mengatakannya kepada kita. Mengapa Ia mesti merahasiakan sesuatu?"

Sebenarnya pikiran-pikiran semacam itu adalah salah. Kita tidak dapat melihat Kesunyataan dengan cara itu. Kita harus berlatih, kita harus mengusahakannya sendiri, untuk dapat melihat. Sang Buddha hanya menjelaskan cara untuk mengembangkan kebijaksanaan, hanya itu. Beliau mengatakan bahwa kita sendirilah yang harus berlatih. Siapapun yang mau berlatih, ia akan mencapai tujuan.

Tetapi jalan yang Sang Buddha ajarkan itu berlawanan dengan kebiasaan-kebiasaan kita. Untuk hidup sederhana, untuk mengendalikan diri... kita sesungguhnya tidak menyukai hal-hal ini, sehingga kita berkata, "Tunjukkanlah kepada kami jalan, tunjukkanlah kami jalan ke nibbana, agar orang-orang yang suka gampangnya, seperti kami ini, dapat pergi ke sana juga". Sama pula halnya dengan kebijaksanaan. Sang Buddha tidak dapat menunjukkan kebijaksanaan kepadamu, itu bukanlah sesuatu yang dapat dengan mudah dibawa-bawa. Sang Buddha dapat menunjukkan cara untuk mengembangkan kebijaksanaan, tetapi apakah anda mengembangkannya banyak atau sedikit, itu tergantung pada tiap-tiap individu. Jasa kebaikan dan timbunan kebajikan dari orang-orang adalah berbeda-beda.

Lihat saja pada obyek material, seperti patung-patung singa-kayu di depan aula ini. Orang-orang datang dan melihat pada patung-patung itu dan tampaknya tidak sepakat dengan apa yang dikatakan oleh salah satu orang, "Oh, betapa cantiknya", sementara yang lain berkata, "Oh betapa menyeramkan!" ini adalah satu singa, yang dapat dinilai cantik dan buruk. Contoh ini cukup untuk menjelaskannya.

Oleh karena itu, perealisasian Dhamma kadang-kadang lambat, kadang-kadang cepat. Sang Buddha dan para muridNya, semuanya sama dalam hal berlatih bagi mereka sendiri; tetapi meskipun demikian mereka tetap bergantung kepada guru-guru mereka untuk menasihati mereka dan memberi mereka teknik-teknik dalam berlatih.

Sekarang, bila kita mendengar uraian Dhamma, kita mungkin ingin mendengarnya sampai semua keraguan kita lenyap, tetapi keragu-raguan tersebut tidak pernah dapat tuntas lenyap hanya dari mendengar (Dhamma) saja. Keraguan tidaklah semata-mata dapat diatasi dengan cara mendengar atau berpikir, tetapi kita pertama-tama harus membersihkan batin kita. Untuk membersihkan batin berarti memperbaiki latihan kita. Tak peduli berapa banyak atau berapa lama kita telah mendengar kepada uraian atau khotbah-khotbah guru kita tentang kebenaran, kita tidak dapat mengetahui atau melihat kebenaran tersebut hanya dari mendengar. Jika kita melakukan hal seperti itu, maka itu hanya akan menjadi suatu perkiraan atau terkaan saja.

Namun meskipun hanya dari mendengar kepada Dhamma itu saja tidak menuntun kepada perealisasian, itu tetap bermanfaat. Ada satu kisah pada masa Sang Buddha, di mana seseorang merealisasi Dhamma bahkan merealisasi tingkat tertinggi-Arahat, ketika sedang mendengarkan uraian Dhamma. Tetapi orang-orang seperti itu adalah orang-orang yang telah tinggi perkembangan batinnya, batin mereka telah mengerti akan beberapa penguasaan. Itu sama seperti sebuah bola. Ketika sebuah bola dipompa dengan udara, ia mengembung. Sekarang udara yang ada di dalam bola tersebut saling mendesak untuk keluar, tetapi tidak ada lubang baginya untuk keluar. Begitu ada jarum yang menusuk bola tersebut, udara di dalam bola tersebut keluar dengan cepat.

