//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan  (Read 586877 times)

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #1575 on: 24 May 2013, 12:58:44 PM »
Seandainya pada hari Uposatha seorang umat Buddha yang sungguh saleh pergi ke bank untuk mengurus rekeningnya dan sampai di Customer Service dipersilahkan duduk dengan tempat duduk kira-kira seperti
atau disuruh duduk di ruang tunggu dengan kursi seperti
maka sebaiknya dia tidak duduk, dan jika tidak ada kursi lain, sebaiknya duduk di lantai saja.

Tapi harus hati-hati, kalau lantainya ada karpet, misalnya seperti ini: , sebaiknya dia berdiri saja.

Jika anda seorang Buddhist yang saleh, juga paling baik jangan berprofesi sebagai wasit. Bukan karena ini berkenaan dengan penganiayaan makhluk, penipuan, atau racun, namun karena setiap uposatha anda harus hadapi dilema ini:


Ini bangku yang aman dari pelanggaran sila, tapi agak susah melihat sisi atas net dengannya:


Jangan lupa hindari juga jok mobil, karena biasanya berbahan kulit atau semi-kulit. Cari yang sintetis dan tidak pakai kapas, dan tanpa senderan kepala.

atthasila memang sangat sulit dijalankan sambil melakukan aktivitas sehari2. menurut informasi yg pernah saya di dengar, di Srlanka, karyawan sebuah perusahaan diperbolehkan tidak bekerja pada hari uposatha. Jika memungkinkan usahakan agar tidak masuk kerja pada hari Uposatha jika ingin bersungguh2 menjalankan sila, namun jika tidak memungkinkan, latihlah hanya sila2 yg mungkin dijalankan, walaupun ini tidak disebut latihan atthasila.

Offline Chandra Rasmi

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.466
  • Reputasi: 85
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #1576 on: 24 May 2013, 01:14:48 PM »
atthasila memang sangat sulit dijalankan sambil melakukan aktivitas sehari2. menurut informasi yg pernah saya di dengar, di Srlanka, karyawan sebuah perusahaan diperbolehkan tidak bekerja pada hari uposatha. Jika memungkinkan usahakan agar tidak masuk kerja pada hari Uposatha jika ingin bersungguh2 menjalankan sila, namun jika tidak memungkinkan, latihlah hanya sila2 yg mungkin dijalankan, walaupun ini tidak disebut latihan atthasila.

 :jempol: :jempol: :jempol: makaciiii penjelasannya ...

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #1577 on: 24 May 2013, 01:23:16 PM »

cakravartin itu apa artinya?
Pemutar Roda, tapi jangan dianggap sopir truk. Maksudnya Cakravatin ini adalah raja ideal yang memerintah sesuai dengan dharma, menaklukkan tanpa kekerasan. Rakyatnya sangat makmur. Lengkapnya, bisa baca link dari Om Will_i_am di atas.


Quote
mksdny? berarti ada 84.000 generasi?
Iya, Makhadeva generasi yang memulai dan Nimi adalah generasi terakhir yang menjalankan tradisi. Anaknya Nimi ga melanjutkan tradisi itu lagi. Baik Makhadeva dan Nimi, keduanya adalah kehidupan lampau Bodhisatta Gotama.
Kisah lengkapnya ada di Makhadevasutta, Makhadeva jataka, dan Nimi Jataka.


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #1578 on: 24 May 2013, 01:25:49 PM »
atthasila memang sangat sulit dijalankan sambil melakukan aktivitas sehari2. menurut informasi yg pernah saya di dengar, di Srlanka, karyawan sebuah perusahaan diperbolehkan tidak bekerja pada hari uposatha. Jika memungkinkan usahakan agar tidak masuk kerja pada hari Uposatha jika ingin bersungguh2 menjalankan sila, namun jika tidak memungkinkan, latihlah hanya sila2 yg mungkin dijalankan, walaupun ini tidak disebut latihan atthasila.
Semua memang bisa diusahakan. Tapi kalo boleh tahu, untuk apakah sila ini dijalankan? Bagaimanakah penjelasannya, apakah sentuhan pantat dengan kursi bahan tertentu atau lebar tertentu, bisa menodai batin?

Offline sanjiva

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.091
  • Reputasi: 101
  • Gender: Male
Re: [Note] Kursi
« Reply #1579 on: 24 May 2013, 01:35:38 PM »
Seandainya pada hari Uposatha seorang umat Buddha yang sungguh saleh pergi ke bank untuk mengurus rekeningnya dan sampai di Customer Service dipersilahkan duduk dengan tempat duduk kira-kira seperti
atau disuruh duduk di ruang tunggu dengan kursi seperti
maka sebaiknya dia tidak duduk, dan jika tidak ada kursi lain, sebaiknya duduk di lantai saja.

