//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Adakah Kecacatan dalam Sutta Buddhist?  (Read 82300 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline willyyandi

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 30
  • Reputasi: 5
Re: Adakah Kecacatan dalam Sutta Buddhist?
« Reply #225 on: 13 April 2008, 04:40:36 PM »
Saya mau menambahkan bahwa walaupun mungkin ada penambahan pada Tripitaka, bukan berarti kita tidak yakin pada Tripitaka. Kita harus membuktikan apakah sesuatu yang kita yakini itu benar atau tidak?
Saya mengatakan mungkin cacat bukan untuk menurunkan keyakinan Anda. Terima kasih

Mohon Maaf kalau ada yang salah,
salam

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Adakah Kecacatan dalam Sutta Buddhist?
« Reply #226 on: 19 April 2008, 01:19:12 PM »
Pertama dari yang terutama adalah, setiap sutta dimulai dengan "Evam me suttam" atau "Demikianlah yang kudengar". Jadi itu adalah hasil dari 'denger2' oleh seseorang dan diteruskan ke orang lain. Jadi kalo orang itu tidak jelas mendengar atau tidak mengerti dengan baik, memang betul sekali bisa cacat jadinya.

Ke dua adalah dengan berprinsip 'ehipassiko', ga perlu kita kita fanatik bahwa isi Sutta pasti benar. Kalo ajaran lain menghina kita bahwa buku kita cacat, kita tidak perlu berpikir untuk membalasnya. Setidaknya kita bangga karena kita bisa menyadari bahwa itu ada cacat (karena diturunkan banyak generasi) dan tidak kita percaya secara 'buta' begitu saja. Tidak semua orang punya akal sehat untuk menyadari bahwa kitab suci pun dibuat oleh manusia, dan tidak semua orang memiliki kebesaran hati menerimanya jika ada salah. Biasanya hanya mengatakan 'ajaran saya adalah yang terbaik, yang lain menyimpang/sesat' ataupun 'iman/kebijaksanaan ada di atas pengetahuan'. Tidak ada gunanya.

Pada konsili pertama, memang hanya ada Vinaya (yang diulang oleh Upali) dan Sutta (yang diulang oleh Ananda). Itupun belum semuanya ada. Banyak bagian yang ditambahkan belakangan. Semua juga ada "demikian yang kudengar", padahal entah didengar dari mana, entah siapa yang mendengar, kita tidak tahu. Kita tidak bisa dan tidak perlu membuktikan secara persis bahwa itu memang 'asli'.

Ke tiga, pada masa itu, agama yang dianut adalah (banyak aliran) Brahmanisme yang berpegang pada Veda. Suriya dan Chanda adalah personifikasi dari sifat2 positif maskulin dan feminin, sedangkan Rahu adalah personifikasi dari ketakutan dan sifat2 jelek lainnya. Dikatakan ketika kita mengalami ketakutan dan keraguan, maka ketika teringat pada kualitas Buddha/Dhamma/Sangha, akan hilang.
Jadi, itu bisa disikapi sebagai 'dongeng sebelum tidur', 'bahan menjelekkan agama orang', atau hanya 'pernyataan dalam perumpamaan'. Itu semua tergantung manusianya, bukan pada kitabnya.






Offline nyanadhana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.903
  • Reputasi: 77
  • Gender: Male
  • Kebenaran melampaui batas persepsi agama...
Re: Adakah Kecacatan dalam Sutta Buddhist?
« Reply #227 on: 21 April 2008, 08:33:25 AM »
 _/\_ Adakah Kecacatan dalam Sutta Buddhist

Tentu saja ada,mengingat 2500tahun sudah Buddhism berdiri sejak Konsili Pertama oleh para Arahat siswa utama Sang Buddha sampai pada masuknya Buddhism ke beberapa negara dihinggapi pemberdayaan kultur budaya dan penafsiran lepas.
Ehipassiko menjadi kunci penting untuk menilai sejauh mana Dhamma itu logis dipraktekkan dan sekali lagi Dhamma bukanlah barang mistis, bersifat rahasia ataupun memiliki ketabuan dalam mendalami Dhamma.
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one’s own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

Offline SandalJepit

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 425
  • Reputasi: 3
Re: Adakah Kecacatan dalam Sutta Buddhist?
« Reply #228 on: 21 April 2008, 10:35:56 AM »
bagaimana membuktikan sutta yang cacat dan sutta yang asli? bedanya dimana?

kata "Evam me suttam" bisa saja ditambahkan sekehendak hati pengarang...

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: Adakah Kecacatan dalam Sutta Buddhist?
« Reply #229 on: 21 April 2008, 10:48:26 AM »
bagaimana membuktikan sutta yang cacat dan sutta yang asli? bedanya dimana?

kata "Evam me suttam" bisa saja ditambahkan sekehendak hati pengarang...

IMO,
kita tidak perlu pusing memikirkan suatu sutta asli dari Sang Buddha / tidak.

Yang perlu kita perhatikan adalah:
~ baca isi sutta tsb
~ renungkan dan analisa dgn kehidupan kita
~ terbukti benar, maka kita jadikan pegangan kita

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Adakah Kecacatan dalam Sutta Buddhist?
« Reply #230 on: 21 April 2008, 11:12:06 AM »
SandalJepit, "Evam me Suttam" ini justru jadi peringatan bagi kita untuk tidak meletakkan "keyakinan" pada kitab itu, karena kitab yang nota bene adalah hasil denger2 ini, bisa salah. "Evam me suttam" bukanlah atribut bahwa kitab itu asli.

Yang dikatakan willibordus memang benar. Juga perlu ditambahkan untuk belajar dari orang lain. Sebab kadang analisa kita juga bisa salah, dan perlu belajar dari pengalaman orang lain. Juga yang sudah terbukti benar, jadi pegangan kita, namun selalu terbuka untuk pandangan baru.



Offline nda

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 4
  • Reputasi: 0
  • Gender: Male
  • Apamadena Sampadettha
Re: Adakah Kecacatan dalam Sutta Buddhist?
« Reply #231 on: 26 October 2010, 08:04:45 PM »
numpang numpang tanya,, masih ga bisa ngerti kenapa paritta pake di"revisi"?
ya biarpun cuma sekali,, tapi kalo gitu, dulu pas nulis, nulisnya "ngasal" dong?
 :-? dari jawaban yg saya terima mengenai baru ad seorang bhikkhu yg bisa belajar lebih mendalam,
belajarnya ke siapa? kalo gitu yg  ngajarin harusnya lebih bisa ngebenerin paritta paritta itu sebelomnya dong?
maaf kalo kata2 aga kasar..  :) _/\_
If there is any religion that would cope with modern scientific needs it would be Buddhism. -Albert Einstein

 

anything