Sama halnya dengan ini. Batin-batin dari murid-murid yang langsung mencapai pencerahan ketika mendengar kepada Dhamma, adalah sama seperti demikian. Sejauh tidak ada katalisator yang dapat menyebabkan reaksi dari 'tekanan' ini di dalam mereka, itu sama seperti sebuah bola. Batin belum terbebas dikarenakan oleh hal kecil yang menghalangi kebenaran. Begitu mereka mendengar uraian Dhamma dan ia mengenai titik yang tepat, maka kebijaksanaan muncul. Mereka dengan seketika mengerti, dengan seketika dapat melepas, dan merealisasi kebenaran Dhamma. Demikianlah jalannya. Cukup mudah. Sang Batin meluruskan dirinya sendiri. Ia berubah, atau berbelok, dari satu pandangan ke pandangan lainnya. Anda dapat saja mengatakan bahwa itu adalah jauh, atau anda dapat mengatakan itu sangat dekat.

Ini adalah sesuatu yang harus kita lakukan bagi diri kita sendiri. Sang Buddha hanya mampu memberikan teknik-teknik atau cara-cara bagaimana untuk mengembangkan kebijaksanaan, dan demikian juga dengan guru-guru zaman sekarang. Mereka memberikan uraian-uraian/khotbah-khotbah Dhamma, mereka membicarakan tentang kebenaran, tetapi tetap mereka tidak dapat menjadikan kebenaran tersebut menjadi milik kita. Mengapa tidak dapat? Karena ada sebuah 'film' yang mengaburkannya. Anda dapat mengatakan bahwa kita telah tenggelam di dalam banjir. Kamogha —'banjir' nafsu. Bhavogha —'banjir' dumadi.

'Dumadi' (bhava) berarti 'alam kelahiran'. Nafsu-nafsu ragawi lahir pada penglihatan-penglihatan, suara-suara, rasa-rasa kecapan, bebauan, perasaan-perasaan, dan pikiran-pikiran, yang mengindentifikasi diri dengan hal-hal ini. Batin mencengkeram dengan cepat dan ia melekat kepada nafsu-nafsu ragawi tersebut.

http://www.w****a.com/forum/topik-umum/9001-flood-sensuality-oleh-ajahn-chah.html

Offline hemayanti

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.477
  • Reputasi: 186
  • Gender: Female
  • Appamadena Sampadetha
Re: MAKANAN BAGI KEBODOHAN & KEBIJAKSANAAN - Anguttara Nikaya 10.61 - 62
« Reply #7 on: 09 November 2010, 12:37:30 AM »
proses menjadi itu mungkin maksudnya proses dari lahir hingga kematian ;D.

itu saya ambil dari kitab udana saya cocok-cocokan sama buku keyakinan umat buddha, satu lagi dari artikel ajahn chah ;D.

saya kutipkan yah ;D.

Spoiler: ShowHide

http://www.w****a.com/forum/kumpulan-sutra-vinaya-buddhist/8282-udana-bab-i-bodhi-vagga.html
BAB I : BODHI VAGGA


"Menggambarkan kejadian-kejadian tertentu setelah pencapaian Penerangan Sempurna oleh Sang Buddha,
termasuk khotbah termasyhur kepada Bahiya yang menekankan kehidupan pada waktu sekarang."


1.1 POHON BODHI(1)

Demikianlah yang saya dengar. Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang berada di hutan Uruvela, di tepi sungai Neranjara, di bawah pohon Bodhi, baru saja Sang Bhagava mencapai Penerangan Sempurna.

Pada saat itu Sang Bhagava duduk bermeditasi selama tujuh hari sedang menikmati kebahagian dari Kebebasan. Kemudian pada akhir hari ketujuh itu, Sang Bhagava berhenti bermeditasi, dengan pandangan-Nya yang terang pada pengamatan malam permulaan, Sang Bhagava memperhatikan sebab musabab yang saling bergantungan dalam urutan maju; demikian [1]

"Ini ada, itu ada; karena munculnya ini maka muncullah itu.