Tapi harus hati-hati, kalau lantainya ada karpet, misalnya seperti ini: , sebaiknya dia berdiri saja.

Jika anda seorang Buddhist yang saleh, juga paling baik jangan berprofesi sebagai wasit. Bukan karena ini berkenaan dengan penganiayaan makhluk, penipuan, atau racun, namun karena setiap uposatha anda harus hadapi dilema ini:


Ini bangku yang aman dari pelanggaran sila, tapi agak susah melihat sisi atas net dengannya:


Jangan lupa hindari juga jok mobil, karena biasanya berbahan kulit atau semi-kulit. Cari yang sintetis dan tidak pakai kapas, dan tanpa senderan kepala.

Mohon rujukan sutta atau Tipitakanya, mau gw tanyakan ke bhikkhu STI.
«   Ignorance is bliss, but the truth will set you free   »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #1580 on: 24 May 2013, 01:39:20 PM »
Kk,
tidur atau baringan di kasur setebal 15cm-30cm boleh?
Kurang tahu tentang itu, tapi sepertinya tergantung kasurnya dari bahan apa.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #1581 on: 24 May 2013, 01:41:37 PM »
Semua memang bisa diusahakan. Tapi kalo boleh tahu, untuk apakah sila ini dijalankan? Bagaimanakah penjelasannya, apakah sentuhan pantat dengan kursi bahan tertentu atau lebar tertentu, bisa menodai batin?

inti dari sila adalah latihan, dalam hal ini latihan hidup sederhana dan menjauhi kemewahan. bagi kita mungkin kursi wasit itu bukan tempat duduk mewah, tapi mampukah kita menjalankan latihan yg telah ditetapkan itu?

sebenarnya pertanyaan ini juga berlaku untuk sila2 lainnya, misalnya untuk apa tidak makan malam dijalankan? apakah makan sebutir kacang, atau sesendok sup pada pukul 12:30 bisa menodai batin, sedangkan jika dimakan pada pukul 11:30 tidak apa2?

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #1582 on: 24 May 2013, 01:42:43 PM »
Mohon rujukan sutta atau Tipitakanya, mau gw tanyakan ke bhikkhu STI.

http://google.com, keyword: "atthasila"

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #1583 on: 24 May 2013, 01:48:22 PM »
Sila kedelapan tidak memperbolehkan penggunaan tempat tidur yang luas atau tinggi. Masih belum jelas apa yang dimaksudkan disini. Mungkin bahkan seseorang yang melaksanakan sila tidak mengerti ini sepenuhnya. Apakah yang dimaksud tempat tidur yang besar, dan apa ukuran yang membuat tempat tidur tidak diperbolehkan?

Tempat tidur dan bangku,terbuat dari papan, rotan, atau kain, memiliki kaki yang berlekuk atau lurus. Tempat tidur tidak boleh melebihi tinggi 8 sugata (sekitar 20 inchi modern), dihitung dari dasar bawah papan. Tempat tidur tidak diperbolehkan melewati batas ini. Dalam kasus bangku segi empat, bahkan bila kakinya melebihi 8 sugata inchi masih diperbolehkan. Bila tempat tidur memiliki papan di bagian belakang dan samping, meskipun melebihi tinggi yang diperbolehkan, masih tidak apa-apa. Tempat tidur atau bangku yang memiliki kaki lebih panjang dari ukuran yang diperbolehkan namun melekat pada satu tempat diperbolehkan. Kasur yang tidak memiliki papan utama boleh, dengan meletakkan kayu dibawah kaki tempat tidur, diangkat naik, namun tidak melebihi 8 sugata. Tempat tidur dan bangku yang tinggi cenderung membawa pada kesombongan dan kegembiraan. Karena itu tujuan dibalik tidak duduk dan berbarng di tempat duduk atau tempat tidur yang tinggi adalah untuk menghindari kemungkinan hal tersebut membawa pada nafsu keinginan.

Apa ciri-ciri tempat tidur dan tempat duduk?

Tempat tidur berukuran panjang dan digunakan untuk berbaring. Tempat duduk untuk duduk dan berbentuk bulat atau segi empat

Berapa besar ukuran lebar-lengan atau panjang-lengan sebelum tempat tidur dikatakan terlalu besar untuk digunakan?

