//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)  (Read 22179 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« on: 06 April 2016, 07:40:28 PM »
Berikut adalah terjemahan Madhyama Agama bagian 6 yang terdiri atas kotbah 58-71.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #1 on: 06 April 2016, 07:43:21 PM »
MADHYAMA ĀGAMA

Bagian 6 Tentang Para Raja

58. Kotbah tentang Tujuh Harta Karun<154>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Kalian seharusnya mengetahui bahwa ketika seorang raja pemutar-roda muncul di dunia, tujuh harta karun juga muncul di dunia.

Apakah tujuh hal itu? Harta karun roda, harta karun gajah, harta karun kuda, harta karun permata, harta karun wanita, harta karun pelayan, dan harta karun penasehat – ini adalah tujuh hal itu.

Kalian seharusnya mengetahui bahwa  ketika seorang raja pemutar-roda muncul di dunia, tujuh harta karun ini muncul di dunia.

Dengan cara yang sama, kalian seharusnya mengetahui bahwa ketika seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, muncul di dunia, muncul juga di dunia tujuh harta karun faktor-faktor pencerahan. Apakah tujuh hal itu? Harta karun faktor pencerahan dari perhatian, faktor pencerahan dari penyelidikan fenomena, faktor pencerahan dari semangat, faktor pencerahan dari sukacita, faktor pencerahan dari ketenangan, faktor pencerahan dari konsentrasi, dan harta karun faktor pencerahan dari keseimbangan – ini adalah tujuh hal itu.

Kalian seharusnya mengetahui bahwa ketika seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, muncul di dunia, tujuh faktor pencerahan ini muncul di dunia.

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #2 on: 06 April 2016, 07:47:22 PM »
59. Kotbah tentang Tiga-puluh-dua Tanda<155>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu, setelah makan siang, para bhikkhu sedang duduk bersama di aula pertemuan membahas topik ini:

Teman-teman yang mulia, adalah paling menakjubkan, paling luar biasa, bahwa bagi seorang manusia agung yang diberkahi dengan tiga-puluh-dua tanda terdapat sesungguhnya [hanya] dua kemungkinan:

Jika ia menjalankan kehidupan rumah, ia pasti akan menjadi seorang raja pemutar-roda, yang cerdas dan bijaksana, dilengkapi dengan armada pasukan berunsur empat untuk menguasai seluruh dunia, dengan bebas, seperti yang ia sukai. Menjadi seorang raja Dharma yang baik, ia mencapai tujuh harta karun. Tujuh harta karun itu adalah harta karun roda, harta karun gajah, harta karun kuda, harta karun permata, harta karun wanita, harta karun pelayan, dan harta karun penasehat – ini adalah tujuh hal itu.

Ia akan memiliki seribu orang putra, yang gagah, berani, tak kenal takut, dan dapat mengalahkan orang lain. Ia pasti akan menguasai seluruh dunia, sampai sejauh samudera, tanpa bergantung pada pisau atau gada, hanya dengan mengajarkan Dharma, yang membawa perdamaian dan kebahagiaan.

[Namun,] jika ia mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan, maka ia pasti akan menjadi seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna. Nama baiknya akan tersebar dan diketahui di segala arah.

Pada waktu itu Sang Bhagavā sedang duduk bermeditasi. Dengan telinga dewa, yang murni dan melampaui [pendengaran] manusia, beliau mendengar para bhikkhu, yang duduk bersama di aula pertemuan setelah makan siang, membahas topik ini:

Teman-teman yang mulia, adalah paling menakjubkan, paling luar biasa, bahwa bagi seorang manusia agung yang diberkahi dengan tiga-puluh-dua tanda terdapat sesungguhnya [hanya] dua kemungkinan: Jika ia menjalankan kehidupan rumah, ia pasti akan menjadi seorang raja pemutar-roda, yang cerdas dan bijaksana, dilengkapi dengan armada pasukan berunsur empat untuk menguasai seluruh dunia, dengan bebas, seperti yang ia sukai. Menjadi seorang raja Dharma yang baik, ia mencapai tujuh harta karun. Tujuh harta karun itu adalah harta karun roda, harta karun gajah, harta karun kuda, harta karun permata, harta karun wanita, harta karun pelayan, dan harta karun penasehat – ini adalah tujuh hal itu. Ia akan memiliki seribu orang putra, yang gagah, berani, tak kenal takut, dan dapat mengalahkan orang lain. Ia pasti akan menguasai seluruh dunia, sampai sejauh samudera, tanpa bergantung pada pisau atau gada, hanya dengan mengajarkan Dharma, yang membawa perdamaian dan kebahagiaan.

[Namun,] jika ia mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan, maka ia pasti akan menjadi seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna. Nama baiknya akan tersebar dan diketahui di segala arah.

Setelah mendengar hal ini, pada sore hari Sang Bhagavā bangkit dari keterasingan, pergi ke aula pertemuan, dan duduk pada sebuah tempat duduk yang diatur di hadapan perkumpulan para bhikkhu. Ia bertanya kepada para bhikkhu, “Topik apakah yang kalian bahas ketika duduk bersama di aula pertemuan hari ini?”

Para bhikkhu menjawab:

Sang Bhagavā, ketika duduk bersama di aula pertemuan hari ini, kami sedang membahas topik ini:

Teman-teman yang mulia, adalah paling menakjubkan, paling luar biasa bahwa bagi seorang manusia agung yang diberkahi dengan tiga-puluh-dua tanda terdapat sesungguhnya [hanya] dua kemungkinan: Jika ia menjalankan kehidupan rumah, ia pasti akan menjadi seorang raja pemutar-roda, yang cerdas dan bijaksana, dilengkapi dengan armada pasukan berunsur empat untuk menguasai seluruh dunia, dengan bebas, seperti yang ia sukai. Menjadi seorang raja Dharma yang baik, ia mencapai tujuh harta karun. Tujuh harta karun itu adalah harta karun roda, harta karun gajah, harta karun kuda, harta karun permata, harta karun wanita, harta karun pelayan, dan harta karun penasehat – ini adalah tujuh hal itu.

Ia akan memiliki seribu orang putra, yang gagah, berani, tak kenal takut, dan dapat mengalahkan orang lain. Ia pasti akan menguasai seluruh dunia, sampai sejauh samudera, tanpa bergantung pada pisau atau gada, hanya dengan mengajarkan Dharma, yang membawa perdamaian dan kebahagiaan.

[Namun,] jika ia mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan, maka ia pasti akan menjadi seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna. Nama baiknya akan tersebar dan diketahui di segala arah.
Sang Bhagavā, adalah untuk membahas topik ini sehingga kami duduk bersama di aula pertemuan.

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada mereka:

Para bhikkhu, apakah kalian ingin mendengar dari Sang Tathāgata tiga-puluh-dua tanda, di mana seorang manusia agung diberkahi dengannya, [yang] terdapat sesungguhnya [hanya] dua kemungkinan?

Jika ia menjalankan kehidupan rumah, ia pasti akan menjadi seorang raja pemutar-roda, yang cerdas dan bijaksana, dilengkapi dengan armada pasukan berunsur empat untuk menguasai seluruh dunia, dengan bebas, seperti yang ia sukai. Menjadi seorang raja Dharma yang baik, ia mencapai tujuh harta karun. Tujuh harta karun itu adalah harta karun roda, harta karun gajah, harta karun kuda, harta karun permata, harta karun wanita, harta karun pelayan, dan harta karun penasehat – ini adalah tujuh hal itu.

Ia akan memiliki seribu orang putra, yang gagah, berani, tak kenal takut, dan dapat mengalahkan orang lain. Ia pasti akan menguasai seluruh dunia, sampai sejauh samudera, tanpa bergantung pada pisau atau gada, hanya dengan mengajarkan Dharma, yang membawa perdamaian dan kebahagiaan.

[Namun,] jika ia mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan, maka ia pasti akan menjadi seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna. Nama baiknya akan tersebar dan diketahui di segala arah.

Mendengar hal ini, para bhikkhu menjawab:

Sang Bhagavā, ini adalah kesempatan yang tepat. Sang Sugata, ini adalah kesempatan yang tepat. Jika Sang Bhagavā akan menjelaskan kepada para bhikkhu tiga-puluh-dua tanda itu, para bhikkhu, dengan mendengarkannya, akan menerima dan mengingatnya dengan baik.

Sang Bhagavā berkata, “Para bhikkhu, dengarkanlah dengan seksama. Dengarkanlah dengan seksama, dan perhatikan dengan baik. Aku akan menjelaskannya secara lengkap kepada kalian.”

Kemudian para bhikkhu mendengarkan untuk menerima pengajaran.

Sang Buddha berkata:

Kaki seorang manusia agung berdiri datar dan rata di atas tanah. Ini disebut tanda seorang manusia agung. Lagi, telapak kaki seorang manusia agung mengandung roda dengan seribu jeruji, semuanya lengkap. Ini disebut tanpa seorang manusia agung.

Lagi, jari kaki seorang manusia agung adalah panjang dan ramping. Ini disebut tanda seorang manusia agung.

Lagi, garis kaki seorang manusia agung adalah datar dan lurus. Ini disebut tanda seorang manusia agung.

Lagi, tumit dan pergelangan kaki seorang manusia agung adalah sama dan sempurna pada kedua sisinya. Ini disebut tanda seorang manusia agung.

Lagi, kedua pergelangan kaki seorang manusia agung adalah rata. Ini disebut tanda seorang manusia agung.

Lagi, rambut tubuh seorang manusia agung memutar ke atas. Ini disebut tanda seorang manusia agung.

Lagi, seorang manusia agung memiliki tangan dan kaki yang berselaput di antara jari-jarinya, seperti seekor angsa kerajaan. Ini disebut tanda seorang manusia agung.

Lagi, tangan dan kaki seorang manusia agung sangat lunak dan lembut bagaikan seroja. Ini disebut tanda seorang manusia agung.

Lagi, kulit seorang manusia agung adalah lembut dan halus; debu dan air tidak menempel padanya. Ini disebut tanda seorang manusia agung.

Lagi, setiap helai rambut tubuh seorang manusia agung adalah terpisah, tumbuh dari sebuah pori, memiliki warna ungu gelap, dan melingkar ke kanan seperti kulit kerang yang berpilin. Ini disebut tanda seorang manusia agung.

Lagi, paha seorang manusia agung bagaikan paha seekor rusa kerajaan. Ini disebut tanda seorang manusia agung.

Lagi, organ kelamin pria seorang manusia agung tertutup, seperti organ kelamin kuda kerajaan yang dikembangbiakkan dengan baik.

Lagi, bentuk tubuh seorang manusia agung adalah bulat sempurna dan dalam proporsi yang tepat, seperti sebatang pohon banyan. Ini disebut tanda seorang manusia agung.

Lagi, seorang manusia agung, dengan tubuhnya tidak membungkuk, tanpa membungkukkan tubuhnya, ketika berdiri tegak, dapat menyentuh tumitnya dengan tangannya. Ini disebut tanda seorang manusia agung.

Lagi, tubuh seorang manusia agung dengan corak kulit keemasan seperti emas murni dengan sedikit warna ungu. Ini disebut tanda seorang manusia agung.

Lagi, tujuh bagian tubuh seorang manusia agung adalah sempurna. Tujuh bagian yang sempurna itu adalah dua tangan, dua kaki, dua bahu, dan leher. Ini disebut tanda seorang manusia agung.

Lagi, bagian atas tubuh seorang manusia agung bagaikan bagian atas tubuh seekor singa. Ini disebut tanda seorang manusia agung.

Lagi, rahang seorang manusia agung bagaikan rahang seekor singa. Ini disebut tanda seorang manusia agung.

Lagi, seorang manusia agung memiliki tulang belakang dan punggung yang lurus. Ini disebut tanda seorang manusia agung.

Lagi, bahu seorang manusia agung berhubungan dengan leher secara datar dan sempurna. Ini disebut tanda seorang manusia agung.

Lagi, seorang manusia agung dilengkapi dengan empat puluh gigi. Giginya rata, tidak ada celah di antara giginya, giginya putih, dan ia dapat merasakan yang terbaik di antara rasa. Ini disebut tanda seorang manusia agung.

Lagi, seorang manusia agung diberkahi dengan suara surgawi yang enak didengar seperti suara burung karavīka. Ini disebut tanda seorang manusia agung.

Lagi, seorang manusia agung memiliki lidah yang panjang dan lebar yang dapat menutupi seluruh wajah ketika diulurkan dari mulut. Ini disebut tanda seorang manusia agung.

Lagi, bulu mata seorang manusia agung penuh, bagaikan bulu mata lembu jantan kerajaan. Ini disebut tanda seorang manusia agung.

Lagi, mata seorang manusia agung berwarna biru. Ini disebut tanda seorang manusia agung.

Lagi, seorang manusia agung memiliki tonjolan gemuk pada ubun-ubun kepala yang bulat dan seimbang, dengan rambut yang melingkar ke kanan bagaikan kulit kerang yang berpilin. Ini disebut tanda seorang manusia agung.

Lagi, seorang manusia agung memiliki rambut putih yang melingkar ke kanan yang tumbuh di antara alis matanya. Ini disebut tanda seorang manusia agung.

Para bhikkhu, bagi seorang manusia agung yang diberkahi dengan tiga-puluh-dua tanda ini terdapat sesungguhnya [hanya] dua kemungkinan. Jika ia menjalankan kehidupan rumah, ia pasti akan menjadi seorang raja pemutar-roda, yang cerdas dan bijaksana, dilengkapi dengan armada pasukan berunsur empat untuk menguasai seluruh dunia, dengan bebas, seperti yang ia sukai. Menjadi seorang raja Dharma yang baik, ia mencapai tujuh harta karun. Tujuh harta karun itu adalah harta karun roda, harta karun gajah, harta karun kuda, harta karun permata, harta karun wanita, harta karun pelayan, dan harta karun penasehat – ini adalah tujuh hal itu.

Ia akan memiliki seribu orang putra, yang gagah, berani, tak kenal takut, dan dapat mengalahkan orang lain. Ia pasti akan menguasai seluruh dunia, sampai sejauh samudera, tanpa bergantung pada pisau atau gada, hanya dengan mengajarkan Dharma, yang membawa perdamaian dan kebahagiaan.

[Namun,] jika ia mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan, maka ia pasti akan menjadi seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna. Nama baiknya akan tersebar dan diketahui di segala arah.

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #3 on: 06 April 2016, 07:55:54 PM »
60. Kotbah tentang Empat Benua<156>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu Yang Mulia Ānanda, yang sedang bermeditasi di suatu tempat yang sunyi, dengan merenungkan, berpikir:

Sangat sedikit orang di dunia yang dapat memenuhi keinginannya sehubungan dengan kesenangan indera, dan hanya sedikit yang menjadi kecewa dengan kesenangan indera pada waktu mereka meninggal. Adalah sangat jarang bahwa orang-orang di dunia yang dapat memenuhi keinginan mereka sehubungan kesenangan indera atau menjadi kecewa dengan kesenangan indera pada waktu mereka meninggal.

Kemudian, pada malam hari, Yang Mulia Ānanda bangkit dari duduk bermeditasi dan mendekati Sang Buddha. Setelah tiba di sana, ia memberikan penghormatan, duduk pada satu sisi, dan berkata:

Sang Bhagavā. Hari ini, [ketika] duduk bermeditasi di suatu tempat yang sunyi, dengan merenungkan, aku berpikir:

Sangat sedikit orang di dunia yang dapat memenuhi keinginannya sehubungan dengan kesenangan indera, dan hanya sedikit yang menjadi kecewa dengan kesenangan indera pada waktu mereka meninggal. Adalah sangat jarang bahwa orang-orang di dunia yang dapat memenuhi keinginan mereka sehubungan kesenangan indera atau menjadi kecewa dengan kesenangan indera pada waktu mereka meninggal.

Sang Buddha berkata kepada Ānanda:

Demikianlah. Demikianlah. Sangat sedikit orang di dunia yang dapat memenuhi keinginan mereka sehubungan dengan kesenangan indera, dan hanya sedikit yang menjadi kecewa terhadap kesenangan indera pada waktu mereka meninggal. Adalah sangat jarang, Ānanda, bahwa orang-orang di dunia yang dapat memenuhi keinginan mereka sehubungan dengan kesenangan indera atau menjadi kecewa dengan kesenangan indera pada waktu mereka meninggal.

Adalah sangat jarang, Ānanda, sangat jarang sesungguhnya, bahwa orang-orang di dunia yang dapat memenuhi keinginan mereka sehubungan dengan kesenangan indera, atau menjadi kecewa dengan kesenangan indera pada waktu mereka meninggal. Sebaliknya, Ānanda, banyak orang di dunia, sangat banyak, yang tidak dapat memenuhi keinginan mereka sehubungan dengan kesenangan indera dan tidak menjadi kecewa dengan kesenangan indera pada waktu mereka meninggal. Mengapa demikian?

Pada masa lampau, Ānanda, terdapat seorang raja bernama Mandhātu, seorang raja pemutar-roda, yang cerdas dan bijaksana, dilengkapi dengan armada pasukan berunsur empat untuk menguasai seluruh dunia, dengan bebas, seperti yang ia sukai. Menjadi seorang raja Dharma yang baik, ia mencapai tujuh harta karun. Tujuh harta karun itu adalah harta karun roda, harta karun gajah, harta karun kuda, harta karun permata, harta karun wanita, harta karun pelayan, dan harta karun penasehat – ini adalah tujuh hal itu.

Ia akan memiliki seribu orang putra, yang gagah, berani, tak kenal takut, dan dapat mengalahkan orang lain. Ia pasti menguasai seluruh dunia, sampai sejauh samudera, tanpa bergantung pada pisau atau gada, hanya dengan mengajarkan Dharma, yang membawa perdamaian dan kebahagiaan.

Kemudian, Ānanda, setelah waktu yang lama, Raja Mandhātu berpikir:

Aku menguasai Jambudīpa, yang sangat makmur dan menyenangkan, dengan banyak penduduk; aku memiliki tujuh harta karun dan seribu orang putra. [Tetapi] aku berkeinginan bahwa akan turun hujan harta karun di istana selama tujuh hari hingga mereka telah menumpuk sampai lututku.

Ānanda, karena Raja Mandhātu diberkahi dengan kekuatan batin yang besar, kebajikan yang besar dan hebat, jasa yang besar, kekuatan yang besar dan hebat, segera setelah ia memikirkan keinginan ini, turun hujan harta karun selama tujuh hari hingga mereka telah menumpuk sampai lututnya.

Kemudian, Ānanda, setelah waktu yang lama, Raja Mandhātu berpikir:

Aku menguasai Jambudīpa, yang sangat makmur dan menyenangkan, dengan banyak penduduk; aku memiliki tujuh harta karun dan seribu orang putra; dan turun hujan harta karun di istana selama tujuh hari hingga mereka telah menumpuk sampai lututku.

Aku ingat telah mendengar dari orang-orang zaman dahulu bahwa terdapat sebuah benua di barat bernama Godānī, yang sangat makmur dan menyenangkan, dengan banyak penduduk. Aku sekarang berkeinginan untuk pergi dan melihat benua Godānī. Setelah pergi ke sana, aku akan menaklukkannya sepenuhnya.

Ānanda, karena Raja Mandhātu diberkahi dengan kekuatan batin yang besar, kebajikan yang besar dan hebat, jasa yang besar, kekuatan yang besar dan hebat, segera setelah ia memikirkan keinginan ini, dengan kekuatan batinnya ia mengadakan perjalanan ke sana melalui udara, bersama-sama dengan armada pasukannya yang berunsur empat.

Ānanda, Raja Mandhātu segera tiba di benua Godānī dan berdiam di sana. Ānanda, Raja Mandhātu menaklukkan benua Godānī sepenuhnya, dan berdiam di sana selama tak terhitung ratusan dan ribuan tahun.

Kemudian, Ānanda, setelah waktu yang lama, Raja Mandhātu berpikir lagi:

Aku menguasai Jambudīpa, yang sangat makmur dan menyenangkan, dengan banyak penduduk; aku memiliki tujuh harta karun dan memiliki seribu orang putra; dan turun hujan harta karun di istana selama tujuh hari hingga mereka telah menumpuk sampai lututku. Aku juga menguasai benua Godānī.

Aku juga ingat telah mendengar dari orang-orang zaman dahulu bahwa terdapat sebuah benua di timur bernama Pubbavideha, yang sangat makmur dan menyenangkan, dengan banyak penduduk. Aku sekarang berkeinginan untuk pergi dan melihat benua Pubbavideha. Setelah pergi ke sana, aku akan menaklukkannya sepenuhnya.

Ānanda, karena Raja Mandhātu diberkahi dengan kekuatan batin yang besar, kebajikan yang besar dan hebat, jasa yang besar, kekuatan yang besar dan hebat, segera setelah ia memikirkan keinginan ini, dengan kekuatan batinnya ia mengadakan perjalanan ke sana melalui udara, bersama-sama dengan armada pasukannya yang berunsur empat.

Ānanda, Raja Mandhātu segera tiba di benua Pubbavideha dan berdiam di sana. Ānanda, Raja Mandhātu menaklukkan benua Pubbavideha sepenuhnya, dan berdiam di sana selama tak terhitung ratusan dan ribuan tahun.

Kemudian, Ānanda, setelah waktu yang lama, Raja Mandhātu lagi berpikir:

Aku menguasai Jambudīpa, yang sangat makmur dan menyenangkan, dengan banyak penduduk; aku memiliki tujuh harta karun dan memiliki seribu orang putra; dan turun hujan harta karun di istana selama tujuh hari hingga mereka telah menumpuk sampai lututku. Aku juga menguasai benua Godānī dan benua Pubbavideha.

Aku juga ingat telah mendengar dari orang-orang zaman dahulu bahwa terdapat sebuah benua di utara bernama Uttarakuru, yang sangat makmur dan menyenangkan, dengan banyak penduduk, yang tidak memiliki persepsi diri dan tidak memiliki kepemilikan. Aku sekarang berkeinginan untuk pergi dan melihat benua Uttarakuru, bersama-sama dengan para pelayanku. Setelah pergi ke sana, aku akan menaklukkannya sepenuhnya.

Ānanda, karena Raja Mandhātu diberkahi dengan kekuatan batin yang besar, kebajikan yang besar dan hebat, jasa yang besar, kekuatan yang besar dan hebat, segera setelah ia memikirkan keinginan ini, dengan kekuatan batinnya ia mengadakan perjalanan ke sana melalui udara, bersama-sama dengan armada pasukannya yang berunsur empat.

Ānanda, Raja Mandhātu melihat dari jauh bahwa datarannya berwarna putih dan berkata kepada orang-orang istananya, “Apakah kalian melihat bahwa dataran Uttarakuru berwarna putih?”

Orang-orang istana menjawab, “Ya, yang mulia. Kami melihatnya.”

Raja berkata lebih lanjut,

Apakah kalian mengetahui bahwa [warna putih] adalah beras putih yang alami, yang adalah makanan pokok orang-orang Uttarakuru? Kalian juga seharusnya memakan makanan ini.

Ānanda, Raja Mandhātu juga melihat dari jauh bahwa di benua Uttarakuru terdapat berbagai jenis pohon, yang bersih, mengagumkan, dekoratif, dan dengan berbagai warna, yang dikelilingi oleh sebuah pagar.

Ia berkata kepada orang-orang istananya:

Apakah kalian melihat bahwa di benua Uttarakuru terdapat berbagai jenis pohon, yang bersih, mengagumkan, dekoratif, dan dengan berbagai warna, yang dikelilingi oleh sebuah pagar?

Orang-orang istana menjawab, “Ya, yang mulia. Kami melihatnya.”

Raja berkata lebih lanjut:

Apakah kalian mengetahui bahwa pohon-pohon ini menghasilkan pakaian untuk orang-orang Uttarakuru? Orang-orang Uttarakuru mengambil pakaian ini dan memakainya. Kalian juga seharusnya mengambil pakaian ini dan memakainya.

Ānanda, Raja Mandhātu segera tiba di benua Uttarakuru dan berdiam di sana. Ānanda, Raja Mandhātu menaklukkan benua Uttarakuru sepenuhnya, dan berdiam di sana selama tak terhitung ratusan dan ribuan tahun, bersama-sama dengan para pelayannya.

Kemudian, Ānanda, setelah waktu yang lama, Raja Mandhātu lagi berpikir:

Aku menguasai Jambudīpa, yang sangat makmur dan menyenangkan, dengan banyak penduduk; aku memiliki tujuh harta karun dan memiliki seribu orang putra; dan turun hujan harta karun di istana selama tujuh hari hingga mereka telah menumpuk sampai lututku. Aku juga menguasai benua Godānī, benua Pubbavideha, dan benua Uttarakuru. Aku juga mendengar dari orang-orang zaman dahulu bahwa terdapat suatu surga bernama surga tiga-puluh-tiga. Aku sekarang berkeinginan untuk pergi dan melihat surga tiga-puluh-tiga.

Ānanda, karena Raja Mandhātu diberkahi dengan kekuatan batin yang besar, kebajikan yang besar dan hebat, jasa yang besar, kekuatan yang besar dan hebat, segera setelah ia memikirkan keinginan ini, dengan kekuatan batinnya ia mengadakan perjalanan melalui udara menuju cahaya matahari, bersama-sama dengan armada pasukannya yang berunsur empat.

Ānanda, Raja Mandhātu melihat dari jauh bahwa di surga tiga-puluh-tiga, di atas Sumeru, raja para gunung, terdapat sesuatu yang menyerupai sebuah awan besar. Ia berkata kepada orang-orang istananya, “Apakah kalian melihat, di surga tiga-puluh-tiga, di atas Sumeru, raja para gunung, sesuatu yang menyerupai sebuah awan besar?”

Orang-orang istana menjawab: “Ya, yang mulia. Kami melihatnya.”

Raja berkata lebih lanjut:

Apakah kalian mengetahui bahwa itu adalah pohon karang milik para dewa tiga-puluh-tiga? Di bawah pohon ini para dewa tiga-puluh-tiga, yang diberkahi dengan lima jenis kesenangan indera, menikmati dirinya sendiri selama empat bulan musim panas.

Ānanda, Raja Mandhātu juga melihat dari jauh bahwa di surga tiga-puluh-tiga, di atas Sumeru, raja para gunung, di dekat sisi selatannya, terdapat sesuatu yang menyerupai sebuah awan besar. Ia berkata kepada orang-orang istananya:

Apakah kalian melihat, di surga tiga-puluh-tiga, di atas Sumeru, raja para gunung, di dekat sisi selatannya, sesuatu yang menyerupai sebuah awan besar?

Orang-orang istana menjawab, “Ya, yang mulia. Kami melihatnya.”

Raja berkata lebih lanjut:

Apakah kalian mengetahui bahwa itu adalah Aula Sudhamma milik para dewa tiga-puluh-tiga? Dalam Aula Sudhamma ini para dewa tiga-puluh-tiga merenungkan Dharma dan maknanya untuk para dewa dan manusia pada hari kedelapan dan keempat belas [atau] kelima belas [dari setiap setengah bulan lunar].

Kemudian, Ānanda, Raja Mandhātu segera tiba di surga tiga-puluh-tiga. Setelah tiba di surga tiga-puluh-tiga, ia memasuki Aula Sudhamma. Di sana Sakka, raja para dewa, memberikan Raja Mandhātu setengah tahtanya untuk duduk. Raja Mandhātu kemudian duduk pada setengah tahta Sakka, raja para dewa.

Kemudian [ketika mereka duduk di sana], Raja Mandhātu dan Sakka, raja para dewa, tidak dapat dibedakan. Tidak ada perbedaan di antara mereka dalam kecemerlangan, corak kulit, atau bentuk; juga tidak ada perbedaan dalam gerakan, perilaku, atau pakaian. Satu-satunya perbedaan adalah sehubungan dengan kedipan mata.

Kemudian, Ānanda, setelah waktu yang lama Raja Mandhātu lagi berpikir:

Aku menguasai Jambudīpa, yang sangat makmur dan menyenangkan, dengan banyak penduduk; aku memiliki tujuh harta karun dan memiliki seribu orang putra; dan turun hujan harta karun di istana selama tujuh hari hingga mereka telah menumpuk sampai lututku. Aku juga menguasai benua Godānī, benua Pubbavideha, dan benua Uttarakuru.

Juga, aku telah mengunjungi pertemuan dari perkumpulan besar para dewa tiga-puluh-tiga. Aku telah memasuki Aula Sudhamma surgawi, di mana Sakka, raja para dewa, memberikanku setengah tahtanya untuk duduk. Aku dapat duduk di setengah tahta Sakka, raja para dewa. [Ketika kami duduk di sana,] aku dan Sakka, raja para dewa, tidak dapat dibedakan. Tidak ada perbedaan antara kami dalam kecemerlangan, corak kulit, atau bentuk; juga tidak ada perbedaan dalam gerakan, perilaku, atau pakaian. Satu-satunya perbedaan adalah sehubungan dengan kedipan mata. Aku sekarang ingin mengusir Sakka, raja para dewa, mengambil alih setengah tahta lainnya, dan menjadi raja para dewa dan manusia, [berkuasa] dengan bebas, seperti yang aku sukai.

Ānanda, segera ketika Raja Mandhātu memikirkan keinginan ini, sebelum ia mengetahuinya, ia telah jatuh kembali ke Jambudīpa, kehilangan kekuatan batinnya, dan sakit parah. Ketika Raja Mandhātu sekarat, orang-orang istananya pergi menemuinya dan berkata:

Yang mulia, jika para brahmana, perumah tangga, dan rakyat [anda] datang dan bertanya kepada kami apakah yang dikatakan Raja Mandhātu ketika ia sekarat, bagaimanakah, yang mulia, seharusnya kami menjawab para brahmana, perumah tangga, dan rakyat ini?

Kemudian Raja Mandhātu berkata kepada orang-orang istana:

Jika para brahmana, perumah tangga, dan rakyat[ku] datang dan bertanya kepada kalian apakah yang dikatakan Raja Mandhātu ketika ia sekarat, kalian seharusnya menjawab seperti ini: “[Walaupun] Raja Mandhātu memperoleh benua Jambudīpa, keinginannya tidak terpenuhi pada waktu ia meninggal. [Walaupun] Raja Mandhātu memperoleh tujuh harta karun, keinginannya tidak terpenuhi pada waktu ia meninggal. [Walaupun] ia memiliki seribu orang putra, keinginannya tidak terpenuhi pada waktu ia meninggal. [Walaupun] untuk Raja Mandhātu hujan harta karun turun selama tujuh hari, keinginannya tidak terpenuhi pada waktu ia meninggal.

[Walaupun] Raja Mandhātu memperoleh benua Godānī, keinginannya tidak terpenuhi pada waktu ia meninggal. [Walaupun] Raja Mandhātu memperoleh benua Pubbavideha, keinginannya tidak terpenuhi pada waktu ia meninggal. [Walaupun] Raja Mandhātu memperoleh benua Uttarakuru, keinginannya tidak terpenuhi pada waktu ia meninggal.

[Walaupun] Raja Mandhātu mengunjungi perkumpulan para dewa, keinginannya tidak terpenuhi pada waktu ia meninggal. [Walaupun] Raja Mandhātu diberkahi dengan lima jenis kesenangan indera, bentuk-bentuk, suara-suara, bebauan, rasa, dan sensasi sentuhan, keinginannya tidak terpenuhi pada waktu ia meninggal.

Jika para brahmana, perumah tangga, dan rakyat[ku] datang dan bertanya kepada kalian apa yang dikatakan Raja Mandhātu ketika ia sekarat, kalian seharusnya menjawab seperti ini.

Kemudian Sang Bhagavā mengucapkan syair-syair ini:

[Bahkan jika] turun hujan harta karun yang menakjubkan,
Seseorang yang memiliki keinginan tidak akan terpuaskan.
Keinginan adalah penderitaan, tanpa kebahagiaan –
Ini seharusnya diketahui orang bijaksana.
Bahkan jika [seseorang yang memiliki keinginan] memperoleh sekumpulan emas,
Sebesar Himalaya,
Ia tidak akan terpuaskan sama sekali –
Demikianlah orang bijaksana merenungkan.

[Bahkan ketika] memperoleh lima kesenangan indera surgawi yang mengagumkan
Ia tidak bergembira dalam lima hal ini,
Seorang siswa [sejati] Yang Tercerahkan Sempurna,
sebaiknya mengharapkan pada penghancuran ketagihan dan pada ketidakmelekatan.<157>

Kemudian Sang Bhagavā berkata:

Ānanda, apakah engkau berpikir bahwa Raja Mandhātu dari zaman dahulu adalah seseorang selain [daripada aku]? Janganlah berpikir demikian. Engkau seharusnya mengetahui bahwa ia adalah aku.

Pada waktu itu, Ānanda, aku berkeinginan untuk memberi manfaat pada diriku sendiri, memberi manfaat pada orang lain, memberi manfaat pada banyak orang; aku telah memiliki belas kasih kepada seluruh dunia, dan aku mencari kesejahteraan, manfaat, kedamaian, dan kebahagiaan bagi para dewa dan manusia.

Ajaran yang kuberikan pada waktu itu tidak membawa pada yang tertinggi, bukanlah kemurnian tertinggi, bukanlah kehidupan suci, bukanlah penyelesaian tertinggi kehidupan suci. Pada waktu itu aku tidak dapat meninggalkan kelahiran, usia tua, penyakit, kematian, dukacita, dan kesengsaraan, dan aku tidak dapat mencapai pembebasan dari semua penderitaan.

Ānanda, aku sekarang telah muncul di dunia ini sebagai seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang Yang Pergi-dengan-baik, pengenal dunia, pemimpin yang tidak tertandingi dari orang-orang yang dijinakkan, guru para dewa dan manusia, seorang Buddha, seorang Yang Beruntung.

Ajaran yang kuberikan sekarang membawa pada yang tertinggi, adalah kemurnian tertinggi, penyelesaian tertinggi kehidupan suci. Aku sekarang telah meninggalkan kelahiran, usia tua, penyakit, kematian, dukacita, dan kesengsaraan. Aku sekarang telah mencapai pembebasan sempurna dari penderitaan.

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, Yang Mulia Ānanda dan para bhikkhu [lainnya] bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #4 on: 06 April 2016, 08:01:06 PM »
61. Kotbah dengan Perumpamaan Kotoran Sapi<158>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu, seorang bhikkhu, yang sedang duduk bermeditasi dengan merenung di suatu tempat yang sunyi, memiliki pemikiran ini:

Apakah terdapat bentuk apa pun yang kekal dan tidak berubah, sepenuhnya menyenangkan, dan ada selamanya? Apakah terdapat perasaan apa pun, persepsi apa pun, bentukan kehendak apa pun, kesadaran apa pun yang kekal dan tidak berubah, sepenuhnya menyenangkan, dan ada selamanya?

Kemudian, pada malam hari, bhikkhu itu bangkit dari duduk bermeditasi, mendekati Sang Buddha, memberikan penghormatan dengan kepalanya [pada kaki Sang Buddha], dan duduk pada satu sisi. Ia berkata:

Sang Bhagavā, hari ini aku duduk bermeditasi di suatu tempat yang sunyi, dengan merenungkan, dan aku memiliki pemikiran ini:

Apakah terdapat bentuk materi apa pun yang kekal dan tidak berubah, sepenuhnya menyenangkan, dan ada selamanya? Apakah terdapat perasaan apa pun, persepsi apa pun, bentukan kehendak apa pun, kesadaran apa pun yang kekal dan tidak berubah, sepenuhnya menyenangkan, dan ada selamanya?

Sang Buddha berkata kepada bhikkhu itu:

Tidak ada bentuk materi yang kekal dan tidak berubah, sepenuhnya menyenangkan, dan ada selamanya. Tidak ada perasaaan, tidak ada persepsi, tidak ada bentukan kehendak, tidak ada kesadaran yang kekal dan tidak berubah, sepenuhnya menyenangkan, dan ada selamanya.

Kemudian Sang Bhagavā mengambil sedikit kotoran sapi dengan kuku jarinya, dan berkata, “Bhikkhu, apakah engkau melihat sedikit kotoran sapi yang telah aku ambil dengan kuku jariku?”

Bhikkhu itu berkata, “Ya, Sang Bhagavā. Aku melihatnya.”

Sang Buddha lebih lanjut berkata kepada bhikkhu itu:

[Sekecil ini], tidak ada bahkan sedemikian kecil jumlah bentuk materi yang kekal dan tidak berubah, sepenuhnya menyenangkan, dan ada selamanya. [Sekecil ini], tidak ada bahkan sedemikian kecil jumlah perasaan, persepsi, bentukan kehendak, kesadaran yang kekal dan tidak berubah, sepenuhnya menyenangkan, dan ada selamanya.

Mengapa demikian? Bhikkhu, aku ingat bagaimana, pada masa lampau yang jauh, aku berlatih perbuatan-perbuatan berjasa selama waktu yang lama. Setelah berlatih perbuatan-perbuatan berjasa selama waktu yang lama, aku mengalami akibat yang menyenangkan selama waktu yang lama. Bhikkhu, [karena] pada masa lampau yang jauh aku telah berlatih cinta-kasih selama tujuh tahun, aku tidak datang [terlahir] ke dunia ini selama tujuh masa kemunculan dan kehancuran semesta.

Ketika dunia menuju kehancuran, aku terlahir di surga bercahaya. Ketika dunia muncul [kembali], aku turun untuk terlahir di suatu istana Brahmā yang kosong. Di antara para Brahmā [di sana] aku adalah Maha Brahmā, yang menjadi raja surgawi yang tercipta-dengan-sendirinya atas tempat-tempat lainnya selama seribu masa semesta. [Lagi,] aku adalah Sakka, raja para dewa, selama tiga-puluh-enam masa semesta, dan aku adalah raja khattiya Mandhātu selama tak terhitung masa semesta.

Bhikkhu, ketika aku adalah raja khattiya Mandhātu, aku memiliki delapan-puluh-empat ribu ekor gajah besar, yang dilengkapi dengan perlengkapan kereta yang bagus, dihiasi dengan berbagai harta karun, dengan mutiara putih dan giok, di mana gajah utamanya adalah gajah kerajaan, Uposatha.

Bhikkhu, ketika aku adalah raja khattiya Mandhātu, aku memiliki delapan-puluh-empat ribu ekor kuda yang dilengkapi dengan perlengkapan kereta yang bagus, dihiasi dengan berbagai harta karun, emas dan perak yang dijalin dengan giok, di mana kuda utamanya adalah kuda kerajaan, Valāhaka.

Bhikkhu, ketika aku adalah raja khattiya Mandhātu, aku memiliki delapan-puluh-empat kereta, yang dihiasi dengan empat jenis hiasan dan berbagai barang yang indah, seperti kulit singa, macan, dan macan tutul, yang ditenun dengan hiasan dengan berbagai warna dan berbagai hiasan, kereta yang sangat cepat, di mana kereta utamanya adalah kereta Vejayanta.

Bhikkhu, ketika aku adalah raja khattiya Mandhātu, aku memiliki delapan-puluh-empat ribu kota, yang sangat besar dan menyenangkan, dengan banyak penduduk, di mana kota utamanya adalah Kusāvatī.

Bhikkhu, ketika aku adalah raja khattiya Mandhātu, aku memiliki delapan-puluh-empat ribu bangunan yang bertingkat banyak, yang terbuat dari empat jenis barang berharga, emas, perak, beril, dan kristal, di mana bangunan utamanya adalah Aula Sudhamma.

Bhikkhu, ketika aku adalah raja khattiya Mandhātu, aku memiliki delapan-puluh-empat ribu tahta, yang terbuat dari empat jenis barang berharga, emas, perak, beril, dan kristal, dan dilapisi dengan kain wol, ditutupi dengan brokat dan kain sutra yang bagus, dengan selimut yang berlapis dan dilapisi dengan kapas, dan dengan bantal [yang terbuat dari] kulit rusa pada kedua ujungnya.

Bhikkhu, ketika aku adalah raja khattiya Mandhātu, aku memiliki delapan-puluh-empat ribu setel pakaian: pakaian dari rami, pakaian dari brokat, pakaian dari sutra, pakaian dari katun, dan pakaian dari kulit rusa.

Bhikkhu, ketika aku adalah raja khattiya Mandhātu, aku memiliki delapan-puluh-empat ribu orang wanita, yang masing-masing dengan tubuh yang sangat bagus, jernih, cerah, segar, dengan kecantikan yang luar biasa, melampaui [kecantikan] manusia, [kecantikan] hampir surgawi, kecantikan mulia yang menggembirakan mereka yang melihatnya, dihiasi dengan berbagai harta karun dan kalung dari giok dan mutiara untuk perhiasan yang mulia, para wanita khattiya murni, dan juga tak terhitung wanita dari kasta lain.

Bhikkhu, ketika aku adalah raja khattiya Mandhātu, aku memiliki delapan-puluh-empat ribu jenis makanan, yang dihidangkan siang dan malam terus-menerus bagiku untuk dimakan ketika aku menginginkannya.

Bhikkhu, dari delapan-puluh-empat ribu jenis makanan terdapat satu yang secara khusus enak dan segar, dengan berbagai rasa, yang aku sering makan.

Bhikkhu, dari delapan-puluh-empat ribu wanita terdapat seorang wanita khattiya, yang paling mulia dan cantik, yang sering menungguku.

Bhikkhu, dari delapan-puluh-empat ribu setel pakaian terdapat satu setel, dari rami atau brokat atau sutra atau katun atau kulit rusak, yang aku sering pakai.

Bhikkhu, dari delapan-puluh-empat ribu tahta terdapat satu tahta, dari emas atau perak atau beril atau kristal, yang dilapisi dengan kain wol, ditutupi dengan brokat dan kain sutra yang bagus, dengan selimut yang berlapis dan dilapisi dengan kapas, dan dengan bantal [yang terbuat dari] kulit rusa pada kedua ujungnya, di mana aku sering duduk.

Bhikkhu, dari delapan-puluh-empat ribu bangunan bertingkat banyak, terdapat satu [yang terbuat dari] emas atau perak atau beril atau kristal, disebut Aula Sudhamma, di mana aku sering tinggal.

Bhikkhu, dari delapan-puluh-empat ribu kota terdapat satu, yang sangat makmur dan menyenangkan, dengan banyak penduduk, bernama Kusāvatī, di mana aku sering berdiam.

Bhikkhu, dari delapan-puluh-empat ribu kereta terdapat satu, yang dihiasi dengan berbagai benda yang indah seperti kulit singa, macan, dan macan tutul, yang ditenun dengan rancangan dari berbagai warna, sebuah kereta yang sangat cepat, bernama Vejayanta, yang sering aku kendarai ketika mengunjungi taman-taman hiburan.

Bhikkhu, dari delapan-puluh-empat ribu ekor kuda terdapat satu, dengan tubuh kebiruan dan kepala seperti sapi, kuda kerajaan bernama Valāhaka yang sering aku tunggangi ketika mengunjungi taman-taman hiburan.

Bhikkhu, dari delapan-puluh-empat ribu ekor gajah terdapat satu yang seluruh tubuhnya sangat putih dan tujuh bagian [tubuh]-nya sempurna, gajah kerajaan bernama Uposatha yang sering aku tunggangi ketika mengunjungi taman-taman hiburan.

Bhikkhu, aku berpikir:

Buah dan akibat dari jenis perbuatan apakah yang menyebabkanku diberkahi hari ini dengan kekuatan batin besar, kebajikan besar dan hebat, jasa besar, kekuatan besar dan hebat [demikian]?

Bhikkhu, aku berpikir lagi:

Buah dan akibat dari tiga jenis perbuatan menyebabkanku diberkahi hari ini dengan kekuatan batin besar, kebajikan besar dan hebat, jasa besar, kekuatan besar dan hebat [demikian]. Yang pertama adalah pemberian yang bermurah hati, kedua disiplin-diri, dan ketiga pengendalian [diri].

Renungkanlah ini, bhikkhu: Semua itu, keseluruhannya, akan lenyap. Kekuatan batin juga lenyap. Apakah yang engkau pikirkan, bhikkhu? Apakah bentuk materi kekal atau tidak kekal?

[Bhikkhu itu] menjawab, “Ia tidak kekal, Sang Bhagavā.”

[Sang Buddha] bertanya lebih lanjut, “Jika ia tidak kekal, apakah ia adalah penderitaan atau bukan penderitaan?”

[Bhikkhu itu] menjawab, “Ia adalah penderitaan, [karena] ia berubah, Sang Bhagavā.”

[Sang Buddha] bertanya lebih lanjut, “Jika ia tidak kekal, penderitaan dan tunduk pada perubahan, apakah seorang siswa mulia yang terpelajar akan menganggapnya sebagai ‘Ini adalah aku, ini adalah milikku, atau aku milik itu’?”

[Bhikkhu itu] menjawab, “Tidak, Sang Bhagavā.”