Yaitu: dengan adanya ketidaktahuan sebagai kondisi, bentuk-bentuk pemikiran/kehendak muncul;
dengan adanya bentuk-bentuk pemikiran/kehendak sebagai kondisi, kesadaran muncul;
dengan adanya kesadaran sebagai kondisi, batin dan jasmani muncul;
dengan adanya batin dan jasmani sebagai kondisi, enam landasan indria sebagai kondisi, kontak terjadi,
dengan adanya kontak sebagai kondisi, perasaan muncul;
dengan adanya perasaan sebagai kondisi, nafsu keinginan muncul;
dengan adanya nafsu keinginan sebagai kondisi, kemelekatan muncul;
dengan adanya kemelekatan sebagai kondisi, dumadi muncul;
dengan adanya dumadi sebagai kondisi, kelahiran muncul;
dengan adanya kelahiran sebagai kondisi, kelahiran muncul;
dengan adanya kelahiran sebagai kondisi, umur tua dan kematian, duka cita, keluh kesah, rasa sakit, kesedihan dan keputusasaan muncul.
Inilah asal mula dari seluruh rangkaian penderitaan".

Kemudian karena menyadari pentingnya hal itu, Sang Bhagava pada saat itu mengungkapkan kotbah inspirasi ini:

Jika Kebenaran [2] menjadi jelas
bagi Brahmana yang bermeditasi dengan giat, [3]
maka semua keraguan lenyap karena ia mengerti
bagaimana tiap faktor yang muncul ada penyebabnya.


Spoiler: ShowHide
Flood Of Sensuality

Oleh: Ajahn Chah

Kamogha... banjir nafsu: (kita) tenggelam di dalam penglihatan-penglihatan, di dalam suara-suara, di dalam bebauan, di dalam rasa-rasa kecapan, di dalam sentuhan-sentuhan jasmani. (Kita) tenggelam karena kita hanya melihat pada yang di luar, kita tidak melihat ke dalam diri kita. Orang-orang tidak melihat pada diri mereka sendiri, mereka hanya melihat kepada orang-orang lainnya. Mereka dapat melihat setiap orang yang lain tetapi mereka tidak dapat melihat diri mereka sendiri. Sebenarnya hal itu tidaklah sulit dilakukan, hanya saja orang-orang tidak mencobanya dengan sungguh-sungguh.

Sebagai contoh misalnya, melihat kepada seorang wanita cantik. Apa yang terjadi pada diri anda? Begitu anda melihat wajahnya, anda melihat keseluruhannya pula. Apakah demikian? Cobalah lihat ke dalam batin. Apakah sebenarnya yang suka melihat seorang wanita itu? Begitu mata melihat hanya yang sedikit, batin sudah langsung melihat keseluruhan lainnya. Mengapa ia begitu cepat?

Itu karena anda tenggelam di dalam air! Anda sedang tenggelam, anda memikirkannya, mengkhayalkannya, dan melekat kepadanya. Itu mirip seperti menjadi seorang budak... seseorang lainnya yang menguasai diri anda. Ketika mereka menyuruhmu duduk, anda harus duduk, ketika mereka menyuruhmu berjalan, anda harus berjalan... anda tidak dapat membantah mereka karena anda adalah budak mereka. Diperbudak oleh nafsu-nafsu adalah juga sama. Tak peduli bagaimana kerasnya anda berusaha, anda tampaknya tidak dapat melepaskannya. Dan jika anda mengharapkan orang lain untuk melakukannya untuk anda, anda benar-benar masuk ke dalam masalah. Anda harus melepaskannya untuk diri anda sendiri.

Oleh karena itulah Sang Buddha menyerahkan latihan Dhamma, untuk mengatasi penderitaan kepada kita. Nibbana (Nibbana —Keadaan terbebasnya dari semua keadaan yang berkondisi.), contohnya. Sang Buddha telah tercerahkan dengan sepenuhnya, tetapi mengapa Beliau tidak menggambarkan nibbana dengan mendetail? Mengapa Beliau hanya berkata bahwa kita harus berlatih dan menemukan sendiri hal tersebut bagi kita? Mengapa demikian? Tidak haruskah Beliau menjelaskan seperti apa nibbana itu?

"Latihan yang dilakukan oleh Sang Buddha, mengembangkan kesempurnaan-kesempurnaan selama berkalpa-kalpa demi semua makhluk, lalu mengapa Beliau tidak menjelaskan nibbana agar mereka semua dapat melihatnya dan menuju ke sana pula?" Sebagian orang berpikir seperti begini. "Jika Sang Buddha benar-benar mengetahuinya maka Ia akan mengatakannya kepada kita. Mengapa Ia mesti merahasiakan sesuatu?"