Tempat tidur tidak diukur dalam hal panjang dan lebar. Istilah ‘besar’ disini merujuk pada pelapis dan penghias yang tidak boleh digunakan. Para Atthakatha Acariya telah menyusunnya menjadi 19 jenis:

* Tempat duduk yang dihiasi gambar hewan buas, seperti harimau, buaya, dll.

* Kulit hewan dengan bulu yang panjang (melebihi empat inchi panjangnya)

* Kain yang terbuat dari wol, dengan sulaman yang rumit.

* Penutup yang terbuat dari wol, yang terbuat dari desain rumit.

* Penutup yang terbuat dari wol, dengan gambar-gambar bunga

* Penutup yang terbuat dari wol, dengan gambar-gambar rumit bermacam-macam hewan.

* Penutup yang terbuat dari wol, dengan bulu di kedua sisinya

* Penutup yang terbuat dari wol, dengan bulu di salah satu sisinya

* Penutup yang terbuat dari kulit harimau.

* Kain penutup berwarna merah.

* Alas dari kulit gajah

* Alas dari kulit kuda

* Alas dari kereta kuda

* Penutup yang ditenun dari emas dan sutera dan dijahit pinggir dengan benang emas.

* Penutup yang terbuat dari sutra dan dijahit pinggir dengan benang emas.

* Penutup wol yang cukup besar untuk 16 orang penari menari diatasnya.

* Penutup yang terbuat dari kulit musang

* Tempat tidur dengan bantal merah di kedua ujungnya.

* Matras yang hanya terisi kapuk.

Penjelasan lain istilah ‘besar’ atau luas disini bisa juga merujuk pada tempat tidur yang cukup besar untuk dua orang. Mereka yang menjaga sila Uposatha menghindari tempat tidur semacam ini, yang ditujukan untuk pasangan-pasangan.

Kasur berisi apa yang diperbolehkan?

* Tempat tidur yang berisi wol atau bulu atau dengan bulu dari hewan berkaki dua atau empat, namun tidak dengan rambut manusia

* Tempat tidur yang diisi kain

* Tempat tidur yang diisi kulit kayu

* Tempat tidur yang diisi rumput

* Tempat tidur yang diisi dedaunan, kecuali daun kamper Borneo. Daun kamper borneo bila dicampur dengan daun pohon lain diperbolehkan.

Jenis-jenis tempat tidur diatas telah diperbolehkan oleh Sang Buddha.

Sesuai sutta, tidak diperbolehkan untuk berbaring di tempat tidur yang besar atau tinggi. Apakah termasuk pelanggaran sila apabila kita duduk di tempat tidur yang tinggi?

Meskipun Sutta hanya mengatakan tentang berbaring, para Atthakatha Acariya disini memasukkan kategori duduk juga. Hal ini serupa dengan sila ketujuh, dimana para Atthakatha Acariya memasukkan mendengar dalam larangan sehubungan dengan menonton tarian, nyanyian, dll. Berdiri atau berjalan di tempat duduk atau kursi tidak diperbolehkan

sumber: http://www.facebook.com/groups/AtthasilaSupportGroup/228466900618011/

Offline Chandra Rasmi

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.466
  • Reputasi: 85
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #1584 on: 24 May 2013, 01:55:27 PM »
inti dari sila adalah latihan, dalam hal ini latihan hidup sederhana dan menjauhi kemewahan. bagi kita mungkin kursi wasit itu bukan tempat duduk mewah, tapi mampukah kita menjalankan latihan yg telah ditetapkan itu?

sebenarnya pertanyaan ini juga berlaku untuk sila2 lainnya, misalnya untuk apa tidak makan malam dijalankan? apakah makan sebutir kacang, atau sesendok sup pada pukul 12:30 bisa menodai batin, sedangkan jika dimakan pada pukul 11:30 tidak apa2?

mohon penjelasan yang dibold. thanks

Offline Chandra Rasmi

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.466
  • Reputasi: 85
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #1585 on: 24 May 2013, 01:58:23 PM »
Mohon rujukan sutta atau Tipitakanya, mau gw tanyakan ke bhikkhu STI.

 :)) :)) :)) berarti ada bhikkhu yang uda melanggar jg ya ko? kan klo talk show di tipi, kursinya tuh biasanya sofa

Offline sanjiva

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.091
  • Reputasi: 101
  • Gender: Male
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #1586 on: 24 May 2013, 02:11:43 PM »
Sesuai sutta, tidak diperbolehkan untuk berbaring di tempat tidur yang besar atau tinggi. Apakah termasuk pelanggaran sila apabila kita duduk di tempat tidur yang tinggi?