[Sang Buddha] bertanya lebih lanjut, “Apakah yang engkau pikirkan, bhikkhu? Apakah perasaan, persepsi, bentukan kehendak, dan kesadaran kekal atau tidak kekal?

[Bhikkhu itu] menjawab, “Mereka tidak kekal, Sang Bhagavā.”

[Sang Buddha] bertanya lebih lanjut, “Jika mereka tidak kekal, apakah mereka adalah penderitaan atau bukan penderitaan?”

[Bhikkhu itu] menjawab, “Mereka adalah penderitaan, karena mereka berubah, Sang Bhagavā.”

[Sang Buddha] bertanya lebih lanjut:

“Jika mereka tidak kekal, penderitaan dan tunduk pada perubahan, apakah seorang siswa mulia yang terpelajar akan menganggapnya sebagai ‘Ini adalah aku, ini adalah milikku, atau aku milik itu’?”

[Bhikkhu itu] menjawab, “Tidak, Sang Bhagavā.”

[Sang Buddha berkata:]

Oleh sebab itu, bhikkhu, engkau seharusnya berlatih seperti ini:

Apa pun bentuk materi, apakah masa lampau, masa depan, atau masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, baik atau buruk, dekat atau jauh – semua itu seharusnya dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan demikian: semua itu buka aku, itu bukan milikku, aku bukan milik itu.

Apa pun perasaan ... persepsi ... bentukan kehendak ... kesadaran, apakah masa lampau, masa depan, atau masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, baik atau buruk, dekat atau jauh – semua itu seharusnya dilihat sebagaimana adanya dengan kebijaksanaan demikian: semua itu bukan aku, itu bukan milikku, aku bukan milik itu.

Jika, bhikkhu, seorang siswa mulia yang terpelajar merenungkan dengan cara ini, ia menjadi kecewa dengan bentuk materi, ia menjadi kecewa dengan perasaan, persepsi, bentukan kehendak, dan kesadaran. Dengan menjadi kecewa, ia menjadi bosan. Setelah menjadi bosan, ia terbebaskan. Setelah terbebaskan, ia mengetahui bahwa ia terbebaskan. Ia mengetahui sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan. Tidak akan ada kelangsungan lain.”

Kemudian bhikkhu itu, setelah mendengarkan apa yang dikatakan Sang Buddha, menerimanya dengan baik dan menyimpannya [dalam pikiran]. Ia bangkit dari tempat duduknya, memberikan penghormatan dengan kepalanya pada kaki Sang Buddha, mengelilinginya tiga kali dan pergi.

Setelah menerima pengajaran Sang Buddha, bhikkhu itu tinggal sendiri di suatu tempat yang sunyi dan berlatih dengan tekun, tanpa lalai. Setelah tinggal di tempat yang sunyi dan berlatih dengan tekun, tanpa lalai – ia mencapai sepenuhnya puncak kehidupan suci, demi kepentingan di mana seorang anggota keluarga mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan.

Dalam kehidupan itu juga, ia dengan diri sendiri mencapai pemahaman dan pencerahan, dan berdiam setelah dengan diri sendiri mencapai realisasi. Ia mengetahui sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan. Tidak akan ada kelangsungan lain.”

Demikianlah bhikkhu itu, setelah memahami Dharma (dan seterusnya sampai dengan), menjadi seorang Arahant.

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #5 on: 06 April 2016, 08:08:09 PM »
62. Kotbah tentang Raja Bimbisāra Bertemu Sang Buddha<159>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Sang Buddha, yang sedang berdiam di negeri Magadha dengan sejumlah besar bhikkhu – seribu orang bhikkhu, semuanya bebas dari kemelekatan, yang telah mencapai kebenaran, sebelumnya para pertapa berambut-kusut – sedang mendekati Rājagaha, kota Magadha.

Kemudian, raja Magadha, Bimbisāra, mendengar bahwa Sang Bhagavā, yang sedang berdiam di negeri Magadha dengan sejumlah besar bhikkhu – seribu orang bhikkhu, semuanya bebas dari kemelekatan, yang telah mencapai kebenaran, sebelumnya para pertapa berambut-kusut – telah datang ke Rājagaha, kota Magadha.

Setelah mendengar hal itu, Bimbisāra, raja Magadha, mengumpulkan armada pasukannya yang berunsur empat, yaitu, pasukan gajah, pasukan kuda, pasukan kereta, dan pasukan pejalan kaki. Setelah mengumpulkan armada pasukannya yang berunsur empat, ia pergi mengunjungi Sang Buddha ditemani oleh tak terhitung orang, [suatu kumpulan yang] panjangnya satu liga.

Kemudian Sang Bhagavā, yang melihat dari jauh bahwa Bimbisāra, raja Magadha, datang, meninggalkan jalan dan pergi ke sebatang pohon banyan kerajaan yang berkembang dengan baik, menempatkan alas duduknya di bawahnya, dan duduk bersila, bersama-sama dengan kumpulan para bhikkhu.

Bimbisāra, raja Magadha, melihat dari jauh Sang Bhagavā di antara pepohonan hutan, yang dimuliakan dan indah, bagaikan rembulan di tengah-tengah bintang-bintang, dengan cahaya yang cemerlang, bercahaya bagaikan sebuah gunung emas, diberkahi dengan penampilan yang gagah dan keagungan yang mulia, dengan indera-indera yang tenang, bebas dari halangan, sempurna dan terdisiplinkan, dengan pikirannya yang tenang dan damai. Melihat hal ini, [raja] turun dari keretanya.

Seperti raja khattiya yang telah [dinobatkan dengan] percikan air pada kepalanya, yang adalah penguasa orang-orangnya dan berkuasa atas seluruh negeri, ia dilengkapi dengan lima lencana kerajaan: pertama, sebilah pedang; kedua, sebuah payung; ketiga, sebuah hiasan kepala kerajaan; keempat, sebuah kipas dengan pegangan yang berhiaskan permata; dan kelima, sandal berhiasan. Setelah melepaskan semua ini dan meninggalkan armada pasukannya yang berunsur empat di belakang, ia mendekati Sang Buddha dengan berjalan kaki.

Tiba di sana, ia memberikan penghormatan dan tiga kali mengumumkan namanya, “Sang Bhagavā, aku raja Magadha, Seniya Bimbisāra.” [Ia mengatakan] ini tiga kali.

Kemudian, Sang Bhagavā berkata, “Raja besar, sesungguhnya, sesungguhnya, engkau adalah Seniya Bimbisāra, raja Magadha.”

Kemudian Seniya Bimbisāra, raja Magadha, setelah mengumumkan namanya tiga kali, memberikan penghormatan kepada Sang Buddha dan duduk pada satu sisi. Beberapa di antara para penduduk Magadha memberikan penghormatan [dengan kepala mereka] pada kaki Sang Buddha dan kemudian duduk pada satu sisi; beberapa bertukar salam dengan Sang Buddha dan kemudian duduk pada satu sisi; beberapa menyalami Sang Buddha dengan telapak tangan disatukan [untuk menghormat] dan kemudian duduk di satu sisi; dan beberapa, setelah melihat Sang Buddha dari jauh, duduk dengan berdiam diri.

Pada waktu itu, Yang Mulia Uruvela Kassapa sedang duduk di antara kumpulan [para bhikkhu]. Yang Mulia Uruvela Kassapa dengan baik diingat oleh penduduk Magadha, diingat oleh mereka sebagai seorang guru besar dan dihormati dan seorang Manusia Sejati, bebas dari kemelekatan.

Kemudian para penduduk Magadha berpikir:

Apakah pertapa Gotama berlatih dalam kehidupan suci di bawah Uruvela Kassapa atau apakah Uruvela Kassapa berlatih dalam kehidupan suci di bawah pertama Gotama?

Pada waktu itu Sang Bhagavā, mengetahui apa yang dipikirkan penduduk Magadha, membacakan suatu syair kepada Yang Mulia Uruvela Kassapa:

Uruvela [Kassapa], apakah yang engkau lihat

Bahwa engkau berhenti [menyembah] api dan datang ke sini?
Katakan kepadaku, Kassapa,
Mengapa engkau tidak lagi [mengadakan] pengorbanan api?

[Uruvela Kassapa menjawab:]

Aku menyembah api demi keinginan
Untuk makanan dan minuman dengan berbagai rasa.
[Tetapi] penglihatan atas jalan [tengah] muncul, seperti ini,
Oleh karena itu, aku tidak lagi bergembira dalam pengorbanan [demikian].

[Sang Buddha bertanya lebih lanjut:]

Kassapa, [walaupun] pikiranmu tidak bergembira
Dalam makanan dan minuman dengan berbagai rasa,
Katakan kepadaku, Kassapa,
Mengapa engkau tidak bergembira dalam [menjadi] penghuni di surga?

[Uruvela Kassapa menjadi:]

[Karena] melihat kedamaian, lenyapnya,
Dan yang tidak berkondisi, aku tidak menginginkan kelangsungan [apa pun],
Paling kecil dari semua [adalah] surga yang dihormati.
Oleh karena itu, aku tidak lagi mengadakan pengorbanan api

Sang Bhagavā adalah yang tertinggi,
Sang Bhagavā tidak memiliki pikiran salah,
Beliau telah merealisasi dan tercerahkan pada semua hal.
Aku telah menerima Dharma tertinggi [beliau].

Kemudian Sang Bhagavā berkata, “Kassapa, engkau seharusnya mempertunjukkan kekuatan batin[mu], untuk membangkitkan keyakinan dan kegembiraan dalam perkumpulan.”

Kemudian Yang Mulia Uruvela Kassapa melakukan suatu pertunjukan kekuatan batin sehingga ia menghilang dari tempat duduknya dan muncul di timur, melayang melalui udara seraya mempertunjukkan empat posisi tubuh, di mana yang pertama adalah berjalan, kedua adalah berdiri, ketiga adalah duduk, dan keempat adalah berbaring.

Lagi, ia memasuki konsentrasi pada [unsur] api. Ketika Yang Mulia Uruvela Kassapa telah memasuki konsentrasi pada [unsur] api, muncul dari tubuhnya nyala api dengan berbagai warna: biru, kuning, merah, dan putih, dan di tengah-tengahnya air jernih. Ketika api muncul dari bagian bawah tubuhnya, air muncul dari bagian atas tubuhnya; ketika api muncul dari bagian atas tubuhnya, air muncul dari bagaian bawah tubuhnya.

Dengan cara yang sama [ia muncul] di selatan ... di barat ... di utara, melayang melalui udara seraya mempertunjukkan empat posisi tubuh, di mana yang pertama adalah berjalan, kedua adalah berdiri, ketiga adalah duduk, dan keempat adalah berbaring.

Lagi, ia memasuki konsentrasi pada [unsur] api. Ketika Yang Mulia Uruvela Kassapa telah memasuki konsentrasi pada [unsur] api, muncul dari tubuhnya nyala api dengan berbagai warna: biru, kuning, merah, dan putih, dan di tengah-tengahnya air jernih. Ketika api muncul dari bagian bawah tubuhnya, air muncul dari bagian atas tubuhnya; ketika api muncul dari bagian atas tubuhnya, air muncul dari bagaian bawah tubuhnya.

Kemudian Yang Mulia Uruvela Kassapa, setelah menyelesaikan pertunjukan kekuatan batinnya, memberikan penghormatan kepada Sang Buddha dan berkata:

Sang Bhagavā, Sang Buddha adalah guruku; aku adalah siswa Sang Buddha. Sang Buddha memiliki pengetahuan yang meliputi segalanya; aku tidak memiliki pengetahuan yang meliputi segalanya.

Kemudian Sang Bhagavā berkata, “Demikianlah, Kassapa; demikianlah, Kassapa. Aku memiliki pengetahuan yang meliputi segalanya; engkau tidak memiliki pengetahuan yang meliputi segalanya.”

Pada waktu itu, Yang Mulia Uruvela Kassapa membacakan suatu syair tentang dirinya sendiri:

Pada masa lampau ketika aku tidak mengetahui,
Aku memberikan pengorbanan kepada api agar terbebaskan.
Walaupun sudah tua, aku bagaikan terlahir buta.
Aku memiliki [pandangan] salah dan tidak melihat kebenaran tertinggi.

Sekarang aku melihat jalan tertinggi
Yang diajarkan sang nāga yang tertinggi:
Yang tidak berkondisi, pembebasan akhir dari penderitaan.
Ketika itu terlihat, kelahiran dan kematian diakhiri.

Setelah menyaksikan hal ini, para penduduk Magadha berpikir:

Pertapa Gotama tidak berlatih dalam kehidupan suci di bawah Uruvela Kassapa; Uruvela Kassapa berlatih dalam kehidupan suci di bawah pertapa Gotama.

Sang Bhagavā, mengetahui bahwa pikiran para penduduk Magadha, kemudian mengajarkan Dharma kepada Seniya Bimbisāra, raja Magadha, dengan menasehati, mendorong, dan menggembirakannya.

Setelah dengan berbagai cara terampil mengajarkannya Dharma, setelah menasehati, mendorong, dan menggembirakannya, [beliau melakukan] seperti yang dilakukan semua Buddha ketika pertama kali mengajarkan Dharma sejati untuk menggembirakan para pendengarnya: beliau mengajarkannya tentang kedermawanan, jasa, kelahiran kembali di surga, kerugian keinginan indera, dan kekotoran dari kelahiran dan kematian [yang berulang], dengan memuji kebosanan dan kemurnian dari unsur-unsur sang jalan. Sang Bhagavā memberikan raja besar itu ajaran-ajaran demikian.

Sang Buddha mengetahui bahwa pikiran [raja] bergembira, siap, lunak, dapat menahan, ringan, terpusat, bebas dari keragu-raguan, bebas dari rintangan, [memiliki] kemampuan dan kekuatan untuk menerima Dharma sejati, sesuai dengan ajaran pokok semua Buddha. Sang Bhagavā kemudian mengajarkannya tentang penderitaan, munculnya, lenyapnya dan jalan [menuju lenyapnya]:

Raja besar, bentuk materi muncul dan lenyap. Engkau seharusnya mengetahui muncul dan lenyapnya bentuk materi. Raja besar, perasaan ... persepsi ... bentukan kehendak ... kesadaran muncul dan lenyap. Engkau seharusnya mengetahui muncul dan lenyapnya kesadaran. Raja besar, seperti halnya ketika hujan turun dengan deras, gelembung-gelembung muncul dan lenyap di permukaan air, demikianlah, raja besar, muncul dan lenyapnya bentuk materi. Raja besar, perasaan ... persepsi ... bentukan kehendak ... kesadaran muncul dan lenyap. Engkau seharusnya mengetahui muncul dan lenyapnya kesadaran.

Raja besar, jika seorang anggota keluarga mengetahui muncul dan lenyapnya bentuk materi, maka ia mengetahui bahwa tidak akan ada kemunculan kembali bentuk materi [yang sama] pada masa yang akan datang.

Raja besar, jika seorang anggota keluarga mengetahui muncul dan lenyapnya perasaan ... persepsi ... bentukan kehendak ... kesadaran, maka ia mengetahui bahwa tidak akan ada kemunculan kembali kesadaran [yang sama] pada masa yang akan datang.

Raja besar, jika seorang anggota keluarga [dengan cara ini] mengetahui bentuk materi sebagaimana adanya, maka ia tidak melekat pada bentuk materi, tidak berspekulasi tentang bentuk materi, tidak terkotori [oleh] bentuk materi, tidak berdiam dalam bentuk materi, dan tidak bergembira dalam bentuk materi sebagai “aku adalah ini.”

Raja besar, jika seorang anggota keluarga [dengan cara ini] mengetahui perasaan ... persepsi ... bentukan kehendak ... kesadaran sebagaimana adanya, maka ia tidak melekat pada kesadaran, tidak berspekulasi tentang kesadaran, tidak terkotori [oleh] kesadaran, tidak berdiam dalam kesadaran, dan tidak bergembira dalam kesadaran sebagai “aku adalah ini.”

Raja besar, jika seorang anggota keluarga tidak melekat pada bentuk materi, tidak berspekulasi tentang bentuk materi, tidak terkotori [oleh] bentuk materi, tidak berdiam dalam bentuk materi, dan tidak bergembira dalam bentuk materi sebagai “aku adalah ini,” maka ia tidak akan lagi melekat pada bentuk pada masa yang akan datang.

Raja besar, jika seorang anggota keluarga tidak melekat pada perasaan ... persepsi ... bentukan kehendak ... kesadaran sebagaimana adanya, maka ia tidak melekat pada kesadaran, tidak berspekulasi tentang kesadaran, tidak terkotori [oleh] kesadaran, tidak berdiam dalam kesadaran, dan tidak bergembira dalam kesadaran sebagai “aku adalah ini,” maka ia tidak akan lagi melekat pada kesadaran pada masa yang akan datang.

Raja besar, seorang anggota keluarga demikian telah menjadi tidak terukur, tidak terhitung, tidak terbatas. Ia telah mencapai kedamaian. Jika ia telah menjadi tidak melekat dari lima kelompok unsur kehidupan, ia tidak akan lagi melekat pada kelompok unsur kehidupan apa pun.

Kemudian para penduduk Magadha berpikir:

Jika bentuk materi tidak kekal, perasaan ... persepsi ... bentukan kehendak ... kesadaran tidak kekal, maka siapakah yang menjalani dan yang mengalami penderitaan dan kebahagiaan?

Sang Bhagavā, mengetahui pikiran para penduduk Magadha, berkata kepada para bhikkhu:

Seorang duniawi yang bodoh, yang tidak terpelajar, menganggap dirinya sebagai “aku adalah diri” dan melekat pada diri. Namun, tidak ada diri; tidak ada yang menjadi milik diri; [semua ini] adalah kosong dari diri dan kosong dari apa pun yang menjadi milik diri. Ketika fenomena muncul, mereka muncul; ketika fenomena lenyap, mereka lenyap. Semua ini [hanyalah] gabungan sebab dan kondisi, yang memunculkan penderitaan. Jika sebab dan kondisi tidak ada, maka semua penderitaan akan lenyap. Adalah karena gabungan sebab dan kondisi sehingga makhluk-makhluk hidup berlanjut dan semua fenomena muncul. Sang Tathāgata, setelah melihat semua makhluk hidup terus-menerus muncul, menyatakan: Terdapat kelahiran dan terdapat kematian. Dengan mata dewa, yang dimurnikan dan melampaui [penglihatan] manusia, aku melihat makhluk-makhluk ketika mereka meninggal dan terlahir kembali gagah atau jelek, bagus atau tidak bagus, ketika mereka datang dan pergi di antara alam-alam kehidupan yang baik atau buruk, sesuai dengan perbuatan mereka [sebelumnya]. Aku melihat ini sebagaimana adanya. Jika makhluk-makhluk hidup ini berperilaku buruk dalam jasmani, ucapan dan pikiran, jika mereka tidak menghina para orang mulia, menganut pandangan salah, dan melakukan perbuatan [berdasarkan] pandangan benar, maka karena sebab dan kondisi ini, saat hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti akan pergi ke alam kehidupan yang baik, [bahkan] ke alam surga.

Mengetahui bahwa ini adalah demikian, aku tidak mengatakan kepada mereka, “Adalah diri yang dapat merasakan, dapat berbicara, yang memberikan ajaran-ajaran, yang melakukan pengembangan, yang mengajarkan pengembangan, yang mengalami buah perbuatan baik atau buruk di sini dan di sana.” Dalam hal ini, seseorang mungkin berpikir, “Ini tidak sesuai; ini tidak dapat dipertahankan.”

[Tetapi walaupun mereka keberatan] proses ini yang terjadi sesuai dengan Dharma: Karena ini, itu muncul; jika sebab ini tidak muncul, itu tidak muncul. Karena ini ada, itu ada; jika ini lenyap, itu lenyap. Dengan kata lain: dengan ketidaktahuan sebagai kondisi terdapat bentukan kehendak; (dan seterusnya sampai dengan) dengan kelahiran sebagai kondisi terdapat usia tua dan kematian. Jika ketidaktahuan lenyap, bentukan kehendak lenyap (dan seterusnya sampai dengan) jika kelahiran lenyap, usia tua dan kematian lenyap.

[Sang Buddha berkata:] “Raja besar, apakah yang engkau pikirkan? Apakah bentuk materi kekal atau tidak kekal?”

[Raja] menjawab, “Ia tidak kekal, Sang Bhagavā.”

[Sang Buddha] bertanya lagi, “Jika ia tidak kekal, apakah ia adalah penderitaan atau bukan penderitaan?”

[Raja] menjawab, “Ia adalah penderitaan [karena] ia berubah, Sang Bhagavā.”

[Sang Buddha] bertanya lagi, “Jika ia tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan, apakah seorang siswa mulia yang terpelajar menganggapnya sebagai ‘Ini adalah aku, ini adalah milikku, aku milik itu’?”

[Raja] menjawab, “Tidak, Sang Bhagavā.”

[Sang Buddha bertanya lagi]: “Raja besar, apakah yang engkau pikirkan? Apakah perasaan ... persepsi ... bentukan kehendak ... kesadaran kekal atau tidak kekal?”

[Raja] menjawab, “Ia tidak kekal, Sang Bhagavā.”

[Sang Buddha] bertanya lagi, “Jika ia tidak kekal, apakah ia adalaah penderitaan atau bukan penderitaan?”

[Raja] menjawab, “Ia adalah penderitaan [karena] ia berubah, Sang Bhagavā.”

[Sang Buddha] bertanya lagi, “Jika ia tidak kekal, penderitaan, dan tunduk pada perubahan, apakah seorang siswa mulia yang terpelajar menganggapnya sebagai: ‘Ini adalah aku, ini adalah milikku, aku milik itu’?”

[Raja] menjawab, “Tidak, Sang Bhagavā.”

[Sang Buddha berkata:]

Oleh karena itu, engkau seharusnya berlatih dengan cara ini:

Apa pun bentuk materi di sana, apakah masa lampau, masa depan, atau masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, baik atau buruk, jauh atau dekat, semua itu bukan aku, semua itu bukan milikku, dan aku bukan milik itu.

Engkau seharusnya dengan bijaksana merenungkannya dan mengetahuinya sebagaimana adanya.

Raja besar, “Apa pun perasaan ... persepsi ... bentukan kehendak ... kesadaran di sana, apakah masa lampau, masa depan, atau masa sekarang, internal atau eksternal, kasar atau halus, baik atau buruk, jauh atau dekat, semua itu bukan aku, semua itu bukan milikku, dan aku bukan milik itu.” Engkau seharusnya dengan bijaksana merenungkannya dan mengetahuinya sebagaimana adanya.

Raja besar, jika seorang siswa mulia yang terpelajar merenungkan dengan cara ini, maka ia menjadi kecewa dengan bentuk materi, kecewa dengan perasaan ... dengan persepsi ... dengan bentukan kehendak ... dengan kesadaran. Setelah menjadi kecewa, ia menjadi bosan. Setelah menjadi bosan, ia mencapai pembebasan. Setelah mencapai pembebasan, ia mengetahui bahwa ia terbebaskan. Ia mengetahui sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan. Tidak akan ada kelangsungan lain.”

Ketika Sang Buddha menyampaikan ajaran ini, [pikiran] Seniya Bimbisāra, raja Magadha, menjadi bebas dari kekotoran-kekotoran, dan [sehubungan] dengan semua fenomena, mata Dharma  muncul [dalam dirinya]; dan [pikiran] delapan puluh ribu dewa dan dua belas ribu orang penduduk Magadha menjadi bebas dari kekotoran-kekotoran, dan [sehubungan] dengan semua fenomena, mata Dharma muncul [dalam diri mereka].

Kemudian Seniya Bimbisāra, raja Magadha, melihat Dharma, mencapai Dharma, merealisasi Dharma yang sangat murni; ia meninggalkan keragu-raguan, mengatasi kebingungan; ia tidak akan mengambil guru lain, tidak akan pernah mengikuti [guru] lain; ia tanpa ketidakpastian.

Setelah mencapai buah realisasi dan mencapai ketanpagentaran dalam Dharma Sang Bhagavā, [raja] bangkit dari tempat duduknya, memberikan penghormatan [dengan kepalanya] pada kaki Sang Buddha, dan berkata:

Sang Bhagavā, aku sekarang mengambil perlindungan kepada Buddha, Dharma, dan komunitas para bhikkhu. Semoga Sang Bhagavā sudi menerimaku sebagai seorang pengikut awam; sejak hari ini sampai kehidupan berakhir, aku mengambil perlindungan [kepada Tiga Permata] selama hidupku.

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, Seniya Bimbisāra, raja Magadha, delapan puluh ribu dewa, dua belas ribu orang penduduk Magadha, dan seribu orang bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #6 on: 06 April 2016, 08:25:47 PM »
63. Kotbah di Vebhaḷiṅga<160>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di negeri Kosala. Pada waktu itu Sang Bhagavā sedang berjalan di sebuah jalan bersama-sama dengan sekumpulan besar para bhikkhu.  Dalam perjalanan beliau tersenyum dengan penuh kebahagiaan.

Yang Mulia Ānanda, ketika melihat Sang Bhagavā tersenyum, menyatukan telapak tangannya [untuk menghormat] kepada Sang Buddha dan berkata:

Sang Bhagavā, apakah alasan atas senyum ini? Para Buddha dan Tathāgata, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, tidak tersenyum dengan sembarangan, tanpa alasan. Semoga aku mendengar makna [dari senyuman ini]

Kemudian Sang Bhagavā berkata, “Ānanda, di tempat ini Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, duduk dan mengajarkan para siswa[nya] Dharma.”

Kemudian Yang Mulia Ānanda mempersiapkan sebuah tempat duduk di tempat itu dan, dengan menyatukan telapak tangan [untuk menghormat] kepada Sang Buddha, berkata:

Sang Bhagavā, semoga Sang Bhagavā juga duduk di tempat ini dan mengajarkan para siswanya Dharma! Dengan cara ini, tempat ini akan telah digunakan oleh dua orang Tathāgata, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna.

Kemudian Sang Bhagavā duduk pada tempat duduk yang dipersiapkan di tempat itu oleh Yang Mulia Ānanda. Setelah duduk, beliau berkata:

Ānanda, di tempat ini terdapat aula pertemuan Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna. Duduk di tempat itu, Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, mengajarkan para siswanya Dharma.

Ānanda, pada masa lampau tempat ini terdapat sebuah kota bernama Vebhaḷiṅga, yang sangat makmur dan menyenangkan, dengan banyak penduduk.

Ānanda, di kota Vebhaḷiṅga terdapat seorang perumah tangga brahmana besar bernama Tanpa-kemarahan,<161> yang sangat kaya dan makmur, dengan tak terhitung harta kekayaan, dan memiliki berlimpah-limpah semua jenis ternak, tanah, bawahan, dan manor.

Ānanda, perumah tangga brahmana besar Tanpa-kemarahan memiliki seorang putra bernama Uttara, seorang brahmana muda. Ia lahir dari orang tua dengan keturunan murni. Selama tujuh generasi pada sisi ayah dan ibu terdapat kelangsungan kelahiran yang tidak terputus tanpa cacat. Ia telah mempelajari banyak hal dan mengingatnya, dan dapat mengulanginya. Ia menguasai empat Veda, dengan kosakata, liturgi, fonologi, dan etimologi, dan sejarah sebagai yang kelima.

Ānanda, pemuda Uttara memiliki seorang teman baik bernama Nandipāla, yang adalah seorang pembuat tembikar. Pemuda Uttara selalu menyayanginya. Mereka bergembira ketika bertemu [satu sama lain], tidak pernah lelah karenanya.

Ānanda, Nandipāla sang pembuat tembikar telah mengambil perlindungan kepada Buddha, Dharma, dan komunitas para bhikkhu. Ia bebas dari keragu-raguan terhadap Tiga Permata, dan ia tidak memiliki kebingungan sehubungan dengan penderitaan, munculnya, lenyapnya, dan jalan [menuju lenyapnya]. Ia telah mencapai keyakinan, menjaga moralitas, banyak belajar, dermawan, dan sempurna dalam kebijaksanaan.

[Nandipāla] menghindari diri dari pembunuhan, meninggalkan pembunuhan, meninggalkan pisau dan gada. Ia memiliki [rasa] malu dan segan, dan pikiran [yang penuh dengan] cinta-kasih dan belas kasih, [yang berharap untuk] memberi manfaat kepada semua [makhluk], termasuk serangga. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan pembunuhan makhluk hidup.

Ānanda, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari pengambilan apa yang tidak diberikan, telah meninggalkan pengambilan apa yang tidak diberikan. Ia mengambil [hanya] apa yang diberikan dan bergembira dalam mengambil [hanya] apa yang diberikan. Ia selalu gemar berderma, bergembira di dalamnya, tanpa kekikiran, dan tidak mengharapkan imbalan. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan pengambilan apa yang tidak diberikan.

Ānanda, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari aktivitas seksual, telah meninggalkan aktivitas seksual. Ia dengan tekun menjalankan kehidupan selibat, bersemangat dalam perilaku baik ini, murni, tanpa cacat, dengan menghindari dari dari keinginan seksual, meninggalkan keinginan seksual. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan aktivitas seksual.

Ānanda, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari ucapan salah, telah meninggalkan ucapan salah. Ia mengatakan kebenaran, bergembira dalam kebenaran, dengan tidak tergoyahkan berkembang dalam kebenaran, sepenuhnya dapat dipercaya, dan tidak akan menipu [orang lain di] dunia. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan ucapan salah.

Ānanda, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari ucapan yang bersifat memecah belah, telah meninggalkan ucapan yang bersifat memecah belah. Ia tidak terlibat dalam ucapan yang bersifat memecah belah, tidak bermaksud menyakiti orang lain. Mendengar sesuatu dari orang ini ia tidak mengatakannya kepada orang itu, untuk menyakiti orang ini; mendengar sesuatu dari orang itu ia tidak mengatakannya kepada orang ini, untuk menyakiti orang itu. Ia memiliki keinginan untuk menyatukan mereka yang terpecah belah, bergembira dalam persatuan. Ia tidak termasuk kelompok mana pun dan tidak bergembira dalam atau memuji pengelompokan. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan ucapan yang bersifat memecah belah.

Ānanda, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari ucapan kasar, telah meninggalkan ucapan kasar. Ia telah meninggalkan jenis ucapan yang terdiri atas kata-kata yang kasar dan tidak sopan dalam nada, kata-kata yang menyakitkan hati yang menjengkelkan bagi telinga, yang tidak dinikmati atau diinginkan orang-orang, yang menyebabkan orang lain menderita dan kesal, dan yang tidak mendukung pada konsentrasi.

Ia mengucapkan jenis ucapan yang terdiri dari kata-kata yang murni, damai, lembut, dan bermanfaat, yang menyenangkan bagi telinga dan memasuki telinga, yang dinikmati dan diinginkan, yang memberikan orang lain kebahagiaan, kata-kata yang mengandung makna, yang tidak membuat orang lain takut, dan yang mendukung orang lain dalam mencapai konsentrasi. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan ucapan kasar.

Ānanda, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari ucapan omong kosong, telah meninggalkan ucapan omong kosong. Ia berkata pada waktu [yang tepat], mengatakan apa yang benar, apa yang merupakan Dharma, apa yang bermakna, apa yang menenangkan, bergembira dalam mengatakan apa yang menenangkan. [Sehubungan dengan] hal [apa pun] ia akan mengajar dengan baik dan menasehati dengan baik, sesuai dengan waktu [yang tepat] dan dengan cara yang tepat. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan ucapan omong kosong.

Ānanda, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari mencari keuntungan, telah meninggalkan pencarian keuntungan. Ia telah meninggalkan timbangan dan pengukuran, meninggalkan menerima barang-barang, ia tidak mengikat orang-orang, tidak berusaha berbuat curang dengan pengukuran, atau ia menipu orang lain demi tujuan beberapaan keuntungan kecil. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan pencarian keuntungan.

Ānanda, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari menerima para janda atau gadis, telah meninggalkan menerima para janda atau gadis. Ia memurnikan pikirannya sehubungan dengan menerima para janda atau gadis.

Ānanda, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari menerima para pelayan laki-laki atau perempuan, telah meninggalkan menerima para pelayan laki-laki dan perempuan. Ia memurnikan pikirannya sehubungan dengan menerima para pelayan laki-laki atau perempuan.

Ānanda, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari menerima gajah, kuda, hewan ternak, atau domba, telah meninggalkan menerima gajah, kuda, hewan ternak, atau domba. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan menerima gajah, kuda, hewan ternak, atau domba.

Ānanda, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari menerima ayam atau babi, telah meninggalkan menerima ayam atau babi. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan menerima ayam atau babi.

Ānanda, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari tanah pertanian atau toko, telah meninggalkan menerima tanah pertanian atau toko. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan menerima tanah pertanian atau toko.

Ānanda, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari menerima beras, gandum, atau kacang polong yang belum dimasak, telah meninggalkan menerima beras, gandum, atau kacang polong yang belum dimasak. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan menerima beras, gandum, atau kacang polong yang belum dimasak.

Ānanda, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari minuman keras, telah meninggalkan minuman keras. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan minuman keras.

Ānanda, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari [penggunaan] tempat tidur yang tinggi atau lebar, telah meninggalkan [penggunaan] tempat tidur yang tinggi atau lebar. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan tempat tidur yang tinggi atau lebar.

Ānanda, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari [penggunaan] kalungan bunga, kalung, wewangian, dan riasan, telah meninggalkan [penggunaan] kalungan bunga, kalung, wewangian, dan riasan. Ia memurnikan pikirannya sehubungan dengan kalungan bunga, kalung, wewangian, dan riasan.

Ānanda, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari bernyanyi, menari, dan berperan [dalam pertunjukan drama], dan dari pergi melihat atau mendengarnya; ia telah meninggalkan nyanyian, tarian, dan peran [dalam pertunjukan drama] dan pergi melihat atau mendengarnya. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan nyanyian, tarian, dan peran [dalam pertunjukan drama], dan pergi melihat atau mendengarnya.

Ānanda, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari menerima emas dan perak, telah meninggalkan menerima emas dan perak. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan menerima emas dan perak.

Ānanda, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari makan setelah tengah hari, telah meninggalkan makan setelah tengah hari. Ia selalu memakan [hanya] satu kali makan [setiap hari], tidak makan pada malam hari, dengan berlatih makan [hanya] pada waktu [yang tepat]. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan makan setelah tengah hari.

Ānanda, seumur hidupnya Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari mengambil sekop dengan tangannya. Ia tidak menyenangi menggali tanah sendiri atau menyuruh orang lain melakukannya. Jika air telah membersihkan suatu tepi sungai sehingga ia longsor, atau jika tikus telah merusak tanah, ia akan mengambil [tanah] itu dan menggunakannya untuk membuat pot-potnya. Pot-pot ini akan ia letakkan pada satu sisi dan mengatakan kepada para pelanggan: “Jika kalian memiliki kacang polong, beras, gandum, biji rami, kacang bi, atau biji moster, letakkan mereka [sebagai pembayaran] dan ambil pot mana pun yang kalian suka.”

Ānanda, seumur hidupnya Nandipāla sang pembuat tembikar telah merawat ayah dan ibunya, yang buta. Mereka sepenuhnya bergantung pada orang lain, sehingga ia merawat mereka.

Ānanda, ketika malam telah berakhir, saat fajar, Nandipāla sang pembuat tembikar mendekati Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna. Tiba di sana, ia memberikan penghormatan dan duduk pada satu sisi. Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, mengajarkannya Dharma, dengan menasehati, mendorong, dan menggembirakannya. Setelah, dengan tak terhitung cara terampil, mengajarkannya Dharma, setelah menasehati, mendorong, dan menggembirakannya, [Tathāgata Kassapa] tetap berdiam diri.

Kemudian, Ānanda, Nandipāla sang pembuat tembikar, setelah diajarkan Dharma oleh Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, setelah dinasehati, didorong, dan digembirakan, bangkit dari tempat duduknya, memberikan penghormatan pada kaki Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, mengelilinginya tiga kali dan pergi.

Pada waktu itu, ketika malam telah berakhir, saat fajar, brahmana muda Uttara mengendarai sebuah kereta [yang ditarik oleh] kuda putih dan meninggalkan kota Vebhaḷiṅga ditemani oleh lima ratus orang brahmana muda. Ia sedang mendekati suatu tempat yang terpencil dengan maksud mengajar para siswanya, yang telah datang dari beberapa negeri yang berbeda, [dengan maksud] mengajarkan [mereka dalam] pengulangan kitab-kitab brahmanis.

Kemudian brahmana muda Uttara melihat dari jauh bahwa Nandipāla sang pembuat tembikar datang. Melihatnya, ia bertanya, “Nandipāla, dari manakah engkau datang?”

Nandipāla menjawab, “Aku datang dari memberikan penghormatan kepada Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna. Uttara, pergilah denganku dan dekatilah Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, dan berikan penghormatanmu!”

Kemudian brahmana muda Uttara menjawab, “Nandipāla, aku tidak ingin menemui pertapa berkepala gundul itu. Pertapa berkepala gundul itu tidak mengetahui bagaimana mencapai sang jalan, karena sang jalan sulit untuk dicapai.”

Kemudian Nandipāla sang pembuat tembikar memegang ujung simpul rambut brahmana muda Uttara dan memaksanya untuk turun dari kereta.

Kemudian brahmana muda Uttara berpikir: “Pembuat tembikar Nandipāla ini tidak pernah bercanda dan ia tidak gila atau bodoh; pastilah terdapat alasan mengapa ia sekarang memegang ujung simpul rambutku.”

Setelah berpikir demikian, ia berkata, “Nandipāla, aku akan pergi denganmu, aku akan pergi denganmu.”

Nandipāla bergembira dan berkata, “Pergi [denganku dan menemui Tathāgata Kassapa] adalah sangat baik.”

Kemudian Nandipāla sang pembuat tembikar dan Uttara sang brahmana muda mendekati Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, dan ketika tiba di sana, memberikan penghormatan mereka dan duduk pada satu sisi.

Nandipāla sang pembuat tembikar berkata kepada Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna:

Sang Bhagavā, ini adalah temanku, brahmana muda Uttara, yang selalu menyayangiku dan tak kenal lelah bergembira ketika melihatku. Ia tidak memiliki keyakinan atau penghormatan kepada Sang Bhagavā. Semoga Sang Bhagavā mengajarkannya Dharma dengan baik, sehingga ia menjadi gembira dan memiliki keyakinan dan penghormatan.

Kemudian Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, mengajarkan Dharma kepada Nandipāla sang pembuat tembikar dan brahmana muda Uttara, dengan menasehati, mendorong, dan menggembirakan mereka. Setelah, dengan tak terhitung cara terampil, mengajarkan mereka Dharma, setelah menasehati, mendorong, dan menggembirakan mereka, [Tathāgata Kassapa] tetap berdiam diri.

Kemudian, [setelah] Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, telah mengajarkan mereka Dharma, menasehati, mendorong, dan menggembirakan mereka, pembuat tembikar Nandipāla dan brahmana muda Uttara bangkit dari tempat duduk mereka, memberikan penghormatan pada kaki Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, mengelilinginya tiga kali, dan pergi.

Kemudian, ketika mereka belum berjalan jauh dalam perjalanan kembali, brahmana muda Uttara bertanya:

Nandipāla, setelah mendengarkan Dharma yang mulia ini dari Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, mengapa engkau tetap berada di rumah, [mengapa engkau] tidak dapat meninggalkan [kehidupan berumah tangga] dan berlatih dalam jalan mulia?

Kemudian Nandipāla sang pembuat tembikar menjawab:

Uttara, engkau sendiri mengetahui bahwa seumur hidupku aku telah merawat ayah dan ibuku, yang buta dan sepenuhnya bergantung pada orang lain. Adalah karena aku menyokong dan merawat ayah dan ibuku [sehingga aku tidak dapat meninggalkan kehidupan berumah tangga].

Kemudian brahmana muda Uttara bertanya:

Nandipāla, apakah aku dapat meninggalkan kehidupan berumah tangga untuk berlatih sang jalan, dengan mengikuti Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna? Apakah aku dapat menerima penahbisan penuh, menjadi seorang bhikkhu, dan berlatih kehidupan suci?

Kemudian pembuat tembikar Nandipāla dan brahmana muda Uttara langsung meninggalkan tempat itu dan mendekati Tathāgata Kassapa lagi, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna. Setelah tiba di sana dan memberikan penghormatan mereka, mereka duduk pada satu sisi.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #7 on: 06 April 2016, 08:28:23 PM »
Nandipāla sang pembuat tembikar berkata kepada Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna:

Sang Bhagavā, ketika kami belum berjalan jauh dalam perjalanan kembali kami, brahmana muda Uttara ini bertanya kepadaku, “Nandipāla, setelah mendengarkan Dharma yang mulia ini dari Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, mengapa engkau tetap berada di rumah? [Mengapa engkau] tidak dapat meninggalkan [kehidupan berumah tangga] dan berlatih dalam jalan mulia?

Sang Bhagavā, aku menjawab, “Uttara, engkau sendiri mengetahui bahwa seumur hidupku aku telah merawat ayah dan ibuku, yang buta dan sepenuhnya bergantung pada orang lain. Adalah karena aku menyokong dan merawat ayah dan ibuku [sehingga aku tidak dapat meninggalkan kehidupan berumah tangga].”

Kemudian Uttara bertanya kepadaku lebih lanjut:

Nandipāla, apakah aku dapat meninggalkan kehidupan berumah tangga untuk berlatih sang jalan, dengan mengikuti Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna? Apakah aku dapat menerima penahbisan penuh, menjadi seorang bhikkhu, dan berlatih kehidupan suci?

Semoga Sang Bhagavā mengizinkannya meninggalkan kehidupan berumah tangga untuk berlatih dalam sang jalan dengan memberikannya [sehingga ia dapat] menjadi seorang bhikkhu dan berlatih kehidupan suci.

Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, menyetujui [permintaan] Nandipāla dengan tetap berdiam diri.

Kemudian Nandipāla sang pembuat tembikar, memahami bahwa Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, telah menyetujui dengan tetap berdiam diri, bangkit dari tempat duduknya, memberikan penghormatan dengan kepalanya, mengelilinginya tiga kali dan pergi.

Kemudian, segera setelah Nandipāla pergi, Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, mengizinkan pemuda Uttara meninggalkan kehidupan berumah tangga untuk berlatih dalam sang jalan dengan memberikannya penahbisan penuh.

Setelah [mengizinkannya] meninggalkan kehidupan berumah tangga untuk berlatih dalam sang jalan, dan setelah memberikannya penahbisan penuh, [Tathāgata Kassapa] berdiam selama beberapa hari, sesuai dengan keinginannya, di kota Vebhaḷiṅga. [Kemudian] beliau membawa jubah dan mangkuknya dan, dengan sekumpulan besar para bhikkhu, pergi berkelana dengan tujuan pergi ke Benares, sebuah kota di negeri Kāsi. Dengan mengadakan perjalanan perlahan-lahan, mereka tiba di Benares, sebuah kota di negeri Kāsi. Di Benares mereka berdiam di Taman Rusa, Tempat Para Pertapa.

Kemudian Raja Kiki [dari Benares] mendengar bahwa Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, yang sedang berkelana di negeri Kāsi dengan sekumpulan besar para bhikkhu, telah tiba di Benares dan sedang berdiam di Taman Rusa, Tempat Para Pertapa.

Mendengar hal ini, Raja Kiki berkata kepada kusirnya, “Persiapkan kereta, aku sekarang ingin mendekati Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna.”

Kemudian kusir itu, setelah menerima perintah raja, segera mempersiapkan kereta. Setelah mempersiapkan kereta, [ia] kembali dan berkata kepada raja, “Kereta-kereta yang bagus telah dipersiapkan. Mereka sudah bisa yang mulia gunakan.”

Kemudian Raja Kiki, setelah mengendarai sebuah kereta yang bagus, berangkat dari Benares dan menuju Taman Rusa, Tempat Para Pertapa. Kemudian Raja Kiki melihat dari jauh Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, di antara pepohonan, yang dimuliakan dan indah, bagaikan rembulan di tengah-tengah bintang-bintang, bersinar bagaikan gunung emas, diberkahi dengan penampilan yang gagah dan kemuliaan yang agung, dengan indera-indera yang tenang, bebas dari halangan, sempurna dan terdisiplinkan, dengan pikirannya yang tenang dan damai.

Melihat hal ini, [raja] turun dari keretanya dan dengan berjalan kaki mendekati Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna. Setelah tiba di sana, [raja] memberikan penghormatan dan duduk pada satu sisi. Setelah Raja Kiki duduk pada satu sisi, Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, mengajarkannya Dharma, dengan menasehati, mendorong, dan menggembirakannya. Setelah dengan tak terhitung cara terampil mengajarkannya Dharma, setelah menasehati, mendorong, dan menggembirakannya, [Tathāgata Kassapa] tetap berdiam diri.