Sebenarnya pikiran-pikiran semacam itu adalah salah. Kita tidak dapat melihat Kesunyataan dengan cara itu. Kita harus berlatih, kita harus mengusahakannya sendiri, untuk dapat melihat. Sang Buddha hanya menjelaskan cara untuk mengembangkan kebijaksanaan, hanya itu. Beliau mengatakan bahwa kita sendirilah yang harus berlatih. Siapapun yang mau berlatih, ia akan mencapai tujuan.

Tetapi jalan yang Sang Buddha ajarkan itu berlawanan dengan kebiasaan-kebiasaan kita. Untuk hidup sederhana, untuk mengendalikan diri... kita sesungguhnya tidak menyukai hal-hal ini, sehingga kita berkata, "Tunjukkanlah kepada kami jalan, tunjukkanlah kami jalan ke nibbana, agar orang-orang yang suka gampangnya, seperti kami ini, dapat pergi ke sana juga". Sama pula halnya dengan kebijaksanaan. Sang Buddha tidak dapat menunjukkan kebijaksanaan kepadamu, itu bukanlah sesuatu yang dapat dengan mudah dibawa-bawa. Sang Buddha dapat menunjukkan cara untuk mengembangkan kebijaksanaan, tetapi apakah anda mengembangkannya banyak atau sedikit, itu tergantung pada tiap-tiap individu. Jasa kebaikan dan timbunan kebajikan dari orang-orang adalah berbeda-beda.

Lihat saja pada obyek material, seperti patung-patung singa-kayu di depan aula ini. Orang-orang datang dan melihat pada patung-patung itu dan tampaknya tidak sepakat dengan apa yang dikatakan oleh salah satu orang, "Oh, betapa cantiknya", sementara yang lain berkata, "Oh betapa menyeramkan!" ini adalah satu singa, yang dapat dinilai cantik dan buruk. Contoh ini cukup untuk menjelaskannya.

Oleh karena itu, perealisasian Dhamma kadang-kadang lambat, kadang-kadang cepat. Sang Buddha dan para muridNya, semuanya sama dalam hal berlatih bagi mereka sendiri; tetapi meskipun demikian mereka tetap bergantung kepada guru-guru mereka untuk menasihati mereka dan memberi mereka teknik-teknik dalam berlatih.

Sekarang, bila kita mendengar uraian Dhamma, kita mungkin ingin mendengarnya sampai semua keraguan kita lenyap, tetapi keragu-raguan tersebut tidak pernah dapat tuntas lenyap hanya dari mendengar (Dhamma) saja. Keraguan tidaklah semata-mata dapat diatasi dengan cara mendengar atau berpikir, tetapi kita pertama-tama harus membersihkan batin kita. Untuk membersihkan batin berarti memperbaiki latihan kita. Tak peduli berapa banyak atau berapa lama kita telah mendengar kepada uraian atau khotbah-khotbah guru kita tentang kebenaran, kita tidak dapat mengetahui atau melihat kebenaran tersebut hanya dari mendengar. Jika kita melakukan hal seperti itu, maka itu hanya akan menjadi suatu perkiraan atau terkaan saja.

Namun meskipun hanya dari mendengar kepada Dhamma itu saja tidak menuntun kepada perealisasian, itu tetap bermanfaat. Ada satu kisah pada masa Sang Buddha, di mana seseorang merealisasi Dhamma bahkan merealisasi tingkat tertinggi-Arahat, ketika sedang mendengarkan uraian Dhamma. Tetapi orang-orang seperti itu adalah orang-orang yang telah tinggi perkembangan batinnya, batin mereka telah mengerti akan beberapa penguasaan. Itu sama seperti sebuah bola. Ketika sebuah bola dipompa dengan udara, ia mengembung. Sekarang udara yang ada di dalam bola tersebut saling mendesak untuk keluar, tetapi tidak ada lubang baginya untuk keluar. Begitu ada jarum yang menusuk bola tersebut, udara di dalam bola tersebut keluar dengan cepat.