Meskipun Sutta hanya mengatakan tentang berbaring, para Atthakatha Acariya disini memasukkan kategori duduk juga. Hal ini serupa dengan sila ketujuh, dimana para Atthakatha Acariya memasukkan mendengar dalam larangan sehubungan dengan menonton tarian, nyanyian, dll. Berdiri atau berjalan di tempat duduk atau kursi tidak diperbolehkan

sumber: http://www.facebook.com/groups/AtthasilaSupportGroup/228466900618011/

Suttanya sutta apa?  Pertanyaan gw di atas belum terjawab. ::)
«   Ignorance is bliss, but the truth will set you free   »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #1587 on: 24 May 2013, 02:27:53 PM »
Suttanya sutta apa?  Pertanyaan gw di atas belum terjawab. ::)

brahmajala sutta, samannaphala sutta, dll

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
There is no place like 127.0.0.1

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Merespon Pertanyaan Rekan-rekan
« Reply #1589 on: 24 May 2013, 05:36:15 PM »
Uposatha Sutta

Demikianlah yang telah kudengar:

Pada suatu ketika Yang Terberkahi sedang berdiam di Jetavana, vihara milik Anathapindika, dekat Savatthi. Ketika itu Yang Terberkahi, setelah memanggil semua Bhikkhu berkumpul, memanggil mereka demikian: “Para Bhikkhu!” para Bhikkhu menjawab: “Yang Mulia!” (Para Bhikkhu kemudian mempersiapkan diri untuk menerima ajaran yang akan disampaikan.) Yang Terberkahi kemudian memberikan khotbah mengenai Uposatha.

“Para Bhikkhu, Uposatha terdiri dari delapan faktor yang dipraktekkan oleh murid Ariya, yang bila dipraktekkan akan membawa buah yang besar dan bercahaya serta bermanfaat. “Para Bhikkhu, apakah Uposatha yang dipraktekkan oleh para Ariya, yang membawa buah yang besar dan bercahaya serta bermanfaat?”

1. “ Para Bhikkhu, para siswa Ariya dalam Ajaran ini merenungkan demikian:

“’Semua Arahant, selama hidupnya telah menghindari pembunuhan yang disengaja (panatipata) dengan tongkat dan pedang yang telah diletakkan. Mereka memiliki rasa malu (akan perbuatan jahat) dan berbelas kasih kepada semua makhluk.’

“Kalian semua telah menghindari pembunuhan yang disengaja, telah meletakkan semua senjata, memiliki rasa malu (akan perbuatan jahat) dan berbelas kasih kepada semua makhluk. Sepanjang hari dan malam ini, dengan cara ini, kalian akan dikenal telah mengikuti para Arahant, dan Uposatha akan telah dilaksanakan oleh kalian. Inilah faktor pertama dari Uposatha.”

2. “Para Bhikhu, para siswa Ariya dalam Ajaran ini merenungkan demikian:

“’Semua Arahant, selama hidupnya telah menghindari mengambil apa yang tidak diberikan (adinnadana). Mereka mengambil hanya apa yang diberikan, berniat mengambil hanya apa yang diberikan. Mereka bukanlah pencuri. Perilaku mereka bersih.’

“Kalian semua telah menghindari mengambil apa yang tidak diberikan, orang yang menghindari apa yang tidak diberikan, berniat mengambil hanya apa yang diberikan, dan bukanlah pencuri. Perilaku kalian bersih. Sepanjang siang dan malam, dengan cara ini, kalian akan dikenal telah mengikuti para Arahant, dan Uposatha akan telah dilaksanakan oleh kalian. Inilah faktor kedua dari Uposatha”

3. “Para Bhikkhu, para siswa Ariya dalam Ajaran ini merenungkan demikian:

“’Semua Arahant, selama hidupnya telah menghindari apa yang merupakan rintangan bagi kehidupan-Brahma (abrahma-cariya). Praktik mereka layaknya Brahma. Mereka menahan diri dari hubungan seksual, yang merupakan praktik para umat awam.’

“Kalian semua telah menghindari apa yang merupakan rintangan bagi kehidupan-Brahma dan bertindak seperti seorang Brahma. Perilaku kalian jauh dari hubungan seksual. Sepanjang siang dan malam ini, dengan cara ini, kalian akan dikenal telah mengikuti para Arahant, dan Uposatha akan telah dilaksanakan oleh kalian. Inilah faktor ketiga Uposatha.”