Kemudian, setelah Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, telah mengajarkannya Dharma, menasehati, mendorong, dan menggembirakannya, Raja Kiki bangkit dari tempat duduknya, mengatur pakaiannya sehingga memperlihatkan satu bahu, menyatukan telapak tangannya [untuk menghormat] kepada Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, dan berkata: “Semoga Sang Bhagavā bersama-sama dengan kumpulan para bhikkhu menerima undanganku [untuk makan] besok.”

Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, menerima undangan Raja Kiki dengan tetap berdiam diri.

Kemudian Raja Kiki, yang memahami bahwa Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, telah menerima undangannya dengan tetap berdiam diri, memberikan penghormatan dengan kepalanya, mengelilinginya tiga kali, dan pergi. Setelah pulang ke rumah, selama malam hari semua jenis hidangan yang sangat indah, segar, dan bagus sekali disiapkan dengan berlimpah untuk dimakan, dikecap, dan dicerna. Ketika persiapan malam telah diselesaikan, menuju fajar, tempat duduk diatur [dan pesan dikirimkan:] “Sang Bhagavā, waktunya sekarang telah tiba; makanan telah siap. Semoga Sang Bhagavā datang menurut waktunya!”

Kemudian ketika malam telah berakhir, saat fajar, Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, mengenakan jubahnya dan membawa mangkuknya. Bersama-sama dengan kumpulan para bhikkhu, Sang Bhagavā pergi ke rumah Raja Kiki dan duduk pada tempat duduk yang telah disiapkan di hadapan kumpulan para bhikkhu.

Kemudian Raja Kiki, melihat bahwa Sang Buddha dan kumpulan para bhikkhu telah duduk, secara pribadi mempersembahkan air untuk mencuci. Dengan tangannya sendiri, ia menghidangkan semua jenis hidangan yang sangat indah, segar, dan baik, dengan memastikan terdapat cukup [makanan] untuk dimakan, dikecap, dan dicerna.

Setelah selesai makan, peralatan-peralatan [makan] dibersihkan, dan air untuk mencuci telah dipersembahkan, [Raja Kiki] mempersiapkan sebuah tempat duduk yang rendah dan duduk pada satu sisi untuk mendengarkan Dharma.

Ketika Raja Kiki duduk, Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, mengajarkannya Dharma, dengan menasehati, mendorong, dan menggembirakannya. Setelah dengan tak terhitung cara terampil mengajarkannya Dharma, setelah menasehati, mendorong, dan menggembirakannya, [Tathāgata Kassapa] tetap berdiam diri.

Kemudian, setelah Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, telah mengajarkannya Dharma, dengan menasehati, mendorong, dan menggembirakannya, Raja Kiki bangkit dari tempat duduknya, mengatur pakaiannya sehingga memperlihatkan satu bahu, menyatukan telapak tangannya [untuk menghormat] kepada Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, dan berkata:

Semoga Sang Bhagavā, bersama-sama dengan kumpulan para bhikkhu, menerima undanganku untuk menghabiskan pengasingan musim hujan di sini di Benares!

Aku akan mempersiapkan lima ratus kamar dan lima ratus tempat tidur dan selimut untuk Sang Bhagavā; dan aku akan mempersiapkan, untuk Sang Bhagavā dan kumpulan para bhikkhu, nasi putih seperti ini dan makanan dengan berbagai rasa sama dengan apa yang dimakan raja.

Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, berkata kepada Raja Kiki, “Raja besar, mohon berhenti, mohon berhenti! Walaupun hatiku senang dan puas [dengan persembahanmu yang baik].”

Kedua dan ketiga kalinya Raja Kiki menyatukan telapak tangannya [untuk menghormat] kepada Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, dan berkata:

Semoga Sang Bhagavā, bersama-sama dengan kumpulan para bhikkhu, menerima undanganku untuk menghabiskan pengasingan musim hujan di sini di Benares!

Aku akan mempersiapkan lima ratus kamar dan lima ratus tempat tidur dan selimut untuk Sang Bhagavā; dan aku akan mempersiapkan, untuk Sang Bhagavā dan kumpulan para bhikkhu, nasi putih seperti ini dan makanan dengan berbagai rasa sama dengan apa yang dimakan raja.

Dan kedua dan ketiga kalinya Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, berkata kepada Raja Kiki, “Raja besar, mohon berhenti, mohon berhenti! Walaupun hatiku senang dan puas [dengan persembahanmu yang baik].”

Kemudian Raja Kiki tidak dapat menahannya dan tidak menyukainya. Hatinya penuh dengan dukacita dan kesengsaraan, [dengan berpikir:]

Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, bersama-sama dengan kumpulan para bhikkhu, tidak menerima undanganku untuk menghabiskan pengasingan musim hujan di sini di Benares.

Setelah memiliki pikiran ini, Raja Kiki berkata kepada Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, “Sang Bhagavā, apakah terdapat pengikut awam lain yang [dapat] memberikan persembahan kepada Sang Bhagavā seperti yang kulakukan?”

Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, berkata kepada Raja Kiki:

Ya, ada. Di negerimu terdapat sebuah kota bernama Vebhaḷiṅga, yang sangat makmur dan menyenangkan, dengan banyak penduduk. Raja besar, di kota Vebhaḷiṅga itu, terdapat seorang pembuat tembikar, Nandipāla.

Raja besar, Nandipāla sang pembuat tembikar telah mengambil perlindungan kepada Buddha, Dharma, dan komunitas para bhikkhu. Ia bebas dari keragu-raguan terhadap Tiga Permata, dan ia tidak memiliki kebingungan sehubungan dengan penderitaan, munculnya, lenyapnya, dan jalan [menuju lenyapnya]. Ia telah mencapai keyakinan, menjaga moralitas, banyak belajar, dermawan, dan sempurna dalam kebijaksanaan. [Nandipāla] menghindari diri dari pembunuhan, meninggalkan pembunuhan, meninggalkan pisau dan gada. Ia memiliki [rasa] malu dan segan, dan pikiran [yang penuh dengan] cinta-kasih dan belas kasih, [yang berharap untuk] memberi manfaat kepada semua [makhluk], termasuk serangga. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan pembunuhan makhluk hidup.

Raja besar, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari pengambilan apa yang tidak diberikan, telah meninggalkan pengambilan apa yang tidak diberikan. Ia mengambil [hanya] apa yang diberikan dan bergembira dalam mengambil [hanya] apa yang diberikan. Ia selalu gemar berderma, bergembira di dalamnya, tanpa kekikiran, dan tidak mengharapkan imbalan. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan pengambilan apa yang tidak diberikan.

Raja besar, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari aktivitas seksual, telah meninggalkan aktivitas seksual. Ia dengan tekun menjalankan kehidupan selibat, bersemangat dalam perilaku baik ini, murni, tanpa cacat, dengan menghindari dari dari keinginan seksual, meninggalkan keinginan seksual. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan aktivitas seksual.

Raja besar, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari ucapan salah, telah meninggalkan ucapan salah. Ia mengatakan kebenaran, bergembira dalam kebenaran, dengan tidak tergoyahkan berkembang dalam kebenaran, sepenuhnya dapat dipercaya, dan tidak akan menipu [orang lain di] dunia. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan ucapan salah.

Raja besar, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari ucapan yang bersifat memecah belah, telah meninggalkan ucapan yang bersifat memecah belah. Ia tidak terlibat dalam ucapan yang bersifat memecah belah, tidak bermaksud menyakiti orang lain. Mendengar sesuatu dari orang ini ia tidak mengatakannya kepada orang itu, untuk menyakiti orang ini; mendengar sesuatu dari orang itu ia tidak mengatakannya kepada orang ini, untuk menyakiti orang itu. Ia memiliki keinginan untuk menyatukan mereka yang terpecah belah, bergembira dalam persatuan. Ia tidak termasuk kelompok mana pun dan tidak bergembira dalam atau memuji pengelompokan. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan ucapan yang bersifat memecah belah.

Raja besar, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari ucapan kasar, telah meninggalkan ucapan kasar. Ia telah meninggalkan jenis ucapan yang terdiri atas kata-kata yang kasar dan tidak sopan dalam nada, kata-kata yang menyakitkan hati yang menjengkelkan bagi telinga, yang tidak dinikmati atau diinginkan orang-orang, yang menyebabkan orang lain menderita dan kesal, dan yang tidak mendukung pada konsentrasi.

Ia mengucapkan jenis ucapan yang terdiri dari kata-kata yang murni, damai, lembut, dan bermanfaat, yang menyenangkan bagi telinga dan memasuki telinga, yang dinikmati dan diinginkan, yang memberikan orang lain kebahagiaan, kata-kata yang mengandung makna, yang tidak membuat orang lain takut, dan yang mendukung orang lain dalam mencapai konsentrasi. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan ucapan kasar.

Raja besar, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari ucapan omong kosong, telah meninggalkan ucapan omong kosong. Ia berkata pada waktu [yang tepat], mengatakan apa yang benar, apa yang merupakan Dharma, apa yang bermakna, apa yang menenangkan, bergembira dalam mengatakan apa yang menenangkan. [Sehubungan dengan] hal [apa pun] ia akan mengajar dengan baik dan menasehati dengan baik, sesuai dengan waktu [yang tepat] dan dengan cara yang tepat. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan ucapan omong kosong.

Raja besar, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari mencari keuntungan, telah meninggalkan pencarian keuntungan. Ia telah meninggalkan timbangan dan pengukuran, meninggalkan menerima barang-barang, ia tidak mengikat orang-orang, tidak berusaha berbuat curang dengan pengukuran, atau ia menipu orang lain demi tujuan beberapaan keuntungan kecil. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan pencarian keuntungan.

Raja besar, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari menerima para janda atau gadis, telah meninggalkan menerima para janda atau gadis. Ia memurnikan pikirannya sehubungan dengan menerima para janda atau gadis.

Raja besar, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari menerima para pelayan laki-laki atau perempuan, telah meninggalkan menerima para pelayan laki-laki dan perempuan. Ia memurnikan pikirannya sehubungan dengan menerima para pelayan laki-laki atau perempuan.

Raja besar, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari menerima gajah, kuda, hewan ternak, atau domba, telah meninggalkan menerima gajah, kuda, hewan ternak, atau domba. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan menerima gajah, kuda, hewan ternak, atau domba.

Raja besar, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari menerima ayam atau babi, telah meninggalkan menerima ayam atau babi. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan menerima ayam atau babi.

Raja besar, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari tanah pertanian atau toko, telah meninggalkan menerima tanah pertanian atau toko. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan menerima tanah pertanian atau toko.

Raja besar, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari menerima beras, gandum, atau kacang polong yang belum dimasak, telah meninggalkan menerima beras, gandum, atau kacang polong yang belum dimasak. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan menerima beras, gandum, atau kacang polong yang belum dimasak.

Raja besar, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari minuman keras, telah meninggalkan minuman keras. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan minuman keras.

Raja besar, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari [penggunaan] tempat tidur yang tinggi atau lebar, telah meninggalkan [penggunaan] tempat tidur yang tinggi atau lebar. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan tempat tidur yang tinggi atau lebar.

Raja besar, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari [penggunaan] kalungan bunga, kalung, wewangian, dan riasan, telah meninggalkan [penggunaan] kalungan bunga, kalung, wewangian, dan riasan. Ia memurnikan pikirannya sehubungan dengan kalungan bunga, kalung, wewangian, dan riasan.

Raja besar, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari bernyanyi, menari, dan berperan [dalam pertunjukan drama], dan dari pergi melihat atau mendengarnya; ia telah meninggalkan nyanyian, tarian, dan peran [dalam pertunjukan drama] dan pergi melihat atau mendengarnya. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan nyanyian, tarian, dan peran [dalam pertunjukan drama], dan pergi melihat atau mendengarnya.

Raja besar, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari menerima emas dan perak, telah meninggalkan menerima emas dan perak. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan menerima emas dan perak.

Raja besar, Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari makan setelah tengah hari, telah meninggalkan makan setelah tengah hari. Ia selalu memakan [hanya] satu kali makan [setiap hari], tidak makan pada malam hari, dengan berlatih makan [hanya] pada waktu [yang tepat]. Ia telah memurnikan pikirannya sehubungan dengan makan setelah tengah hari.

Raja besar, seumur hidupnya Nandipāla sang pembuat tembikar menghindari diri dari mengambil sekop dengan tangannya. Ia tidak menyenangi menggali tanah sendiri atau menyuruh orang lain melakukannya. Jika air telah membersihkan suatu tepi sungai sehingga ia longsor, atau jika tikus telah merusak tanah, ia akan mengambil [tanah] itu dan menggunakannya untuk membuat pot-potnya. Pot-pot ini akan ia letakkan pada satu sisi dan mengatakan kepada para pelanggan: “Jika kalian memiliki kacang polong, beras, gandum, biji rami, kacang bi, atau biji moster, letakkan mereka [sebagai pembayaran] dan ambil pot mana pun yang kalian suka.”

Raja besar, seumur hidupnya Nandipāla sang pembuat tembikar telah merawat ayah dan ibunya, yang buta. Mereka sepenuhnya bergantung pada orang lain, sehingga ia merawat mereka.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #8 on: 06 April 2016, 08:29:19 PM »
Raja besar, aku ingat bahwa pada masa lampau aku sedang berdiam di kota Vebhaḷiṅga. Raja besar, pada waktu itu, saat fajar, setelah mengenakan jubahku dan mengambil mangkukku, aku memasuki kota Vebhaḷiṅga untuk mengumpulkan dana makanan. Setelah selesai berkeliling mengumpulkan dana makanan dengan urutan [yang benar] [dari rumah ke rumah], aku tiba di rumah Nandipāla sang pembuat tembikar.

Pada waktu itu Nandipāla tidak berada di rumah, setelah pergi karena beberapa urusan kecil. Raja besar, aku bertanya kepada orang tua Nandipāla sang pembuat tembikar, “Tetua, di manakah sang pembuat tembikar sekarang?”

Mereka menjawabku, “Sang Bhagavā, penyokong [kami] sementara tidak berada di rumah, setelah pergi karena beberapa urusan kecil. Sang Sugata, penyokong [kami] sementara tidak berada di rumah, setelah pergi karena beberapa urusan kecil. Sang Bhagavā, terdapat gandum yang telah dimasak dan nasi di keranjang bambu dan terdapat sup kacang di dalam panci. Semoga Sang Bhagavā sendiri mengambil apa yang ia inginkan, demi belas kasih!”

Kemudian, raja besar, sesuai dengan hukum Uttarakuru, aku mengambil nasi dan sup dari keranjang bambu dan panci dan pergi.

Belakangan, ketika Nandipāla sang pembuat tembikar kembali ke rumah dan menemukan bahwa nasi dan sup di keranjang bambu dan panci telah berkurang, ia bertanya kepada orang tuanya, “Siapakah yang telah mengambil sup dan nasi?”

Orang tuanya menjawab, “Putra yang baik, Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, datang ke sini hari ini saat berkeliling mengumpulkan dana makanan. Beliau mengambil nasi dan sup dari keranjang bambu dan panci dan pergi.”

Mendengar hal ini, Nandipāla sang pembuat tembikar berpikir: “Adalah manfaat yang menakjubkan, jasa yang besar bagi kami, bahwa Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, merasa bebas [untuk mengambil apa] yang beliau inginkan  di rumah kita.” Bergembira, ia duduk bersila dengan pikiran yang tenang dan damai, dan berdiam demikian selama tujuh hari. Kegembiraan dan kebahagiaannya berlanjut selama [keseluruhan] lima belas hari; dan orang tuanya juga mengalami kegembiraan dan kebahagiaan selama tujuh hari.

Lagi, raja besar, aku ingat bahwa pada masa lampau aku berdiam di kota Vebhaḷiṅga. Raja besar, pada waktu itu, saat fajar, setelah mengenakan jubahku dan membawa mangkukku, aku memasuki kota Vebhaḷiṅga untuk mengumpulkan dana makanan. Setelah melakukan keliling mengumpulkan dana makanan sesuai dengan urutan, aku tiba di rumah Nandipāla sang pembuat tembikar.

Pada waktu itu, Nandipāla tidak berada di rumah, setelah pergi karena beberapa urusan kecil. Raja besar, aku bertanya kepada orang tua Nandipāla sang pembuat tembikar, “Tetua, di manakah sang pembuat tembikar sekarang?”

Mereka menjawabku, “Sang Bhagavā, penyokong [kami] sementara tidak berada di rumah, setelah pergi karena beberapa urusan kecil. Sang Sugata, penyokong [kami] sementara tidak berada di rumah, setelah pergi karena beberapa urusan kecil. Sang Bhagavā, terdapat nasi di dalam panci besar dan terdapat sup kacang di dalam panci kecil. Semoga Sang Bhagavā sendiri mengambil apa yang ia inginkan, demi [belas kasih]!”

Kemudian, raja besar, sesuai dengan hukum Uttarakuru, aku mengambil nasi dan sup dari panci besar dan panci kecil dan pergi.

Belakangan, ketika Nandipāla sang pembuat tembikar kembali ke rumah dan menemukan bahwa nasi di dalam panci besar dan sup di dalam panci kecil telah berkurang, ia bertanya kepada orang tuanya, “Siapakah yang telah mengambil nasi dari panci besar dan sup dari panci kecil?” Orang tuanya menjawab, “Putra yang baik, Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, datang ke sini hari ini saat berkeliling mengumpulkan dana makanan. Beliau mengambil nasi dan sup dari panci besar dan panci kecil dan pergi.”

Mendengar hal ini, Nandipāla sang pembuat tembikar berpikir: “Adalah manfaat yang menakjubkan, jasa yang besar bagi kami, bahwa Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, merasa bebas [untuk mengambil apa] yang beliau inginkan  di rumah kita.” Bergembira, ia duduk bersila dengan pikiran yang tenang dan damai, dan berdiam demikian selama tujuh hari. Kegembiraan dan kebahagiaannya berlanjut selama [keseluruhan] lima belas hari; dan orang tuanya juga mengalami kegembiraan dan kebahagiaan selama tujuh hari.

Lagi, raja besar, aku ingat bahwa pada masa lampau aku sedang menghabiskan pengasingan musim hujan bergantung pada kota Vebhaḷiṅga. Raja besar, pada waktu itu gubukku yang baru dibangun belum beratap. Gubuk pembuatan tembikar tua Nandipāla sang pembuat tembikar telah beratap baru.

Raja besar, aku berkata kepada para bhikkhu pelayanku, “Pergilah dan bongkar [atap] gubuk pembuatan tembikar tua Nandipāla sang pembuat tembikar dan bawa atap itu untuk mengatapi gubukku!”

Kemudian para bhikkhu pelayan itu, mengikuti instruksiku, pergi ke rumah Nandipāla sang pembuat tembikar, membongkar [atap] gubuk pembuatan tembikar tua, mengikatnya bersama, dan membawanya untuk mengatapi gubukku.

Orang tua Nandipāla sang pembuat tembikar mendengar [suara atap] gubuk pembuatan tembikar tua yang dibongkar. Mendengarnya, mereka bertanya, “Siapakah yang membongkar [atap] gubuk pembuatan tembikar tua Nandipāla sang pembuat tembikar?”

Para bhikkhu pelayan itu menjawab, “Tetua, kami adalah para bhikkhu pelayan Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna. Kami membongkar [atap] gubuk pembuatan tembikar tua Nandipāla sang pembuat tembikar, mengikatnya bersama, dan membawanya untuk mengatapi gubuk Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna.”

Orang tua Nandipāla sang pembuat tembikar, “Yang Mulia, ambillah apa pun yang kalian inginkan, tanpa batasan!”

Belakangan, ketika Nandipāla sang pembuat tembikar kembali ke rumah dan menemukan bahwa [atap] gubuk pembuatan tembikar tua telah dibongkar, ia bertanya kepada orang tuanya, “Siapakah yang telah membongkar [atap] gubuk pembuatan tembikarku yang tua?”

Orang tuanya menjawab, “Putra yang baik, hari ini para bhikkhu pelayan Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, membongkar [atap] gubuk pembuatan tembikar tua, mengikatnya bersama, dan membawanya untuk mengatapi gubuk Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna.”

Mendengar hal ini, Nandipāla sang pembuat tembikar berpikir: “Adalah manfaat yang menakjubkan, jasa yang besar bagi kami, bahwa Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, merasa bebas [untuk mengambil apa] yang beliau inginkan  di rumah kita.” Bergembira, ia duduk bersila dengan pikiran yang tenang dan damai, dan berdiam demikian selama tujuh hari. Kegembiraan dan kebahagiaannya berlanjut selama [keseluruhan] lima belas hari; dan orang tuanya juga mengalami kegembiraan dan kebahagiaan selama tujuh hari.

Raja besar, gubuk pembuatan tembikar tua Nandipāla sang pembuat tembikar tidak dipengaruhi oleh hujan selama keseluruhan empat bulan musim hujan itu. Mengapa demikian? Karena ia dilindungi oleh kekuatan hebat seorang Buddha.

Raja besar, Nandipāla sang pembuat tembikar dapat menahannya, bukan tidak menyukainya, dan tidak bersedih atau tertekan dalam hatinya [saat berpikir]: “Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, merasa bebas [melakukan seperti] yang ia inginkan di rumah kita.” Anda, raja besar, tidak dapat menahannya dan tidak menyukainya, dan anda memiliki dukacita besar dan kesengsaraan dalam hatimu [saat berpikir]: “Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, bersama-sama dengan kumpulan para bhikkhu, tidak menerima undanganku untuk menghabiskan pengasingan musim hujan di sini di Benares.”

Kemudian Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, mengajarkan Dharma kepada Raja Kiki, dengan menasehati, mendorong, dan menggembirakannya. Setelah, dengan tak terhitung cara terampil, mengajarkannya Dharma, setelah menasehati, mendorong, dan menggembirakannya, [Tathāgata Kassapa] bangkit dari tempat duduknya dan pergi.

Kemudian, tak lama setelah Tathāgata Kassapa, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, telah pergi, Raja Kiki berkata kepada para pelayannya, “Isikan lima ratus kereta dengan beras putih dan makanan dengan berbagai rasa, sama dengan apa yang dimakan seorang raja, bawa mereka ke rumah Nandipāla sang pembuat tembikar, dan katakan kepadanya, ‘Nandipāla, Raja Kiki mengirimkan lima ratus kereta dari beras putih dan makanan dengan berbagai rasa, sama dengan apa yang dimakan seorang raja, untuk diberikan kepada anda. Anda harus menerimanya sekarang demi belas kasih!’”

Kemudian para pelayan itu, setelah menerima perintah raja ini, mengisi lima ratus kereta dengan beras putih dan makanan dengan berbagai rasa, sama dengan apa yang dimakan seorang raja, membawanya ke rumah Nandipāla sang pembuat tembikar, dan berkata kepadanya, “Nandipāla, Raja Kiki mengirimkan lima ratus kereta dari beras putih dan makanan dengan berbagai rasa, sama dengan apa yang dimakan seorang raja, untuk diberikan kepada anda. Anda harus menerimanya sekarang demi belas kasih!”

Kemudian Nandipāla sang pembuat tembikar dengan sopan menolaknya dan tidak menerima [pemberian itu], dengan berkata kepada para pelayan itu, “Teman-teman yang mulia, dalam rumah tangga dan negeri Raja Kiki terdapat banyak urusan besar yang memerlukan pengeluaran yang sangat banyak. Mengetahui hal ini, aku tidak menerima [pemberian beliau].”

Sang Buddha berkata kepada Ānanda:

Apakah yang engkau pikirkan? Apakah engkau berpikir bahwa brahmana muda Uttara adalah orang lain [selain diriku]? Janganlah berpikir demikian. Engkau seharusnya mengetahui bahwa ia adalah diriku.

Pada waktu itu, Ānanda, aku ingin memberi manfaat bagi diri sendiri, memberi manfaat bagi orang lain, memberi manfaat bagi banyak orang; aku memiliki belas kasih terhadap seluruh dunia, dan aku mencari kesejahteraan, manfaat, kedamaian, dan kebahagiaan untuk para dewa dan manusia.

Dalam ajaran yang diajarkan pada waktu itu aku tidak mencapai yang tertinggi, kemurnian tertinggi, kehidupan suci tertinggi, penyelesaian tertinggi kehidupan suci. Pada waktu itu aku tidak dapat meninggalkan kelahiran, usia tua, penyakit, kematian, dukacita, dan kesengsaraan, dan aku tidak dapat mencapai pembebasan dari semua penderitaan.

Ānanda, aku sekarang telah muncul di dunia ini sebagai seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang Yang Pergi dengan baik, pengenal dunia, pemimpin yang tiada bandingnya dari orang-orang yang dijinakkan, guru para dewa dan manusia, seorang Buddha, seorang Yang Beruntung.

Aku sekarang memberi manfaat bagi diriku sendiri, memberi manfaat bagi banyak orang; aku memiliki belas kasih terhadap dunia, dan aku mencari kesejahteraan, manfaat, kedamaian, dan kebahagiaan untuk para dewa dan manusia.

Ajaran yang sekarang kuberikan membawa pada yang tertinggi, adalah kemurnian tertinggi, penyelesaian tertinggi kehidupan suci. Aku sekarang telah meninggalkan kelahiran, usia tua, penyakit, kematian, dukacita, dan kesengsaraan. Aku sekarang telah mencapai pembebasan sempurna dari penderitaan.

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, Yang Mulia Ānanda dan para bhikkhu [lainnya] bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #9 on: 06 April 2016, 08:41:19 PM »
64. Kotbah tentang Utusan Surgawi<162>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.

Pada waktu itu, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Dengan mata dewa, yang dimurnikan dan melampaui [penglihatan] manusia, aku melihat makhluk-makhluk ketika mereka meninggal dan ketika mereka terlahir kembali gagah atau jelek, bagus atau tidak bagus, ketika mereka datang dan pergi di antara alam-alam kehidupan yang baik atau buruk sesuai dengan perbuatan-perbuatan mereka [sebelumnya]. Aku melihat ini sebagaimana adanya.

Jika makhluk-makhluk ini berperilaku buruk dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, menghina orang-orang mulia, menganut pandangan salah, dan melakukan perbuatan [berdasarkan] pandangan salah, maka karena sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti akan terlahir kembali di alam kehidupan yang buruk, di neraka.

[Namun] jika makhluk-makhluk ini berperilaku baik dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, tidak menghina orang-orang mulia, menganut pandangan benar, dan melakukan perbuatan [berdasarkan] pandangan benar, maka karena sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti terlahir kembali di alam kehidupan yang baik, di alam surga.

Seperti halnya, ketika hujan turun deras dan gelembung-gelembung muncul dan lenyap pada permukaan air, kemudian jika seseorang dengan penglihatan yang baik berdiri di suatu tempat [yang dekat], ia [dapat] mengamati [gelembung-gelembung itu] ketika mereka muncul dan lenyap. Dengan cara yang sama, dengan mata dewa, yang dimurnikan dan melampaui [penglihatan] manusia, aku melihat makhluk-makhluk ketika mereka meninggal dan ketika mereka terlahir kembali gagah atau jelek, bagus atau tidak bagus, ketika mereka datang dan pergi di antara alam-alam kehidupan yang baik atau buruk sesuai dengan perbuatan-perbuatan mereka [sebelumnya]. Aku melihat ini sebagaimana adanya.

Jika makhluk-makhluk ini berperilaku buruk dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, menghina orang-orang mulia, menganut pandangan salah, dan melakukan perbuatan [berdasarkan] pandangan salah, maka karena sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti akan terlahir kembali di alam kehidupan yang buruk, di neraka.

[Namun] jika makhluk-makhluk ini berperilaku baik dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, tidak menghina orang-orang mulia, menganut pandangan benar, dan melakukan perbuatan [berdasarkan] pandangan benar, maka karena sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti terlahir kembali di alam kehidupan yang baik, di alam surga.

Seperti halnya, ketika hujan turun deras dan tetesan air hujan jatuh di [tempat] yang lebih tinggi atau di [tempat] yang lebih rendah, kemudian jika seseorang dengan penglihatan yang baik berdiri di suatu tempat [yang dekat], ia [dapat] mengamati mereka ketika mereka jatuh di [tempat] yang lebih tinggi atau di [tempat] yang lebih rendah. Dengan cara yang sama, dengan mata dewa, yang dimurnikan dan melampaui [penglihatan] manusia, aku melihat makhluk-makhluk ketika mereka meninggal dan ketika mereka terlahir kembali gagah atau jelek, bagus atau tidak bagus, ketika mereka datang dan pergi di antara alam-alam kehidupan yang baik atau buruk sesuai dengan perbuatan-perbuatan mereka [sebelumnya]. Aku melihat ini sebagaimana adanya.

Jika makhluk-makhluk ini berperilaku buruk dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, menghina orang-orang mulia, menganut pandangan salah, dan melakukan perbuatan [berdasarkan] pandangan salah, maka karena sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti akan terlahir kembali di alam kehidupan yang buruk, di neraka.

[Namun] jika makhluk-makhluk ini berperilaku baik dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, tidak menghina orang-orang mulia, menganut pandangan benar, dan melakukan perbuatan [berdasarkan] pandangan benar, maka karena sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti terlahir kembali di alam kehidupan yang baik, di alam surga.

Seperti halnya jika terdapat suatu permata beril, yang secara alamiah murni dan jernih, tanpa cacat atau ketidakmurnian apa pun, bersisi delapan, dipotong dengan baik, yang diuntai pada seutas benang yang bagus berwarna biru, kuning, merah, hitam, atau putih; jika seseorang dengan penglihatan yang baik berdiri di suatu tempat [yang dekat], ia [dapat] mengamati permata beril ini, yang secara alamiah murni dan jernih, tanpa cacat atau ketidakmurnian apa pun, bersisi delapan, dipotong dengan baik, yang diuntai pada seutas benang yang bagus berwarna biru, kuning, merah, hitam, atau putih. Dengan cara yang sama, dengan mata dewa, yang dimurnikan dan melampaui [penglihatan] manusia, aku melihat makhluk-makhluk ketika mereka meninggal dan ketika mereka terlahir kembali gagah atau jelek, bagus atau tidak bagus, ketika mereka datang dan pergi di antara alam-alam kehidupan yang baik atau buruk sesuai dengan perbuatan-perbuatan mereka [sebelumnya]. Aku melihat ini sebagaimana adanya.

Jika makhluk-makhluk ini berperilaku buruk dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, menghina orang-orang mulia, menganut pandangan salah, dan melakukan perbuatan [berdasarkan] pandangan salah, maka karena sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti akan terlahir kembali di alam kehidupan yang buruk, di neraka.

[Namun] jika makhluk-makhluk ini berperilaku baik dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, tidak menghina orang-orang mulia, menganut pandangan benar, dan melakukan perbuatan [berdasarkan] pandangan benar, maka karena sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti terlahir kembali di alam kehidupan yang baik, di alam surga.

Seperti halnya jika terdapat dua ruangan yang dihubungkan dengan sebuah pintu di mana banyak orang pergi masuk dan keluar; jika seseorang dengan penglihatan yang baik berdiri di suatu tempat [yang dekat], ia [dapat] mengamati mereka ketika mereka pergi masuk dan keluar. Dengan cara yang sama, dengan mata dewa, yang dimurnikan dan melampaui [penglihatan] manusia, aku melihat makhluk-makhluk ketika mereka meninggal dan ketika mereka terlahir kembali gagah atau jelek, bagus atau tidak bagus, ketika mereka datang dan pergi di antara alam-alam kehidupan yang baik atau buruk sesuai dengan perbuatan-perbuatan mereka [sebelumnya]. Aku melihat ini sebagaimana adanya.

Jika makhluk-makhluk ini berperilaku buruk dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, menghina orang-orang mulia, menganut pandangan salah, dan melakukan perbuatan [berdasarkan] pandangan salah, maka karena sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti akan terlahir kembali di alam kehidupan yang buruk, di neraka.

[Namun] jika makhluk-makhluk ini berperilaku baik dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, tidak menghina orang-orang mulia, menganut pandangan benar, dan melakukan perbuatan [berdasarkan] pandangan benar, maka karena sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti terlahir kembali di alam kehidupan yang baik, di alam surga.

Seperti halnya seseorang dengan penglihatan yang baik, berdiri di puncak sebuah bangunan yang tinggi, [dapat] mengamati orang-orang di bawah datang dan pergi, berkeliling di sekitar, duduk, berbaring, berjalan, atau [bahkan] melompat. Dengan cara yang sama, dengan mata dewa, yang dimurnikan dan melampaui [penglihatan] manusia, aku melihat makhluk-makhluk ketika mereka meninggal dan ketika mereka terlahir kembali gagah atau jelek, bagus atau tidak bagus, ketika mereka datang dan pergi di antara alam-alam kehidupan yang baik atau buruk sesuai dengan perbuatan-perbuatan mereka [sebelumnya]. Aku melihat ini sebagaimana adanya.

Jika makhluk-makhluk ini berperilaku buruk dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, menghina orang-orang mulia, menganut pandangan salah, dan melakukan perbuatan [berdasarkan] pandangan salah, maka karena sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti akan terlahir kembali di alam kehidupan yang buruk, di neraka.

[Namun] jika makhluk-makhluk ini berperilaku baik dalam jasmani, ucapan, dan pikiran, tidak menghina orang-orang mulia, menganut pandangan benar, dan melakukan perbuatan [berdasarkan] pandangan benar, maka karena sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti terlahir kembali di alam kehidupan yang baik, di alam surga.

Jika suatu makluk, yang terlahir di alam manusia, tidak berbakti kepada orang tuanya, tidak menghormati para pertapa dan brahmana, tidak berperilaku jujur, tidak melakukan perbuatan berjasa, dan tidak takut terhadap akibat yang dihasilkan oleh perbuatan jahat pada kehidupan berikutnya, maka karena sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, ia terlahir kembali di alam Raja Yama.

Para petugas Raja Yama membawa [pelaku itu] kepada Raja Yama, dengan berkata:

Yang Mulia, sebelumnya, ketika [terlahir sebagai] seorang manusia, makhluk ini tidak berbakti kepada orang tuanya, tidak menghormati para pertapa dan brahmana, tidak berperilaku jujur, tidak melakukan perbuatan berjasa, dan tidak takut terhadap akibat yang dihasilkan perbuatan jahat pada kehidupan berikutnya. Semoga yang mulia mengadili perbuatan-perbuatan jahatnya!

Kemudian Raja Yama menggunakan [perumpamaan tentang] utusan surgawi pertama untuk secara menyeluruh menanyai, memeriksa, mengajarkan, dan menegurnya: “Apakah engkau pernah melihat kedatangan utusan surgawi pertama?”

Orang itu menjawab, “Tidak, yang mulia, aku tidak melihatnya.”

Raja Yama bertanya lagi:

Apakah engkau tidak pernah melihat, di suatu desa atau kota, seorang bayi kecil, laki-laki atau perempuan, dengan tubuh yang lemah, lembut, berbaring pada kotoran dan air seninya sendiri, tidak dapat berkata kepada orang tuanya: “Ayah, ibu, bawalah aku pergi dari tempat yang kotor ini! Mandikanlah tubuh ini dan buat ia bersih!”?

Orang itu menjawab, “Aku telah melihatnya, yang mulia.”

Raja Yama bertanya lagi:

Ketika mengingat hal ini kemudian, mengapa engkau tidak berpikir, “Aku sendiri [juga] tunduk pada hukum kelahiran, aku tidak bebas dari kelahiran, dan oleh sebab itu aku seharusnya melakukan perbuatan baik dengan jasmani, ucapan, dan pikiran”?

Orang itu berkata, “Yang mulia, aku benar-benar jahat. Apakah kemunduranku yang diperpanjang akan [menyebabkanku] menderita kerugian?”

Raja Yama berkata:

Engkau benar-benar jahat, dan kemunduranmu yang diperpanjang [akan menyebabkanmu] menderita kerugian. Sekarang aku akan memeriksa dan menghukummu sebagai seorang yang lalai yang berbuat dengan kelalaian. Perbuatan jahatmu tidak dilakukan oleh orang tuamu, atau oleh para raja, para dewa, para pertapa, atau para brahmana. Engkau sendiri melakukan perbuatan jahat dan tidak bermanfaat. Oleh sebab itu, engkau sekarang pasti akan mengalami akibat [atas perbuatan jahat itu].

Setelah menggunakan [perumpamaan tentang] utusan surgawi pertama untuk secara menyeluruh menanyai, memeriksa, mengajarkan, dan menegurnya, Raja Yama juga menggunakan [perumpamaan tentang] utusan surgawi kedua untuk secara menyeluruh menanyai, memeriksa, mengajarkan, dan menegurnya: “Apakah engkau pernah melihat kedatangan utusan surgawi kedua?”

Orang itu menjawab, “Tidak, yang mulia, aku tidak melihatnya.”

Kemudian Raja Yama bertanya lagi:

Apakah engkau tidak pernah melihat, di suatu desa atau kota, seorang laki-laki atau perempuan yang sangat tua, yang sangat renta, dalam kesakitan yang hebat dan mendekati kematian, dengan gigi yang ompong dan rambut yang memutih, dengan tubuh yang bungkuk, berjalan disokong dengan sebuah tongkat, dan dengan tubuh yang bergemetaran?

Orang itu menjawab, “Aku telah melihatnya, yang mulia.”

Raja Yama bertanya lagi:

Ketika mengingat hal ini kemudian, mengapa engkau tidak berpikir, “Aku sendiri [juga] tunduk pada usia tua, aku tidak bebas dari usia tua, dan oleh sebab itu aku seharusnya melakukan perbuatan baik dengan jasmani, ucapan, dan pikiran.”
Orang itu berkata, “Yang mulia, aku benar-benar jahat. Apakah kemunduranku yang diperpanjang akan [menyebabkanku] menderita kerugian?”

Raja Yama berkata:

Engkau benar-benar jahat, dan kemunduranmu yang diperpanjang [akan menyebabkanmu] menderita kerugian. Sekarang aku akan memeriksa dan menghukummu sebagai seorang yang lalai yang berbuat dengan kelalaian. Perbuatan jahatmu tidak dilakukan oleh orang tuamu, atau oleh para raja, para dewa, para pertapa, para brahmana. Engkau sendiri melakukan perbuatan jahat dan tidak bermanfaat. Oleh sebab itu, engkau sekarang pasti akan mengalami akibat [atas perbuatan jahat itu].

Setelah menggunakan [perumpamaan tentang] utusan surgawi kedua untuk secara menyeluruh menanyai, memeriksa, mengajarkan, dan menegurnya, Raja Yama menggunakan [perumpamaan tentang] utusan surgawi ketiga untuk secara menyeluruh menanyai, memeriksa, mengajarkan, dan menegurnya: “Apakah engkau pernah melihat kedatangan utusan surgawi ketiga?”

Orang itu menjawab, “Tidak, yang mulia, aku tidak melihatnya.”

Raja Yama bertanya lagi:

Apakah engkau tidak pernah melihat, di suatu desa atau kota, seorang laki-laki atau perempuan yang sakit parah, duduk atau berbaring di sebuah tempat tidur atau dipan, atau di atas tanah, dengan rasa sakit yang hebat, rasa sakit parah yang muncul dalam tubuh, yang [sepenuhnya] tidak diinginkan dan [akhirnya] akan menyebabkan kematian?

Orang itu menjawab, “Aku telah melihatnya, yang mulia.”

Raja Yama bertanya lagi:

Ketika mengingat hal ini kemudian, mengapa engkau tidak berpikir, “Aku sendiri [juga] tunduk pada penyakit, aku tidak bebas dari penyakit, dan oleh sebab itu aku seharusnya melakukan perbuatan baik dengan jasmani, ucapan, dan pikiran”?

Orang itu berkata, “Yang mulia, aku benar-benar jahat. Apakah kemunduran[ku] yang diperpanjang akan [menyebabkanku] menderita kerugian?”

Raja Yama berkata:

Engkau benar-benar jahat, dan kemunduranmu yang diperpanjang [akan menyebabkanmu] menderita kerugian. Sekarang aku akan memeriksa dan menghukummu sebagai seorang yang lalai yang berbuat dengan kelalaian. Perbuatan jahatmu tidak dilakukan oleh orang tuamu, atau oleh para raja, para dewa, para pertapa, atau para brahmana. Engkau sendiri melakukan perbuatan jahat dan tidak bermanfaat. Oleh sebab itu, engkau sekarang pasti akan mengalami akibat [atas perbuatan jahat itu].

Setelah menggunakan [perumpamaan tentang] utusan surgawi ketiga untuk secara menyeluruh menanyai, memeriksa, mengajarkan, dan menegurnya, Raja Yama menggunakan [perumpamaan tentang] utusan surgawi keempat untuk secara menyeluruh menanyai, memeriksa, mengajarkan, dan menegurnya: “Apakah engkau pernah melihat kedatangan utusan surgawi keempat?”

Orang itu menjawab, “Tidak, yang mulia, aku tidak melihatnya.”

Raja Yama bertanya lagi:

Apakah engkau tidak pernah melihat, di suatu desa atau kota, seorang laki-laki atau perempuan, pada waktu kematian, atau telah meninggal satu hari, atau dua hari, atau sampai enam atau tujuh hari, dipatuki oleh burung gagak, dimakan oleh anjing hutan dan serigala, atau telah terbakar oleh api, dikubur di dalam tanah, atau membusuk dan hancur?

Orang itu menjawab, “Aku telah melihatnya, yang mulia.”

Raja Yama bertanya lagi:

Ketika mengingat hal ini kemudian, mengapa engkau tidak berpikir, “Aku sendiri [juga] tunduk pada kematian, aku tidak bebas dari kematian, dan oleh sebab itu aku seharusnya melakukan perbuatan baik dengan jasmani, ucapan, dan pikiran”?

Orang itu berkata, “Yang mulia, aku benar-benar jahat. Apakah kemunduranku yang diperpanjang akan [menyebabkanku] menderita kerugian?”

Raja Yama berkata:

Engkau benar-benar jahat, dan kemunduranmu yang diperpanjang [akan menyebabkanmu] menderita kerugian. Sekarang aku akan memeriksa dan menghukummu sebagai seorang yang lalai yang berbuat dengan kelalaian. Perbuatan jahatmu tidak dilakukan oleh orang tuamu, atau oleh para raja, para dewa, para pertapa, atau para brahmana. Engkau sendiri melakukan perbuatan jahat dan tidak bermanfaat. Oleh sebab itu, engkau sekarang pasti akan mengalami akibat [atas perbuatan jahat itu].

Setelah menggunakan [perumpamaan tentang] utusan surgawi keempat untuk secara menyeluruh menanyai, memeriksa, mengajarkan, dan menegurnya, Raja Yama menggunakan [perumpamaan tentang] utusan surgawi kelima untuk secara menyeluruh menanyai, memeriksa, mengajarkan, dan menegurnya: “Apakah engkau pernah melihat kedatangan utusan surgawi kelima?”

Orang itu menjawab, “Tidak, yang mulia, aku tidak melihatnya.”

Raja Yama bertanya lagi:

Apakah engkau tidak pernah melihat bahwa para petugas raja menangkap para penjahat dan menghukum mereka dengan berbagai siksaan seperti memotong tangan mereka atau memotong kaki mereka, atau memotong tangan dan kaki mereka, atau memotong telinga mereka, atau memotong hidung mereka, atau memotong telinga dan hidung mereka, memotong-motong [mereka menjadi potongan], merobek janggut mereka, atau merobek rambut mereka, atau merobek janggut dan rambut mereka, menempatkan mereka di dalam kurungan dan membakar pakaian mereka, atau membungkus mereka dalam jerami dan membakarnya, menempatkan [mereka] dalam keledai besi, atau dalam mulut babi besi, atau dalam mulut macan besi yang kemudian [dipanaskan] dengan api, menempatkan mereka dalam ketel tembaga atau ketel besi dan merebus mereka, atau memotong mereka menjadi potongan, atau menusuk mereka dengan garpu tajam, atau menyangkutkan mereka dengan kaitan, atau membaringkan mereka di atas tempat tidur besi dan membakar mereka dengan minyak mendidih, atau mendudukkan mereka di dalam tumbukan besi dan menumbuk mereka dengan alu besi, atau [menyebabkan mereka digigit oleh] ular besar, ular, dan kadal, atau mencambuk mereka dengan cambuk, atau memukul mereka dengan tongkat, atau memukul mereka dengan pentungan, atau menusuk mereka hidup-hidup pada tonggak tinggi, atau memenggal kepala mereka?

Orang itu menjawab, “Aku telah melihatnya, yang mulia.”

Raja Yama bertanya lagi, “Ketika mengingat hal ini kemudian, mengapa engkau tidak berpikir, ‘Aku tunduk, di sini dan saat ini pada masa sekarang, pada [akibat dari] [perbuatan] jahat, tidak bermanfaat [masa lampau]’?”

Orang itu berkata, “Yang mulia, aku benar-benar jahat. Apakah kemunduranku yang diperpanjang akan [menyebabkanku] menderita kerugian?”