Sama halnya dengan ini. Batin-batin dari murid-murid yang langsung mencapai pencerahan ketika mendengar kepada Dhamma, adalah sama seperti demikian. Sejauh tidak ada katalisator yang dapat menyebabkan reaksi dari 'tekanan' ini di dalam mereka, itu sama seperti sebuah bola. Batin belum terbebas dikarenakan oleh hal kecil yang menghalangi kebenaran. Begitu mereka mendengar uraian Dhamma dan ia mengenai titik yang tepat, maka kebijaksanaan muncul. Mereka dengan seketika mengerti, dengan seketika dapat melepas, dan merealisasi kebenaran Dhamma. Demikianlah jalannya. Cukup mudah. Sang Batin meluruskan dirinya sendiri. Ia berubah, atau berbelok, dari satu pandangan ke pandangan lainnya. Anda dapat saja mengatakan bahwa itu adalah jauh, atau anda dapat mengatakan itu sangat dekat.

Ini adalah sesuatu yang harus kita lakukan bagi diri kita sendiri. Sang Buddha hanya mampu memberikan teknik-teknik atau cara-cara bagaimana untuk mengembangkan kebijaksanaan, dan demikian juga dengan guru-guru zaman sekarang. Mereka memberikan uraian-uraian/khotbah-khotbah Dhamma, mereka membicarakan tentang kebenaran, tetapi tetap mereka tidak dapat menjadikan kebenaran tersebut menjadi milik kita. Mengapa tidak dapat? Karena ada sebuah 'film' yang mengaburkannya. Anda dapat mengatakan bahwa kita telah tenggelam di dalam banjir. Kamogha —'banjir' nafsu. Bhavogha —'banjir' dumadi.

'Dumadi' (bhava) berarti 'alam kelahiran'. Nafsu-nafsu ragawi lahir pada penglihatan-penglihatan, suara-suara, rasa-rasa kecapan, bebauan, perasaan-perasaan, dan pikiran-pikiran, yang mengindentifikasi diri dengan hal-hal ini. Batin mencengkeram dengan cepat dan ia melekat kepada nafsu-nafsu ragawi tersebut.

http://www.w****a.com/forum/topik-umum/9001-flood-sensuality-oleh-ajahn-chah.html


kalo gak salah,, proses menjadi itu proses ingin begini dan begitu...
ingin jadi ini,, ingin jadi itu...
terkait dengan nafsu keinginan,..
hehehe.. salah ya??  ;D
CMIIW..  ^:)^
"Sekarang, para bhikkhu, Aku mengatakan ini sebagai nasihat terakhir-Ku: kehancuran adalah sifat dari segala sesuatu yang terbentuk. Oleh karena itu, berjuanglah dengan penuh kesadaran."

Offline bawel

  • Sebelumnya: Comel
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.755
  • Reputasi: 71
  • Gender: Male
  • namanya juga bawel ;D
Re: MAKANAN BAGI KEBODOHAN & KEBIJAKSANAAN - Anguttara Nikaya 10.61 - 62
« Reply #8 on: 09 November 2010, 12:45:16 AM »
kalo gak salah,, proses menjadi itu proses ingin begini dan begitu...
ingin jadi ini,, ingin jadi itu...
terkait dengan nafsu keinginan,..
hehehe.. salah ya??  ;D
CMIIW..  ^:)^

mungkin ;D.
keinginan untuk terus terlahirkan hingga terus berputar dalam samsara ;D.
keinginan karena kemelekatan ;D.

saya baca di buku keyakian umat buddhis, tulisnya "proses menjadi (bhava)".
bhava nya saya cari di sini ;D.
Spoiler: ShowHide
http://www.w****a.com/forum/ruang-dharma/8416-istilah-istilah-dhamma-dharma-kelompok-huruf-b.html

(Bh)

Bhadanto (Bhadanta) : Yang patut dimuliakan, panggilan untuk Rahib agama Buddha.
Bhante (Bhrante) : Yang patut dihormati, panggilan untuk Rahib agama Buddha.
Bhagava (Bhagavant) : Junjungan, orang suci yang mencapai Penerangan Sempurna, yang piawai dalam menguraikan Dhamma.
Bhandagarika (Bhandagarika) : Bendahara.
Bhariya (Bharya) : Isteri.
Bhasita (Bhasita) : Pepatah, pribahasa.
Bhatta (Bhakta) : Makanan.
Bhatti (Bhakti) : Kesetiaan.
Bhava (Bhava) : Kehidupan.
Bhava (Bhava) : Perwujudan, menjelma.