4. “Para Bhikkhu, para siswa Ariya dalam Ajaran ini merenungkan demikian:

“’Semua Arahant selama hidupnya telah menghindari berkata bohong (musavada). Mereka hanya mengungkapkan kebenaran dan hanya berniat pada kebenaran. Ucapan mereka tegas dan memiliki alasan. Ucapan mereka tidak goyah oleh arus duniawi.’

“kalian semua telah menghindari berkata bohong. Kalian hanya mengungkapkan kebenaran dan hanya berniat pada apa yang benar. Ucapan kalian tegas dan beralasan. Ucapan kalian tidak goyah oleh arus duniawi. Sepanjang siang dan malam ini, dengan cara ini, kalian akan dikenal telah mengikuti para Arahant, dan Uposatha akan telah dilaksanakan oleh kalian. Inilah faktor keempat dari Uposatha.”

5. “Para Bhikkhu, para siswa Ariya dalam Ajaran ini merenungkan demikian:

“’Semua arahant, selama hidupnya telah menghindari minuman keras dan minuman memabukkan (sura-meraya-majja-pamadatthana), yang memabukkan, menyebabkan kelengahan. Mereka jauh dari minuman keras.)

“Kalian semua telah menghindari minuman keras dan minuman memabukkan. Kalian menghindari minuman yang menyebabkan kelengahan. Sepanjang siang dan malam ini, dengan cara ini, kalian akan dikenal telah mengikuti para Arahant, dan Uposatha akan telah dilaksanakan oleh kalian. inilah faktor kelima dari Uposatha.”

6. “Para Bhikkhu, para siswa Ariya dalam Ajaran ini merenungkan demikian:

“’Semua Arahant, selama hidupnya, makan hanya sekali sehari dan tidak makan di malam hari. Mereka menghindari makan pada waktu yang salah (vikala bhojana).’

“Kalian semua makan hanya sekali sehari dan tidak makan pada malam hari. Kalian menghindari makan pada waktu yang salah. Sepanjang siang dan malam ini, dengan cara ini, kalian akan dikenal telah mengikuti para Arahant, dan Uposatha akan telah dilaksanakan oleh kalian. inilah faktor keenam dari Uposatha.”

7. “Para Bhikkhu, para siswa Ariya dalam Ajaran ini merenungkan demikian:

“Semua Arahant, selama hidupnya, telah menghindari nyanyian, tarian, permainan alat musik dan menonton hiburan-hiburan yang menjadi penghalang bagi apa yang bermanfaat. Mereka juga tidak mempercantik diri mereka dengan perhiasan, bunga-bungaan, dan wewangian.’

“Kalian semua telah menghindari nyanyian dan tarian, permainan alat musik dan menonton hiburan-hiburan, yang merupakan penghalan bagi apa yang bermanfaat. Kalian tidak menghias diri kalian dengan perhiasan-perhiasan, bunga-bungaan atau wewangian. Sepanjang siang dan malam ini, dengan cara ini, kalian akan dikenal telah mengikuti para Arahant, dan Uposatha akan telah dilaksanakan oleh kalian. inilah faktor ketujuh dari Uposatha.”

8. “Para Bhikkhu, para siswa Ariya dalam Ajaran ini merenungkan demikian:

“’Semua Arahant, sepanjang hidup mereka, telah menghindari berbaring di tempat tidur yang luas atau tinggi. Mereka puas dengan tempat tidur yang rendah atau yang terbuat dari rumput.’

“Kalian semua telah menghindari berbaring di tempat tidur yang luas atau tinggi. Kalian puas dengan tempat tidur yang rendah atau yang terbuat dari rumput. Sepanjang siang dan malam ini, dengan cara ini, kalian akan dikenal telah mengikuti para Arahant, dan Uposatha akan telah dilaksanakan oleh kalian. inilah faktor kedelapan dari Uposatha.”

“Para Bhikkhu, Uposatha terdiri dari delapan faktor ini yang dilaksanakan oleh para siswa Ariya, dan membawa buah yang besar dan gemilang serta bermanfaat.”

Demikianlah Yang Terberkahi mengajar sehubungan dengan Uposatha. Para Bhikkhu senang dan bergembira mendengar kata-kata Yang Terberkahi.

Sumber: terjemahan Wilwol dari http://www.accesstoinsight.org/lib/authors/nanavara/uposatha.html di group FB Atthasila Support
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

 

anything