Raja Yama berkata:

Engkau benar-benar jahat, dan kemunduranmu yang diperpanjang [akan menyebabkanmu] menderita kerugian. Sekarang aku akan memeriksa dan menghukummu sebagai seorang yang lalai yang berbuat dengan kelalaian. Perbuatan jahatmu tidak dilakukan oleh orang tuamu, atau oleh para raja, para dewa, para pertapa, atau para brahmana. Engkau sendiri melakukan perbuatan jahat dan tidak bermanfaat. Oleh sebab itu, engkau sekarang pasti akan mengalami akibat [atas perbuatan jahat itu].

Setelah menggunakan [perumpamaan tentang] utusan surgawi kelima untuk secara menyeluruh menanyai, memeriksa, mengajarkan, dan menegurnya, Raja Yama menyerahkannya kepada para petugas neraka. Para petugas neraka memegangnya dan menempatkannya ke dalam neraka besar dengan empat pintu gerbang.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #10 on: 06 April 2016, 08:42:16 PM »
[Kemudian Sang Buddha] mengulangi sebuah syair:

Ia memiliki empat ruangan dan empat pintu gerbang,
Keduabelas sisinya dikelilingi oleh
Dinding yang terbuat dari besi
Di atas, ia ditutupi dengan sebuah [atap] besi.

Di dalam neraka itu lantainya dari besi,
Besi, yang semuanya berkobar-kobar dengan nyala dan api.
Ia tidak terukur liga kedalamannya,
Sampai ke dasar bumi.

[Ia] sangat kejam, tidak tertahankan.
Cahaya apinya tidak dapat dilihat.
Melihatnya, rambut tubuh seseorang berdiri tegak,
Karena ketakutan dan kengerian dari penderitaaan yang besar ini.

[Orang itu], terlahir kembali di neraka [ini],
Turun dari kepala sampai tumit,
[Karena ia] menghina orang-orang mulia,
Yang terdisiplinkan, termurnikan sepenuhnya.<163>

[Datanglah] waktunya setelah periode yang sangat lama ketika, demi kepentingan makhluk-makhluk itu, pintu gerbang timur dari neraka besar dengan empat pintu gerbang terbuka. Setelah pintu gerbang timur terbuka, para makhluk itu berlari menuju pintu gerbang itu, mencari suatu tempat yang aman, suatu tempat berlindung.

[Tetapi ketika] tak terhitung ratusan dan ribuan makhluk telah berkumpul di sana, pintu gerbang timur neraka itu menutup lagi dengan sendirinya. [Para makhluk] di dalam mengalami penderitaan luar biasa, menangis dan meratap, berbaring di atas tanah dengan keputusasaan sama sekali; tetapi mereka tidak dapat meninggal sampai [akibat] perbuatan jahat dan tidak bermanfaat mereka telah sepenuhnya habis.

Lagi, [setelah] suatu periode yang sangat lama pintu gerbang selatan ... pintu gerbang barat ... pintu gerbang utara terbuka. Setelah pintu gerbang utara terbuka, para makhluk itu berlari menuju pintu gerbang itu, mencari suatu tempat yang aman, suatu tempat berlindung. [Tetapi ketika] tak terhitung ratusan dan ribuan makhluk telah berkumpul di sana, pintu gerbang utara neraka itu menutup lagi dengan sendirinya. [Para makhluk] di dalam mengalami penderitaan luar biasa, menangis dan meratap, berbaring di atas tanah dengan keputusasaan sama sekali; tetapi mereka tidak dapat meninggal sampai [akibat] perbuatan jahat dan tidak bermanfaat mereka telah sepenuhnya habis.

Lagi, setelah periode yang sangat lama, para makhluk itu muncul dari neraka besar dengan empat pintu gerbang. Setelah [berada] di neraka besar dengan empat pintu gerbang, mereka muncul di neraka [besar] dengan puncak yang tinggi, yang terbakar dengan api di dalam [tetapi] tidak [menghasilkan] asap atau nyala api. Mereka dipaksa untuk berjalan di atasnya, berjalan bolak-balik dan berkeliling-keliling. Kulit, daging, dan darah dari kedua kaki mereka lenyap [karena terbakar] ketika mereka meletakkan kaki mereka ke bawah, tetapi ia muncul kembali dan menjadi seperti sebelumnya ketika mereka mengangkat kaki mereka ke atas. Mereka dihukum dengan cara ini selama tak terhitung ratusan dan ribuan tahun, menahan penderitaan luar biasa; tetapi mereka tidak dapat meninggal sampai [akibat] perbuatan jahat dan tidak bermanfaat mereka telah sepenuhnya habis.

Lagi, setelah periode yang sangat lama, para makhluk itu muncul dari neraka besar dengan puncak yang tinggi. Setelah [berada] di neraka besar dengan puncak yang tinggi, mereka muncul di neraka besar dari kotoran, yang dipenuhi dengan kotoran, tak terhitung ribuan kaki dalamnya. Para makhluk itu semuanya jatuh ke dalamnya. Di dalam neraka besar dari kotoran muncul sangat banyak cacing yang disebut lingqu-lai, dengan tubuh putih, kepala hitam, dan mulut bagaikan jarum.

Cacing-cacing ini mengerogoti kaki para makhluk itu dan memakannya. Setelah memakan kaki, mereka menggerogoti dan memakan tulang betis. Setelah memakan tulang betis, mereka menggerogoti dan memakan tulang paha. Setelah memakan tulang paha, mereka menggerogoti dan memakan tulang pinggul. Setelah memakan tulang pinggul, mereka menggerogoti dan memakan tulang belakang.

Setelah memakan tulang belakang, mereka menggerogoti dan memakan tulang bahu, tulang leher, dan tengkorak. Setelah memakan tenggorak, mereka memakan otak. Para makhluk itu disiksa dengan cara ini selama tak terhitung ratusan dan ribuan tahun, menahan penderitaan luar biasa; tetapi mereka tidak dapat meninggal sampai [akibat] perbuatan jahat dan tidak bermanfaat mereka telah sepenuhnya habis.

Lagi, setelah periode yang sangat lama, para makhluk itu muncul dari neraka besar dari kotoran. Setelah [berada] di neraka besar dari kotoran, mereka muncul di neraka besar dari hutan berdaun besi. Setelah melihatnya, para makhluk itu memiliki kesan kesejukan dan mereka berpikir: “Marilah kita pergi ke sana secepatnya untuk menyejukkan diri!” Para makhluk itu pergi menuju [hutan ini], mencari suatu tempat yang aman, suatu tempat berlindung.

Kemudian tak terhitung ratusan dan ribuan makhluk yang telah berkumpul memasuki neraka besar dari hutan berdaun besi. Di neraka besar dari hutan berdaun besi, angin panas besar bertiup dari empat arah. Setelah bertiupnya angin panas, daun-daun besi berguguran. Ketika daun-daun besi berguguran, mereka memotong tangan, kaki, atau tangan dan kaki; mereka memotong telinga, hidung, atau telinga dan hidung, dan anggota tubuh lainnya. [Para makhluk itu] terpotong-potong tubuhnya dan berlumuran dengan darah selama tak terhitung ratusan dan ribuan tahun, menahan penderitaan luar biasa; tetapi mereka tidak dapat meninggal sampai [akibat] perbuatan jahat dan tidak bermanfaat mereka telah sepenuhnya habis.

Lagi, di neraka besar dari hutan berdaun besi muncul anjing-anjing raksasa dengan gigi taring yang sangat panjang. Mereka menggigit para makhluk itu, menyobek kulit mereka dari kaki sampai kepala dan memakannya, atau memotong kulit mereka dari kepala sampai kaki dan memakannya. [Para makhluk itu] disiksa dengan cara ini selama tak terhitung ratusan dan ribuan tahun, menahan penderitaan luar biasa; tetapi mereka tidak dapat meninggal sampai [akibat] perbuatan jahat dan tidak bermanfaat mereka telah sepenuhnya habis.

Lagi, di neraka besar dari hutan berdaun besi muncul burung gagak dengan dua kepala dan paruh besi. Mereka berdiri pada dahi para makhluk itu, mencungkil mata mereka hidup-hidup dan menelannya, membelah tenggorak dengan paruh mereka, dan mengeluarkan otak dan memakannya. Para makhluk itu disiksa dengan cara ini selama tak terhitung ratusan dan ribuan tahun, menahan penderitaan luar biasa; tetapi mereka tidak dapat meninggal sampai [akibat] perbuatan jahat dan tidak bermanfaat mereka telah sepenuhnya habis.

Lagi, setelah periode yang sangat lama para makhluk itu muncul dari neraka besar dari hutan berdaun besi. Setelah [berada] di neraka dari hutan berdaun besi, mereka muncul di neraka besar dari hutan pohon pedang besi.

Pohon-pohon pedang besi itu satu liga tingginya dan memiliki duri kira-kira enam kaki panjangnya. Para makhluk itu diperintahkan untuk memanjat naik dan turun pohon itu. Ketika mereka memanjat naik pohon itu, duri-durinya berubah arah ke bawah. Ketika mereka menuruni pohon itu, duri-durinya berubah arah ke atas. Duri-duri dari pohon pedang menusuk para makhluk itu, menusuk tangan mereka, kaki mereka, atau tangan dan kaki mereka; menusuk telinga mereka, hidung mereka, atau telinga dan hidung mereka, dan anggota tubuh lainnya. [Para makhluk itu] tertusuk-tusuk tubuhnya dan berlumuran dengan darah selama tak terhitung ratusan dan ribuan tahun, menahan penderitaan luar biasa; tetapi mereka tidak dapat meninggal sampai [akibat] perbuatan jahat dan tidak bermanfaat mereka telah sepenuhnya habis.

Lagi, setelah periode yang sangat lama, para makhluk itu muncul dari neraka besar dari hutan pohon pedang besi. Setelah [berada] di neraka besar dari hutan pohon pedang besi mereka muncul di [tepi] sungai asam, yang memiliki tepi yang sangat tinggi yang dikelilingi di mana-mana oleh duri. Air asam itu mendidih dan sangat hitam.

Melihat ini, para makhluk itu memiliki kesan bahwa ini adalah air dingin [dengan berpikir]: “Akan ada air dingin.” Memiliki kesan ini, mereka berpikir, “Marilah kita pergi ke sana, mandi di dalamnya, dan meminumnya sesuka kita, untuk secepatnya menyejukkan dan menenangkan diri.” Para makhluk itu, dengan berlomba satu sama lain, berlari menuju [sungai asam itu] dan memasukinya, mencari suatu tempat yang menyenangkan, suatu tempat berlindung.

Kemudian tak terhitung ratusan dan ribuan tahun makhluk yang telah berkumpul di sana jatuh ke dalam sungai asam. Setelah jatuh ke dalam sungai asam, mereka terbawa arus ke bawah, atau terbawa arus ke atas, atau terbawa arus ke bawah dan ke atas. Ketika para makhluk itu terbawa arus ke bawah, terbawa arus ke atas, atau terbawa arus ke bawah dan ke atas, kulit mereka masak dan terkelupas, daging mereka masak dan terkelupas, kulit dan daging mereka masak dan terkelupas, [sampai] hanya tulang yang tersisa. Pada kedua tepi sungai asam itu terdapat para petugas neraka yang memegang pedang, pentungan besar, dan kait besi pada tangan mereka. Ketika para makhluk itu ingin memanjat naik ke tepi sungai, para petugas neraka mendorong mereka kembali lagi.

Lagi, pada kedua tepi sungai asam itu terdapat para petugas neraka, yang memegang kait dan jaring pada tangan mereka. Dengan kait mereka menarik para makhluk itu keluar dari sungai asam dan meletakkan mereka di atas tanah dari besi panas membara, yang terbakar, menyala, dan semuanya terbakar menyala-nyala. Mereka mengangkat para makhluk itu ke atas dan melemparkan mereka ke tanah itu [lagi], menggulingkan mereka [semuanya di atas] tanah itu, dan bertanya kepada mereka, “Dari manakah kalian datang?” Para makhluk itu menjawab, “Kami tidak mengetahui dari mana kami datang, tetapi kami sekarang menderita kelaparan hebat.”

Para petugas neraka itu kemudian meletakkan para makhluk itu di atas sebuah tempat tidur dari besi panas membara, yang terbakar, menyala, dan semuanya terbakar menyala-nyala, memaksa mereka untuk duduk di atasnya. Mereka membuka mulut para makhluk itu dengan penjepit besi panas membara, dan menaruh bola-bola besi panas membara, yang terbakar, menyala, dan semuanya terbakar menyala-nyala, ke dalam mulut mereka. Bola-bola besi panas membara membakar bibir. Setelah membakar bibir, mereka membakar lidah. Setelah membakar lidah, mereka membakar langit-langit mulut. Setelah membakar langit-langit mulut, mereka membakar kerongkongan. Setelah membakar kerongkongan, mereka membakar jantung. Setelah membakar jantung, mereka membakar usus besar. Setelah membakar usus besar, mereka membakar usus kecil. Setelah membakar usus kecil, mereka membakar perut. Setelah membakar perut, mereka keluar dari bagian bawah tubuh. [Para makhluk] itu disiksa dengan cara ini selama tak terhitung ratusan dan ribuan tahun, menahan penderitaan luar biasa; tetapi mereka tidak dapat meninggal sampai [akibat] perbuatan jahat dan tidak bermanfaat mereka telah sepenuhnya habis.

Lagi, para petugas neraka bertanya kepada para makhluk itu, “Ke manakah kalian ingin pergi?” Para makhluk itu menjawab, “Kami tidak tahu ke mana kami ingin pergi, tetapi kami menderita kehausan hebat.” Para petugas neraka kemudian meletakkan para makhluk itu di atas sebuah tempat tidur besi panas membara, yang terbakar, menyala, dan semuanya terbakar menyala-nyala, memaksa mereka untuk duduk padanya. Mereka membuka mulut para makhluk itu dengan penjepit besi panas membara, dan menuangkan tembaga cair yang mendidih ke dalam mulut mereka. Tembaga cair yang mendidih itu membakar bibir. Setelah membakar bibir, ia membakar lidah. Setelah membakar lidah, ia membakar langit-langit mulut. Setelah membakar langit-langit mulut, ia membakar kerongkongan. Setelah membakar kerongkongan, ia membakar jantung. Setelah membakar jantung, ia membakar usus besar. Setelah membakar usus besar, ia membakar usus kecil. Setelah membakar usus kecil, ia membakar perut. Setelah membakar perut, ia keluar dari bagian bawah tubuh, [Para makhluk] itu disiksa dengan cara ini selama tak terhitung ratusan dan ribuan tahun, menahan penderitaan luar biasa; tetapi mereka tidak dapat meninggal sampai [akibat] perbuatan jahat dan tidak bermanfaat mereka telah sepenuhnya habis.

Jika para makhluk itu di neraka [masih] belum sepenuhnya menghabiskan [akibat] perbuatan jahat dan tidak bermanfaat mereka, belum menghabiskan semuanya, belum menghabiskannya tanpa sisa, maka para makhluk itu jatuh lagi ke dalam sungai asam, [diperintahkan untuk memanjat] naik dan turun lagi pohon di neraka besar dari hutan pohon pedang besi, harus masuk lagi ke neraka besar dari hutan berdaun besi, jatuh lagi ke dalam neraka besar dari kotoran, diperintahkan untuk berjalan bolak-balik di neraka besar dengan puncak yang tinggi, dan harus masuk lagi ke neraka besar dengan empat pintu gerbang.

[Tetapi] jika para makhluk itu di neraka telah sepenuhnya menghabiskan [akibat] perbuatan jahat dan tidak bermanfaat, menghabiskan semuanya, menghabiskannya tanpa sisa, maka beberapa dari para makhluk itu berlanjut menuju [alam] binatang, beberapa jatuh ke [alam] hantu kelaparan, dan beberapa terlahir kembali di alam surga.

Jika suatu makhluk sebelumnya adalah seorang manusia yang tidak berbakti kepada orang tuanya, yang tidak menghormati para pertapa dan brahmana, berperilaku tidak jujur, tidak melakukan perbuatan berjasa, dan tidak takut terhadap akibat yang disebabkan perbuatan itu pada kehidupan berikutnya – maka suatu makhluk demikian mengalami akibat yang tidak diinginkan, tak terbayangkan tidak menyenangkan dan menyakitkan, seperti di neraka-neraka itu.

[Tetapi] jika suatu makhluk sebelumnya adalah seorang manusia yang berbakti kepada orang tuanya, yang menghormati para pertapa dan brahmana, berperilaku jujur, melakukan perbuatan berjasa, dan takut terhadap akibat yang disebabkan oleh perbuatan itu pada kehidupan berikutnya – maka suatu makhluk demikian mengalami akibat yang diinginkan, dapat dipikirkan menyenangkan dan membahagiakan, seperti di sebuah istana surgawi di langit.

Pada masa lampau, Raja Yama membuat aspirasi berikut [ketika] berada di taman hiburannya: ketika kehidupan ini berakhir, semoga aku terlahir kembali di alam manusia! Jika terdapat keluarga yang sangat kaya dan makmur, dengan tak terhitung harta kekayaan, dan memiliki berlimpah-limpah semua jenis ternak, tanah, bawahan, dan manor – yaitu, keluarga besar perumah tangga khattiya, keluarga besar perumah tangga brahmana, atau keluarga besar perumah tangga saudagar, atau keluarga lainnya yang sangat kaya dan makmur demikian, dengan tak terhitung harta kekayaan, dan memiliki berlimpah-limpah ternak, tanah, bawahan, dan manor – semoga aku terlahir di suatu keluarga yang demikian!

Setelah terlahir kembali di sana, semoga aku mengembangkan indera pemahamanku, dan semoga aku memperoleh keyakinan murni dalam Dharma dan disiplin sejati yang diajarkan seorang Tathāgata! Setelah memperoleh keyakinan murni, semoga aku mencukur rambut dan janggut, mengenakan jubah seorang bhikkhu, meninggalkan kehidupan berumah tangga demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan [guna] mengembangkan kehidupan suci yang tiada bandingnya, [demikian juga, semoga aku] dalam kehidupan itu juga, dengan diri sendiri mencapai pemahaman dan pencerahan, dan berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasinya, dengan mengetahui sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan. Tidak akan ada kelangsungan lain.”

Pada masa lampau, Raja Yama telah membuat aspirasi ini [ketika] berada di taman hiburannya; dan ia mengulangi syair-syair ini:

Ditegur oleh para utusan surgawi,
Seseorang yang telah lalai,
Akan merasakan kesengsaraan dan dukacita selama waktu yang lama.
Ia disebut sebagai dihalangi oleh keinginan yang berbahaya.
Ditegur oleh para utusan surgawi,
Seseorang yang benar-benar unggul,
Tidak akan lalai lagi,
[Tetapi akan berlatih] Dharma yang diajarkan dengan baik, menakjubkan, mulia.
Melihat kemelekatan menyebabkannya menjadi ketakutan,
Dan beraspirasi pada padamnya kelahiran dan usia tua.
[Ketika ia] bebas dari kemelekatan, [setelah] memadamkannya tanpa sisa,
Itu adalah akhir dari kelahiran dan usia tua.
[Orang] itu mencapai kebahagiaan dari kedamaian,
Mencapai lenyapnya dalam masa kehidupan ini,
Melampaui semua yang menakutkan,
Dan menyeberangi arus duniawi ini.

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #11 on: 06 April 2016, 08:51:01 PM »
65. Kotbah dengan Perumpamaan Burung Gagak

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Rājagaha, di Hutan Bambu, Tempat Perlindungan Tupai.

Pada waktu itu, Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Pada masa lampau, ketika seorang raja pemutar-roda ingin menguji harta permatanya, ia mengumpulkan armada pasukannya yang berunsur empat, yaitu, pasukan gajah, pasukan kuda, pasukan kereta, dan pasukan pejalan kaki. Armada pasukan berunsur empat setelah berkumpul, dalam kegelapan malam, pada tengah malam, sebuah bendera tinggi didirikan, permata itu ditempatkan pada puncaknya, dan ia dibawa ke taman hiburan. Kecemerlangan permata itu menyinari armada pasukan berunsur empat, dan cahayanya menjangkau wilayah yang berjarak setengah liga ke arah [mana pun].

Pada waktu itu, terdapat seorang brahmana yang memiliki pikiran ini: “Aku ingin pergi dan melihat raja pemutar-roda, bersama-sama dengan armada pasukannya yang berunsur empat, dan melihat permata beril.” Kemudian brahmana itu berpikir lagi, “Untuk saat ini, tidak perlu mengunjungi raja pemutar-roda dengan armada pasukannya yang berunsur empat, dan melihat permata beril. Aku alih-alih akan pergi ke dalam hutan.” Maka, brahmana itu mendekati hutan. Setelah tiba di sana, ia memasuki dan pergi ke kaki sebatang pohon.

Tidak lama setelah ia duduk, seekor berang-berang datang. Melihatnya, brahmana itu bertanya, “Selamat datang, berang-berang, dari manakah engkau datang dan ke manakah engkau ingin pergi?”

[Berang-berang itu] menjawab, “Brahmana, pada masa lampau kolam ini terisi air sampai ke pinggirnya oleh sebuah sumber mata air yang jernih, memiliki banyak akar dan bunga seroja, dan penuh dengan ikan dan kura-kura. Aku sebelumnya [hidup] bergantung padanya, tetapi sekarang ia telah mengering. Brahmana, engkau seharusnya mengetahui bahwa aku ingin meninggalkannya, untuk tinggal di sebuah sungai besar. Aku ingin pergi sekarang, aku takut dengan orang-orang.”

Kemudian setelah bertukar salam ini dengan brahmana itu, berang-berang itu pergi.

Brahmana itu [tetap] duduk di sana seperti sebelumnya. Lagi, datanglah seekor burung jiu-mu.<164> Melihatnya, brahmana itu bertanya, “Selamat datang, burung jiu-mu, dari manakah engkau datang dan ke manakah engkau ingin pergi?”

[Burung itu] menjawab, “Brahmana, pada masa lampau kolam ini terisi air sampai ke pinggir oleh sebuah sumber mata air yang jernih, memiliki banyak akar dan bunga seroja, dan penuh dengan ikan dan kura-kura. Aku sebelumnya [hidup] bergantung padanya, tetapi sekarang ia telah mengering. Brahmana, engkau seharusnya mengetahui bahwa aku ingin meninggalkannya, untuk bersarang di suatu tempat di mana hewan ternak mati dikumpulkan dan hidup bergantung padanya, ... atau keledai mati, ... atau untuk bersarang di suatu tempat di mana manusia mati dikumpulkan dan hidup bergantung padanya. Aku ingin pergi sekarang, aku takut dengan orang-orang.”

Setelah bertukar salam ini dengan brahmana itu, burung jiu-mu itu pergi. Brahmana itu [tetap] duduk di sana seperti sebelumnya.

Lagi, datanglah seekor burung bangkai. Melihatnya, brahmana itu bertanya, “Selamat datang, burung bangkai, dari manakah engkau datang dan ke manakah engkau ingin pergi?”

[Burung bangkai itu] menjawab, “Brahmana, aku pergi dari satu pemakaman besar ke pemakaman besar lainnya, tempat-tempat untuk [mereka yang telah] dicelakai atau dibunuh. Aku sekarang ingin memakan daging gajah mati, kuda mati, hewan ternak mati, dan manusia mati. Aku ingin pergi sekarang, aku takut dengan orang-orang.”

Kemudian, setelah bertukar salam ini dengan brahmana itu, burung bangkai itu pergi. Brahmana itu [tetap] duduk di sana seperti sebelumnya.

Lagi, datanglah seekor burung yang memakan muntahan. Melihatnya, brahmana itu bertanya, “Selamat datang, burung yang memakan muntahan, dari manakah engkau datang dan ke manakah engkau ingin pergi?”

[Burung yang memakan muntahan] menjawab, “Brahmana, apakah engkau melihat burung bangkai baru saja? Aku memakan muntahannya. Aku ingin pergi sekarang, aku takut dengan orang-orang.”

Setelah bertukar salam ini dengan brahmana itu, burung yang memakan muntahan itu pergi. Brahmana itu [tetap] duduk di sana seperti sebelumnya.

Lagi, datanglah seekor anjing hutan. Setelah melihatnya, brahmana itu bertanya, “Selamat datang, anjing hutan, dari manakah engkau datang dan ke manakah engkau ingin pergi?”

[Anjing hutan itu] menjawab, “Brahmana, aku pergi dari satu jurang dalam ke jurang dalam lainnya, dari satu hutan rimba ke hutan rimba lainnya, dan dari satu tempat terpencil ke tempat terpencil lainnya. Aku sekarang ingin memakan daging gajah mati, kuda mati, hewan ternak mati, dan manusia mati. Aku ingin pergi sekarang, aku takut dengan orang-orang.”

Kemudian, setelah bertukar salam ini dengan brahmana itu, anjing hutan itu pergi. Brahmana itu [tetap] duduk di sana seperti sebelumnya.

Lagi, datanglah seekor burung gagak. Melihatnya, brahmana itu bertanya, “Selamat datang, burung gagak, dari manakah engkau datang dan ke manakah engkau ingin pergi?”

[Burung gagak itu] menjawab, “Brahmana, engkau orang malas, mengapa engkau bertanya kepadaku, ‘Dari manakah engkau datang dan ke manakah engkau ingin pergi?’?”

Kemudian, setelah menegur brahmana itu secara langsung, burung gagak itu pergi. Brahmana itu [tetap] duduk di sana seperti sebelumnya.

Lagi, datanglah seekor kera. Setelah melihatnya, brahmana itu bertanya, “Selamat datang, kera, dari manakah engkau datang dan ke manakah engkau ingin pergi?”

[Kera] menjawab, “Brahmana, aku pergi dari satu taman ke taman lainnya, dari satu taman hiburan ke taman hiburan lainnya, dari satu hutan ke hutan lainnya, untuk minum pada sumber mata air yang jernih dan makan buah-buahan yang baik. Aku ingin pergi sekarang, [walaupun] aku tidak takut dengan orang-orang.”

Setelah bertukar salam ini dengan brahmana itu, kera itu pergi.

Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu:

Aku telah menyampaikan perumpamaan-perumpamaan ini dan ingin [kalian] memahami maknanya. Kalian seharusnya mengetahui bahwa ajaran ini memiliki suatu makna [yang lebih dalam].

Apakah makna perumpamaan yang kusampaikan [yang diakhiri dengan] “Kemudian, setelah bertukar salam ini dengan brahmana itu, berang-berang itu pergi”?

Seumpamanya terdapat seorang bhikkhu yang hidup bergantung pada suatu desa atau kota. Saat fajar bhikkhu ini mengenakan jubahnya, membawa mangkuknya, dan memasuki desa itu untuk mengumpulkan dana makanan, tanpa melindungi dirinya sendiri, tanpa menjaga indera-inderanya, tanpa mengembangkan perhatian penuh. Ia meskipun demikian mengajarkan Dharma seperti yang diajarkan oleh Sang Buddha atau oleh salah satu siswa [Sang Buddha]. Karena hal ini ia memperoleh manfaat jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan kasur, dan obat-obatan. Ia disediakan dengan semua [yang ia butuhkan] untuk hidup. Setelah memperoleh manfaat-manfaat ini, ia menjadi melekat padanya, tergoda olehnya, tidak melihat bahaya di dalamnya, tidak dapat melepaskannya, dengan menggunakannya seperti yang ia inginkan.

Bhikkhu itu berlatih perilaku yang buruk, mengembangkan keadaan-keadaan tidak bermanfaat, menuju ekstrem-ekstrem, dan memunculkan bahaya dan kerusakan. Ia tidak menjalankan kehidupan suci, tetapi mengaku [menjalankan] kehidupan suci. Ia bukan seorang pertapa, tetapi mengaku [sebagai] seorang pertapa. Ini seperti halnya [dalam perumpamaan]: melihat berang-berang itu, brahmana itu bertanya, “Selamat datang, berang-berang, dari manakah engkau datang dan ke manakah engkau ingin pergi?” [Berang-berang itu] menjawab, “Brahmana, pada masa lampau kolam ini terisi air sampai ke pinggirnya oleh sebuah sumber mata air yang jernih, memiliki banyak akar dan bunga seroja, dan penuh dengan ikan dan kura-kura. Aku sebelumnya [hidup] bergantung padanya, tetapi sekarang ia telah mengering. Brahmana, engkau seharusnya mengetahui bahwa aku ingin meninggalkannya, untuk tinggal di sebuah sungai besar. Aku ingin pergi sekarang, aku takut dengan orang-orang.”

Bhikkhu yang kusebutkan adalah seperti itu. [Ia] terbenam dalam kejahatan, keadaan-keadaan yang tidak bermanfaat, dan yang mengotori yang merupakan asal mula kehidupan mendatang dan memiliki kekesalan dan penderitaan sebagai buahnya, yang menyebabkan kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian.

Oleh karena itu, para bhikkhu, janganlah berperilaku seperti berang-berang; janganlah bergantung pada apa yang bertentangan dengan Dharma sebagai penghidupan kalian. Dengan perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran yang murni, berdiamlah di tempat-tempat yang sunyi, mengenakan jubah usang, selalu mengumpulkan dana makanan, mengumpulkan dana makanan dalam urutan [yang tepat] [dari rumah ke rumah]. Berkeinginan sedikit dan merasa puas, berdiam dengan bahagia, dalam ketidakmelekatan, dan berlatih dengan bersemangat, dengan mengembangkan perhatian penuh, kewaspadaan penuh, konsentrasi benar, dan kebijaksanaan benar. Selalu tidak melekat dan berlatih dengan cara ini.

Apakah makna perumpamaan yang kusampaikan [yang diakhiri dengan] “Kemudian, setelah bertukar salam ini dengan brahmana itu, burung jiu-mu itu pergi”?

Seumpamanya terdapat seorang bhikkhu yang hidup bergantung pada suatu desa atau kota. Saat fajar bhikkhu ini mengenakan jubahnya, membawa mangkuknya, dan memasuki desa untuk mengumpulkan dana makanan tanpa melindungi dirinya sendiri, tanpa menjaga indera-indera, tanpa mengembangkan perhatian penuh. Ia memasuki rumah orang lain dan mengajarkan Dharma seperti yang diajarkan oleh Sang Buddha atau oleh salah satu siswa [Sang Buddha]. Karena hal ini ia memperoleh manfaat jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan kasur, dan obat-obatan, semua [yang ia butuhkan] untuk hidup. Setelah memperoleh manfaat-manfaat ini, ia menjadi melekat padanya, tergoda olehnya, tidak melihat bahaya di dalamnya, tidak dapat melepaskannya, dengan menggunakannya seperti yang ia inginkan.

Bhikkhu itu berlatih perilaku yang buruk, mengembangkan keadaan-keadaan tidak bermanfaat, menuju ekstrem-ekstrem, dan memunculkan bahaya dan kerusakan. Ia tidak menjalankan kehidupan suci, tetapi mengaku [menjalankan] kehidupan suci. Ia bukan seorang pertapa, tetapi mengaku [sebagai] seorang pertapa. Ini seperti halnya [dalam perumpamaan]: melihat burung jiu-mu itu, brahmana itu bertanya, “Selamat datang, burung jiu-mu, dari manakah engkau datang dan ke manakah engkau ingin pergi?” [Burung itu] menjawab, “Brahmana, pada masa lampau kolam ini terisi air sampai ke pinggir oleh sebuah sumber mata air yang jernih, memiliki banyak akar dan bunga seroja, dan penuh dengan ikan dan kura-kura. Aku sebelumnya [hidup] bergantung padanya, tetapi sekarang ia telah mengering. Brahmana, engkau seharusnya mengetahui bahwa aku ingin meninggalkannya, untuk bersarang di suatu tempat di mana hewan ternak mati dikumpulkan dan hidup bergantung padanya, ... atau keledai mati, ... atau untuk bersarang di suatu tempat di mana manusia mati dikumpulkan dan hidup bergantung padanya. Aku ingin pergi sekarang, aku takut dengan orang-orang.”

Bhikkhu yang kukatakan adalah seperti itu. [Ia] terbenam dalam kejahatan, keadaan-keadaan tidak bermanfaat, dan yang mengotori yang adalah asal mula kehidupan mendatang dan memiliki kekesalan dan penderitaan sebagai buahnya, yang menyebabkan kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian.

Oleh sebab itu, para bhikkhu, janganlah berperilaku seperti burung jiu-mu; janganlah bergantung pada apa yang bertentangan dengan Dharma sebagai penghidupan kalian. Dengan perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran yang murni, berdiamlah di tempat-tempat yang sunyi, memakai jubah usang, selalu mengumpulkan dana makanan, dan mengumpulkan dana makanan dalam urutan [yang tepat]. Berkeinginan sedikit dan merasa puas, berdiam dengan bahagia, dalam ketidakmelekatan, dan berlatih dengan bersemangat, dengan mengembangkan perhatian penuh, kewaspadaan penuh, konsentrasi benar, dan kebijaksanaan benar. Selalu tidak melekat dan berlatih dengan cara ini.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #12 on: 06 April 2016, 08:51:16 PM »
Apakah makna perumpamaan yang kusampaikan [yang diakhiri dengan] “Kemudian, setelah bertukar salam ini dengan brahmana itu, burung bangkai itu pergi”?

Seumpamanya terdapat seorang bhikkhu yang hidup bergantung pada suatu desa atau kota. Saat fajar bhikkhu ini mengenakan jubahnya, membawa mangkuknya, dan memasuki desa untuk mengumpulkan dana makanan tanpa melindungi dirinya sendiri, tanpa menjaga indera-indera, tanpa mengembangkan perhatian penuh. Ia memasuki rumah orang lain dan mengajarkan Dharma seperti yang diajarkan oleh Sang Buddha atau oleh salah satu siswa [Sang Buddha]. Karena hal ini ia memperoleh manfaat jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan kasur, dan obat-obatan, semua [yang ia butuhkan] untuk hidup. Setelah memperoleh manfaat-manfaat ini, ia menjadi melekat padanya, tergoda olehnya, tidak melihat bahaya di dalamnya, tidak dapat melepaskannya, dengan menggunakannya seperti yang ia inginkan.

Bhikkhu itu berlatih perilaku yang buruk, mengembangkan keadaan-keadaan tidak bermanfaat, menuju ekstrem-ekstrem, dan memunculkan bahaya dan kerusakan. Ia tidak menjalankan kehidupan suci, tetapi mengaku [menjalankan] kehidupan suci. Ia bukan seorang pertapa, tetapi mengaku [sebagai] seorang pertapa. Ini seperti halnya [dalam perumpamaan]: melihat burung bangkai itu, brahmana itu bertanya, “Selamat datang, burung bangkai, dari manakah engkau datang dan ke manakah engkau ingin pergi?” [Burung bangkai itu] menjawab, “Brahmana, aku pergi dari satu pemakaman besar ke pemakaman besar lainnya, tempat-tempat untuk [mereka yang telah] dicelakai atau dibunuh. Aku sekarang ingin memakan daging gajah mati, kuda mati, hewan ternak mati, dan manusia mati. Aku ingin pergi sekarang, aku takut dengan orang-orang.”

Bhikkhu yang kukatakan adalah seperti itu. Oleh sebab itu, para bhikkhu, janganlah berperilaku seperti burung bangkai itu; janganlah bergantung pada apa yang bertentangan dengan Dharma sebagai penghidupan kalian. Dengan perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran yang murni, berdiamlah di tempat-tempat yang sunyi, memakai jubah usang, selalu mengumpulkan dana makanan, dan mengumpulkan dana makanan dalam urutan [yang tepat]. Berkeinginan sedikit dan merasa puas, berdiam dengan bahagia, dalam ketidakmelekatan, dan berlatih dengan bersemangat, dengan mengembangkan perhatian penuh, kewaspadaan penuh, konsentrasi benar, dan kebijaksanaan benar. Selalu tidak melekat dan berlatih dengan cara ini.

Apakah makna perumpamaan yang kusampaikan [yang diakhiri dengan:] “Kemudian, setelah bertukar salam ini dengan brahmana itu, burung yang memakan muntahan itu pergi”?

Seumpamanya terdapat seorang bhikkhu yang hidup bergantung pada suatu desa atau kota. Saat fajar bhikkhu ini mengenakan jubahnya, membawa mangkuknya, dan memasuki desa untuk mengumpulkan dana makanan tanpa melindungi dirinya sendiri, tanpa menjaga indera-indera, tanpa mengembangkan perhatian penuh. Ia memasuki kediaman para bhikkhuni dan mengajarkan Dharma seperti yang diajarkan oleh Sang Buddha atau oleh salah satu siswa [Sang Buddha]. Para bhikkhuni itu kemudian memasuki beberapa rumah untuk menjelaskan [apa yang] baik dan [apa yang] buruk, menerima persembahan dari umat yang berkeyakinan, dan membawa mereka kepada bhikkhu itu. Karena hal ini ia memperoleh manfaat jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan kasur, dan obat-obatan, semua [yang ia butuhkan] untuk hidup. Setelah memperoleh manfaat-manfaat ini, ia menjadi melekat padanya, tergoda olehnya, tidak melihat bahaya di dalamnya, tidak dapat melepaskannya, dengan menggunakannya seperti yang ia inginkan.

Bhikkhu itu berlatih perilaku buruk, mengembangkan keadaan-keadaan tidak bermanfaat, menuju ekstrem-ekstrem, dan memunculkan bahaya dan kerusakan. Ia tidak menjalankan kehidupan suci, tetapi mengaku [menjalankan] kehidupan suci. Ia bukan seorang pertapa, tetapi mengaku [sebagai] seorang pertapa. Ini seperti halnya [dalam perumpamaan]: melihat burung yang memakan muntahan itu, brahmana itu bertanya, “Selamat datang, burung yang memakan muntahan, dari manakah engkau datang dan ke manakah engkau ingin pergi?” [Burung yang memakan muntahan] menjawab, “Brahmana, apakah engkau melihat burung bangkai baru saja? Aku memakan muntahannya. Aku ingin pergi sekarang, aku takut dengan orang-orang.”

Bhikkhu yang kukatakan adalah seperti itu. Oleh sebab itu, para bhikkhu, janganlah berperilaku seperti burung yang memakan muntahan itu; janganlah bergantung pada apa yang bertentangan dengan Dharma sebagai penghidupan kalian. Dengan perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran yang murni, berdiamlah di tempat-tempat yang sunyi, memakai jubah usang, selalu mengumpulkan dana makanan, dan mengumpulkan dana makanan dalam urutan [yang tepat]. Berkeinginan sedikit dan merasa puas, berdiam dengan bahagia, dalam ketidakmelekatan, dan berlatih dengan bersemangat, dengan mengembangkan perhatian penuh, kewaspadaan penuh, konsentrasi benar, dan kebijaksanaan benar. Selalu tidak melekat dan berlatih dengan cara ini.

Apakah makna perumpamaan yang kusampaikan [yang diakhiri dengan], “Kemudian, setelah bertukar salam ini dengan brahmana itu, anjing hutan itu pergi”?

Seumpamanya terdapat seorang bhikkhu yang berdiam bergantung pada suatu desa miskin. Jika ia mengetahui bahwa di suatu desa atau kota berdinding tertentu terdapat banyak teman dalam kehidupan suci yang bijaksana dan bersemangat, maka ia menjauhi darinya. Tetapi jika ia mengetahui bahwa di desa atau kota berdinding itu tidak ada teman dalam kehidupan suci yang bijaksana dan bersemangat, maka ia datang dan berdiam di sana selama sembilan bulan atau selama sepuluh bulan. Ketika melihatnya, para bhikkhu bertanya, “Teman yang mulia, di manakah engkau berdiam?” Kemudian ia menjawab, “Teman-teman yang mulia, aku berdiam bergantung pada desa atau kota miskin ini.”

Mendengar hal ini, para bhikkhu berpikir, “Yang mulia ini berlatih apa yang sulit dilatih. Mengapa demikian? Yang mulia ini dapat berdiam bergantung pada desa atau kota miskin ini.” Para bhikkhu semuanya kemudian menghormatinya, menghargainya, dan menyediakannya dengan makanan. Karena hal ini ia memperoleh manfaat jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan kasur, dan obat-obatan, semua [yang ia butuhkan] untuk hidup. Setelah memperoleh manfaat-manfaat ini, ia menjadi melekat padanya, tergoda olehnya, tidak melihat bahaya di dalamnya, tidak dapat melepaskannya, dengan menggunakannya seperti yang ia inginkan.

Bhikkhu itu berlatih perilaku buruk, mengembangkan keadaan-keadaan tidak bermanfaat, menuju ekstrem-ekstrem, dan memunculkan bahaya dan kerusakan. Ia tidak menjalankan kehidupan suci, tetapi mengaku [menjalankan] kehidupan suci. Ia bukan seorang pertapa, tetapi mengaku [sebagai] seorang pertapa. Ini seperti halnya [dalam perumpamaan]: melihat anjing hutan itu, brahmana itu bertanya, “Selamat datang, anjing hutan, dari manakah engkau datang dan ke manakah engkau ingin pergi?” [Anjing hutan itu] menjawab, “Brahmana, aku pergi dari satu jurang dalam ke jurang dalam lainnya, dari satu hutan rimba ke hutan rimba lainnya, dan dari satu tempat terpencil ke tempat terpencil lainnya. Aku sekarang ingin memakan daging gajah mati, kuda mati, hewan ternak mati, dan manusia mati. Aku ingin pergi sekarang, aku takut dengan orang-orang.”

Bhikkhu yang kukatakan adalah seperti itu. Oleh sebab itu, para bhikkhu, janganlah berperilaku seperti anjing hutan itu; janganlah bergantung pada apa yang bertentangan dengan Dharma sebagai penghidupan kalian. Dengan perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran yang murni, berdiamlah di tempat-tempat yang sunyi, memakai jubah usang, selalu mengumpulkan dana makanan, dan mengumpulkan dana makanan dalam urutan [yang tepat]. Berkeinginan sedikit dan merasa puas, berdiam dengan bahagia, dalam ketidakmelekatan, dan berlatih dengan bersemangat, dengan mengembangkan perhatian penuh, kewaspadaan penuh, konsentrasi benar, dan kebijaksanaan benar. Selalu tidak melekat dan berlatih dengan cara ini.

Apakah makna perumpamaan yang kusampaikan [yang diakhiri dengan], “Kemudian, setelah menegur brahmana itu secara langsung, burung gagak itu pergi”?

Seumpamanya terdapat seorang bhikkhu yang menghabiskan pengasingan musim hujan bergantung pada suatu tempat yang miskin dan terpencil. Jika ia mengetahui bahwa di suatu desa atau kota berdinding tertentu terdapat banyak teman dalam kehidupan suci yang bijaksana dan bersemangat, ia menjauh darinya. Tetapi jika ia mengetahui bahwa di desa atau kota berdinding itu tidak ada teman dalam kehidupan suci yang bijaksana dan bersemangat, ia datang dan berdiam di sana selama dua bulan atau selama tiga bulan. Ketika melihatnya, para bhikkhu bertanya, “Teman yang mulia, di manakah engkau melewati pengasingan musim hujan?” Kemudian ia menjawab, “Teman-teman yang mulia, aku melewati pengasingan musim hujan bergantung pada tempat yang miskin dan terpencil. Aku tidak seperti orang-orang bodoh itu yang dilengkapi dengan tempat tidur dan disediakan dengan lima kebutuhan, dan hidup dikelilingi olehnya; yang, apakah sebelum tengah hari atau sesudah tengah hari, mulutnya [siap] mengecap rasa-rasa dan memiliki rasa-rasa [siap] dikecap oleh mulutnya; yang meminta dan memohon lagi dan lagi.”

Mendengar hal ini, para bhikkhu itu berpikir, “Yang mulia ini berlatih apa yang sulit dilatih. Mengapa demikian? Yang mulia ini dapat menghabiskan pengasingan musim hujan bergantung pada tempat yang miskin dan terpencil ini.” Para bhikkhu semuanya kemudian menghormati, menghargai, dan menyediakan makanan [kepadanya]. Karena hal ini ia memperoleh manfaat jubah dan selimut, makanan dan minuman, tempat tidur dan kasur, dan obat-obatan, semua [yang ia butuhkan] untuk hidup. Setelah memperoleh manfaat-manfaat ini, ia menjadi melekat padanya, tergoda olehnya, tidak melihat bahaya di dalamnya, tidak dapat melepaskannya, dengan menggunakannya seperti yang ia inginkan.

Bhikkhu itu berlatih perilaku buruk, mengembangkan keadaan-keadaan tidak bermanfaat, menuju ekstrem-ekstrem, dan memunculkan bahaya dan kerusakan. Ia tidak menjalankan kehidupan suci, tetapi mengaku [menjalankan] kehidupan suci. Ia bukan seorang pertapa, tetapi mengaku [sebagai] seorang pertapa. Ini seperti halnya [dalam perumpamaan]: melihat burung gagak itu, brahmana itu bertanya, “Selamat datang, burung gagak, dari manakah engkau datang dan ke manakah engkau ingin pergi?” [Burung gagak itu] menjawab, “Brahmana, engkau gila. Mengapa engkau bertanya kepadaku, ‘Selamat datang, burung gagak, dari manakah engkau datang dan ke manakah engkau ingin pergi?’”