Bhavacakka (bhavacakra) : Roda dari kehidupan.
Bhavaditthi (bhavadrsti) : Kepercayaan pada kehidupan yang kekal.
Bhavatanha (Bhavatrsna) : Keinginan untuk menjelma kembali.
Bhavana (Bhavana) : Pengembangan batin.
Bhaya (Bhaya ) : Bahaya, takut.
Bheda (Bheda) : memecah belah.
Bhesajja (Bhesaja, Bhaisajya) : Obat-obatan.
Bhikkhu (Bhiksu) : Rahib Pria agama Buddha.
Bhikkhuni (Bhiksuni) : Rahib wanita agama Buddha.
Bhikkhu-Peta (Bhiksu-Preta) : Setan yang berbadan seperti bhikkhu, yaitu para bhikkhu yang melanggar sila selama hidupnya, terlahir sebagai bhikkhu-peta atau setan bhikkhu.
Bhikkhuni-Peta (Bhiksuni-Preta) : : Setan yang berbadan seperti bhikkhuni, yaitu para bhikkhuni yang melanggar sila selama hidupnya, terlahir sebagai bhikkhuni-peta atau setan bhikkhuni.
Bhiru (Bhiru) : Ketakutan.
Bhisakkha (Bhisaj) : Dokter, tabib.
Bhoga (Bhoga) : Kemakmuran, kekayaan.
Bhojana (Bhojana) : Makanan.
Bhojjhanga (Bodhianga) : Penerangan sejati.
Bhumi (Bhumi ) : Alam kehidupan, tingkat kesadaran.
Bhuta (Bhuta) : unsur dasar, setan.


Offline Utphala Dhamma

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 109
  • Reputasi: 16
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: MAKANAN BAGI KEBODOHAN & KEBIJAKSANAAN - Anguttara Nikaya 10.61 - 62
« Reply #9 on: 14 November 2010, 05:44:40 AM »
 [at] Hemayanti dan Comel
_/\_ dhamma yang indah..
dumadi itu apa ya bro utphala?
lalu apa beda kegembiraan dan sukacita?  :)



Dumadi sendiri berarti bhava, kelahiran, atau penjadian. Yang dimaksud dengan keserakahan atau nafsu keinginan terhadap dumadi, adalah:
1. Nafsu keinginan terhadap kesenangan indera (kama tanha)
2. Nafsu keinginan untuk menjadi atau terlahir kembali (bhava tanha)
3. Nafsu keinginan untuk tidak menjadi atau terlahir kembali (vibhava tanha)
Atau dalam MN 109. Mahapunnama Sutta, objek-objek nafsu adalah dalam kerangka panca khandha.

Ada tiga jenis dari penjadian (bhava), yaitu:
1. Penjadian di alam yang penuh nafsu (Kama Bhava)
2. Penjadian di alam Rupa Brahma (Rupa Bhava)
3. Penjadian di alam Arupa Brahma (Arupa Bhava)

*********************************


Re: KEGEMBIRAAN & SUKACITA

Saya tulis ulang kutipannya yah dalam versi Bahasa Pali dan Bahasa Inggeris...

Bhante, apakah manfaat perilaku bermoral, dan apakah perolehannya?"
"Tidak adanya penyesalan, Ananda, adalah manfaat dan perolehan perilaku bermoral."

"Dan, Bhante, apakah manfaat dan perolehan dari tidak adanya penyesalan?"
"Kegembiraan (PAMOJJA ; Joy), Ananda."

"Dan, Bhante, apakah manfaat dan perolehan dari kegembiraan?"
"Sukacita (PITI ; Rapture ; KEGIURAN BATIN)."

"Dan, Bhante, apakah manfaat dan perolehan dari sukacita?"
"Ketenangan (PASSADDHI ; Tranquility)."

"Dan, Bhante, apakah manfaat dan perolehan dari ketenangan?"
"Kebahagiaan (SUKKHA ; Happiness)."

dan seterusnya....