Berarti, kita mesti wise untuk membaca kitab suci, dalam hal ini adalah tripitaka, karena ayat2 (sutta) yang terkandung di dalamnya bisa berarti harafiah dan bisa juga simbolik.
Untuk bisa membedakan mana yg harafiah dan dan mana yg simbolik tsb, kita kembali pada esensi yg dikandungnya.
Dengan kesimpulan ini, untuk menemukan suatu kecacatan dalam sutta (kitab suci) tidak bisa dinilai dari logika cerita yg dikandungnya, melainkan ADA / TIDAK NILAI2 YG BERTENTANGAN.
Misalnya: disuatu pihak Sang Buddha dikatakan welas asih, di sutta lain dikatakan marah2, nah kan nggak klop, berarti salah satu sutta nya cacat.
itu hanya contoh, di tripitaka rasanya nggak ada yg bertentangan, tapi di injil, ada
Mohon tanggapan