Bhikkhu yang kukatakan adalah seperti itu. Oleh sebab itu, para bhikkhu, janganlah berperilaku seperti burung gagak itu; janganlah bergantung pada apa yang bertentangan dengan Dharma sebagai penghidupan kalian. Dengan perbuatan jasmani, ucapan, dan pikiran yang murni, berdiamlah di tempat-tempat yang sunyi, memakai jubah usang, selalu mengumpulkan dana makanan, dan mengumpulkan dana makanan dalam urutan [yang tepat]. Berkeinginan sedikit dan merasa puas, berdiam dengan bahagia, dalam ketidakmelekatan, dan berlatih dengan bersemangat, dengan mengembangkan perhatian penuh, kewaspadaan penuh, konsentrasi benar, dan kebijaksanaan benar. Selalu tidak melekat dan berlatih dengan cara ini.

Apakah makna perumpamaan yang kusampaikan [yang diakhiri dengan], “Kemudian, setelah bertukar salam ini dengan brahmana itu, kera itu pergi”?

Seumpamanya terdapat seorang bhikkhu yang hidup bergantung pada suatu desa atau kota. Saat fajar bhikkhu ini mengenakan jubahnya, membawa mangkuknya, dan memasuki desa itu untuk mengumpulkan dana makanan, dengan tubuhnya terlindungi, dengan indera-indera terjaga, dan dengan perhatian penuh berkembang. Setelah kembali dari mengumpulkan dana makanan di desa atau kota itu, dan setelah selesai makan, meletakkan jubah dan mangkuknya, dan mencuci tangan dan kakinya, pada sore hari ia meletakkan alas duduknya pada bahunya dan pergi ke suatu tempat yang sunyi, ke kaki sebatang pohon, atau ke sebuah gubuk kosong. Ia mengatur alas duduknya dan duduk bersila, dengan menjaga tubuhnya tegak lurus, dengan pengamatan benar, dengan perhatian tidak terpencar. [Ia] melenyapkan keserakahan dan tidak memiliki ketamakan dalam pikirannya. Ketika melihat kekayaan dan cara penghidupan orang lain, ia tidak memunculkan keserakahan [seperti]: “Aku berharap aku dapat memperoleh [itu].”

[Demikianlah] ia memurnikan pikirannya dari keserakahan. Sama halnya, [ia memurnikan pikirannya dari] kebencian ... kelambanan dan kemalasan ... kegelisahan dan kekhawatiran ... [ia] melenyapkan keragu-raguan dan melampaui kebingungan sehubungan dengan keadaan-keadaan yang tidak bermanfaat. [Demikianlah] ia memurnikan pikirannya dari keragu-raguan. Setelah memotong lima rintangan ini, ketidaksempurnaan pikiran yang melemahkan kebijaksanaan, setelah meninggalkan keinginan, dan keadaan-keadaan jahat dan tidak bermanfaat ... (dan seterusnya sampai dengan) ... ia berdiam setelah mencapai jhāna keempat.

Ketika ia telah mencapai konsentrasi dengan cara ini, pikirannya yang murni, tanpa cacat, bebas dari kekesalan, lunak, berkembang dengan baik, setelah mencapai ketenangan, ia mengarahkan pikirannya pada realisasi pengetahuan yang lebih tinggi tentang pelenyapan noda-noda.

Ia kemudian mengetahui sebagaimana adanya: “Ini adalah penderitaan.” Ia mengetahui sebagaimana adanya: “Ini adalah munculnya penderitaan. Ini adalah lenyapnya penderitaan. Ini adalah jalan [menuju] lenyapnya penderitaan.” Ia mengetahui sebagaimana adanya: “Ini adalah noda-noda. Ini adalah munculnya noda-noda. Ini adalah lenyapnya noda-noda. Ini adalah jalan [menuju] lenyapnya noda-noda.” Ia mengetahuinya seperti ini.

Melihatnya seperti ini, pikirannya terbebaskan dari noda keinginan indera, dari noda kelangsungan, dan dari noda ketidaktahuan. Terbebaskan, ia mengetahui bahwa ia terbebaskan, dan ia mengetahui sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan. Tidak akan ada kelangsungan lain.” Ini seperti [dalam perumpamaan]: melihat kera itu, brahmana itu bertanya, “Selamat datang, kera, dari manakah engkau datang dan ke manakah engkau ingin pergi?” [Kera] menjawab, “Brahmana, aku pergi dari satu taman ke taman lainnya, dari satu taman hiburan ke taman hiburan lainnya, dari satu hutan ke hutan lainnya, untuk minum pada sumber mata air yang jernih dan makan buah-buahan yang baik. Aku ingin pergi sekarang, [walaupun] aku tidak takut dengan orang-orang.”

Bhikkhu yang kukatakan adalah seperti itu. Oleh sebab itu, para bhikkhu, janganlah berperilaku seperti berang-berang itu, janganlah berperilaku seperti [burung] jiu-mu itu, janganlah berperilaku seperti burung bangkai itu, janganlah berperilaku seperti burung yang memakan muntahan itu, janganlah berperilaku seperti anjing hutan itu, janganlah berperilaku seperti burung gagak itu. [Kalian] seharusnya berperilaku seperti kera itu. Mengapa demikian? Di dunia ini seorang Manusia Sejati, tanpa kemelekatan, adalah bagaikan kera itu.

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #13 on: 06 April 2016, 09:06:04 PM »
66. Kotbah tentang Asal Mula

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Benares, di Taman Rusa, Tempat Para Pertapa.

Pada waktu itu, para bhikkhu sedang duduk bersama di aula pertemuan setelah makan siang karena beberapa urusan kecil dan melakukan diskusi berikut:

Teman-teman yang mulia, apakah yang kalian katakan? Manakah yang lebih baik bagi seorang umat awam – bahwa seorang bhikkhu, yang menjaga aturan latihan dari Dharma yang mulia dan diberkahi dengan perilaku yang mengesankan seharusnya memasuki rumahnya untuk menerima makanan, atau bahwa ia [seharusnya memperoleh] manfaat materi seratus, seribu, atau sepuluh ribu kali setiap hari?

Seorang bhikkhu tertentu berkata:

Teman-teman yang mulia, apakah gunanya manfaat materi seratus, seribu, atau sepuluh ribu kali? Hanya ini yang penting, yaitu bahwa seorang bhikkhu yang menjaga aturan latihan dari Dharma yang mulia dan diberkahi dengan perilaku yang mengesankan seharusnya memasuki rumah umat awam itu untuk menerima makanan, bukan bahwa [ia seharusnya memperoleh] manfaat materi seratus, seribu, atau sepuluh ribu kali setiap hari.

Pada waktu itu Yang Mulia Anuruddha sedang duduk di antara perkumpulan itu. Kemudian Yang Mulia Anuruddha berkata kepada para bhikkhu:

Teman-teman yang mulia, apakah gunanya manfaat materi seratus, seribu, atau sepuluh ribu kali, atau [bahkan] lebih dari itu? Hanya ini yang penting, yaitu bahwa seorang bhikkhu yang menjaga aturan latihan dari Dharma yang mulia dan diberkahi dengan perilaku yang mengesankan seharusnya memasuki rumah umat awam itu untuk menerima makanan, bukan [bahwa ia seharusnya memperoleh] manfaat materi seratus, seribu, atau sepuluh ribu kali setiap hari. Mengapa demikian?

Aku ingat bagaimana, pada masa lampau yang jauh, aku adalah seorang yang miskin di negeri Benares ini. Aku bergantung pada mengumpulkan sedikit-sedikit untuk menghidupi diriku. Pada waktu itu, negeri Benares dilanda oleh kekeringan, musim dingin yang lebih awal, dan hama belalang; sehingga [hasil panen] tidak matang. Orang-orang menderita kelaparan dan dana makanan sulit untuk diperoleh.

Pada waktu itu, terdapat seorang paccekabuddha bernama Upariṭṭha,<165> yang hidup bergantung pada Benares. Kemudian, ketika malam telah berakhir, saat fajar, paccekabuddha Upariṭṭha mengenakan jubahnya, membawa mangkuknya, dan pergi ke Benares untuk mengumpulkan dana makanan. Pada waktu itu, pada pagi hari, aku pergi keluar Benares untuk mengumpulkan sedikit-sedikit. Teman-teman yang mulia, ketika aku pergi keluar, aku melihat paccekabuddha Upariṭṭha datang. Kemudian paccekabuddha Upariṭṭha, setelah datang membawa mangkuk kosong, pergi keluar [lagi] dengan mangkuk kosong seperti sebelumnya.

Teman-teman yang mulia, pada waktu itu aku kembali ke Benares dari mengumpulkan sedikit-sedikit, dan melihat paccekabuddha Upariṭṭha pergi keluar lagi. Melihatku, ia berpikir:

Ketika aku datang saat fajar, aku melihat orang ini pergi keluar; sekarang ketika aku pergi keluar, aku melihat orang ini lagi, datang. Orang ini mungkin belum makan. Biarlah aku sekarang mengikuti orang ini.

Kemudian paccekabuddha itu mengikutiku seperti sebuah bayangan mengikuti sebuah bentuk. Teman-teman yang mulia, ketika aku telah kembali ke rumah dengan pengumpulanku sedikit-sedikit, aku meletakkan apa yang telah kukumpulkan, dan berbalik. Aku melihat bahwa paccekabuddha Upariṭṭha telah mengikuti seperti sebuah bayangan mengikuti sebuah bentuk. Melihatnya, aku berpikir:

Ketika aku pergi saat fajar, aku melihat pertapa ini memasuki kota untuk mengumpulkan dana makanan. Sekarang pertapa ini mungkin belum memperoleh makanan apa pun. Biarlah aku tidak makan dan memberikannya kepada pertapa ini!

Berpikir hal ini, aku memberikan makananku kepada paccekabuddha itu dengan berkata, “Pertapa, anda seharusnya mengetahui bahwa makanan ini adalah bagianku. Semoga anda menerimanya demi belas kasih!”

Kemudian paccekabuddha itu menjawabku dengan berkata:

Perumah tangga, kamu seharusnya mengetahui bahwa tahun ini [negeri] dilanda oleh kekeringan, musim dingin yang lebih awal, dan hama belalang, [sehingga] lima hasil panen tidak matang. Orang-orang menderita kelaparan dan dana makanan sulit untuk diperoleh. Masukkan setengah dari [makanan itu] ke dalam mangkukku, dan makanlah setengahnya lagi untuk dirimu sendiri, sehingga [kita] berdua dapat bertahan hidup. Itu akan lebih baik.

Aku berkata lebih lanjut:

Pertapa, anda seharusnya mengetahui bahwa di rumahku aku memiliki sebuah panci dan kompor, kayu bakar, padi-padian, dan beras; lebih lanjut, aku tidak memiliki batasan sehubungan dengan kapan aku dapat makan dan minum. Pertapa, demi belas kasih terhadapku, terimalah seluruh makanan itu!

Maka paccekabuddha itu menerima seluruh makanan itu demi belas kasih.

Teman-teman yang mulia, karena jasa memberikannya semangkuk penuh makanan, aku terlahir kembali di alam surga tujuh kali, dengan menjadi raja para dewa; dan aku terlahir kembali sebagai manusia tujuh kali, dengan menjadi raja manusia. Teman-teman yang mulia, karena jasa memberikannya semangkuk penuh makanan, aku terlahir di keluarga Sakya yang sangat kaya dan makmur, memiliki berlimpah-limpah semua jenis hewan ternak, tanah, dan manor, tak terbatas harta kekayaan dan diberkahi dengan harta karun berharga.

Teman-teman yang mulia, karena jasa memberikannya semangkuk penuh makanan, aku melepaskan tahta raja yang seharga ratusan, ribuan, milyaran koin emas, tidak menyebutkan berbagai harta milik lainnya, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan. Teman-teman yang mulia, karena jasa memberikannya semangkuk penuh makanan, aku dihormati dan diperlakukan dengan pujian oleh para raja, menteri, brahmana, perumah tangga, dan semua penduduk, dan dihormati dengan penghormatan oleh empat perkumpulan para bhikkhu, bhikkhuni, umat awam pria, dan umat awam wanita.

Teman-teman yang mulia, karena jasa memberikannya semangkuk penuh makanan, aku terus-menerus diundang oleh orang-orang untuk menerima makanan dan minuman, jubah dan selimut, selimut wol, karpet, tempat tidur dan kasur, syal, obat-obatan, dan semua [yang dibutuhkan untuk] penghidupan, dan tidak pernah gagal menerima undangan.

Jika aku mengetahui pada waktu itu bahwa pertapa itu adalah seorang Manusia Sejati, bebas dari kemelekatan, maka jasa yang kuperoleh akan berlipat ganda lagi. Aku akan menerima pahala yang besar, manfaat yang paling mengagumkan, yang kecemerlangannya mulia tak terbatas dan besar.

Kemudian Yang Mulia Anuruddha, seorang Manusia Sejati, bebas dari kemelekatan, yang telah mencapai pembebasan sepenuhnya, mengucapkan syair ini:<166>

Aku ingat bagaimana pada masa lampau aku adalah orang miskin,
Yang bergantung sepenuhnya pada mengumpulkan sedikit-sedikit sebagai penghidupan
Kekurangan makanan, aku mempersembahkannya kepada sang pertapa
Upariṭṭha, yang berkebajikan besar.

Karena hal ini, aku terlahir di keluarga Sakya,
Yang diberikan nama Anuruddha.
Mengetahui dengan baik bagaimana bernyanyi dan menari,
Aku bersenang-senang dan terus-menerus menikmati[nya].

[Kemudian] aku menemui Sang Bhagavā,
Yang tercerahkan sempurna, [mengajarkan Dharma yang] bagaikan makanan surgawi.
Ketika aku menemui beliau, keyakinan dan kegembiraan muncul dalam diriku,
Dan aku meninggalkan kehidupan berumah tangga untuk berlatih dalam sang jalan.

Aku mencapai ingatan terhadap kehidupan lampau,
Mengetahui kelahiran-kelahiran lampauku.
[Aku melihat bahwa] aku [sebelumnya] terlahir di antara para dewa tiga-puluh-tiga,
Berdiam di sana selama tujuh masa [kehidupan].

Aku [terlahir] tujuh kali di sini, selain tujuh kali di sana.
[Demikianlah,] aku telah mengalami empat belas kali masa [kehidupan]
Di alam manusia dan di surga,
Tanpa pernah turun ke alam yang buruk.

Aku sekarang [juga] mengetahui kematian dan kelahiran
Dari makhluk-makhluk, tempat tujuan mereka ketika mereka meninggal dan terlahir kembali.
Aku mengetahui [keadaan-keadaan] pikiran orang lain, baik atau buruk,
Dan lima jenis kenikmatan orang mulia.

[Setelah] mencapai lima jhāna,
[Dengan] terus-menerus menenangkan dan mendamaikan pikiran,
Setelah mencapai padamnya, kediaman yang sempurna,
Aku telah mencapai mata dewa yang dimurnikan.

Apa yang dianggap pelatihan dalam sang jalan,
Terasing, setelah meninggalkan kehidupan berumah tangga,
Aku sekarang telah memperoleh manfaatnya,
Dan memasuki alam Buddha.

Aku tidak bergembira dalam kematian,
Ataupun aku menginginkan kelahiran.
Ketika waktunya tiba, ketika waktunya tepat,
Dengan perhatian dan kewaspadaan penuh berkembang,

Di Hutan Bambu di Vesālī,
Kehidupanku akan berakhir.
Di bawah pohon-pohon bambu di hutan itu,
[Aku akan mencapai] nirvana tanpa sisa.

Pada waktu itu, Sang Bhagavā sedang duduk bermeditasi, dan dengan telinga dewa, yang dimurnikan dan melampaui [pendengaran] manusia, beliau mendengar para bhikkhu, yang duduk bersama di aula pertemuan setelah makan siang, mendiskusikan topik ini.

Setelah mendengarnya, pada sore hari Sang Bhagavā bangkit dari duduk bermeditasi, pergi ke aula pertemuan dan duduk pada kursi yang diatur di hadapan perkumpulan para bhikkhu. Beliau bertanya kepada para bhikkhu, “Karena hal apakah kalian berkumpul di aula pertemuan sekarang?”

Kemudian para bhikkhu menjawab:

Sang Bhagavā, kami berkumpul di aula pertemuan hari ini karena Yang Mulia Anuruddha sedang mengajarkan Dharma sehubungan dengan kejadian pada masa lampau.

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu, “Apakah kalian ingin mendengar Sang Tathāgata mengajarkan Dharma sehubungan dengan kejadian pada masa yang akan datang?”

Para bhikkhu menjawab:

Sang Bhagavā, sekarang adalah kesempatan yang tepat. Sang Sugata, sekarang adalah kesempatan yang tepat. Jika Sang Bhagavā akan mengajarkan para bhikkhu Dharma sehubungan dengan kejadian pada masa yang akan datang, para bhikkhu, yang mendengarnya, akan menerima dan mengingatnya dengan baik.

Sang Bhagavā berkata, “Dengarkanlah dengan baik, para bhikkhu. Dengarkanlah dengan baik dan perhatikan dengan seksama, dan aku akan menjelaskannya kepada kalian dengan lengkap.”

Kemudian para bhikkhu mendengarkan untuk menerima ajaran. Sang Bhagavā berkata:

Para bhikkhu, pada masa depan yang jauh masa kehidupan manusia akan menjadi delapan puluh ribu tahun.<167> Ketika masa kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun, [benua] Jambudīpa [ini] akan sangat makmur dan menyenangkan, dengan banyak penduduk; desa-desa dan kota-kota akan berdekatan [bersama] sejauh ayam jantan terbang. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun, para wanita akan menikah pada usia lima ratus tahun. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun, hanya terdapat masalah-masalah seperti [dilanda] kedinginan atau kepanasan, [harus] buang air besar dan kecil, [memiliki] keinginan [seksual], [harus] makan dan minum, dan usia tua. Tidak akan ada kesengsaraan lainnya. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun, akan terdapat seorang raja bernama Saṅkha, seorang raja pemutar-roda, yang cerdas dan bijaksana, dilengkapi dengan armada pasukan berunsur empat untuk menguasai seluruh dunia, dengan bebas, seperti yang ia sukai. Menjadi seorang raja Dharma yang baik, ia akan mencapai tujuh harta karun. Tujuh harta karun itu adalah harta karun roda, harta karun gajah, harta karun kuda, harta karun permata, harta karun wanita, harta karun pelayan, dan harta karun penasehat – ini adalah tujuh hal itu. Ia akan memiliki seribu orang putra, dengan penampilan yang gagah, berani, tidak kenal takut, dan dapat menaklukkan orang lain. Ia pasti akan menguasai seluruh dunia, sampai sejauh lautan, tanpa bergantung pada pisau dan gada, hanya dengan mengajarkan Dharma, yang membawa perdamaian dan kebahagiaan. Ia akan memiliki sebuah bendera emas yang besar, dengan megah dihiasi dengan berbagai barang berharga, seribu kaki tingginya ketika ditegakkan, dan enam belas kaki dalam kelilingnya. Ia akan memerintahkannya untuk didirikan; dan setelah ia didirikan, di bawahnya ia akan membuat persembahan makanan dan minuman, pakaian dan selimut, kereta, kalungan bunga, bunga-bunga yang ditaburkan, wewangian, tempat tinggal, kasur, selimut wol, syal, para pelayan, dan pelita, dengan mempersembahkan ini kepada para pertapa dan brahmana, [dan] mereka yang dalam kemiskinan, mereka yang tanpa sanak keluarga, dan para pengemis dari jauh.

Setelah memberikan persembahan ini, ia akan kemudian mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan berumah tangga demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan. [Ia akan melakukannya seperti] para anggota keluarga, yang mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan berumah tangga demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan sampai kehidupan suci yang tiada bandingnya telah dikembangkan. Ia akan, dalam masa kehidupan itu, dengan diri sendiri [mencapai] pemahaman dan pencerahan, dan berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasinya. Ia akan mengetahui sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan. Tidak akan ada kelangsungan lain.”

Pada waktu itu Yang Mulia Ajita sedang duduk di antara perkumpulan itu. Kemudian Yang Mulia Ajita bangkit dari tempat duduknya, mengatur jubahnya sehingga memperlihatkan satu bahu, merangkapkan telapak tangannya [untuk menghormat] kepada Sang Buddha, dan berkata:

Sang Bhagavā, pada masa depan yang jauh ketika masa kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun, semoga aku menjadi seorang raja bernama Saṅkha, seorang raja pemutar-roda, yang cerdas dan bijaksana, dilengkapi dengan armada pasukan berunsur empat untuk menguasai seluruh dunia, dengan bebas, seperti yang kusukai. Menjadi seorang raja Dharma yang baik, aku akan mencapai tujuh harta karun. Tujuh harta karun itu adalah harta karun roda, harta karun gajah, harta karun kuda, harta karun permata, harta karun wanita, harta karun pelayan, dan harta karun penasehat – ini adalah tujuh hal itu. Aku akan memiliki seribu orang putra, dengan penampilan yang gagah, berani, tidak kenal takut, dan dapat menaklukkan orang lain. Aku pasti akan menguasai seluruh dunia, sampai sejauh lautan, tanpa bergantung pada pisau atau gada, hanya dengan mengajarkan Dharma, yang membawa perdamaian dan kebahagiaan. [Aku akan] memiliki sebuah bendera emas yang besar, dengan megah dihiasi dengan berbagai barang berharga, seribu kaki tingginya ketika ditegakkan, dan enam belas kaki dalam kelilingnya. Aku akan memerintahkannya untuk didirikan; dan setelah ia didirikan, di bawahnya aku akan membuat persembahan makanan dan minuman, pakaian dan selimut, kereta, kalungan bunga, bunga-bunga yang ditaburkan, wewangian, tempat tinggal, kasur, selimut wol, syal, para pelayan, dan pelita, dengan mempersembahkan ini kepada para pertapa dan brahmana, [dan] mereka yang dalam kemiskinan, mereka yang tanpa sanak keluarga, dan para pengemis dari jauh. Setelah memberikan persembahan ini, aku akan kemudian mencukur rambut dan janggutku, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan berumah tangga demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan. [Aku akan melakukannya seperti] para anggota keluarga, yang mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan berumah tangga demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan sampai kehidupan suci yang tiada bandingnya telah dikembangkan. Aku akan, pada kehidupan itu juga, dengan diri sendiri [mencapai] pemahaman dan pencerahan, dan berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasinya. Aku akan mengetahui sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan. Tidak akan ada kelangsungan lain.”

Kemudian Sang Bhagavā menegur Yang Mulia Ajita:

Engkau orang bodoh, yang menerima untuk meninggal satu kali lagi dan [hanya] kemudian berusaha mengakhirinya! Mengapa demikian? Karena engkau memiliki pikiran:

Sang Bhagavā, pada masa depan yang jauh ketika masa kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun, aku akan menjadi seorang raja bernama Saṅkha, seorang raja pemutar-roda, yang cerdas dan bijaksana, dilengkapi dengan armada pasukan berunsur empat untuk menguasai seluruh dunia, dengan bebas, seperti yang kusukai. Menjadi seorang raja Dharma yang baik, aku akan mencapai tujuh harta karun. Tujuh harta karun itu adalah harta karun roda, harta karun gajah, harta karun kuda, harta karun permata, harta karun wanita, harta karun pelayan, dan harta karun penasehat – ini adalah tujuh hal itu. Aku akan memiliki seribu orang putra, dengan penampilan yang gagah, berani, tidak kenal takut, dan dapat menaklukkan orang lain. Aku pasti akan menguasai seluruh dunia, sampai sejauh lautan, tanpa bergantung pada pisau atau gada, hanya dengan mengajarkan Dharma, yang membawa perdamaian dan kebahagiaan. [Aku akan] memiliki sebuah bendera emas yang besar, dengan megah dihiasi dengan berbagai barang berharga, seribu kaki tingginya ketika ditegakkan, dan enam belas kaki dalam kelilingnya. Aku akan memerintahkannya untuk didirikan; dan setelah ia didirikan, di bawahnya aku akan membuat persembahan makanan dan minuman, pakaian dan selimut, kereta, kalungan bunga, bunga-bunga yang ditaburkan, wewangian, tempat tinggal, kasur, selimut wol, syal, para pelayan, dan pelita, dengan mempersembahkan ini kepada para pertapa dan brahmana, [dan] mereka yang dalam kemiskinan, mereka yang tanpa sanak keluarga, dan para pengemis dari jauh. Setelah memberikan persembahan ini, aku akan kemudian mencukur rambut dan janggutku, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan berumah tangga demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan. [Aku akan melakukannya seperti] para anggota keluarga, yang mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan berumah tangga demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan sampai kehidupan suci yang tiada bandingnya telah dikembangkan. Aku akan, pada kehidupan itu juga, dengan diri sendiri [mencapai] pemahaman dan pencerahan, dan berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasinya. Aku akan mengetahui sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan. Tidak akan ada kelangsungan lain.”
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #14 on: 06 April 2016, 09:06:49 PM »
Sang Bhagavā berkata:

Ajita, pada masa depan yang jauh ketika masa kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun, engkau akan menjadi seorang raja bernama Saṅkha, seorang raja pemutar-roda, yang cerdas dan bijaksana, dilengkapi dengan armada pasukan berunsur empat untuk menguasai seluruh dunia, dengan bebas, seperti yang engkau sukai. Menjadi seorang raja Dharma yang baik, engkau akan mencapai tujuh harta karun. Tujuh harta karun itu adalah harta karun roda, harta karun gajah, harta karun kuda, harta karun permata, harta karun wanita, harta karun pelayan, dan harta karun penasehat – ini adalah tujuh hal itu. Engkau akan memiliki seribu orang putra, dengan penampilan yang gagah, berani, tidak kenal takut, dan dapat menaklukkan orang lain. Engkau pasti akan menguasai seluruh dunia, sampai sejauh lautan, tanpa bergantung pada pisau atau gada, hanya dengan mengajarkan Dharma, yang membawa perdamaian dan kebahagiaan.

[Engkau] akan memiliki sebuah bendera emas yang besar, dengan megah dihiasi dengan berbagai barang berharga, seribu kaki tingginya ketika ditegakkan, dan enam belas kaki dalam kelilingnya. Engkau akan memerintahkannya untuk didirikan; dan setelah ia didirikan, di bawahnya engkau akan membuat persembahan makanan dan minuman, pakaian dan selimut, kereta, kalungan bunga, bunga-bunga yang ditaburkan, wewangian, tempat tinggal, kasur, selimut wol, syal, para pelayan, dan pelita, dengan mempersembahkan ini kepada para pertapa dan brahmana, [dan] mereka yang dalam kemiskinan, mereka yang tanpa sanak keluarga, dan para pengemis dari jauh.

Setelah memberikan persembahan ini, engkau akan kemudian mencukur rambut dan janggutmu, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan berumah tangga demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan. [Engkau akan melakukannya seperti] para anggota keluarga, yang mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan kehidupan berumah tangga demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan sampai kehidupan suci yang tiada bandingnya telah dikembangkan. Engkau akan, dalam masa kehidupan ini, dengan diri sendiri [mencapai] pemahaman dan pencerahan, dan berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasinya. Engkau akan mengetahui sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan. Tidak akan ada kelangsungan lain.”

Sang Buddha berkata kepada para bhikkhu:

Pada masa depan yang jauh, ketika masa kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun, akan terdapat seorang Buddha bernama Tathāgata Metteyya, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang Yang Pergi-dengan-baik, pengenal dunia, pemimpin tiada bandingnya dari orang-orang yang dijinakkan, guru para dewa dan manusia, seorang Buddha, Yang Beruntung – seperti halnya aku sekarang telah menjadi seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang Yang Pergi-dengan-baik, pengenal dunia, pemimpin tiada bandingnya dari orang-orang yang dijinakkan, guru para dewa dan manusia, seorang Buddha, Yang Beruntung.

Di dunia ini dengan para dewa, Māra, Brahmā, pertapa, dan brahmana, dari manusia sampai para dewa, beliau akan [mencapai] pemahaman dan pencerahan dengan dirinya sendiri dan berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasikannya – seperti halnya, di dunia ini dengan para dewa, Māra, Brahmā, pertapa, dan brahmana, dari manusia sampai para dewa, aku telah [mencapai] pemahaman dan pencerahan dengan diriku sendiri, dan berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasikannya.

Beliau akan mengajarkan Dharma yang mulia pada awalnya, mulia pada pertengahannya, dan juga mulia pada akhirnya, dengan makna dan ungkapan yang benar, yang menyatakan kehidupan suci yang diberkahi dengan kemurnian – seperti halnya aku sekarang mengajarkan Dharma yang mulia pada awalnya, mulia pada pertengahannya, dan juga mulia pada akhirnya, dengan makna dan ungkapan yang benar, yang menyatakan kehidupan suci yang diberkahi dengan kemurnian.

Beliau akan menyebarluaskan kehidupan suci, dengan menyatakannya secara luas kepada tak terhitung perkumpulan dari manusia sampai para dewa – seperti halnya aku sekarang menyebarluaskan kehidupan suci, dengan menyatakannya secara luas kepada tak terhitung perkumpulan dari manusia sampai para dewa. Beliau akan memiliki komunitas dari tak terhitung ratusan dan ribuan bhikkhu – seperti halnya aku sekarang memiliki komunitas dari tak terhitung ratusan dan ribuan bhikkhu.

Pada waktu itu Yang Mulia Metteyya sedang duduk di antara perkumpulan itu. Kemudian Yang Mulia Metteyya bangkit dari tempat duduknya, mengatur jubahnya sehingga memperlihatkan satu bahu, merangkapkan telapak tangannya [untuk menghormat] kepada Sang Buddha, dan berkata:

Sang Bhagavā, pada masa depan yang jauh, ketika masa kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun, semoga aku menjadi seorang Buddha bernama Tathāgata Metteyya, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang Yang Pergi-dengan-baik, pengenal dunia, pemimpin tiada bandingnya dari orang-orang yang dijinakkan, guru para dewa dan manusia, seorang Buddha, Yang Beruntung – seperti halnya Sang Bhagavā sekarang adalah seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang Yang Pergi-dengan-baik, pengenal dunia, pemimpin tiada bandingnya dari orang-orang yang dijinakkan, guru para dewa dan manusia, seorang Buddha, Yang Beruntung. Di dunia ini dengan para dewa, Māra, Brahmā, pertapa, dan brahmana, dari manusia sampai para dewa, aku akan [mencapai] pemahaman dan pencerahan dengan diriku sendiri dan berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasikannya – seperti halnya, di dunia ini dengan para dewa, Māra, Brahmā, pertapa, dan brahmana, dari manusia sampai para dewa, Sang Bhagavā telah [mencapai] pemahaman dan pencerahan dengan dirinya sendiri, dan berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasikannya.

Aku akan mengajarkan Dharma yang mulia pada awalnya, mulia pada pertengahannya, dan juga mulia pada akhirnya, dengan makna dan ungkapan yang benar, yang menyatakan kehidupan suci yang diberkahi dengan kemurnian – seperti halnya Sang Bhagavā sekarang mengajarkan Dharma yang mulia pada awalnya, mulia pada pertengahannya, dan juga mulia pada akhirnya, dengan makna dan ungkapan yang benar, yang menyatakan kehidupan suci yang diberkahi dengan kemurnian.

Aku akan menyebarluaskan kehidupan suci, dengan menyatakannya secara luas kepada tak terhitung perkumpulan dari manusia sampai para dewa – seperti halnya Sang Bhagavā sekarang menyebarluaskan kehidupan suci, dengan menyatakannya secara luas kepada tak terhitung perkumpulan dari manusia sampai para dewa. Aku akan memiliki komunitas dari tak terhitung ratusan dan ribuan bhikkhu – seperti halnya Sang Bhagavā sekarang memiliki komunitas dari tak terhitung ratusan dan ribuan bhikkhu.

Kemudian Sang Bhagavā memuji Metteyya, dengan berkata:

Sangat bagus, sangat bagus, Metteyya! Engkau telah menyatakan keinginan yang menakjubkan, yaitu untuk memimpin perkumpulan besar. Mengapa demikian? Engkau memiliki pikiran ini:

Sang Bhagavā, pada masa depan yang jauh, ketika masa kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun, semoga aku menjadi seorang Buddha bernama Tathāgata Metteyya, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang Yang Pergi-dengan-baik, pengenal dunia, pemimpin tiada bandingnya dari orang-orang yang dijinakkan, guru para dewa dan manusia, seorang Buddha, Yang Beruntung – seperti halnya Sang Bhagavā sekarang adalah seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang Yang Pergi-dengan-baik, pengenal dunia, pemimpin tiada bandingnya dari orang-orang yang dijinakkan, guru para dewa dan manusia, seorang Buddha, Yang Beruntung.

Di dunia ini dengan para dewa, Māra, Brahmā, pertapa, dan brahmana, dari manusia sampai para dewa, aku akan [mencapai] pemahaman dan pencerahan dengan diriku sendiri dan berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasikannya – seperti halnya, di dunia ini dengan para dewa, Māra, Brahmā, pertapa, dan brahmana, dari manusia sampai para dewa, Sang Bhagavā telah [mencapai] pemahaman dan pencerahan dengan dirinya sendiri, dan berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasikannya.

Aku akan mengajarkan Dharma yang mulia pada awalnya, mulia pada pertengahannya, dan juga mulia pada akhirnya, dengan makna dan ungkapan yang benar, yang menyatakan kehidupan suci yang diberkahi dengan kemurnian – seperti halnya Sang Bhagavā sekarang mengajarkan Dharma yang mulia pada awalnya, mulia pada pertengahannya, dan juga mulia pada akhirnya, dengan makna dan ungkapan yang benar, yang menyatakan kehidupan suci yang diberkahi dengan kemurnian.

Aku akan menyebarluaskan kehidupan suci, dengan menyatakannya secara luas kepada tak terhitung perkumpulan dari manusia sampai para dewa – seperti halnya Sang Bhagavā sekarang menyebarluaskan kehidupan suci, dengan menyatakannya secara luas kepada tak terhitung perkumpulan dari manusia sampai para dewa. Aku akan memiliki komunitas dari tak terhitung ratusan dan ribuan bhikkhu – seperti halnya Sang Bhagavā sekarang memiliki komunitas dari tak terhitung ratusan dan ribuan bhikkhu.

Sang Buddha juga berkata kepada Metteyya:

Metteyya, pada masa depan yang jauh, ketika masa kehidupan manusia adalah delapan puluh ribu tahun, engkau akan menjadi seorang Buddha bernama Tathāgata Metteyya, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang Yang Pergi-dengan-baik, pengenal dunia, pemimpin tiada bandingnya dari orang-orang yang dijinakkan, guru para dewa dan manusia, seorang Buddha, Yang Beruntung – seperti halnya aku sekarang adalah seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang Yang Pergi-dengan-baik, pengenal dunia, pemimpin tiada bandingnya dari orang-orang yang dijinakkan, guru para dewa dan manusia, seorang Buddha, Yang Beruntung.

Di dunia ini dengan para dewa, Māra, Brahmā, pertapa, dan brahmana, dari manusia sampai para dewa, engkau akan [mencapai] pemahaman dan pencerahan dengan dirimu sendiri dan berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasikannya – seperti halnya, di dunia ini dengan para dewa, Māra, Brahmā, pertapa, dan brahmana, dari manusia sampai para dewa, aku telah [mencapai] pemahaman dan pencerahan dengan diriku sendiri, dan berdiam setelah dengan diri sendiri merealisasikannya.

Engkau akan mengajarkan Dharma yang mulia pada awalnya, mulia pada pertengahannya, dan juga mulia pada akhirnya, dengan makna dan ungkapan yang benar, yang menyatakan kehidupan suci yang diberkahi dengan kemurnian – seperti halnya aku sekarang mengajarkan Dharma yang mulia pada awalnya, mulia pada pertengahannya, dan juga mulia pada akhirnya, dengan makna dan ungkapan yang benar, yang menyatakan kehidupan suci yang diberkahi dengan kemurnian.

Engkau akan menyebarluaskan kehidupan suci, dengan menyatakannya secara luas kepada tak terhitung perkumpulan dari manusia sampai para dewa – seperti halnya aku sekarang menyebarluaskan kehidupan suci, dengan menyatakannya secara luas kepada tak terhitung perkumpulan dari manusia sampai para dewa. Engkau akan memiliki komunitas dari tak terhitung ratusan dan ribuan bhikkhu – seperti halnya aku sekarang memiliki komunitas dari tak terhitung ratusan dan ribuan bhikkhu.

Pada waktu itu, Yang Mulia Ānanda sedang memegang sebuah kipas dan melayani Sang Buddha. Kemudian Sang Bhagavā berbalik kepadanya dan berkata, “Ānanda, bawakan aku jubah-jubah yang ditenun dengan benang emas. Aku sekarang ingin memberikannya kepada bhikkhu Metteyya.”

Kemudian Yang Mulia Ānanda, mengikuti instruksi Sang Bhagavā, membawakan jubah-jubah yang ditenun dengan benang emas dan memberikannya kepada Sang Bhagavā. Kemudian, setelah menerima dari Yang Mulia Ānanda jubah-jubah yang ditenun dengan benang emas, Sang Bhagavā berkata:

Metteyya, ambillah jubah-jubah yang ditenun dengan benang emas ini dari Sang Tathāgata dan persembahkan mereka kepada Buddha, Dharma, dan komunitas para bhikkhu. Mengapa? Metteyya, semua Tathāgata, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, adalah pelindung dunia, yang mencari kesejahteraan, manfaat, kedamaian, dan kebahagiaannya.

Kemudian Yang Mulia Metteyya, setelah mengambil jubah-jubah dengan benang emas dari Sang Tathāgata, mempersembahkannya kepada Buddha, Dharma, dan komunitas para bhikkhu.

Pada waktu itu, Māra Si Jahat memiliki pikiran ini:

Pertapa Gotama, yang sedang berdiam di Benares, di Taman Rusa, Tempat Para Pertapa, sedang mengajarkan para siswanya Dharma demi tujuan masa depan. Biarlah aku pergi dan mengganggu dan membingungkan mereka.

Kemudian Māra Si Jahat mendekati Sang Buddha. Setelah tiba di sana, ia mengulangi sebuah syair kepada Sang Buddha:

Seseorang pasti akan mencapai
Penampilan yang paling menakjubkan
Dengan memakai kalungan bunga dan kalung giok pada tubuhnya
Dan mutiara yang cemerlang pada lengannya,
Jika ia berdiam di kota Ketumatī,
Di kerajaan Raja Saṅkha.

Setelah itu Sang Bhagavā berpikir: “Māra Si Jahat ini telah datang ke sini, berkeinginan untuk mengganggu dan membingungkan [para siswaku].” Mengetahui [hal ini], Sang Bhagavā mengulangi sebuah syair kepada Māra Si Jahat:

Seseorang pasti akan mencapai [keadaan]
Bebas dari tekanan, bebas dari keragu-raguan dan delusi,
Dengan melenyapkan kelahiran, usia tua, penyakit, dan kematian,
[Mencapai] kebebasan dari noda-noda, menyelesaikan apa yang harus dilakukan,
Jika ia berlatih kehidupan suci
Dalam kerajaan Metteyya.

Kemudian Māra Si Jahat mengulangi lagi sebuah syair:

Seseorang pasti akan memperoleh
Kemashyuran dan keunggulan, pakaian yang luar biasa
[Minyak] cendana yang diusapkan ke tubuh,
Dan tubuh yang halus, tegak, indah, dan langsing,
Jika ia berdiam di kota Ketumatī,
Di kerajaan Raja Saṅkha.

Kemudian, Sang Bhagavā mengulangi lagi sebuah syair:

Seseorang pasti akan mencapai [keadaan]
Tanpa-kepemilikan dan tanpa rumah,
Dengan tidak menyentuh harta karun emas dengan tangannya,
Bebas dari aktivitas, dengan tiada yang ditakuti,
Jika ia berlatih kehidupan suci
Dalam kerajaan Metteyya.

Kemudian Māra Si Jahat mengulangi lagi sebuah syair:

Seseorang pasti akan memperoleh
Kemashyuran, kekayaan, dan makanan dan minuman yang enak.
Mengetahui dengan baik bagaimana bernyanyi dan menari,
[Ia] akan bersenang-senang dan terus-menerus bergembira [di dalamnya].
Jika ia berdiam di kota Ketumatī,
Di kerajaan Raja Saṅkha.

Kemudian, Sang Bhagavā mengulangi lagi sebuah syair:

Ia pasti akan menyeberang menuju pantai lain,
Seperti seekor burung merusak jaring dan meloloskan diri,
Dan mencapai jhāna, berdiam di dalamnya dengan bebas,
Yang memiliki kebahagiaan, selalu bergembira.
Māra, engkau harus mengetahui
Bahwa aku telah mengatasi [dirimu].

Kemudian Raja Māra berpikir: “Sang Bhagavā mengetahui diriku. Sang Sugata telah melihatku.” Cemas, khawatir, merasa dirugikan, dan tidak dapat tetap berada di sana, ia langsung menghilang dari tempat itu.

Ini adalah apakah yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, Metteyya, Ajita, Yang Mulia Ānanda, dan para bhikkhu [lainnya] bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #15 on: 06 April 2016, 09:20:54 PM »
67. Kotbah tentang Hutan Mangga Mahādeva<168>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di negeri Videha bersama-sama dengan sekumpulan besar para bhikkhu. Mereka mendekati Mithilā dan berdiam di Hutan Mangga Mahādeva. Pada kesempatan itu, ketika dalam perjalanan, Sang Bhagavā tersenyum dengan bahagia.

Yang Mulia Ānanda, ketika melihat senyum Sang Bhagavā, merangkap telapak tangannya [untuk menghormat[ kepada Sang Buddha dan berkata:

Sang Bhagavā, apakah alasannya atas senyum ini? Para Tathāgata, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna, tidak tersenyum sembarangan, tanpa alasan. Semoga aku mendengar makna [dari senyum ini].

Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

Ānanda, pada masa lampau yang jauh, pada masa yang berbeda, terdapat di Hutan Mangga ini di Mithilā seorang raja bernama Mahādeva. Ia adalah seorang raja pemutar-roda, yang cerdas dan bijaksana, dilengkapi dengan armada pasukan berunsur empat untuk menguasai seluruh dunia, dengan bebas, seperti yang ia sukai. Menjadi seorang raja Dharma yang baik, ia memiliki tujuh harta karun dan memperoleh empat jenis keberhasilan.

Ānanda, apakah tujuh harta karun yang dimiliki Raja Mahādeva? Mereka adalah harta karun roda, harta karun gajah, harta karun kuda, harta karun permata, harta karun wanita, harta karun pelayan, dan harta karun penasehat – ini adalah tujuh hal itu.

Ānanda, apakah yang disebut sebagai harta karun roda milik Raja Mahādeva? Ānanda, pada suatu ketika saat hari kelimabelas dari [setengah] bulan, waktu untuk membacakan aturan disiplin, setelah mandi, Raja Mahādeva naik ke aula utama. [Kemudian] harta karun roda surgawi muncul, datang dari timur. Ia memiliki seribu jeruji, sempurna dalam setiap seginya, murni dan alamiah, bukan buatan manusia, berwarna seperti nyala api, cemerlang dan bersinar.

Ketika melihatnya, Raja Mahādeva bergembira dan bahagia, dengan berpikir dalam hati:

Roda yang menguntungkan telah muncul! Roda yang mengagumkan telah muncul! Aku mendengar dari orang-orang zaman dahulu demikian: jika seorang raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya, pada hari kelimabelas dari [setengah] bulan, waktu untuk membacakan aturan disiplin, setelah mandi, naik ke aula utama, dan harta karun roda surgawi muncul, datang dari timur, dengan seribu jeruji, sempurna dalam setiap seginya, murni dan alamiah, bukan buatan manusia, berwarna seperti nyala api, cemerlang dan bersinar, maka ia akan menjadi seorang raja pemutar-roda. Tidakkah aku akan menjadi seorang raja pemutar-roda?

Ānanda, pada masa lampau, ketika Raja Mahādeva ingin menguji untuk dirinya sendiri harta karun roda surgawi, ia mengumpulkan armada pasukannya yang berunsur empat, yaitu pasukan gajah, pasukan berkuda, pasukan kereta, dan pasukan pejalan kaki. Setelah mengumpulkan armada pasukannya yang berunsur empat, ia mendekati harta karun roda surgawi. Ia menempatkan tangan kirinya pada roda itu dan memutarnya dengan tangan kanannya, dengan berkata [kepada armada pasukannya yang berunsur empat]: “Ikutilah harta karun roda surgawi! Ikutilah harta karun roda surgawi ke mana pun ia pergi!”

Ānanda, harta karun roda surgawi berputar dan bergerak menuju arah timur dan Raja Mahādeva sendiri mengikutinya, bersama-sama dengan armada pasukan berunsur empat. Ke mana pun harta karun roda surgawi berhenti, di sana Raja Mahādeva membuat tempat kediaman dengan armada pasukannya yang berunsur empat.

Kemudian para raja dari negeri-negeri kecil di timur semuanya mendekati Raja Mahādeva dan berkata:

Selamat datang, yang mulia! Yang mulia, tanah-tanah ini, yang sangat luas, kaya, menyenangkan, dan dengan banyak penduduk, semuanya milik yang mulia. Semoga yang mulia mengajarkan mereka Dharma! Kami akan membantu yang mulia.

Setelah itu Raja Mahādeva berkata kepada para raja kecil itu:

Kalian masing-masing seharusnya menguasai wilayahnya sendiri dengan Dharma, bukan oleh apa yang bertentangan dengan Dharma. Biarlah negeri kalian bebas dari perbuatan-perbuatan jahat dan dari orang-orang yang berperilaku tidak murni!

Ānanda, harta karun roda surgawi melalui arah timur dan menyeberangi samudera sebelah timur. Kemudian ia berbalik ke arah selatan ... ke arah timur ... ke arah utara ....

Ānanda, ketika harta karun roda surgawi berputar dan bergerak, Raja Mahādeva sendiri mengikutinya, bersama-sama dengan armada pasukannya yang berunsur empat. Ke mana pun harta karun roda surgawi berhenti, di sana Raja Mahādeva membuat tempat kediaman dengan armada pasukannya yang berunsur. Kemudian para raja dari negeri-negeri kecil di utara semuanya mendekati Raja Mahādeva dan berkata:

Selamat datang, yang mulia! Yang mulia, tanah-tanah ini, yang sangat luas, kaya, menyenangkan, dan dengan banyak penduduk, semuanya milik yang mulia. Semoga yang mulia mengajarkan mereka Dharma! Kami akan membantu yang mulia.

Setelah itu Raja Mahādeva berkata kepada para raja kecil itu:

Kalian masing-masing seharusnya menguasai wilayahnya sendiri dengan Dharma, bukan oleh apa yang bertentangan dengan Dharma. Biarlah negeri kalian bebas dari perbuatan-perbuatan jahat dan dari orang-orang yang berperilaku tidak murni!

Ānanda, harta karun roda surgawi melalui arah utara dan menyeberangi samudera sebelah utara. Kemudian ia dengan cepat kembali ke titik keberangkatannya di ibukota kerajaan. Ketika Raja Mahādeva sedang duduk di aula utama mengurusi harta kekayaannya, harta karun roda surgawi tetap berada di angkasa. Demikianlah yang disebut harta karun roda surgawi milik Raja Mahādeva.

Ānanda, apakah yang disebut harta karun gajah milik Raja Mahādeva? Ānanda, pada suatu ketika harta karun gajah muncul kepada Raja Mahādeva. Gajah itu sepenuhnya putih dan memiliki tujuh anggota tubuh.<169> Gajah itu bernama Usabha.<170> Setelah melihatnya, Raja Mahādeva bergembira dan bahagia, [dengan berpikir:] “Jika ia dapat dijinakkan, biarlah ia dibuat sepenuhnya baik dan jinak.” Setelah itu, Ānanda, Raja Mahādeva berkata kepada pelatih gajahnya: “Cepatlah menjinakkan gajah itu dan buatlah ia sepenuhnya terlatih dengan baik. Datanglah dan laporkan kepadaku ketika gajah itu telah terlatih.”

Kemudian, mengikuti perintah raja, pelatih gajah itu mendekati harta karun gajah, dengan cepat mengendalikan harta karun gajah, dan membuatnya sepenuhnya terlatih dengan baik. Pada waktu harta karun gajah  sepenuhnya terkendali dan dijinakkan, dan dengan cepat menjadi terlatih dengan baik. Seperti halnya pada masa lampau seekor gajah bagus dengan masa kehidupan tak terhitung ratusan dan ribuan tahun telah sepenuhnya terkendali dan dijinakkan dan dengan cepat menjadi terlatih dengan baik selama tak terhitung ratusan dan ribuan tahun, demikian juga harta karun gajah sepenuhnya terkendali dan dijinakkan dan dengan cepat menjadi terlatih dengan baik.

Ānanda, pada waktu itu pelatih gajah itu, setelah dengan cepat mengendalikan harta karun gajah, membuatnya sepenuhnya terlatih dengan baik. Dan setelah melatih harta karun gajah, ia mendekati Raja Mahādeva dan berkata: “Semoga yang mulia mengetahui bahwa aku telah sepenuhnya mengendalikan dan menjinakkan harta karun gajah dan ia telah terlatih. Ia siap digunakan yang mulia.”

Ānanda, pada masa lampau, ketika Raja Mahādeva menguji harta karun gajah, ia mendekati harta karun gajah pada pagi hari ketika matahari terbit. Menunggangi harta karun gajah, ia melakukan perjalanan ke seluruh negeri sampai sejauh lautan, kemudian dengan cepat kembali ke titik keberangkatannya di ibukota kerajaan. Demikianlah yang disebut harta karun gajah putih milik Raja Mahādeva.

Ānanda, apakah yang disebut sebagai harta karun kuda milik Raja Mahādeva? Ānanda, pada suatu ketika harta karun kuda muncul kepada Raja Mahādeva. Harta karun kuda sepenuhnya berwarna biru tua, dengan kepala bagaikan seekor burung gagak, dengan tubuhnya dihiasi dengan rambut, dan bernama “Raja Kuda-berambut”. Melihatnya, Raja Mahādeva bergembira dan bahagia, [dengan berpikir:] “Jika ia dapat dijinakkan, biarlah ia dibuat sepenuhnya baik dan jinak.” Setelah itu, Ānanda, Raja Mahādeva berkata kepada pelatih kudanya: “Cepatlah menjinakkan kuda itu dan buatlah ia sepenuhnya terlatih dengan baik. Datanglah dan laporkan kepadaku ketika kuda itu telah terlatih.”

Kemudian, mengikuti perintah raja, pelatih gajah itu mendekati harta karun kuda, dengan cepat mengendalikan harta karun kuda, dan membuatnya sepenuhnya terlatih dengan baik. Pada waktu itu harta karun gajah sepenuhnya terkendali dan dijinakkan, dan dengan cepat menjadi terlatih dengan baik. Seperti halnya pada masa lampau seekor kuda bagus dengan masa kehidupan tak terhitung ratusan dan ribuan tahun telah sepenuhnya terkendali dan dijinakkan dan dengan cepat menjadi terlatih dengan baik selama tak terhitung ratusan dan ribuan tahun, demikian juga harta karun kuda sepenuhnya terkendali dan dijinakkan dan dengan cepat menjadi terlatih dengan baik.

Ānanda, pada waktu pelatih kuda itu, setelah dengan cepat mengendalikan harta karun kuda, membuatnya terlatih dengan baik. Dan setelah melatih harta karun kuda, ia mendekati Raja Mahādeva dan berkata: “Semoga yang mulia mengetahui bahwa aku telah sepenuhnya mengendalikan dan menjinakkan harta karun kuda dan ia telah terlatih dengan baik. Ia siap digunakan yang mulia.” Ānanda, pada masa lampau, ketika Raja Mahādeva menguji harta karun kuda, ia mendekati harta karun kuda pada pagi hari ketika matahari terbit. Menunggangi harta karun kuda, ia melakukan perjalanan ke seluruh negeri sampai sejauh lautan, kemudian dengan cepat kembali ke titik keberangkatan di ibukota kerajaan. Demikianlah yang disebut harta karun kuda biru tua milik Raja Mahādeva.

Ānanda, apakah yang disebut harta karun permata milik Raja Mahādeva? Ānanda, pada suatu ketika harta karun permata muncul kepada Raja Mahādeva. Harta karun permata itu cemerlang dan murni, alamiah, bukan buatan, bersegi delapan, tanpa cacat apa pun, sangat mengkilap, dan diikat pada seutas benang dari lima warna, yaitu, biru, kuning, merah, putih, dan hitam. Ānanda, pada waktu itu Raja Mahādeva ingin sebuah pelita menerangi aula bagian dalam dari istananya, maka ia menggunakan harta karun permata.

Ānanda, pada masa lampau, ketika Raja Mahādeva menguji harta karun permatanya, ia mengumpulkan armada pasukannya yang berunsur empat, yaitu, pasukan gajah, pasukan berkuda, pasukan kereta, dan pasukan pejalan kaki. Armada pasukan berunsur empat telah berkumpul, pada kegelapan malam sebuah bendera tinggi didirikan, permata itu ditempatkan pada puncaknya, dan ia dibawa ke taman hiburan. Kecemerlangan permata menyinari armada pasukan berunsur empat, dan cahayanya menjangkau wilayah seluas setengah liga ke arah mana pun. Demikianlah yang disebut harta karun permata cemerlang milik Raja Mahādeva.

Ānanda, apakah yang disebut sebagai harta karun wanita milik Raja Mahādeva? Ānanda, pada suatu ketika harta karun wanita muncul kepada Raja Mahādeva. Harta karun wanita memiliki tubuh yang berkilauan, mulia dan murni, dengan kecantikan yang melampaui manusia, hampir seperti seorang dewi. Penampilannya anggun, dan siapa pun yang melihatnya akan senang. Dari mulutnya memancarkan bau harum seroja biru, dan dari pori-pori tubuhnya memancarkan bau harum kayu cendana. Tubuhnya hangat pada musim dingin dan dingin pada musim panas. Wanita ini dengan tulus melayani raja, kata-katanya menyenangkan, dan perilakunya gesit, cerdas, dan bijaksana. Ia bergembira dalam melakukan kebaikan. Ia perhatian terhadap raja dan selalu terikat padanya dalam pikiran, tidak menyebutkan perbuatan jasmani dan ucapannya. Demikianlah yang disebut harta karun wanita cantik milik Raja Mahādeva.

Ānanda, apakah [yang disebut sebagai] harta karun pelayan milik Raja Mahādeva? Ānanda, pada suatu ketika harta karun pelayan muncul kepada Raja Mahādeva. Harta karun pelayan sangat kaya, dengan tak terhitung kekayaan, dan memiliki berlimpah-limpah semua jenis hewan ternak, tanah, dan manor. Ia diberkahi dengan berbagai cara dengan akibat perbuatan berjasa, dan oleh karenanya memperoleh mata dewa. Ia melihat semua ruang harta karun, [dengan mengetahui] apakah mereka kosong atau tidak, dijaga atau tidak. Ia melihat timbunan emas, timbunan koin, harta karun yang ditempa dan harta karun yang tidak ditempa. Ānanda, harta karun pelayan mendekati Raja Mahādeva dan berkata: “Jika yang mulia ingin memiliki timbunan emas dan koin, mohon jangan khawatir. Aku akan mengetahui waktu [yang tepat].”

Ānanda, pada masa lampau, ketika Raja Mahādeva menguji harta karun pelayan, ia menaiki sebuah kapal, yang ditarik ke Sungai Gangga, dan berkata: “Pelayan, aku ingin memiliki timbunan emas dan koin.” Pelayan itu berkata: “Semoga yang mulia memerintahkan kapal ditarik ke pantai!” Kemudian Raja Mahādeva berkata, “Pelayan, aku ingin memiliki mereka di sini! Aku ingin memiliki mereka di sini!” Pelayan itu berkata: “Maka semoga yang mulia memerintahkan kapal berhenti!”
Kemudian, Ānanda, harta karun pelayan berpindah ke depan kapal. Dengan berlutut dan menggapai dengan tangannya, ia menarik keluar empat peti simpanan dari dalam air, sebuah peti [yang dipenuhi] dengan emas, sebuah peti dengan koin, sebuah peti dengan [harta karun] yang ditempa, sebuah peti dengan [harta karun] yang tidak ditempa. Ia berkata: “Semoga yang mulia melakukan [apa pun] terhadap mereka seperti yang beliau inginkan! Timbunan emas dan koin siap digunakan yang mulia. Setelah anda menggunakannya, sisanya akan kembali ke dalam air.” Demikianlah yang disebut harta karun pelayan milik Raja Mahādeva.

Ānanda, apakah [yang disebut] harta karun penasehat milik Raja Mahādeva? Ānanda, pada suatu ketika harta karun penasehat muncul kepada Raja Mahādeva. Harta karun penasehat adalah cerdas, bijaksana, pandai berbicara, berpengetahuan, dan [mampu] membedakan [baik dan buruk]. Untuk Raja Mahādeva harta karun penasehat mengembangkan [kebijakan-kebijakan untuk] manfaat generasi yang akan datang dan mendorong perdamaian dan kestabilan untuk mereka. Ia merencanakan untuk manfaat generasi sekarang dan yang akan datang dan mendorong perdamaian dan kestabilan untuk mereka.

Untuk Raja Mahādeva harta karun penasehat mengumpulkan dan membubarkan armada pasukan seperti yang diinginkan raja. Ia berkeinginan mencegah armada pasukan Raja Mahādeva yang berunsur empat menjadi kelelahan dan bertujuan membantu. Ia melakukan hal yang sama sehubungan dengan para pejabat. Demikianlah yang disebut harta karun penasehat milik Raja Mahādeva. Ini, Ānanda, disebut sebagai tujuh harta karun yang dimiliki Raja Mahādeva.

Ānanda, apakah empat jenis keberhasilan yang diperoleh Raja Mahādeva? Raja Mahādeva memiliki masa kehidupan yang sangat panjang. Sebagai pangeran, ia bermain permainan selama delapan puluh empat ribu tahun. Ia adalah raja sebuah negeri kecil selama delapan puluh empat ribu tahun, dan raja sebuah negeri besar selama delapan puluh empat ribu tahun. [Kemudian,] setelah mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan dan pergi meninggalkan keduniawian, ia berlatih kehidupan suci selama delapan puluh empat ribu tahun. Sebagai pertapa kerajaan,<171> ia berlatih kehidupan suci, dengan berdiam di sini di Mithilā di Hutan Mangga Mahādeva.

Ānanda, bahwa Raja Raja Mahādeva memiliki masa kehidupan yang sangat panjang; [bahwa] sebagai pangeran, ia bermain permainan selama delapan puluh empat ribu tahun; [bahwa] ia adalah raja sebuah negeri kecil selama delapan puluh empat ribu tahun, dan raja sebuah negeri besar selama delapan puluh empat ribu tahun; [bahwa] setelah mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan dan pergi meninggalkan keduniawian, ia berlatih kehidupan suci selama delapan puluh empat ribu tahun; [bahwa] sebagai pertapa kerajaan, ia berlatih kehidupan suci, dengan berdiam di sini di Mithilā di Hutan Mangga Mahādeva – ini disebut sebagai jenis pertama keberhasilan Raja Mahādeva.

Lagi, Ānanda, Raja Mahādeva bebas dari penyakit, ia diberkahi dengan pencernaan yang baik, [pencernaannya menjadi] tidak [terlalu] dingin ataupun [terlalu] panas, nyaman dan tidak menyebabkan sakit, sehingga apa pun yang ia makan dan minum dengan baik dicerna. Ānanda, bahwa Raja Mahādeva bebas dari penyakit, bahwa ia mengembangkan perilaku makan yang seimbang, [ia makan hal-hal] yang tidak terlalu panas ataupun terlalu dingin, nyaman dan menyenangkan, sehingga apa pun yang ia makan dan minum dengan baik dicerna – ini disebut sebagai jenis kedua keberhasilan Raja Mahādeva.

Lagi, Ānanda, Raja Mahādeva memiliki tubuh yang berkilauan, mulia dan murni, dengan kegagahan yang melampaui manusia biasa, hampir seperti seorang dewa. Ia anggun dan tampan, sehingga siapa pun yang melihatnya merasa senang. Ānanda, bahwa Raja Mahādeva memiliki tubuh yang berkilauan, segar dan cerah, dengan kegagahan yang melampaui manusia, hampir seperti seorang dewa, sehingga siapa pun yang melihatnya merasa senang – ini disebut sebagai jenis ketiga keberhasilan Raja Mahādeva.

Lagi, Ānanda, Raja Mahādeva selalu memiliki pikiran kasih sayang kepada para brahmana dan perumah tangga, seperti halnya seorang ayah memikirkan anak-anaknya; dan para brahmana dan perumah tangga, juga, sangat menghormati Raja Mahādeva, seperti halnya anak-anak menghormati ayah mereka. Ānanda, suatu ketika di taman hiburannya, Raja Mahādeva berkata kepada kusirnya, “Berkendaralah dengan perlahan. Aku ingin melihat para brahmana dan perumah tangga lebih lama.” Para brahmana dan perumah tangga, juga, berkata kepada kusir mereka, “Berkendaralah dengan perlahan. Kami ingin melihat Raja Mahādeva lebih lama.”

Lagi, Ānanda, bahwa Raja Mahādeva selalu memiliki pikiran kasih sayang kepada para brahmana dan perumah tangga, seperti halnya seorang ayah memikirkan anak-anaknya; dan para brahmana dan perumah tangga, juga, sangat menghormati Raja Mahādeva, seperti halnya anak-anak menghormati ayah mereka – ini disebut sebagai jenis keempat keberhasilan Raja Mahādeva.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #16 on: 06 April 2016, 09:21:13 PM »
Ānanda, beberapa waktu kemudian Raja Mahādeva berkata kepada tukang cukurnya, “Jika engkau melihat uban tumbuh pada kepalaku, maka beritahukanlah aku.” Setelah itu, setelah beberapa waktu, ketika mencuci kepala raja, tukang cukur itu melihat bahwa beberapa uban telah tumbuh. Mengikuti perintah raja, ketika melihatnya ia berkata: “Semoga yang mulia mengetahui bahwa para utusan surgawi telah tiba! Uban tumbuh pada kepala anda.” Raja  Mahādeva berkata kepada tukang cukurnya, “Cabutlah uban itu pelan-pelan dengan penjepit emas dan taruhlah pada tanganku!”

Kemudian, mengikuti perintah raja, tukang cukur itu mencabut uban itu dengan pelan-pelan dengan penjepit emas dan menaruhnya pada tangan raja. Ānanda, dengan memegang uban itu di tangannya, Raja Mahādeva berkata dalam syair:

Uban tumbuh pada kepalaku.
Kehidupanku akan berkurang.
Para utusan surgawi telah datang.
Inilah waktunya bagiku untuk berlatih sang jalan.

Ānanda, setelah melihat uban, Raja Mahādeva berkata kepada putra mahkota:

Putra mahkota, engkau seharusnya mengetahui bahwa para utusan surgawi telah datang; uban tumbuh pada kepalaku. Putra mahkota, aku telah menikmati kesenangan-kesenangan duniawi. Sekarang aku akan mencari kesenangan-kesenangan surgawi. Putra mahkota, aku ingin mencukur rambut dan janggut, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan.

Putra mahkota, aku sekarang mempercayakan kepadamu keempat benua dunia. Engkau harus berkuasa dengan Dharma, bukan dengan apa yang bertentangan dengan Dharma. Semoga kerajaan bebas dari perbuatan-perbuatan jahat dan dari orang-orang dengan perilaku tidak murni! Kemudian, putra mahkota, ketika para utusan surgawi tiba dan engkau melihat uban telah tumbuh pada kepalamu, maka engkau seharusnya mempercayakan urusan kerajaan kepada putra mahkotamu dan mengajarnya dengan baik. Setelah mempercayakan kerajaan kepada putra mahkotamu, engkau juga seharusnya mencukur rambut dan janggutmu, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan.

Putra mahkota, aku sekarang meneruskan kepadamu Dharma yang diturunkan ini. Demikian juga, engkau seharusnya selanjutnya meneruskan Dharma yang diturunkan ini. Janganlah membiarkan orang-orang jatuh ke dalam ekstrem-ekstrem! Putra mahkota, apakah yang kumaksud dengan mengatakan: “Aku sekarang meneruskan kepadamu Dharma yang diturunkan ini. Demikian juga, engkau seharusnya selanjutnya meneruskan Dharma yang diturunkan ini. Janganlah membiarkan orang-orang jatuh ke dalam ekstrem-ekstrem!”? Putra mahkota, jika di negeri ini penurunan Dharma ini terputus dan tidak lagi berlanjut, ini disebut sebagai “membiarkan orang-orang jatuh ke dalam ekstrem-ekstrem.”

Karena alasan ini, putra mahkota, aku sekarang meneruskan [Dharma ini] kepadamu. Putra mahkota, seperti aku telah meneruskan Dharma yang diturunkan ini, engkau seharusnya selanjutnya meneruskan Dharma yang diturunkan ini. Janganlah membiarkan orang-orang jatuh ke dalam ekstrem-ekstrem!

Ānanda, setelah mempercayakan urusan kerajaan kepada putra mahkota dan mengajarnya dengan baik, Raja Mahādeva mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan. Sebagai pertapa kerajaan, ia berlatih kehidupan suci, dengan berdiam di sini di Mithilā, di Hutan Mangga Raja Mahādeva.

[Putra mahkota] juga menjadi seorang raja pemutar-roda, yang memiliki tujuh harta karun, dan memperoleh empat jenis keberhasilan. Apakah tujuh harta karun yang ia miliki dan empat jenis keberhasilan yang ia peroleh? ... (seperti yang dijelaskan di atas) ... Ini adalah tujuh harta karun dan empat jenis keberhasilan.

Ānanda, kemudian, raja pemutar-roda dengan sama berkata kepada tukang cukurnya: “Jika engkau melihat uban tumbuh pada kepalaku, maka beritahukanlah aku!” Kemudian, setelah beberapa waktu, ketika sedang mencuci kepala raja, tukang cukur itu melihat bahwa beberapa uban telah tumbuh. Mengikuti perintah raja, ketika melihatnya ia berkata: “Semoga yang mulia mengetahui bahwa para utusan surgawi telah tiba! Uban telah tumbuh pada kepala anda!”

Raja pemutar-roda berkata kepada tukang cukurnya: “Cabutlah uban itu pelan-pelan dengan penjepit emas dan taruhlah pada tanganku!” Kemudian, mengikut perintah raja, tukang cukur itu mencabut uban itu pelan-pelan dengan penjepit emas dan menaruhnya pada tangan raja.

Ānanda, ketika memegang uban itu pada tangannya, raja pemutar-roda berkata dalam syair:

Uban tumbuh pada kepalaku.
Kehidupanku akan berkurang.
Para utusan surgawi telah datang.
Inilah waktunya bagiku untuk berlatih sang jalan.

Ānanda, setelah melihat uban, raja pemutar-roda berkata kepada putra mahkotanya:

Putra mahkota, engkau seharusnya mengetahui bahwa para utusan surgawi telah datang; uban tumbuh pada kepalaku. Putra mahkota, aku telah menikmati kesenangan-kesenangan duniawi. Sekarang aku akan mencari kesenangan-kesenangan surgawi. Putra mahkota, aku ingin mencukur rambut dan janggutku, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan.

Putra mahkota, aku sekarang mempercayakan kepadamu keempat benua dunia. Engkau harus berkuasa dengan Dharma, bukan dengan apa yang bertentangan dengan Dharma. Semoga kerajaan bebas dari perbuatan-perbuatan jahat dan dari orang-orang dengan perilaku tidak murni! Kemudian, putra mahkota, ketika para utusan surgawi tiba dan engkau melihat uban telah tumbuh pada kepalamu, maka engkau seharusnya mempercayakan urusan kerajaan kepada putra mahkotamu dan mengajarnya dengan baik. Setelah mempercayakan kerajaan kepada putra mahkotamu, engkau juga seharusnya mencukur rambut dan janggut, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan.

Putra mahkota, aku sekarang meneruskan kepadamu Dharma yang diturunkan ini. Demikian juga, engkau seharusnya selanjutnya meneruskan Dharma yang diturunkan ini. Janganlah membiarkan orang-orang jatuh ke dalam ekstrem-ekstrem! Putra mahkota, apakah yang kumaksud dengan mengatakan: “Aku sekarang meneruskan kepadamu Dharma yang diturunkan ini. Demikian juga, engkau seharusnya selanjutnya meneruskan Dharma yang diturunkan ini. Janganlah membiarkan orang-orang jatuh ke dalam ekstrem-ekstrem!”? Putra mahkota, jika di negeri ini penurunan Dharma ini terputus dan tidak lagi berlanjut, ini disebut sebagai “membiarkan orang-orang jatuh ke dalam ekstrem-ekstrem.”

Karena alasan ini, putra mahkota, aku sekarang meneruskan [Dharma ini] kepadamu. Putra mahkota, seperti aku telah meneruskan Dharma yang diturunkan ini, engkau seharusnya selanjutnya meneruskan Dharma yang diturunkan ini. Janganlah membiarkan orang-orang jatuh ke dalam ekstrem-ekstrem!

Ānanda, setelah mempercayakan urusan kerajaan kepada putra mahkota dan mengajarnya dengan baik, raja pemutar-roda mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan. Sebagai pertapa kerajaan, ia berlatih kehidupan suci, dengan berdiam di sini di Mithilā, di Hutan Mangga Raja Mahādeva. Demikianlah, Ānanda, dari anak ke anak, dari cucu ke cucu, dari generasi ke generasi, dari tradisi ke tradisi,<172> delapan puluh empat ribu raja pemutar-roda berturut-turut mencukur rambut dan janggut mereka, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan. Sebagai pertapa kerajaan, mereka berlatih kehidupan suci, dengan berdiam di sini di Mithilā, di Hutan Mangga Raja Mahādeva. Yang terakhir dari para raja itu, bernama Nimi, adalah seorang raja Dharma yang baik, yang berlatih Dharma sesuai dengan Dharma.

Ia mengadakan perayaan Dharma<173> demi kepentingan putra mahkota, ratu, para selir, para pembantu, para pengikut, para pertapa, para brahmana dan [semua makhluk hidup] termasuk semut, pada hari kedelapan dan keempat belas dan kelima belas setiap [setengah] bulan, ketika ia menjalan kedermawan, menyediakan mereka yang membutuhkan, para pertapa dan brahmana, [serta] mereka yang dalam kemiskinan, mereka yang tanpa sanak saudara, dan para pengemis dari jauh, dengan makanan dan minuman, pakaian dan selimut, kereta, kalungan bunga, bunga yang ditaburkan, wewangian, tempat tinggal, kasur, selimut wol, syal, para pelayan, dan pelita.

Pada waktu itu, para dewa tiga-puluh-tiga, yang sedang duduk bersama di Aula Sudhamma, memuji Raja Nimi demikian:

Teman-teman, orang-orang Videha diberkahi dengan manfaat besar dan jasa besar. Mengapa demikian? Yang terakhir [dari] para raja [mereka], bernama Nimi, adalah seorang raja Dharma yang baik yang berlatih Dharma sesuai dengan Dharma. Ia mengadakan perayaan Dharma demi kepentingan putra mahkota, ratu, para selir, para pembantu, para pengikut, para pertapa, para brahmana dan [semua makhluk hidup] termasuk semut, pada hari kedelapan dan keempat belas dan kelima belas setiap [setengah] bulan, ketika ia menjalan kedermawan, menyediakan mereka yang membutuhkan, para pertapa dan brahmana, [serta] mereka yang dalam kemiskinan, mereka yang tanpa sanak saudara, dan para pengemis dari jauh, dengan makanan dan minuman, pakaian dan selimut, kereta, kalungan bunga, bunga yang ditaburkan, wewangian, tempat tinggal, kasur, selimut wol, syal, para pelayan, dan pelita.

Pada waktu itu Sakka, raja para dewa, juga berada di antara mereka. Kemudian Sakka, raja para dewa, berkata kepada para dewa tiga-puluh-tiga, “Teman-teman, apakah kalian ingin melihat Raja Nimi di sini juga?”

Para dewa tiga-puluh-tiga menjawab, “Kosiya, kami ingin melihat Raja Nimi di sini juga?”

Pada waktu itu, secepat seorang yang kuat dapat membengkokkan atau merentangkan tangannya, Sakka langsung lenyap dari suga tiga-puluh-tiga dan tiba di istana Raja Nimi.

Di sana, setelah melihat Sakka, raja para dewa, Raja Nimi bertanya, “Siapakah engkau?”

Sakka menjawab, “Raja besar, apakah engkau telah mendengar tentang Sakka, raja para dewa?”

Ia menjawab, “Ya, aku telah mendengar tentang Sakka.”

Sakka berkata:

Aku adalah dia. Raja besar, engkau diberkahi dengan manfaat besar dan jasa besar. Mengapa demikian? Para dewa tiga-puluh-tiga duduk bersama di Aula Sudhamma karena dirimu dan memujimu, dengan berseru: “Teman-teman, orang-orang Videha diberkahi dengan manfaat besar dan jasa besar. Mengapa demikian? Yang terakhir [dari] para raja [mereka], bernama Nimi, adalah seorang raja Dharma yang baik yang berlatih Dharma sesuai dengan Dharma. Ia mengadakan perayaan Dharma demi kepentingan putra mahkota, ratu, para selir, para pembantu, para pengikut, para pertapa, para brahmana dan [semua makhluk hidup] termasuk semut, pada hari kedelapan dan keempat belas dan kelima belas setiap [setengah] bulan, ketika ia menjalan kedermawan, menyediakan mereka yang membutuhkan, para pertapa dan brahmana, [serta] mereka yang dalam kemiskinan, mereka yang tanpa sanak saudara, dan para pengemis dari jauh, dengan makanan dan minuman, pakaian dan selimut, kereta, kalungan bunga, bunga yang ditaburkan, wewangian, tempat tinggal, kasur, selimut wol, syal, para pelayan, dan pelita.”

Raja besar, apakah engkau ingin melihat para dewa tiga-puluh-tiga?

Ia menjawab, “Aku ingin melihat mereka.”

Sakka berkata kepada Raja Nimi:

Aku akan kembali ke surga[ku] dan memerintahkan persiapan sebuah kereta yang ditarik oleh seribu ekor gajah. Raja besar dapat menaiki kereta itu dan menikmati perjalanan ketika naik ke surga.

Kemudian Raja Nimi menyatakan persetujuan kepada Sakka, raja para dewa, dengan tetap berdiam diri. Sakka, yang memahami bahwa Raja Nimi telah menyetujui dengan tetap berdiam diri, secepat seorang yang kuat dapat membengkokkan atau merentangkan tangannya, langsung lenyap dari istana Raja Nimi dan kembali ke surga tiga-puluh-tiga.

Setelah tiba, Sakka berkata kepada kusir:

Cepat siapkan sebuah kereta yang ditarik oleh seribu ekor gajah dan pergilah untuk menjemput Raja Nimi. Setelah tiba, engkau harus berkata: “Raja besar, semoga anda mengetahui bahwa Sakka, raja para dewa, telah mengutus kereta yang ditarik seribu ekor gajah ini untuk menjemputmu! Semoga anda menaiki kereta ini dan menikmati perjalanan ketika naik ke surga!” Setelah raja telah menaiki kereta, engkau harus bertanya: “Melalui jalan mana anda ingin aku membawamu: melalui jalan di mana para pelaku kejahatan mengalami akibat kejahatannya atau melalui jalan di mana para pelaku kebaikan mengalami akibat kebaikannya?”

Setelah itu, mengikuti perintah Sakka, kusir itu menyiapkan sebuah kereta yang ditarik oleh seribu ekor gajah dan pergi menemui Raja Nimi. Setelah tiba di sana, ia berkata:

Raja besar, semoga anda mengetahui bahwa Sakka, raja para dewa, telah mengutus kereta yang ditarik seribu ekor gajah ini untuk menjemputmu! Semoga anda menaiki kereta ini dan menikmati perjalanan ketika naik ke surga!

Kemudian, setelah Raja Nimi telah menaiki kereta, kusir itu berkata kepada raja lagi:

Melalui jalan mana anda ingin aku membawamu: melalui jalan di mana para pelaku kejahatan mengalami akibat kejahatannya atau melalui jalan di mana para pelaku kebaikan mengalami akibat kebaikannya?

Kemudian Raja Nimi berkata kepada kusir itu:

Engkau dapat membawaku di antara kedua jalan: [jalan di mana] para pelaku kejahatan mengalami akibat kejahatannya dan [jalan di mana] pelaku kebaikan mengalami akibat kebaikannya.

Maka kusir itu membawa raja di antara kedua jalan: [jalan di mana] para pelaku kejahatan mengalami akibat kejahatannya dan [jalan di mana] pelaku kebaikan mengalami akibat kebaikannya.

Kemudian para dewa tiga-puluh-tiga melihat Raja Nimi datang dari kejauhan. Melihatnya, mereka memujinya, [dengan berkata:] “Selama datang, raja besar! Selamat datang, raja besar! Semoga engkau berdiam bersama-sama dengan para dewa tiga-puluh-tiga dan menikmati dirimu sendiri!”

Kemudian Raja Nimi berkata kepada para dewa tiga-puluh-tiga dalam syair:

Seperti halnya mengendarai sebuah kereta yang dipinjamkan,
Sebuah kendaraan yang diperoleh sementara,
Demikianlah tempat ini;
Yaitu, ia milik orang lain.
Aku akan kembali ke Mithilā,
[Di mana] aku akan melakukan tak terukur kebaikan,
Karena ini akan mengakibatkan kelahiran kembali di surga.
Berbuat jasa adalah persyaratan [untuk terlahir kembali di surga].

Ānanda, apakah engkau menganggap Raja Mahādeva pada masa lampau sebagai orang lain [selain diriku]? Janganlah berpikir seperti ini! Engkau seharusnya mengetahui bahwa ia adalah aku.

Ānanda, pada masa lampau aku dan delapan puluh empat ribu raja pemutar-roda yang diturunkan dariku secara bergantian – dari anak ke anak, dari cucu ke cucu, dari generasi ke generasi – mencukur rambut dan janggut, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan. Sebagai pertapa kerajaan, kami berlatih kehidupan suci dengan berdiam di sini di Mithilā di Hutan Mangga Raja Mahādeva.

Ānanda, pada waktu itu aku memberi manfaat bagi diriku sendiri, memberi manfaat bagi orang lain, dan memberi manfaat bagi banyak orang. Aku memiliki belas kasih terhadap seluruh dunia dan aku mencari kesejahteraan, manfaat, kedamaian dan kebahagiaan untuk para dewa dan manusia. Ajaran yang kuberikan tidak membawa pada yang tertinggi, bukan kemurnian tertinggi, bukan kehidupan suci tertinggi, bukan penyelesaian tertinggi kehidupan suci. Tidak memenuhi kehidupan suci, aku pada waktu itu tidak bebas dari kelahiran, usia tua, penyakit, kematian, dukacita, dan kesengsaraan, dan aku tidak dapat mencapai pembebasan dari semua penderitaan.

Ānanda, aku sekarang telah muncul di dunia ini sebagai seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang Yang Pergi-dengan-baik, pengenal dunia, pemimpin tiada bandingnya dari orang-orang yang dijinakkan, guru para dewa dan manusia, seorang Buddha, Yang Beruntung.

Aku sekarang memberi manfaat bagi diriku sendiri, memberi manfaat bagi orang lain, memberi manfaat bagi banyak orang. Aku memiliki belas kasih terhadap seluruh dunia, dan aku mencari kesejahteraan, manfaat, kedamaian, dan kebahagiaan untuk para dewa dan manusia. Ajaran Dharma-ku sekarang mencapai pemenuhan. Aku telah memenuh pemurnianku, memenuhi kehidupan suci. Setelah memenuhi kehidupan suci, aku bebas dari kelahiran, usia tua, penyakit, kematian, dukacita, dan kesengsaraan. Aku sekarang telah mencapai pembebasan dari semua penderitaan.

Ānanda, aku sekarang meneruskan kepadamu Dharma yang diturunkan. Demikian juga, engkau seharusnya selanjutnya meneruskan Dharma yang diturunkan ini. Janganlah membiarkan silsilah Buddha terputus! Apakah Dharma yang diturunkan ini yang sekarang kuteruskan kepadamu, Dharma yang diturunkan ini yang seharusnya engkau teruskan selanjutnya, dengan tidak membiarkan silsilah Buddha terputus? Ānanda, ini adalah jalan mulia berunsur delapan yang terdiri dari pandangan benar ... (dan seterusnya sampai dengan) ... konsentrasi benar. Ini, Ānanda, adalah Dharma yang diturunkan yang kuteruskan kepadamu, Dharma yang diturunkan yang seharusnya engkau teruskan selanjutnya, dengan tidak membiarkan silsilah Buddha terputus.

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha.

Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, Yang Mulia Ānanda dan para bhikkhu [lainnya] bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #17 on: 06 April 2016, 09:31:51 PM »
68. Kotbah tentang Mahāsudassana<174>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Kusinārā, dengan tinggal di Hutan Sāla milik suku Malla di Upavattana.

Pada waktu itu Sang Bhagavā, yang akan mencapai nirvana akhir, berkata:

Ānanda, pergilah ke pohon sāla kembar dan persiapkan sebuah tempat tidur untuk Sang Tathāgata di antara pohon itu dengan kepalanya menghadap ke utara. Sang Tathāgata akan mencapai nirvana akhir pada tengah malam.

Mengikuti instruksi Sang Tathāgata, Yang Mulia Ānanda pergi ke pohon kembar itu dan menyiapkan sebuah tempat tidur untuk Sang Tathāgata, di antara pohon kembar itu dengan kepalanya menghadap ke utara. Setelah menyiapkan tempat tidur itu, ia kembali ke tempat di mana Sang Buddha berada. Setelah memberikan penghormatan dengan kepalanya pada kaki Sang Buddha, ia berdiri pada satu sisi dan berkata:

Sang Bhagavā, aku telah menyiapkan sebuah tempat tidur untuk Sang Tathāgata di antara pohon kembar itu dengan kepalanya menghadap ke utara. Semoga Sang Bhagavā mengetahui waktu [yang tepat]!

Kemudian Sang Bhagavā, bersama-sama dengan Yang Mulia Ānanda, mendekati tempat di antara pohon kembar itu. Beliau melipat jubah luarnya dalam empat lipatan dan menempatkannya pada tempat tidur itu, melipat jubah dalam untuk digunakan sebagai bantal, dan berbaring pada sisi kanannya, satu kaki di atas kakinya, siap untuk mencapai nirvana akhir. Pada waktu itu Yang Mulia Ānanda, dengan memegang sebuah kipas, sedang melayani Sang Buddha.

Yang Mulia Ānanda merangkapkan telapak tangannya [untuk menghormat] kepada Sang Budha dan berkata:

Sang Bhagavā, terdapat juga kota-kota besar seperti Campā, Sāvatthī, Vesālī, Rājagaha, Benares, dan Kapilavatthu. Alih-alih mencapai nirvana akhir pada [salah satu dari] kota-kota ini, mengapa Sang Bhagavā [mencapai nirvana akhir] di kota kecil yang dibangun dengan lumpur ini, yang terkecil di antara semua kota ini?

Kemudian Sang Bhagavā berkata:

Ānanda, janganlah menyebut ini “kota kecil yang dibangun dengan lumpur, yang terkecil di antara semua kota.” Mengapa demikian? Pada masa lampau Kusinārā ini disebut “kota kerajaan Kusinārā.” Ia sangat kaya dan menyenangkan, dengan banyak penduduk. Ānanda, kota kerajaan Kusinārā dua belas liga panjangnya dan tujuh liga lebarnya. Ānanda, menara jaga yang telah dibangun setinggi satu orang, atau dua, tiga, empat, atau bahkan tujuh kali tinggi manusia.

Ānanda, kota kerajaan Kusinārā dikelilingi pada semua sisi oleh tujuh buah parit, yang dibangun dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Dasar dari masing-masing parit ditutupi dengan pasir dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Ānanda, kota kerajaan Kusinārā dikeliling pada semua sisi oleh tujuh dinding yang juga dibangun dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal.

Ānanda, kota kerajaan Kusinārā dikelilingi oleh tujuh baris pohon palem yang terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Pohon palem emas memiliki daun, bunga, dan buah perak. Pohon palem perak memiliki daun, bunga, dan buah emas. Pohon palem beril memiliki daun, bunga, dan buah kristal. Pohon palem kristal memiliki daun, bunga, dan buah kristal.

Ānanda, di antara pohon-pohon palem terdapat kolam dengan berbagai bunga: kolam dengan seroja biru, kolam dengan seroja merah muda, kolam dengan seroja merah, dan kolam dengan seroja putih. Ānanda, tepi kolam seroja itu dibangun dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Dasar dari masing-masing kolam ditutupi dengan pasir dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Ānanda, kolam-kolam itu dilengkapi dengan tangga yang terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Tangga emas memiliki anak tangga perak. Tangga perak memiliki anak tangga emas. Tangga beril memiliki anak tangga kristal. Tangga kristal memiliki anak tangga beril.

Ānanda, kolam-kolam itu dikelilingi oleh pagar yang terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Pagar emas memiliki perlengkapan perak. Pagar perak memiliki perlengkapan emas. Pagar beril memiliki perlengkapan kristal. Pagar kristal memiliki perlengkapan beril.

Ānanda, kolam-kolam itu ditutupi dengan kanopi, di mana darinya tergantung lonceng yang terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Lonceng emas memiliki anak lonceng perak. Lonceng perak memiliki anak lonceng emas. Lonceng beril memiliki anak lonceng kristal. Lonceng kristal memiliki anak lonceng beril. Ānanda, pada kolam-kolam itu tumbuh berbagai bunga air: seroja biru, seroja merah muda, seroja merah, dan seroja putih. Air dan bunga selalu ada, tidak dijaga, dan dapat dicapai semua orang.

Ānanda, pada tepi kolam tumbuh berbagai bunga yang tumbuh di tanah: melati, melati berbunga besar, campaka, teratai putih, pohon madu, semak mutiara, dan bunga terompet.<175>

Ānanda, pada tepi kolam-kolam seroja terdapatt banyak wanita, dengan tubuh yang berkilauan, mulia dan murni, dengan kecantikan yang melampaui manusia, hampir seperti dewi. Penampilan mereka anggun, dan menyenangkan siapa pun yang melihatnya. Mereka dengan mewah dihiasi dengan banyak untaian permata. Mereka menjalankan kedermawan sesuai dengan apa yang dibutuhkan orang-orang, dengan menyediakan makanan dan minuman, pakaian dan selimut, kereta, tempat tinggal, kasur, selimut wol, pelayan, dan pelita – semua ini mereka berikan.

Ānanda, daun-daun pohon palem, ketika digerakkan oleh angin, menghasilkan suara musik yang paling mengagumkan. Seperti halnya lima jenis musik yang dihasilkan oleh seorang musisi yang ahli,<176> suara yang mengagumkan dan harmonis, Ānanda, demikianlah [suara] daun-daun pohon palem ketika digerakkan oleh angin. Ānanda, dalam kota Kusinārā, jika orang-orang kasar dari kasta rendah ingin mendengarkan lima jenis musik, mereka akan pergi ke pohon-pohon palem itu, semuanya memanjakan dan menikmati dirinya sendiri sampai puas.

Ānanda, kota kerajaan Kusinārā tidak pernah bebas dari dua belas suara: suara gajah, suara kuda, suara kereta kuda, suara langkah kaki, suara kulit kerang yang ditiup, suara genderang, suara genderang belanga, suara genderang sisi, suara nyanyian, suara tarian, suara makan dan minum, dan suara pemberian yang bermurah hati.

Ānanda, di kota Kusinārā hiduplah seorang raja bernama Mahāsudassana, seorang raja pemutar-roda, yang cerdas dan bijaksana, dilengkapi dengan armada pasukan berunsur empat untuk menguasai seluruh dunia, dengan bebas, seperti yang ia sukai. Sebagai seorang raja Dharma yang baik ia memiliki tujuh harta karun dan telah memiliki empat jenis keberhasilan. Apakah tujuh harta karun yang dimiliki Raja Mahāsudassana dan empat jenis keberhasilan yang telah ia peroleh? ... (seperti yang dijelaskan di atas) – ini adalah tujuh harta karun dan empat jenis keberhasilan.

Kemudian, Ānanda, para brahmana dan perumah tangga dalam kota kerajaan Kusinārā membawa banyak permata dan bahan berharga dan pergi menemui Raja Mahāsudassana, dengan berkata, “Yang mulia, di sini terdapat banyak permata dan bahan berharga. Semoga yang menerimanya demi belas kasih!” Raja Mahāsudassana berkata kepada para brahmana dan perumah tangga, “Aku tidak benar-benar membutuhkan apa yang kalian persembahkan, karena aku sendiri telah memiliki [cukup] barang-barang demikian.”

Lagi, Ānanda, para raja dari delapan puluh empat ribu negeri kecil mendekati Raja Mahāsudassana, dengan berkata, “Yang mulia, kami ingin membangun sebuah istana untuk anda.” Raja Mahāsudassana berkata kepada para raja kecil ini, “Kalian ingin membangun sebuah istana untukku, tetapi aku tidak membutuhkannya, karena aku telah memiliki satu istana.” Para raja dari delapan puluh empat ribu negeri kecil semuanya mengangkat tangan mereka, merangkapkan telapak tangan bersama-sama [untuk menghormat] kepada [raja] dan berkata kedua dan ketiga kalinya. “Yang mulia, kami ingin membangun sebuah istana untuk anda. Kami ingin menbangun sebuah istana untuk anda.”

Setelah itu, Raja Mahāsudassana menyetujui dengan tetap berdiam diri demi kepentingan delapan puluh ribu raja kecil itu. Kemudian para raja dari delapan puluh empat ribu negeri kecil itu, yang memahami bahwa Raja Mahāsudassana telah menyetujui dengan berdiam diri, memberikan penghormatan untuk meninggalkannya, mengelilinginya tiga kali, dan pergi. Kembali ke negeri mereka masing-masing, mereka memuat delapan puluh empat ribu kereta dengan beban emas, koin, dan harta karun yang ditempa dan tidak ditempa, dan tiang permata mereka masing-masing, dan mengangkutnya ke kota Kusinārā. Mereka membangun sebuah istana besar tidak jauh dari kota.

Ānanda, istana besar itu satu liga panjangnya dan satu liga lebarnya. Ānanda, istana besar itu dibangun dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Ānanda, istana besar itu dilengkapi dengan tangga yang terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Tangga emas memiliki anak tangga perak. Tangga perak memiliki anak tangga emas. Tangga beril memiliki anak tangga kristal. Tangga kristal memiliki anak tangga beril.

Ānanda, dalam istana besar itu terdapat delapan puluh empat ribu tiang yang terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Tiang emas memiliki pokok dan dasar perak. Tiang perak memiliki pokok dan dasar emas. Tiang beril memiliki pokok dan dasar kristal. Tiang emas memiliki pokok dan dasar beril.

Ānanda, istana besar itu dilengkapi dengan delapan puluh empat ribu tahta, yang juga terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Bangunan emas dilengkapi dengan tahta perak, yang ditutupi dengan selimut wol, dihiasi dengan kain sutra dan brokat yang bagus, dengan seperai yang dilapisi dengan kapas, dan dengan bantal [yang terbuat dari] kulit rusa pada kedua ujungnya.

Demikian juga, bangunan perak dilengkapi dengan tahta emas ... Bangunan beril dilengkapi dengan tahta kristal ... Bangunan kristal dilengkapi dengan tahta beril, yang ditutupi dengan selimut wol, dihiasi dengan kain sutra dan brokat yang bagus, dengan seperai yang dilapisi dengan kapas, dan dengan bantal [yang terbuat dari] kulit rusa pada kedua ujungnya.

Ānanda, istana besar itu dikelilingi oleh pagar yang terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Pagar emas memiliki perlengkapan perak. Pagar perak memiliki perlengkapan emas. Pagar beril memiliki perlengkapan kristal. Pagar kristal memiliki perlengkapan beril. Ānanda, istana besar itu ditutupi dengan kanopi, di mana darinya tergantung lonceng yang terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Lonceng emas memiliki anak lonceng perak. Lonceng perak memiliki anak lonceng emas. Lonceng beril memiliki anak lonceng kristal. Lonceng kristal memiliki anak lonceng beril.

Ānanda, ketika istana besar itu telah diselesaikan, para raja dari delapan puluh empat ribu negeri kecil membangun sebuah kolam bunga besar tak jauh dari istana. Ānanda, kolam bunga besar itu satu liga panjangnya dan satu liga lebarnya. Ānanda, kolam bunga besar dibangun dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Dasarnya ditutupi dengan pasir dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal.

Ānanda, kolam bunga besar dilengkapi dengan tangga yang terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Tangga emas memiliki anak tangga perak. Tangga perak memiliki anak tangga emas. Tangga beril memiliki anak tangga kristal. Tangga kristal memiliki anak tangga beril. Ānanda, kolam bunga besar dikelilingi oleh pagar yang terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Pagar emas memiliki perlengkapan perak. Pagar perak memiliki perlengkapan emas. Pagar beril memiliki perlengkapan kristal. Pagar kristal memiliki perlengkapan beril.

Ānanda, kolam bunga besar ditutupi dengan kanopi, di mana darinya tergantung lonceng yang terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Lonceng emas memiliki anak lonceng perak. Lonceng perak memiliki anak lonceng emas. Lonceng beril memiliki anak lonceng kristal. Lonceng kristal memiliki anak lonceng beril. Ānanda, pada kolam bunga besar tumbuh berbagai bunga air: seroja biru, seroja merah muda, seroja merah, dan seroja putih. Air dan bunga selalu ada, [tetapi] dijaga dan tidak dapat dicapai semua orang.

Ānanda, di tepi kolam bunga besar tumbuh berbagai bunga yang tumbuh di tanah: melati, melati berbunga besar, campaka, teratai putih, pohon madu, semak mutiara, dan bunga terompet. Kemudian, Ānanda, ketika istana besar dan kolam bunga besar telah diselesaikan, para raja dari delapan puluh empat ribu negeri kecil membangun sebuah hutan pohon palem, tidak jauh dari istana. Ānanda, hutan pohon palem satu liga panjangnya dan satu liga lebarnya.

Ānanda, di hutan pohon palem terdapat delapan puluh empat ribu pohon palem yang terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Pohon palem emas memiliki daun, bunga, dan buah perak. Pohon palem perak memiliki daun, bunga, dan buah emas. Pohon palem beril memiliki daun, bunga, dan buah kristal. Pohon palem kristal memiliki daun, bunga, dan buah kristal.

Ānanda, hutan pohon palem dikelilingi oleh pagar yang terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Pagar emas memiliki perlengkapan perak. Pagar perak memiliki perlengkapan emas. Pagar beril memiliki perlengkapan kristal. Pagar kristal memiliki perlengkapan beril.

Ānanda, hutan pohon palem ditutupi dengan kanopi, di mana darinya tergantung lonceng yang terbuat dari empat barang berharga: emas, perak, beril, dan kristal. Lonceng emas memiliki anak lonceng perak. Lonceng perak memiliki anak lonceng emas. Lonceng beril memiliki anak lonceng kristal. Lonceng kristal memiliki anak lonceng beril.

Ānanda, ketika istana besar, kolam bunga, dan hutan pohon palem telah diselesaikan, para raja dari delapan puluh empat ribu negeri kecil pergi bersama-sama menemui Raja Mahāsudassana dan berkata:

Semoga yang mulia mengetahui bahwa istana besar, kolam bunga, dan hutan pohon palem semuanya telah diselesaikan! Mereka siap digunakan yang mulia.

Kemudian, Ānanda, Raja Mahāsudassana berpikir:

Aku tidak seharusnya menjadi yang pertama yang menaiki istana besar itu. Terdapat para pertapa dan brahmana yang sangat dihormati yang tinggal di kota kerajaan Kusinārā. Biarlah aku mengundang mereka semua untuk duduk bersama di istana besar ini. Aku akan memerintahkan makanan yang lezat, menakjubkan, lembut disiapkan, berbagai makanan yang kaya untuk dimakan, dikecap dan dicerna, dan menghidangkannya dengan tanganku sendiri, dengan memastikan setiap orang akan memakan bagiannya. Setelah selesai makan, peralatan telah dibersihkan, dan air untuk mencuci telah dipersembahkan, mereka akan dibubarkan dan diizinkan pulang.

Ānanda, setelah berpikir demikian, Raja Mahāsudassana mengundang semua dari para pertapa dan brahmana yang sangat dihormati yang tinggal di kota kerajaan Kusinārā untuk menaiki istana besar. Setelah mempersilahkan mereka duduk, [raja] sendiri membawakan air untuk mencuci. Kemudian makanan yang lezat, menakjubkan, lembut dibawakan. Dan dengan tangannya sendiri ia menghidangkan berbagai makanan yang kaya untuk dimakan, dikecap, dan dicerna, dengan memastikan setiap orang memakan bagiannya. Setelah selesai makan, peralatan telah dibersihkan, dan air untuk mencuci telah dipersembahkan, [raja], setelah menerima pemberkahan, membubarkan mereka dan mengizinkan mereka pulang.

Ānanda, Raja Mahāsudassana berpikir lagi:

Adalah tidak pantas bagiku untuk terlibat dalam kesenangan indera di istana besar. Biarlah aku alih-alih membawa seorang pelayan dan naik ke istana besar dan berdiam di sana.

Ānanda, Raja Mahāsudassana oleh sebab itu membawa seorang pelayan dan naik ke istana besar. Kemudian ia memasuki sebuah bangunan emas dan duduk pada sebuah dipan kerajaan perak, yang ditutupi dengan selimut wol, dihiasi dengan kain sutra dan brokat yang bagus, dengan seperai yang dilapisi dengan kapas, dan dengan bantal [yang terbuat dari] kulit rusa pada kedua ujungnya. Setelah duduk, terasing dari keinginan, terasing dari keadaan-keadaan tidak bermanfaat dan jahat, ia berdiam setelah mencapai jhāna pertama, yang disertai oleh awal dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang lahir dari keterasingan.

Ia keluar dari bangunan emas dan memasuki sebuah bangunan perak. Ia duduk di sebuah dipan kerajaan emas, yang ditutupi dengan selimut wol, dihiasi dengan kain sutra dan brokat yang bagus, dengan seperai yang dilapisi dengan kapas, dan dengan bantal [yang terbuat dari] kulit rusa pada kedua ujungnya. Setelah duduk, terasing dari keinginan, terpisah dari keadaan-keadaan tidak bermanfaat dan jahat, ia berdiam setelah mencapai jhāna pertama, yang disertai oleh awal dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang lahir dari keterasingan.

Ia keluar dari bangunan perak dan memasuki sebuah bangunan beril. Ia duduk di sebuah dipan kerajaan kristal, yang ditutupi dengan selimut wol, dihiasi dengan kain sutra dan brokat yang bagus, dengan seperai yang dilapisi dengan kapas, dan dengan bantal [yang terbuat dari] kulit rusa pada kedua ujungnya. Setelah duduk, terasing dari keinginan, terpisah dari keadaan-keadaan tidak bermanfaat dan jahat, ia berdiam setelah mencapai jhāna pertama, yang disertai oleh awal dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang lahir dari keterasingan.

Ia keluar dari bangunan perak dan memasuki sebuah bangunan kristal. Ia duduk di sebuah dipan kerajaan beril, yang ditutupi dengan selimut wol, dihiasi dengan kain sutra dan brokat yang bagus, dengan seperai yang dilapisi dengan kapas, dan dengan bantal [yang terbuat dari] kulit rusa pada kedua ujungnya. Setelah duduk, terasing dari keinginan, terpisah dari keadaan-keadaan tidak bermanfaat dan jahat, ia berdiam setelah mencapai jhāna pertama, yang disertai oleh awal dan kelangsungan pikiran, dengan sukacita dan kenikmatan yang lahir dari keterasingan.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #18 on: 06 April 2016, 09:32:25 PM »
Pada waktu itu, Ānanda, delapan puluh empat ribu orang istri dan harta karun wanita tidak melihat Raja Mahāsudassana selama waktu yang lama, dan sangat ingin melihatnya. Oleh sebab itu, delapan puluh empat ribu orang istri mendekati harta karun dan berkata:

Yang mulia, semoga engkau mengetahui bahwa kami tidak melihat raja besar selama waktu yang lama. Yang mulia, kami sekarang ingin [pergi dan] melihat raja besar bersama-sama.

Setelah mendengar hal itu,  harta karun wanita berkata kepada harta karun penasehat, “Semoga anda mengetahui bahwa kami tidak melihat raja besar selama waktu yang lama. Kami sekarang ingin pergi dan melihat beliau.”

Ketika mendengar hal ini, harta karun penasehat menemani delapan puluh empat ribu orang istri [raja] dan harta karun wanita menuju istana besar. Mereka juga dikawal oleh delapan puluh empat ribu gajah, delapan puluh empat ribu kuda, delapan puluh empat ribu kereta, delapan puluh empat ribu pasukan pejalan kaki, delapan puluh empat ribu raja kecil. Ketika mereka mendekat, mereka menghasilkan suatu kegaduhan yang hebat, yang bergema [ke semua sekelilingnya]. Raja Mahāsudassana mendengar kegaduhan yang hebat itu, yang bergema [ke semua sekelilingnya].

Mendengarnya, ia bertanya kepada pelayan pada sisinya, “Siapakah yang membuat kegaduhan yang hebat itu, yang bergema [ke semua sekelilingnya]?”

Pelayan itu menjawab:

Yang mulia, kegaduhan itu dibuat oleh delapan puluh empat ribu istri anda dan harta karun wanita, yang semuanya datang ke istana besar; delapan puluh empat ribu gajah, delapan puluh empat ribu kuda, delapan puluh empat ribu kereta, delapan puluh empat ribu pasukan pejalan kaki, dan delapan puluh empat ribu raja kecil juga datang bersama-sama ke istana besar; akibatnya terdapat kegaduhan yang hebat ini, yang bergema [ke semua sekelilingnya].

Ketika mendengar hal ini, Raja Mahāsudassana berkata kepada pelayan itu, “Turunlah dari istana segera dan langsung siapkan sebuah dipan emas di luar pintu. Kembalilah dan beritahukan aku ketika ini selesai.”

Mengikuti perintah ini, pelayan itu turun dari istana dan langsung menyiapkan sebuah dipan emas di luar pintu. Ketika ia telah selesai, ia kembali dan berkata, “Aku telah selesai menyiapkan sebuah dipan emas di luar pintu untuk yang mulia. Ia siap digunakan yang mulia.” Kemudian, Ānanda, Raja Mahāsudassana, ditemani oleh pelayan itu, turun dari istana dan duduk bersila di dipan emas.

Kemudian, Ānanda, delapan puluh empat ribu istri Raja Mahāsudassana dan harta karun wanita semuanya maju menemuinya. Ānanda, Raja Mahāsudassana melihat delapan puluh empat ribu istrinya dan harta karun wanita dari kejauhan. Setelah melihat mereka, ia dengan cepat mengendalikan indera-inderanya. Kemudian, setelah melihat bahwa raja telah mengendalikan indera-inderanya, delapan puluh empat ribu istrinya dan harta karun wanita berpikir, “Yang mulia pasti tidak membutuhkan kami. Mengapa demikian? Yang mulia mengendalikan indera-inderanya segera ketika ia melihat kami.”

Setelah itu, Ānanda, harta karun wanita mendekati Raja Mahāsudassana. Setelah tiba, ia berkata:

Semoga yang mulia mengetahui bahwa delapan puluh empat ribu istri dan harta karun wanita ini semuanya milik yang mulia! Semoga yang mulia selalu perhatian kepada kami, sampai meninggal! Delapan puluh empat ribu gajah, delapan puluh empat ribu kuda, delapan puluh empat ribu kereta, delapan puluh empat ribu pasukan pejalan kaki, dan delapan puluh empat ribu raja kecil semuanya milik yang mulia. Semoga yang mulia selalu perhatian kepada kami, sampai meninggal!

Kemudian, setelah mendengarkan perkataan itu, Raja Mahāsudassana berkata kepada harta karun wanita:

Saudari, kalian semua telah lama mendorongku ke jalan yang jahat dan bukan ke jalan berlatih cinta-kasih. Saudari, sejak saat ini sampai seterusnya kalian semua seharusnya mendorongku ke jalan berlatih cinta-kasih dan bukan ke jalan yang jahat.

Ānanda, delapan puluh empat ribu istri dan harta karun wanita berdiri pada satu sisi, menangis dan meratap dengan dukacita, dan berkata, “Kami bukan saudari yang mulia, tetapi sekarang beliau memanggil kami saudari.”

Ānanda, delapan puluh empat ribu istri dan harta karun wanita itu masing-masing mengusap air mata mereka dengan pakaian mereka. Mereka mendekati lebih dekat Raja Mahāsudassana. Setelah tiba di sana, mereka berkata, “Yang mulia, bagaimanakah seharusnya kami mendorong anda ke jalan berlatih cinta-kasih dan bukan ke jalan yang jahat?”

Raja Mahāsudassana menjawab:

Saudari, demi kepentinganku kalian seharusnya berkata demikian:

Apakah yang mulia mengetahui bahwa seorang manusia memiliki masa kehidupan yang sangat pendek dan akan segera meninggal menuju kehidupan berikutnya? Seseorang seharusnya berlatih kehidupan suci, karena apa pun yang terlahir tunduk pada kelenyapan. Semoga yang mulia mengetahui hal ini: akan datang fenomena yang tidak diinginkan ataupun tidak menyenangkan dan yang menghancurkan semua hal di dunia, yaitu kematian.

Oleh karena itu, jika yang mulia memiliki kerinduan atau keinginan apa pun terhadap delapan puluh empat ribu istri dan harta karun wanita, semoga yang mulia sepenuhnya meninggalkan dan melepaskannya, dan tidak pernah memiliki kerinduan demikian lagi, sampai meninggal! Jika yang mulia memiliki kerinduan atau keinginan apa pun terhadap delapan puluh empat ribu gajah, delapan puluh empat ribu kuda, delapan puluh empat ribu kereta, delapan puluh empat ribu pasukan pejalan kaki, dan delapan puluh empat ribu raja kecil, semoga yang mulia sepenuhnya meninggalkan dan melepaskannya, dan tidak pernah memiliki kerinduan demikian lagi, sampai meninggal!

Demikianlah, saudari, kalian seharusnya mendorongku untuk berlatih cinta-kasih dan tidak menyebabkan[ku] untuk melakukan kejahatan.

Ānanda, delapan puluh empat ribu istri dan harta karun wanita itu berkata:

Yang mulia, sejak saat ini sampai seterusnya kami akan mendorong yang mulia untuk berlatih cinta-kasih dan tidak menyebabkan anda melakukan kejahatan. Yang mulia, seorang manusia memiliki masa kehidupan yang sangat pendek dan segera akan meninggal menuju kehidupan berikutnya. Akan datang fenomena yang tidak diinginkan ataupun tidak disukai dan yang menghancurkan semua hal di dunia, yaitu kematian.

Oleh karena itu, jika yang mulia memiliki kerinduan atau keinginan apa pun terhadap delapan puluh empat ribu istri dan harta karun wanita, semoga yang mulia sepenuhnya meninggalkan dan melepaskannya, dan tidak pernah memiliki kerinduan demikian lagi, sampai meninggal! Jika yang mulia memiliki kerinduan atau keinginan apa pun terhadap delapan puluh empat ribu gajah, delapan puluh empat ribu kuda, delapan puluh empat ribu kereta, delapan puluh empat ribu pasukan pejalan kaki, dan delapan puluh empat ribu raja kecil, semoga yang mulia sepenuhnya meninggalkan dan melepaskannya, dan tidak pernah memiliki kerinduan demikian lagi, sampai meninggal!

Ānanda, Raja Mahāsudassana mengajarkan Dharma kepada delapan puluh empat ribu istri dan harta karun wanita, dengan menasehati, mendorong, dan menggembirakan mereka. Setelah dengan tak terhitung cara terampil mengajarkan mereka Dharma, setelah menasehati, mendorong, dan menggembirakan mereka, ia membubarkan mereka dan mengizinkan mereka untuk kembali. Ānanda, memahami bahwa Raja Mahāsudassana telah membubarkan mereka, delapan puluh empat ribu istri dan harta karun wanita masing-masing memberikan penghormatan kepadanya dan pulang.

Ānanda, tak lama setelah delapan puluh empat ribu istri dan harta karun wanita pergi, Raja Mahāsudassana naik ke istana besar bersama dengan pelayannya. Kemudian ia memasuki sebuah bangunan emas dan duduk pada sebuah dipan kerajaan perak, yang ditutupi dengan selimut wol, dilapisi denan kain brokat dan sutra yang bagus, dengan seperai yang dilapisi dengan kapas, dan dengan bantal [yang terbuat dari] kulit rusa pada kedua ujungnya.

Setelah duduk, ia merenungkan demikian:

Aku mengakhiri pikiran keinginan, pikiran kemarahan, pikiran kedengkian, perselisihan, kebencian, ucapan menyanjung yang berlebihan, munafik, menipu, dan ucapan salah. Tak terhitung keadaan jahat dan tidak bermanfaat akan berakhir.

Ia [kemudian] berdiam meliputi satu arah dengan pikiran yang dipenuhi dengan cinta-kasih, demikian juga arah kedua, ketiga, keempat, empat arah di antaranya, atas dan bawah, dengan meliputi semuanya. Bebas dari belenggu atau kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan, ia berdiam meliputi seluruh dunia [dengan pikiran yang] tak terbatas, mulia, tak terukur, dan berkembang dengan baik.

Ia keluar dari bangunan emas dan selanjut memasuki sebuah bangunan perak. Ia duduk pada sebuah dipan kerajaan emas, yang ditutupi dengan selimut wol, dilapisi denan kain brokat dan sutra yang bagus, dengan seperai yang dilapisi dengan kapas, dan dengan bantal [yang terbuat dari] kulit rusa pada kedua ujungnya. Setelah duduk, ia merenungkan demikian:

Aku mengakhiri pikiran keinginan, pikiran kemarahan, pikiran kedengkian, perselisihan, kebencian, ucapan menyanjung yang berlebihan, munafik, menipu, dan ucapan salah. Tak terhitung keadaan jahat dan tidak bermanfaat akan berakhir.

Ia [kemudian] berdiam meliputi satu arah dengan pikiran yang dipenuhi dengan belas kasih, demikian juga arah kedua, ketiga, keempat, empat arah di antaranya, atas dan bawah, dengan meliputi semuanya. Bebas dari belenggu atau kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan, ia berdiam meliputi seluruh dunia [dengan pikiran yang] tak terbatas, mulia, tak terukur, dan berkembang dengan baik.

Ia keluar dari bangunan perak dan memasuki sebuah bangunan beril. Ia duduk pada sebuah dipan kerajaan kristal, yang ditutupi dengan selimut wol, dilapisi denan kain brokat dan sutra yang bagus, dengan seperai yang dilapisi dengan kapas, dan dengan bantal [yang terbuat dari] kulit rusa pada kedua ujungnya. Setelah duduk, ia merenungkan demikian:

Aku mengakhiri pikiran keinginan, pikiran kemarahan, pikiran kedengkian, perselisihan, kebencian, ucapan menyanjung yang berlebihan, munafik, menipu, dan ucapan salah. Tak terhitung keadaan jahat dan tidak bermanfaat akan berakhir.

Ia [kemudian] berdiam meliputi satu arah dengan pikiran yang dipenuhi dengan kegembiraan empatik, demikian juga arah kedua, ketiga, keempat, empat arah di antaranya, atas dan bawah, dengan meliputi semuanya. Bebas dari belenggu atau kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan, ia berdiam meliputi seluruh dunia [dengan pikiran yang] tak terbatas, mulia, tak terukur, dan berkembang dengan baik.

Ia keluar dari bangunan beril dan memasuki sebuah bangunan kristal. Ia duduk pada sebuah dipan kerajaan kristal, yang ditutupi dengan selimut wol, dilapisi denan kain brokat dan sutra yang bagus, dengan seperai yang dilapisi dengan kapas, dan dengan bantal [yang terbuat dari] kulit rusa pada kedua ujungnya. Setelah duduk, ia merenungkan demikian:

Aku mengakhiri pikiran keinginan, pikiran kemarahan, pikiran kedengkian, perselisihan, kebencian, ucapan menyanjung yang berlebihan, munafik, menipu, dan ucapan salah. Tak terhitung keadaan jahat dan tidak bermanfaat akan berakhir.

Ia [kemudian] berdiam meliputi satu arah dengan pikiran yang dipenuhi dengan keseimbangan, demikian juga arah kedua, ketiga, keempat, empat arah di antaranya, atas dan bawah, dengan meliputi semuanya. Bebas dari belenggu atau kebencian, tanpa kebencian atau perselisihan, ia berdiam meliputi seluruh dunia [dengan pikiran yang] tak terbatas, mulia, tak terukur, dan berkembang dengan baik.

Ānanda, [hanya] sedikit kesakitan kematian muncul dalam diri Raja Mahāsudassana pada saat terakhirnya. Seperti halnya sedikit penderitaan dapat muncul dalam diri seorang perumah tangga atau putra perumah tangga setelah makan makanan yang mengagumkan, demikian juga hanya sedikit kesakitan kematian muncul dalam diri Raja Mahāsudassana pada saat terakhirnya.

Ānanda, pada waktu itu Raja Mahāsudassana, setelah berlatih empat kediaman luhur dan setelah meninggalkan kerinduan dan keinginan, meninggal dunia dan, setelah kematian, terlahir kembali di alam Brahmā. Ānanda, apakah engkau menganggap Raja Mahāsudassana pada masa lampau adalah orang lain [selain diriku]? Janganlah berpikir demikian. Engkau seharusnya mengetahui bahwa ia adalah diriku.

Ānanda, pada waktu itu aku memberi manfaat bagi diriku sendiri, memberi manfaat bagi orang lain, dan memberi manfaat bagi banyak orang. Aku memiliki belas kasih terhadap seluruh dunia dan aku mencari kesejahteraan, manfaat, kedamaian, dan kebahagiaan untuk para dewa dan manusia. Ajaran yang kuberikan pada waktu itu tidak membawa pada yang tertinggi, bukan kemurnian tertinggi, bukan kehidupan suci tertinggi, bukan penyelesaian tertinggi kehidupan suci. Tidak memenuhi kehidupan suci, aku pada waktu itu tidak bebas dari kelahiran, usia tua, penyakit, kematian, dukacita, dan kesengsaraan, dan aku tidak dapat mencapai pembebasan dari semua penderitaan.

Ānanda, aku sekarang telah muncul di dunia ini sebagai seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan, tercerahkan sempurna, sempurna dalam pengetahuan dan perilaku, seorang Yang Pergi-dengan-baik, pengenal dunia, pemimpin tiada bandingnya dari orang-orang yang dijinakkan, guru para dewa dan manusia, seorang Buddha, Yang Beruntung.

Aku sekarang memberi manfaat bagi diriku sendiri, memberi manfaat bagi orang lain, memberi manfaat bagi banyak semua orang. Aku memiliki belas kasih terhadap seluruh dunia, dan aku mencari kesejahteraan, manfaat, kedamaian, dan kebahagiaan untuk para dewa dan manusia. Ajaran Dharma-ku sekarang mencapai pemenuhan, aku telah memenuhi pemurnianku, memenuhi kehidupan suci. Setelah memenuhi kehidupan suci, aku sekarang bebas dari kelahiran, usia tua, penyakit, kematian, dukacita, dan kesengsaraan. Aku sekarang telah mencapai pembebasan dari semua penderitaan.

Ānanda, di Kusinārā, di Hutan Sāla milik suku Malla di Upavattana, di tepi Sungai Nerañjarā, di tepi Sungai Vaggumudā, di tempat pemujaan Makuṭabandhana, di tempat di mana sebuah dipan telah dipersiapkan untukku – di tempat-tempat ini aku telah meninggalkan tubuh tujuh kali: enam kali sebagai seorang raja pemutar-roda, dan sekarang pada [kesempatan] ketujuh sebagai seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan dan tercerahkan sempurna.

Ānanda, aku tidak melihat tempat di dunia ini dengan para dewa, Māra, Brahmā, para pertapa, dan brahmana, dari para dewa sampai manusia, di mana aku akan meninggalkan tubuh lagi. Itu adalah tidak mungkin [lagi], Ānanda. Ini adalah kelahiran terakhirku, kehidupan terakhirku, tubuh terakhirku, bentuk terakhirku, ini adalah akhir bagiku. Aku katakan: “Ini adalah akhir penderitaan.”

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, Yang Mulia Ānanda dan para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #19 on: 06 April 2016, 09:38:46 PM »
69. Kotbah tentang Tiga Puluh Perumpamaan

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Rājagaha, di Hutan Bambu, Tempat Perlindungan Tupai, bersama-sama dengan sekumpulan besar para bhikkhu, yang sedang menjalankan pengasingan musim hujan.

Pada waktu itu, pada hari kelima belas [dari setengah bulan], waktu untuk mengulang aturan disiplin, Sang Bhagavā duduk di tempat duduk yang diatur di hadapan para bhikkhu.

Setelah duduk, Sang Bhagavā memasuki penyerapan meditatif dan menyelidiki pikiran para bhikkhu. Setelah itu, Sang Bhagavā melihat bahwa kumpulan para bhikkhu sedang duduk bermeditasi dengan hening, dalam keheningan yang mendalam, tanpa kemalasan atau kelambanan, dengan melenyapkan rintangan-rintangan; [beliau melihat bahwa] kumpulan para bhikkhu duduk dalam [meditasi] yang mendalam, sangat mendalam, tenang, sangat tenang, unggul, sangat unggul.

Pada waktu itu Yang Mulia Sāriputta juga berada di antara mereka. Kemudian Sang Bhagavā berkata: “Sāriputta, kumpulan para bhikkhu duduk bermeditasi dengan hening, dalam keheningan yang mendalam, tanpa kemalasan atau kelambanan, dengan melenyapkan rintangan-rintangan. Kumpulan para bhikkhu duduk dalam [meditasi yang] mendalam, sangat mendalam, tenang, sangat tenang, unggul, sangat unggul. Sāriputta, siapakah yang dapat menghormati dan menyokong kumpulan para bhikkhu [demikian]?”

Setelah itu, Yang Mulia Sāriputta bangkit dari tempat duduknya, mengatur jubahnya sehingga memperlihatkan satu bahu, merangkapkan telapak tangannya [untuk menghormat] kepada Sang Buddha, dan berkata:

Demikianlah, Sang Bhagavā. Kumpulan para bhikkhu sedang duduk bermeditasi dengan mendalam, dalam keheningan yang mendalam, tanpa kemalasan atau kelambanan, dengan melenyapkan rintangan-rintangan. Kumpulan para bhikkhu duduk dalam [meditasi] yang mendalam, sangat mendalam, tenang, sangat tenang, unggul, sangat unggul.

Sang Bhagavā, tidak ada orang [lain] yang dapat menghormati dan menyokong kumpulan para bhikkhu [demikian]. Hanya Sang Bhagavā yang dapat menghormati dan menyokong Dharma dan kumpulan para bhikkhu, serta moralitas, ketekunan, kedermawanan, dan konsentrasi. Hanya Sang Bhagavā yang dapat menghormati dan menyokong mereka.

Sang Bhagavā berkata:

Demikianlah, Sāriputta. Tidak ada orang [lain] yang dapat menghormati dan menyokong kumpulan para bhikkhu [demikian]. Hanya Sang Bhagavā yang dapat menghormati dan menyokong Dharma dan kumpulan para bhikkhu, serta moralitas, ketekunan, kedermawanan, dan konsentrasi. Hanya Sang Bhagavā yang dapat menghormati dan menyokong mereka.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior memiliki berbagai hiasan: kain sutra dan wol yang berwarna-warni, cincin, gelang, hiasan siku, kalung, dan kalungan emas dan perak; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni memiliki moralitas sebagai hiasan mereka. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni memiliki moralitas sebagai hiasan mereka, maka mereka dapat meninggalkan kejahatan dan berlatih apa yang bermanfaat.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior memiliki lima lencana: pedang, payung, hiasan kepala kerajaan, kipas dengan pegangan dari permata, dan sandal berhiasan, di mana mereka melindungi tubuh mereka dan memperoleh kesejahteraan; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni menjalankan aturan pelatihan, dengan cara demikian melindungi kehidupan suci. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni diberkahi dengan menjalankan aturan pelatihan, dengan cara demikian melindungi kehidupan suci, maka mereka dapat meninggalkan kejahatan dan berlatih apa yang bermanfaat.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior memiliki para penjaga; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni memiliki enam indera sebagai penjaga mereka. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni diberkahi dengan penjagaan enam indera sebagai penjaga mereka, maka mereka dapat meninggalkan kejahatan dan berlatih apa yang bermanfaat.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior memiliki para penjaga gerbang yang cerdas, bijaksana, membedakan, dan memahami; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni memiliki perhatian penuh sebagai penjaga gerbang mereka. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni diberkahi dengan perhatian penuh sebagai penjaga gerbang mereka, maka mereka dapat meninggalkan kejahatan dan berlatih apa yang bermanfaat.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior memiliki kamar mandi yang menyenangkan yang dipenuhi dengan sumber mata air segar; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni memiliki ketenangan batin sebagai air mandi mereka. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni diberkahi dengan ketenangan batin sebagai air mandi mereka, maka mereka dapat meninggalkan kejahatan dan berlatih apa yang bermanfaat.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior memiliki pelayan kamar mandi yang secara teratur memandikan mereka; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni memiliki teman-teman baik sebagai pelayan kamar mandi mereka. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni diberkahi dengan teman-teman baik sebagai pelayan kamar mandi mereka, maka mereka dapat meninggalkan kejahatan dan berlatih apa yang bermanfaat.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior memilik wewangian untuk digunakan pada tubuh mereka: wewangian deodar, gaharu, cendana, olibanum, cengkeh, eupatorium; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni memiliki moralitas sebagai wewangian mereka. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni diberkahi dengan moralitas sebagai wewangian mereka, maka mereka dapat meninggalkan kejahatan dan berlatih apa yang bermanfaat.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior memiliki pakaian yang bagus terbuat dari linen, dari sutra yang bagus, dari wol yang bagus, atau dari kulit rusa pilihan; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni memiliki rasa malu dan segan sebagai pakaian mereka. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni diberkahi dengan rasa malu dan segan sebagai pakaian mereka, maka mereka dapat meninggalkan kejahatan dan berlatih apa yang bermanfaat.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior memiliki tempat tidur dan tempat duduk yang bagus, yang sangat lebar dan tinggi; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni memiliki empat jhāna sebagai tempat tidur dan tempat duduk mereka. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni diberkahi dengan empat jhāna sebagai tempat tidur dan tempat duduk mereka, maka mereka dapat meninggalkan kejahatan dan berlatih apa yang bermanfaat.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior memiliki tukang cukur yang ahli yang merapikan rambut mereka; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni memiliki perhatian penuh sebagai tukang cukur mereka. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhu diberkahi dengan perhatian penuh sebagai tukang cukur mereka, maka mereka dapat meninggalkan kejahatan dan berlatih apa yang bermanfaat.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior memiliki makanan yang lembut dan menakjubkan dengan berbagai rasa; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni memiliki kegembiraan sebagai makanan mereka. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni diberkahi dengan kegembiraan sebagai makanan mereka, maka mereka dapat meninggalkan kejahatan dan berlatih apa yang bermanfaat.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior memiliki berbagai minuman: jus mangga, jus jambu, jus tebu, jus anggur, dan minuman keras; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni memiliki rasa Dharma sebagai minuman mereka. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni diberkahi dengan rasa Dharma sebagai minuman mereka, maka mereka dapat meninggalkan kejahatan dan berlatih apa yang bermanfaat.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior memiliki kalungan bunga yang sangat bagus terbuat dari bunga seroja biru, bunga campaka, bunga melati, bunga melati berbunga besar, dan bunga semak mutiara; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni memiliki tiga jenis konsentrasi sebagai kalungan bunga mereka: [konsentrasi] kekosongan, [konsentrasi] tanpa keinginan, [konsentrasi] tanpa tanda. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni diberkahi dengan tiga jenis konsentrasi sebagai kalungan bunga mereka, maka mereka dapat meninggalkan kejahatan dan berlatih apa yang bermanfaat.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior memiliki aula atau bangunan megah sebagai tempat tinggal mereka; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni memiliki tiga kediaman sebagai tempat tinggal mereka: kediaman para dewa, kediaman para Brahmā, dan kediaman para orang mulia. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni diberkahi tiga kediaman sebagai tempat tinggal mereka, maka mereka dapat meninggalkan kejahatan dan berlatih apa yang bermanfaat.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior memiliki para pengawal, yaitu, para pengawal yang melindungi rumah mereka; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni memiliki kebijaksanaan sebagai yang melindungi rumah mereka. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni diberkahi dengan kebijaksanaan sebagai yang melindungi rumah mereka, maka mereka dapat meninggalkan kejahatan dan berlatih apa yang bermanfaat.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior memiliki empat jenis pendapatan yang dikumpulkan dari semua kota di kerajaan: satu bagian untuk menyokong raja, ratu dan para wanita istana; bagian kedua untuk menyokong putra mahkota dan para menteri; bagian ketiga untuk menyokong seluruh penduduk kerajaan; dan bagian keempat untuk menyokong para pertapa dan brahmana; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni memiliki empat penegakan perhatian sebagai pendapatan mereka. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni diberkahi dengan empat penegakan perhatian sebagai pendapatan mereka, maka mereka dapat meninggalkan kejahatan dan berlatih apa yang bermanfaat.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior memiliki berbagai kendaraan: kereta gajah, kereta kuda, kereta, tandu; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni memiliki empat landasan kekuatan batin sebagai kendaraan mereka. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni diberkahi dengan empat landasan kekuatan batin sebagai kendaraan mereka, maka mereka dapat meninggalkan kejahatan dan berlatih apa yang bermanfaat.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior memilik berbagai kereta perang yang dihiasi dengan berbagai warna hiasan yang terbuat dari kulit singa, macan, dan macan kumbang pilihan yang berpola; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni memiliki ketenangan dan pandangan terang sebagai kereta perang mereka. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni diberkahi dengan ketenangan dan pandangan terang sebagai kereta perang mereka, maka mereka dapat meninggalkan kejahatan dan berlatih apa yang bermanfaat.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior memiliki kusir, yaitu para pengendara kereta; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni memiliki perhatian penuh sebagai kusir mereka. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni diberkahi dengan perhatian penuh sebagai kusir mereka, maka mereka dapat meninggalkan kejahatan dan berlatih apa yang bermanfaat.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior memiliki bendera yang sangat tinggi; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni memiliki pikiran mereka sendiri sebagai bendera tinggi mereka. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni diberkahi dengan [memiliki] pikiran mereka sendiri sebagai bendera tinggi mereka, maka mereka dapat meninggalkan kejahatan dan berlatih apa yang bermanfaat.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior memiliki jalan-jalan bagus yang rata dan lebar dan membawa secara langsung menuju taman hiburan mereka; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni memiliki jalan mulia berunsur delapan sebagai jalan mereka yang rata dan lebar dan membawa secara langsung menuju nirvana. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni diberkahi dengan jalan mulia berunsur delapan, yang rata dan lebar dan membawa secara langsung menuju nirvana, maka mereka dapat meninggalkan kejahatan dan berlatih apa yang bermanfaat.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior memiliki para panglima perang yang cerdas, bijaksana, membedakan, dan memahami; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni memiliki kebijaksanaan sebagai panglima perang mereka. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni diberkahi dengan kebijaksanaan sebagai panglima perang mereka, maka mereka dapat meninggalkan kejahatan dan berlatih apa yang bermanfaat.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior memiliki istana-istana besar, yang sangat luas dan megah; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni memiliki kebijaksanaan sebagai istana besar mereka. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni diberkahi dengan kebijaksanaan sebagai istana besar mereka, maka mereka dapat meninggalkan kejahatan dan berlatih apa yang bermanfaat.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior naik ke sebuah istana megah dan melihat orang-orang di bawah istana pergi dan kembali, berjalan, melompat, berdiri, duduk, atau berbaring; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni naik ke istana megah kebijaksanaan yang tiada bandingnya untuk merenungkan pikiran mereka sendiri sebagai tegak lurus, lunak, bergembira, dan tidak melekat. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni diberkahi dengan istana megah kebijaksanaan yang tiada bandingnya untuk merenungkan pikiran mereka sendiri sebagai tegak lurus, lunak, bergembira, dan tidak melekat, maka mereka dapat meninggalkan kejahatan dan berlatih apa yang bermanfaat.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior memiliki ahli silsilah, yang memiliki pengetahuan dalam silsilah keluarga; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni memiliki silsilah mulia berunsur empat sebagai ahli silsilah mereka. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni diberkahi dengan silsilah mulia berunsur empat sebagai ahli silsilah mereka, maka mereka dapat meninggalkan kejahatan dan berlatih apa yang bermanfaat.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior memiliki dokter ahli yang terkenal yang dapat menyembuhkan banyak penyakit; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni memiliki perhatian penuh sebagai dokter ahli mereka. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni diberkahi dengan perhatian penuh sebagai dokter ahli mereka, maka mereka dapat meninggalkan kejahatan dan berlatih apa yang bermanfaat.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior memiliki dipan kerajaan resmi, yang ditutupi dengan selimut wol, dihiasi dengan kain brokat dan sutra bagus, dengan seperai yang dilapisi dengan kapas, dan dengan bantal [yang terbuat dari] kulit rusa pada kedua ujungnya; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni memiliki konsentrasi yang tidak terhalangi sebagai dipan kerajaan resmi mereka. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni diberkahi dengan konsentrasi yang tidak terhalangi sebagai dipan kerajaan resmi mereka, maka mereka dapat meninggalkan kejahatan dan berlatih apa yang bermanfaat.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior memiliki permata-permata berharga; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni memiliki pembebasan yang tidak tergoyahkan sebagai permata berharga mereka. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni diberkahi dengan pembebasan yang tidak tergoyahkan sebagai permata berharga mereka, maka mereka dapat meninggalkan kejahatan dan berlatih apa yang bermanfaat.

Sāriputta, seperti halnya para raja dan menteri senior mandi secara menyeluruh dan menggunakan wewangian yang bagus pada tubuh mereka, untuk membuat diri mereka sangat murni; demikianlah, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni memiliki perenungan terhadap pikiran mereka sendiri untuk membuat diri mereka sangat murni. Jika, Sāriputta, para bhikkhu dan bhikkhuni diberkahi dengan perenungan terhadap pikiran mereka sendiri untuk membuat diri mereka sangat murni, maka mereka dapat menghormati Sang Bhagavā, Dharma, dan kumpulan para bhikkhu, serta moralitas, ketekunan, kedermawanan, dan konsentrasi.

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, Yang Mulia Sāriputta dan para bhikkhu [lainnya] bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #20 on: 06 April 2016, 09:56:56 PM »
70. Kotbah tentang Raja Pemutar-Roda<177>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di antara komunitas khattiya di Mātula, dengan tinggal di sebuah hutan mangga di tepi sebuah sungai. Pada waktu itu Sang Bhagavā berkata kepada para bhikkhu:

Para bhikkhu, kalian seharusnya bersinar dengan cahaya Dharma<178> dan mengambil Dharma sebagai perlindungan kalian. Janganlah menjadi seperti cahaya lainnya atau mengambil perlindungan dalam ajaran lain. Para bhikkhu, jika kalian sendiri bersinar dengan cahaya Dharma dan mengambil Dharma sebagai perlindungan kalian, alih-alih menjadi seperti cahaya lain dan mengambil perlindungan dalam ajaran lain, maka kalian dapat mengerahkan usaha dalam pelatihan, memperoleh manfaat, dan memperoleh jasa yang tak terhitung.

Mengapa demikian? Para bhikkhu, pada masa lampau terdapat seorang raja bernama Daḷhanemi, yang adalah seorang raja pemutar-roda, yang cerdas dan bijaksana, dilengkapi dengan armada pasukan berunsur empat untuk menguasai seluruh dunia, dengan bebas, seperti yang ia sukai. Menjadi seorang raja Dharma yang baik, ia memiliki tujuh harta karun dan telah memperoleh empat jenis keberhasilan. Apakah tujuh harta karun yang ia miliki dan empat jenis keberhasilan yang telah ia peroleh? ... (seperti yang dijelaskan di atas) ... Ini adalah tujuh harta karun yang ia miliki dan empat jenis keberhasilan yang telah ia peroleh.

Pada hari-hari terakhir kekuasaan Raja Daḷhanemi, harta karun roda surgawi tiba-tiba tergelincir dari posisi awalnya. Seseorang melihat hal ini dan melaporkannya kepada Raja Daḷhanemi: “Semoga yang mulia mengetahui bahwa harta karun roda surgawi telah tergelincir dari posisi awalnya.” Ketika mendengar hal ini, Raja Daḷhanemi berkata [kepada putra mahkotanya]:

Putra mahkota, harta karun roda surgawiku telah tergelincir dari posisi awalnya. Putra mahkota, aku mendari dari orang-orang zaman dahulu bahwa jika harta karun roda surgawi seorang raja pemutar-roda tergelincir dari posisi awalnya, raja itu pasti tidak lama lagi hidup; kehidupannya tidak bertahan lama.

Putra mahkota, aku telah menikmati kesenangan-kesenangan manusia. Sekarang aku akan mencari kesenangan-kesenangan surgawi. Putra mahkota, aku ingin mencukur rambut dan janggutku, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan. Putra mahkota, sekarang aku mempercayakan kepadamu empat benua dunia. Engkau seharusnya berkuasa dengan Dharma, bukan dengan apa yang bertentangan dengan Dharma. Semoga kerajaan bebas dari perbuatan-perbuatan jahat dan dari orang-orang dengan perilaku tidak murni!

Kemudian, putra mahkota, jika engkau melihat bahwa harta karun roda surgawi telah tergelincir dari posisi awalnya, engkau seharusnya selanjutnya mempercayakan urusan kerajaan kepada putra mahkotamu dan mengajarnya dengan baik. Setelah mempercayakan kerajaan kepada putra mahkotamu, engkau juga seharusnya mencukur rambut dan janggutmu, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan.

Setelah demikian mempercayakan kerajaan kepada putra mahkota dan mengajarnya dengan baik, Raja Daḷhanemi mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan.

Kemudian, tujuh hari setelah Raja Daḷhanemi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan, harta karun roda surgawi lenyap. Harta karun roda surgawi menghilang, [putranya,] raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya<179>, sangat bersedih dan tidak bergembira. Kemudian raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya itu mendekati ayahnya, pertapa kerajaan Daḷhanemi. Setelah tiba, ia berkata, “Semoga yang mulia mengetahui bahwa tujuh hari setelah yang mulia pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan, harta karun roda kerajaan lenyap!”

Sang ayah, pertapa kerajaan Daḷhanemi, berkata kepada putranya, raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya itu, “Janganlah bersedih atas hilangnya harta karun roda surgawi. Mengapa demikian? Engkau tidak mewarisi roda surgawi ini dari ayahmu.” Raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya itu berkata kepada ayahnya, “Yang mulia, apa yang seharusnya kulakukan sekarang?”

Sang ayah, pertapa kerajaan Daḷhanemi, berkata kepada putranya:

Engkau seharusnya mengikuti Dharma yang diturunkan. Jika engkau mengikuti Dharma yang diturunkan, maka pada hari kelima belas dari [setengah] bulan, waktu untuk mengulang aturan disiplin, setelah engkau mandi dan naik ke aula utama, harta karun roda surgawi akan muncul dari timur, dengan seribu jeruji, sempurna dalam setiap seginya, murni dan alamiah, bukan buatan manusia, berwarna seperti nyala api, cemerlang dan bercahaya.

Raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya itu berkata kepada ayahnya lagi:

Yang mulia, apakah Dharma yang diturunkan yang anda inginkan aku mengikutinya, sehingga setelah aku mengikutinya, pada hari kelima belas dari [setengah] bulan, waktu untuk mengulang aturan disiplin, setelah aku mandi dan naik ke aula utama, harta karun roda surgawi akan muncul dari timur, dengan seribu jeruji, sempurna dalam setiap seginya, murni dan alamiah, bukan buatan manusia, berwarna seperti nyala api, cemerlang dan bercahaya?

Sang ayah, pertapa kerajaan Daḷhanemi, berkata kepada putranya lebih lanjut:

Engkau seharusnya merenungkan Dharma sesuai dengan Dharma dan menjalankan Dharma sesuai dengan Dharma.

Engkau seharusnya mengadakan perayaan Dharma demi kepentingan putra mahkotamu, ratu, para selir, para pembantu, para pengikut, para pertapa, brahmana, dan [semua makhluk hidup] termasuk serangga, pada hari kedelapan dan keempat belas dan kelima belas dari setiap [setengah] bulan, dengan menjalankan kedermawanan, menyediakan mereka yang membutuhkan, para pertapa dan brahmana, [serta] mereka yang dalam kemiskinan, mereka yang tanpa sanak keluarga, dan para pengemis dari jauh, dengan makanan dan minuman, pakaian dan selimut, kereta, kalungan bunga, bunga yang ditaburkan, wewangian, tempat tinggal, kasur, selimut wol, syal, para pelayan, dan pelita.

Jika terdapat dalam kerajaanmu para pertapa dan brahmana yang sangat dihormati dan terkemuka atas kebajikan mereka, engkau seharusnya mendekati mereka pada waktu yang tepat, berkonsultasi Dharma dengan mereka, dan menerima ajaran mereka: “Yang mulia, apakah keadaan-keadaan yang bermanfaat? Apakah keadaan-keadaan yang tidak bermanfaat? Apakah kesalahan? Apakah jasa? Apakah yang unggul? Apakah yang tidak unggul? Apakah hitam? Apakah putih? Dari manakah keadaan hitam dan putih muncul? Apakah manfaat [yang akan dicapai] dalam kehidupan ini? Apakah manfaat [yang akan dicapai] pada kehidupan mendatang? Apakah perbuatan-perbuatan yang membawa akibat baik alih-alih akibat buruk?” Setelah mendengar [jawaban-jawabannya] dari mereka, engkau seharusnya berbuat sesuai dengan apa yang mereka katakan.

Jika terdapat orang-orang miskin dalam kerajaanmu, engkau seharusnya memberikan harta kekayaan untuk membantu mereka. Ini, yang mulia, disebut Dharma yang diturunkan, yang seharusnya engkau jalankan dengan baik. Setelah menjalankannya dengan baik, maka pada hari kelima belas [dari setengah bulan], waktu untuk mengulang aturan disiplin, setelah engkau mandi dan naik ke aula utama, roda surgawi pasti akan muncul dari timur, dengan seribu jeruji, sempurna dalam setiap seginya, murni dan alamiah, bukan buatan manusia, berwarna seperti nyala api, cemerlang dan bercahaya.

Setelah itu, raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya itu merenungkan Dharma sesuai dengan Dharma dan menjalankan Dharma sesuai dengan Dharma. Ia mengadakan  perayaan Dharma demi kepentingan putra mahkotanya, ratu, para selir, para pembantu, para pengikut, para pertapa, brahmana, dan [semua makhluk hidup] termasuk serangga, pada hari kedelapan dan keempat belas dan kelima belas dari setiap [setengah] bulan, dengan menjalankan kedermawanan, menyediakan mereka yang membutuhkan, para pertapa dan brahmana, [serta] mereka yang dalam kemiskinan, mereka yang tanpa sanak keluarga, dan para pengemis dari jauh, dengan makanan dan minuman, pakaian dan selimut, kereta, kalungan bunga, bunga yang ditaburkan, wewangian, tempat tinggal, kasur, selimut wol, syal, para pelayan, dan pelita.

Jika terdapat dalam kerajaannya para pertapa dan brahmana yang sangat dihormati dan terkemuka atas kebajikan mereka, ia secara pribadi mendekati mereka pada waktu yang tepat, berkonsultasi Dharma kepada mereka, dan menerima ajaran mereka:

Yang mulia, apakah keadaan-keadaan yang bermanfaat? Apakah keadaan-keadaan yang tidak bermanfaat? Apakah kesalahan? Apakah jasa? Apakah yang unggul? Apakah yang tidak unggul? Apakah hitam? Apakah putih? Dari manakah keadaan hitam dan putih muncul? Apakah manfaat [yang akan dicapai] dalam kehidupan ini? Apakah manfaat [yang akan dicapai] pada kehidupan mendatang? Apakah perbuatan-perbuatan yang membawa akibat baik alih-alih akibat buruk?
Setelah mendengar [jawaban-jawabannya] dari mereka, ia berbuat sesuai dengan apa yang telah mereka katakan.

Jika terdapat orang-orang miskin dalam kerajaannya, ia memberikan harta kekayaan untuk membantu mereka pada waktu yang tepat. Kemudian, pada hari kelima belas dari [setengah] bulan, waktu untuk mengulang aturan disiplin, setelah raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya itu mandi dan naik ke aula utama, muncullah dari arah timur harta karun roda surgawi, dengan seribu jeruji, sempurna dalam setiap seginya, murni dan alamiah, bukan buatan manusia, berwarna seperti nyala api, cemerlang dan bercahaya.

Ia juga menjadi seorang raja pemutar-roda; ia juga memiliki tujuh harta karun dan memperoleh empat jenis keberhasilan. Apakah tujuh harta karun yang ia miliki dan empat jenis keberhasilan yang ia peroleh? ... (seperti yang dijelaskan di atas) ... Pada hari-hari terakhir kekuasaan raja pemutar-roda itu, harta karun roda surgawi tiba-tiba tergelincir dari posisi awalnya. Seseorang melihat hal itu dan melaporkannya kepada raja pemutar-roda, “Semoga yang mulia mengetahui bahwa harta karun roda surgawi telah tergelincir dari posisi awalnya!”

Mendengar hal ini, raja pemutar-roda berkata [kepada putra mahkotanya]:

Putra mahkota, harta karun roda surgawiku telah tergelincir dari posisi awalnya. Putra mahkota, aku mendengar dari ayahku Daḷhanemi, pertapa kerajaan, bahwa ketika harta karun roda surgawi seorang raja pemutar-roda tergelincir dari posisi awalnya, raja itu pasti tidak lama hidup; kehidupannya tidak bertahan lama. Putra mahkota, aku telah menikmati kesenangan-kesenangan manusia. Sekarang aku akan mencari kesenangan-kesenangan surgawi. Putra mahkota, aku ingin mencukur rambut dan janggutku, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan.

Putra mahkota, aku sekarang mempercayakan kepadamu empat benua dunia. Engkau seharusnya berkuasa dengan Dharma, bukan dengan apa yang bertentangan dengan Dharma. Semoga kerajaan bebas dari perbuatan-perbuatan jahat dan dari orang-orang dengan perilaku tidak murni! Kemudian, putra mahkota, jika engkau melihat bahwa harta karun roda surgawi telah tergelincir dari posisi awalnya, engkau seharusnya selanjutnya mempercayakan urusan kerajaan kepada putra mahkotamu dan mengajarnya dengan baik. Setelah mempercayakan kerajaan kepada putra mahkotamu, engkau juga seharusnya mencukur rambut dan janggutmu, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan.

Setelah demikian mempercayakan kerajaan kepada putra mahkota dan mengajarnya dengan baik, raja pemutar-roda mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan. Kemudian, tujuh hari setelah raja pemutar roda pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan, harta karun roda lenyap.

Harta karun roda surgawi menghilang, raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya tidak bersedih, tetapi melekat pada kesenangan indera, serakah yang tidak pernah terpuaskan, terikat pada keinginan, disentuh oleh keinginan, dan dikuasai oleh keinginan. Ia tidak melihat bahaya [di dalamnya] dan tidak mengetahui jalan keluar [darinya], sehingga ia memerintah kerajaan menurut gagasannya sendiri. Karena ia memerintah kerajaan menurut gagasannya sendiri, kerajaan merosot dan tidak makmur.

Pada masa lampau, sepanjang seorang raja pemutar-roda mengikuti Dharma yang diturunkan, orang-orang kerajaan itu makmur dan tidak merosot. Namun, raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya [ini] memerintah kerajaan menurut gagasannya sendiri. Karena ia memerintah kerajaan menurut gagasannya sendiri, kerajaan merosot dan tidak lagi makmur. Maka para guru brahmana kerajaan, dengan mengadakan perjalanan di sekeliling perbatasan negeri, melihat orang-orang merosot alih-alih menjadi makmur, sehingga mereka berpikir:

Raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya memerintah kerajaan menurut gagasannya sendiri. Karena ia memerintah kerajaan menurut gagasannya sendiri, orang-orang kerajaan merosot alih-alih menjadi makmur. Pada masa lampau, sepanjang seorang raja pemutar-roda mengikuti Dharma yang diturunkan, orang-orang kerajaan makmur dan tidak merosot. Namun, raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya ini memerintah menurut gagasannya sendiri. Karena ia memerintah kerajaan menurut gagasannya sendiri, orang-orang kerajaan merosot alih-alih menjadi makmur.

Kemudian para guru brahmana kerajaan pergi bersama-sama menemui raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya itu dan berkata:

Semoga yang mulia mengetahui bahwa beliau memerintah kerajaan menurut gagasannya sendiri. Karena beliau memerintah kerajaan menurut gagasannya sendiri, orang-orang kerajaan merosot alih-alih menjadi makmur. Pada masa lampau, sepanjang seorang raja pemutar-roda mengikuti Dharma yang diturunkan, orang-orang kerajaan makmur dan tidak merosot. Namun, sekarang yang mulia memerintah kerajaan menurut gagasannya sendiri, orang-orang merosot alih-alih menjadi makmur.

Mendengar hal ini, raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya itu berkata, “Para brahmana, apakah yang harus kulakukan?” Para guru brahmana kerajaan menjawab:

Yang mulia, dalam kerajaan terdapat orang-orang yang cerdas dan bijaksana, berpengetahuan dan penuh perhitungan. Dalam kerajaan terdapat para menteri senior dan para pelayan yang telah mempelajari kitab-kitab dan memahaminya, yang mengulang dan melestarikan Dharma yang diturunkan, [orang-orang] demikian seperti kami, para pelayan anda. Semoga yang mulia menjalankan Dharma yang diturunkan. Ketika anda telah menjalankan Dharma yang diturunkan, maka pada hari kelima belas [dari setengah bulan], waktu untuk mengulang aturan disiplin, setelah anda mandi dan naik ke aula utama, harta karun roda surgawi pasti akan muncul dari timur, dengan seribu jeruji, sempurna dalam setiap seginya, murni dan alamiah, bukan buatan manusia, berwarna seperti nyala api, cemerlang dan bersinar.

Raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya itu bertanya lebih lanjut:

Para brahmana, apakah Dharma yang diturunkan yang kalian ingin aku untuk mengikutinya, sehingga setelah aku mengikutinya, pada hari kelima belas [dari setengah bulan], waktu untuk mengulang aturan disiplin, setelah aku mandi dan naik ke aula utama, harta karun roda surgawi akan muncul dari timur, dengan seribu jeruji, sempurna dalam setiap seginya, murni dan alamiah, bukan buatan manusia, berwarna seperti nyala api, cemerlang dan bersinar?

Para guru brahmana kerajaan berkata:

Yang mulia seharusnya merenungkan Dharma sesuai dengan Dharma dan menjalankan Dharma sesuai dengan Dharma. Anda seharusnya mengadakan perayaan Dharma demi kepentingan putra mahkota anda, ratu, para selir, para pelayan, para pertapa, para brahmana, dan [semua makhluk hidup] termasuk serangga, pada hari kedelapan dan hari keempat belas dan kelima belas dari setiap [setengah] bulan, dengan menjalankan kedermawanan, menyediakan mereka yang membutuhkan, para pertapa dan brahmana, [serta] mereka yang tanpa sanak keluarga, dan para pengemis dari jauh, dengan makanan dan minuman, pakaian dan selimut, kereta, kalungan bunga, bunga yang ditaburkan, wewangian, tempat tinggal, kasur, selimut wol, syal, para pelayan, dan pelita.

Jika terdapat dalam kerajaan anda para pertapa dan brahmana yang sangat dihormati dan terkemuka atas kebajikan mereka, anda seharusnya mendekati mereka pada waktu yang tepat, berkonsultasi Dharma dengan mereka, dan menerima ajaran mereka:

Yang mulia, apakah keadaan-keadaan yang bermanfaat? Apakah keadaan-keadaan yang tidak bermanfaat? Apakah kesalahan? Apakah jasa? Apakah yang unggul? Apakah yang tidak unggul? Apakah hitam? Apakah putih? Dari manakah keadaan hitam dan putih muncul? Apakah manfaat [yang akan dicapai] dalam kehidupan ini? Apakah manfaat [yang akan dicapai] pada kehidupan mendatang? Apakah perbuatan-perbuatan yang membawa akibat baik alih-alih akibat buruk?

Setelah mendengar [jawaban-jawaban] dari mereka, anda seharusnya berbuat sesuai dengan apa yang mereka katakan.

Jika terdapat orang-orang miskin dalam kerajaan anda, anda seharusnya memberikan harta kekayaan untuk membantu mereka. Yang mulia, ini disebut Dharma yang diturunkan, yang seharusnya anda jalankan dengan baik. Setelah menjalankannya dengan baik, maka pada hari kelima belas [dari setengah bulan], waktu untuk mengulang aturan disiplin, setelah anda mandi dan naik ke aula utama, harta karun roda surgawi akan muncul dari timur, dengan seribu jeruji, sempurna dalam setiap seginya, murni dan alamiah, bukan buatan manusia, berwarna seperti nyala api, cemerlang dan bersinar.

Setelah itu, raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya itu merenungkan Dharma sesuai dengan Dharma dan menjalankan Dharma sesuai dengan Dharma. Ia mengadakan perayaan Dharma demi kepentingan putra mahkotanya, ratu, para selir, para pelayan, para pertapa, para brahmana, dan [semua makhluk hidup] termasuk serangga, pada hari kedelapan dan hari keempat belas dan kelima belas dari setiap [setengah] bulan, dengan menjalankan kedermawanan, menyediakan mereka yang membutuhkan, para pertapa dan brahmana, [serta] mereka yang tanpa sanak keluarga, dan para pengemis dari jauh, dengan makanan dan minuman, pakaian dan selimut, kereta, kalungan bunga, bunga yang ditaburkan, wewangian, tempat tinggal, kasur, selimut wol, syal, para pelayan, dan pelita.

Jika terdapat dalam kerajaannya para pertapa dan brahmana yang sangat dihormati dan terkemuka atas kebajikan mereka, ia secara pribadi mendekati mereka pada waktu yang tepat, berkonsultasi Dharma dengan mereka, dan menerima ajaran mereka:

Yang mulia, apakah keadaan-keadaan yang bermanfaat? Apakah keadaan-keadaan yang tidak bermanfaat? Apakah kesalahan? Apakah jasa? Apakah yang unggul? Apakah yang tidak unggul? Apakah hitam? Apakah putih? Dari manakah keadaan hitam dan putih muncul? Apakah manfaat [yang akan dicapai] dalam kehidupan ini? Apakah manfaat [yang akan dicapai] pada kehidupan mendatang? Apakah perbuatan-perbuatan yang membawa akibat baik alih-alih akibat buruk?

Setelah mendengar [jawaban-jawaban] dari mereka, ia berbuat sesuai dengan apa yang mereka katakan.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #21 on: 06 April 2016, 10:01:02 PM »
Namun, terdapat orang-orang miskin dalam kerajaan dan ia tidak memberikan harta kekayaan untuk membantu mereka. Karena mereka yang miskin dan tidak memiliki harta kekayaan tidak mendapatkan bantuan, orang-orang menjadi semakin miskin. Karena kemiskinan, seseorang mencuri harta milik orang lain. Karena ia telah mencuri, sang pemilik menangkapnya dan mengikatnya dan membawanya ke hadapan raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya itu, dengan berkata, “Yang mulia, orang ini mencuri harta milikku. Semoga yang mulia menghukumnya!”

Raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya itu bertanya kepada orang itu, “Apakah benar bahwa engkau mencuri?”

Orang itu menjawab, “Yang mulia, aku memang mencuri. Dan mengapa? Karena kemiskinan, yang mulia. Tanpa mencuri aku tidak memiliki apa-apa untuk hidup.”

Kemudian raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya itu memberikan pencuri itu beberapa harta kekayaan dan berkata kepadanya, “Pulanglah ke rumah, dan jangan melakukannya lagi!”

Kemudian orang-orang kerajaan mendengar bahwa raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya itu memberikan harta kekayaan kepada para penduduk yang mencuri. Karena hal ini, mereka berpikir, “Kami juga harus mencuri harta milik orang lain.” Oleh sebab itu orang-orang kerajaan berlomba-lomba satu sama lainnya untuk mencuri harta milik orang lain. Maka, karena orang-orang itu yang miskin dan tidak memiliki harta kekayaan tidak mendapatkan bantuan, mereka menjadi semakin miskin; dan karena kemiskinan, pencurian menjadi tersebar luas.

Disebabkan oleh berkembangnya pencurian, masa kehidupan orang-orang berkurang dan penampilan fisik mereka memburuk. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan mereka berkurang dan penampilan fisik mereka memburuk, sementara seorang ayah akan hidup selama delapan puluh ribu tahun, anaknya akan hidup selama [hanya] empat puluh ribu tahun. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan orang-orang adalah empat puluh ribu tahun, seseorang mencuri harta milik orang lain. Sang pemilik menangkap dan mengikat [pencuri itu] dan membawanya ke hadapan raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya, dengan berkata, “Yang mulia, orang ini mencuri harta kekayaanku. Semoga yang mulia menghukumnya!”

Raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya bertanya kepada orang itu, “Apakah benar bahwa engkau mencuri?”
Orang itu menjawab, “Aku memang mencuri, yang mulia. Dan mengapa? Karena kemiskinan. Tanpa mencuri aku tidak memiliki apa-apa untuk hidup.”

Mendengar hal ini, raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya berpikir:

Jika memberikan harta kekayaan kepada semua dalam kerajaanku yang mencuri harta milik orang lain, itu akan menghabiskan harta karun kerajaan dengan sia-sia, dan akan menyebabkan pencurian menjadi tersebar luas. Sekarang biarlah aku alih-alih menggunakan pedang tajam. Jika seseorang dalam kerajaanku mencuri, aku akan memerintahkannya ditangkap, didudukkan di bawah sebatang papan petunjuk jalan yang tinggi, dan dipenggal.

Maka kemudian raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya memerintahkan pedang tajam harus digunakan. Ia memerintahkan bahwa siapa pun di kerajaan yang mencuri harus ditangkap, didudukkan di bawah sebatang papan petunjuk jalan yang tinggi, dan dipenggal.

Orang-orang kerajaan mendengar bahwa raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya telah memerintahkan bahwa pedang tajam harus digunakan, dan bahwa siapa pun di kerajaan yang mencuri harus dengan segera ditangkap, didudukkan di bawah sebatang papan petunjuk jalan yang tinggi, dan dipenggal. [Mereka berpikir,] “Marilah kita sebaiknya mengikuti teladan raja dan menggunakan pedang tajam, dengan menggunakannya untuk merampok. Jika ketika melakukan perampokan kita dapat menangkap sang pemilik, kita akan memenggalnya.”

Setelah itu, orang-orang itu mengikuti teladan [raja] dan menggunakan pedang tajam, dengan menggunakannya untuk merampok, menangkap sang pemilik, dan memenggalnya. Karena mereka yang miskin dan tidak memiliki harta kekayaan tidak mendapatkan bantuan, orang-orang menjadi semakin miskin. Karena kemiskinan, pencurian menjadi tersebar luas. Karena meningkatnya pencurian, pembunuhan dengan pedang meningkat. Karena meningkatnya pembunuhan dengan pedang, masa kehidupan orang-orang berkurang dan penampilan fisik mereka memburuk.

Para bhikkhu, ketika masa kehidupan mereka berkurang dan penampilan fisik mereka memburuk, sementara seorang ayah hidup selama empat puluh ribu tahun, anaknya hidup selama [hanya] dua puluh ribu tahun. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan orang-orang adalah dua puluh ribu tahun, seseorang mencuri harta milik orang lain. Sang pemilik menangkap dan mengikat [sang pencuri], dan membawanya ke hadapan raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya, dengan berkata: “Yang mulia, orang ini mencuri harta milikku. Semoga yang mulia menghukumnya!”

Raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya bertanya kepada orang itu, “Apakah benar bahwa engkau mencuri?”
Kemudian pencuri itu berpikir:

Jika raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya mengetahui kebenarannya, ia akan memerintahkan aku diikat dan dicambuk, atau memerintahkan aku dibuang atau diasingkan, atau memerintahkan uang dan harta kekayaanku disita, atau memerintahkan berbagai hukuman yang menyakitkan dijatuhkan padaku, dengan menusukku atau memenggalku. Biarlah aku sebaiknya menipu raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya dengan ucapan salah.

Berpikir demikian, ia berkata, “Yang mulia, aku tidak mencuri.”

Karena mereka yang miskin dan tidak memiliki harta kekayaan tidak mendapatkan bantuan, orang-orang menjadi semakin miskin. Karena kemiskinan, pencurian menjadi tersebar luas. Karena meningkatnya pencurian, pembunuhan dengan pedang meningkat. Karena meningkatnya pembunuhan dengan pedang, ucapan salah dan ucapan yang bersifat memecah belah meningkat. Karena meningkatnya ucapan salah dan ucapan yang bersifat memecah belah, masa kehidupan orang-orang berkurang dan penampilan fisik mereka memburuk.

Para bhikkhu, ketika masa kehidupan mereka berkurang dan penampilan fisik mereka memburuk, sementara seorang ayah akan hidup selama dua puluh ribu tahun, anaknya akan hidup selama [hanya] sepuluh ribu tahun. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan orang-orang adalah sepuluh ribu tahun, beberapa adalah orang baik dan yang lain tidak baik. Mereka yang tidak baik, yang iri terhadap mereka yang baik, melakukan perbuatan seksual yang salah dengan istri [mereka yang baik].

Karena mereka yang miskin dan tidak memiliki harta kekayaan tidak mendapatkan bantuan, orang-orang menjadi semakin miskin. Karena kemiskinan, pencurian menjadi tersebar luas. Karena meningkatnya pencurian, pembunuhan dengan pedang meningkat. Karena meningkatnya pembunuhan dengan pedang, ucapan salah dan ucapan yang bersifat memecah belah meningkat. Karena meningkatnya ucapan salah dan ucapan yang bersifat memecah belah, keirihatian dan perbuatan seksual yang salah meningkat. Karena meningkatnya keirihatian dan perbuatan seksual yang salah, masa kehidupan orang-orang itu berkurang dan penampilan fisik mereka memburuk.

Para bhikkhu, ketika masa kehidupan mereka berkurang dan penampilan fisik mereka memburuk, sementara seorang ayah akan hidup selama sepuluh ribu tahun, anaknya akan hidup selama [hanya] lima ribu tahun. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan orang-orang adalah lima ribu tahun, tiga jenis perilaku meningkat: keinginan yang melanggar hukum, keserakahan yang tidak menyenangkan, dan ajaran salah.<180> Karena meningkatnya tiga jenis perilaku ini, masa kehidupan orang-orang berkurang dan penampilan fisik mereka memburuk. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan mereka dan penampilan fisik mereka memburuk, sementara seorang ayah akan hidup selama lima ribu tahun, anaknya akan hidup selama [hanya] dua ribu lima ratus tahun.

Para bhikkhu, ketika masa kehidupan orang-orang adalah dua ribu lima ratus tahun, tiga kondisi lainnya meningkat: ucapan yang bersifat memecah belah, ucapan kasar, dan ucapan omong kosong. Karena meningkatnya tiga kondisi ini, masa kehidupan orang-orang itu berkurang dan penampilan fisik mereka memburuk. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan mereka berkurang dan penampilan fisik mereka memburuk, sementara seorang ayah akan hidup selama dua ribu lima ratus tahun, anaknya akan hidup selama [hanya] seribu tahun. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan orang-orang adalah seribu tahun, satu kondisi meningkat, yaitu pandangan salah. Karena meningkatnya satu kondisi [ini], masa kehidupan orang-orang itu berkurang dan penampilan fisik mereka memburuk.

Para bhikkhu, ketika masa kehidupan mereka berkurang dan penampilan fisik mereka memburuk, sementara seorang ayah akan hidup selama seribu tahun, anaknya akan hidup selama [hanya] lima ratus tahun.

Para bhikkhu, ketika masa kehidupan orang-orang adalah lima ratus tahun, orang-orang itu tidak berbakti kepada orang tua mereka sepanjang hidup mereka dan tidak menghormati para pertapa dan brahmana. Mereka tidak melayani para pertapa dan brahmana dengan patuh, tidak melakukan perbuatan-perbuatan berjasa, dan tidak melihat bahwa akibat atas kesalahan-kesalahan yang muncul pada kehidupan yang akan datang.

Karena mereka tidak berbakti kepada orang tua mereka sepanjang hidup mereka dan tidak menghormati para pertapa dan brahmana, [karena mereka] tidak melayani para pertapa dan brahmana dengan patuh, tidak melakukan perbuatan-perbuatan berjasa, dan tidak melihat bahwa akibat atas kesalahan-kesalahan yang muncul pada kehidupan yang akan datang – sebagai akibatnya, para bhikkhu, sementara seorang ayah akan hidup selama lima ratus tahun, anaknya akan hidup selama dua ratus lima puluh atau dua ratus tahun. Saat ini, para bhikkhu, seseorang yang menikmati panjang umur dapat hidup selama seratus tahun atau tidak lebih lagi.

Sang Buddha berkata lebih lanjut:

Para bhikkhu, pada masa depan yang jauh, masa kehidupan orang-orang akan menjadi sepuluh tahun. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan orang-orang adalah sepuluh tahun, perempuan akan menikah secepat mereka mencapai usia lima bulan.

Para bhikkhu, ketika masa kehidupan orang-orang adalah sepuluh tahun, sejenis padi-padian yang disebut jawawut pekarangan akan menjadi makanan yang sukai, seperti halnya nasi putih adalah makanan yang disukai pada masa sekarang. Demikianlah, ketika masa kehidupan orang-orang adalah sepuluh tahun, jenis padi-padian yang disebut jawawut pekarangan akan menjadi makanan yang disukai. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan orang-orang adalah sepuluh tahun, makanan yang disukai sekarang – ghee, garam, madu, tebu, gula – semuanya akan lenyap.

Para bhikkhu, ketika masa kehidupan orang-orang adalah sepuluh tahun, mereka yang mengikuti sepuluh jalan perbuatan tidak bermanfaat akan dihormati oleh orang lain. Seperti halnya mereka yang mengikuti sepuluh jalan perbuatan bermanfaat dihormati oleh orang lain sekarang, demikianlah para bhikkhu, ketika masa kehidupan orang-orang adalah sepuluh tahun, mereka yang mengikuti sepuluh jalan perbuatan tidak bermanfaat akan dihormati oleh orang lain. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan orang-orang adalah sepuluh tahun, tidak akan ada kata seperti “bermanfaat”, apalagi orang-orang yang mengikuti sepuluh jalan perbuatan bermanfaat.

Para bhikkhu, ketika masa kehidupan orang-orang adalah sepuluh tahun, seseorang yang disebut “Sang Penghukum” akan mengadakan perjalanan ke sekeliling, dengan pergi ke mana-mana, dari rumah ke rumah, dengan menjatuhkan hukuman. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan orang-orang adalah sepuluh tahun, para ibu akan memiliki pikiran kekejaman yang kuat terhadap anak-anak mereka. Anak-anak juga akan memiliki pikiran kekejaman yang kuat terhadap ibu mereka. Ayah, anak, saudara laki-laki, saudara perempuan, dan sanak keluarga [lainnya] akan perlahan-lahan berbalik melawan satu sama lain, dan memiliki pikiran kekejaman terhadap satu sama lainnya.

Para bhikkhu, seperti halnya seorang pemburu memiliki pikiran kekejaman yang kuat ketika melihat seekor rusa, demikianlah ketika masa kehidupan orang-orang adalah sepuluh tahun, para ibu akan memiliki pikiran kekejaman yang kuat terhadap anak-anak mereka. Anak-anak juga akan memiliki pikiran kekejaman yang kuat terhadap ibu mereka. Ayah, anak, saudara laki-laki, saudara perempuan, dan sanak keluarga [lainnya] akan perlahan-lahan berbalik melawan satu sama lain, dan memiliki pikiran kekejaman terhadap satu sama lainnya.

Para bhikkhu, ketika masa kehidupan orang-orang adalah sepuluh tahun, akan terdapat pembunuhan besar-besaran dengan pedang yang berlangsung selama tujuh hari. [Selama periode ini,] jika seseorang memegang sehelai rumput, itu akan berubah menjadi sebilah pedang, dan jika seseorang memegang sepotong kayu bakar, itu juga akan berubah menjadi sebilah pedang, dan orang-orang akan menggunakan pedang itu untuk saling membunuh.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #22 on: 06 April 2016, 10:06:02 PM »
Pada akhir tujuh hari pembunuhan besar-besaran [dengan] pedang, mereka akan berhenti. Selama periode itu akan terdapat juga beberapa orang yang memunculkan rasa malu dan segan, yang menolak dan tidak menyenangi permusuhan. Selama tujuh hari pembunuhan besar-besaran [dengan] pedang, [orang-orang] ini akan pergi ke pegunungan atau ke dalam hutan belantara dan bersembunyi di tempat-tempat rahasia. Pada akhir tujuh hari itu, mereka akan keluar dari tempat-tempat rahasia di pegunungan atau hutan belantara dan, ketika bertemu kembali satu sama lainnya, akan memunculkan pikiran kebajikan dan belas kasih, dan memiliki pikiran saling menyayangi yang kuat.

Ini seperti halnya ketika seorang anak satu-satu yang disayangi ibunya kembali ke rumah dengan selamat dari jauh setelah lama tidak kembali, dan ketika melihat satu sama lain mereka bergembira, dan memunculkan pikiran kebajikan dan belas kasih. Dengan cara yang sama, pada akhir tujuh hari itu, orang-orang itu akan keluar dari tempat-tempat rahasia di pegunungan atau di hutan belantara dan, ketika bertemu kembali satu sama lainnya, akan memunculkan pikiran kebajikan dan belas kasih, dengan pikiran saling menyayangi yang kuat.

Setelah bertemu bersama, mereka akan berkata:

Teman-teman, sekarang kita akan bertemu satu sama lain [lagi]; sekarang kita telah mencapai keamanan. Ini karena kita memunculkan praktek-praktek tidak bermanfaat sehingga kita melihat kehancuran keluarga kita. Marilah kita alih-alih melakukan praktek-praktek bermanfaat bersama-sama. Bagaimanakah kita seharusnya melakukan praktek-praktek bermanfaat bersama-sama? Kita semua telah membunuh makhluk-makhluk hidup. Marilah kita sekarang bersama-sama menghindari diri dari pembunuhan, meninggalkan pembunuhan. Kita seharusnya bersama-sama melakukan praktek bermanfaat ini.

Maka mereka akan bersama-sama melakukan praktek bermanfaat demikian. Karena mereka melakukan praktek-praktek bermanfaat, masa kehidupan mereka meningkat dan penampilan fisik mereka bertambah baik. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan mereka meningkat dan penampilan fisik mereka bertambah baik, mereka yang masa kehidupannya adalah sepuluh tahun akan melahirkan anak-anak yang masa kehidupannya adalah dua puluh tahun.

Para bhikkhu, mereka yang masa kehidupannya adalah dua puluh tahun akan berpikir:

Jika seseorang mengejar dan mengikuti hal-hal yang bermanfaat, masa kehidupannya meningkat dan penampilan fisiknya bertambah baik. Kita seharusnya bersama-sama melakukan lebih banyak lagi praktek-praktek bermanfaat. Bagaimanakah kita seharusnya melakukan lebih banyak lagi praktek-praktek bermanfaat? Bersama-sama kita menghindari diri dari pembunuhan, telah meninggalkan pembunuhan; tetapi kita masih mengambil apa yang tidak diberikan. Marilah kita sebaiknya menghindari diri dari pengambilan apa yang tidak diberikan, meninggalkan pengambilan apa yang tidak diberikan. Kita seharusnya bersama-sama melakukan praktek bermanfaat ini.

Maka mereka akan bersama-sama melakukan praktek bermanfaat demikian. Karena mereka melakukan praktek-praktek bermanfaat, masa kehidupan mereka akan meningkat dan penampilan fisik mereka akan bertambah baik. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan mereka meningkat dan penampilan fisik mereka bertambah baik, mereka yang masa kehidupannya adalah dua puluh tahun akan melahirkan anak-anak yang masa kehidupannya adalah empat puluh tahun.

Para bhikkhu, mereka yang masa kehidupannya adalah empat puluh tahun akan berpikir:

Jika seseorang mengejar dan mengikuti hal-hal yang bermanfaat, masa kehidupannya meningkat dan penampilan fisiknya bertambah baik. Kita seharusnya bersama-sama melakukan lebih banyak lagi praktek-praktek bermanfaat. Bagaimanakah kita seharusnya melakukan praktek-praktek bermanfaat? Kita menghindari diri dari pembunuhan, telah meninggalkan pembunuhan; dan kita menghindari dari dari pengambilan apa yang tidak diberikan, telah meninggalkan pengambilan apa yang tidak diberikan; tetapi kita masih melakukan perilaku seksual yang salah. Marilah kita sebaiknya menghindari diri dari perilaku seksual yang salah, meninggalkan perilaku seksual yang salah. Kita seharusnya bersama-sama melakukan praktek bermanfaat ini.

Maka mereka akan bersama-sama melakukan praktek bermanfaat demikian. Karena mereka melakukan praktek-praktek bermanfaat, masa kehidupan mereka akan meningkat dan penampilan fisik mereka akan bertambah baik. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan mereka meningkat dan penampilan fisik mereka bertambah baik, mereka yang masa kehidupannya adalah empat puluh tahun akan melahirkan anak-anak yang masa kehidupannya adalah delapan puluh tahun.

Para bhikkhu, mereka yang masa kehidupannya adalah delapan puluh tahun akan berpikir:

Jika seseorang mengejar dan mengikuti hal-hal yang bermanfaat, masa kehidupannya meningkat dan penampilan fisiknya bertambah baik. Kita seharusnya bersama-sama melakukan lebih banyak lagi praktek-praktek bermanfaat. Bagaimanakah kita seharusnya melakukan praktek-praktek bermanfaat? Kita menghindari diri dari pembunuhan, telah meninggalkan pembunuhan; menghindari dari dari pengambilan apa yang tidak diberikan, telah meninggalkan pengambilan apa yang tidak diberikan; dan menghindari diri dari perilaku seksual yang salah, telah meninggalkan perilaku seksual yang salah; tetapi kita masih melakukan ucapan salah. Marilah kita sebaiknya menghindari diri dari ucapan salah. Kita seharusnya bersama-sama melakukan praktek bermanfaat ini.

Maka mereka akan bersama-sama melakukan praktek bermanfaat demikian. Karena mereka melakukan praktek-praktek bermanfaat, masa kehidupan mereka akan meningkat dan penampilan fisik mereka akan bertambah baik. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan mereka meningkat dan penampilan fisik mereka bertambah baik, mereka yang masa kehidupannya adalah delapan puluh tahun akan melahirkan anak-anak yang masa kehidupannya adalah seratus enam puluh tahun. Para bhikkhu, mereka yang masa kehidupannya adalah seratus enam puluh tahun akan berpikir:

Jika seseorang mengejar dan mengikuti hal-hal yang bermanfaat, masa kehidupannya meningkat dan penampilan fisiknya bertambah baik. Kita seharusnya bersama-sama melakukan lebih banyak lagi praktek-praktek bermanfaat. Bagaimanakah kita seharusnya melakukan praktek-praktek bermanfaat? Kita menghindari diri dari pembunuhan, telah meninggalkan pembunuhan; menghindari dari dari pengambilan apa yang tidak diberikan, telah meninggalkan pengambilan apa yang tidak diberikan; menghindari diri dari perilaku seksual yang salah, telah meninggalkan perilaku seksual yang salah; dan menghindari diri dari ucapan salah, telah meninggalkan ucapan salah; tetapi kita masih melakukan ucapan yang bersifat memecah belah. Marilah kita sebaiknya menghindari diri dari ucapan yang bersifat memecah belah, meninggalkan ucapan yang bersifat memecah belah. Kita seharusnya bersama-sama melakukan praktek bermanfaat ini.

Maka mereka akan bersama-sama melakukan praktek bermanfaat demikian. Karena mereka melakukan praktek-praktek bermanfaat, masa kehidupan mereka akan meningkat dan penampilan fisik mereka akan bertambah baik. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan mereka meningkat dan penampilan fisik mereka bertambah baik, mereka yang masa kehidupannya adalah seratus enam puluh tahun akan melahirkan anak-anak yang masa kehidupannya adalah tiga ratus dua puluh tahun. Para bhikkhu, mereka yang masa kehidupannya adalah tiga ratus dua puluh tahun akan berpikir:

Jika seseorang mengejar dan mengikuti hal-hal yang bermanfaat, masa kehidupannya meningkat dan penampilan fisiknya bertambah baik. Kita seharusnya bersama-sama melakukan lebih banyak lagi praktek-praktek bermanfaat. Bagaimanakah kita seharusnya melakukan praktek-praktek bermanfaat? Kita menghindari diri dari pembunuhan, telah meninggalkan pembunuhan; menghindari dari dari pengambilan apa yang tidak diberikan, telah meninggalkan pengambilan apa yang tidak diberikan; menghindari diri dari perilaku seksual yang salah, telah meninggalkan perilaku seksual yang salah; menghindari diri dari ucapan salah, telah meninggalkan ucapan salah; dan menghindari diri dari ucapan yang bersifat memecah belah, telah meninggalkan ucapan yang bersifat memecah belah; tetapi kita masih melakukan ucapan kasar. Marilah kita sebaiknya menghindari diri dari ucapan kasar, meninggalkan ucapan kasar. Kita seharusnya bersama-sama melakukan praktek bermanfaat ini.

Maka mereka akan bersama-sama melakukan praktek bermanfaat demikian. Karena mereka melakukan praktek-praktek bermanfaat, masa kehidupan mereka akan meningkat dan penampilan fisik mereka akan bertambah baik. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan mereka meningkat dan penampilan fisik mereka bertambah baik, mereka yang masa kehidupannya adalah tiga ratus dua puluh tahun akan melahirkan anak-anak yang masa kehidupannya adalah enam ratus empat puluh tahun. Para bhikkhu, mereka yang masa kehidupannya adalah enam ratus empat puluh tahun akan berpikir:

Jika seseorang mengejar dan mengikuti hal-hal yang bermanfaat, masa kehidupannya meningkat dan penampilan fisiknya bertambah baik. Kita seharusnya bersama-sama melakukan lebih banyak lagi praktek-praktek bermanfaat. Bagaimanakah kita seharusnya melakukan praktek-praktek bermanfaat? Kita menghindari diri dari pembunuhan, telah meninggalkan pembunuhan; menghindari dari dari pengambilan apa yang tidak diberikan, telah meninggalkan pengambilan apa yang tidak diberikan; menghindari diri dari perilaku seksual yang salah, telah meninggalkan perilaku seksual yang salah; menghindari diri dari ucapan salah, telah meninggalkan ucapan salah; menghindari diri dari ucapan yang bersifat memecah belah, telah meninggalkan ucapan yang bersifat memecah belah; dan menghindari diri dari ucapan kasar, telah meninggalkan ucapan kasar; tetapi kita masih melakukan ucapan omong kosong. Marilah kita sebaiknya menghindari diri dari ucapan omong kosong, meninggalkan ucapan omong kosong. Kita seharusnya bersama-sama melakukan praktek bermanfaat ini.

Maka mereka akan bersama-sama melakukan praktek bermanfaat demikian. Karena mereka melakukan praktek-praktek bermanfaat, masa kehidupan mereka akan meningkat dan penampilan fisik mereka akan bertambah baik. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan mereka meningkat dan penampilan fisik mereka bertambah baik, mereka yang masa kehidupannya adalah enam ratus empat puluh tahun akan melahirkan anak-anak yang masa kehidupannya adalah dua ribu lima ratus tahun. Para bhikkhu, mereka yang masa kehidupannya adalah dua ribu lima ratus tahun akan berpikir:

Jika seseorang mengejar dan mengikuti hal-hal yang bermanfaat, masa kehidupannya meningkat dan penampilan fisiknya bertambah baik. Kita seharusnya bersama-sama melakukan lebih banyak lagi praktek-praktek bermanfaat. Bagaimanakah kita seharusnya melakukan praktek-praktek bermanfaat?

Kita menghindari diri dari pembunuhan, telah meninggalkan pembunuhan; menghindari dari dari pengambilan apa yang tidak diberikan, telah meninggalkan pengambilan apa yang tidak diberikan; menghindari diri dari perilaku seksual yang salah, telah meninggalkan perilaku seksual yang salah; menghindari diri dari ucapan salah, telah meninggalkan ucapan salah; menghindari diri dari ucapan yang bersifat memecah belah, telah meninggalkan ucapan yang bersifat memecah belah; menghindari diri dari ucapan kasar, telah meninggalkan ucapan kasar; dan menghindari diri dari ucapan omong kosong, telah meninggalkan ucapan omong kosong; tetapi kita masih memiliki keserakahan dan keirihatian. Marilah kita sebaiknya menghindari diri dari keserakahan dan keirihatian, meninggalkan keserakahan dan keirihatian. Kita seharusnya bersama-sama melakukan praktek bermanfaat ini.

Maka mereka akan bersama-sama melakukan praktek bermanfaat demikian. Karena mereka melakukan praktek-praktek bermanfaat, masa kehidupan mereka akan meningkat dan penampilan fisik mereka akan bertambah baik. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan mereka meningkat dan penampilan fisik mereka bertambah baik, mereka yang masa kehidupannya adalah dua ribu lima ratus tahun akan melahirkan anak-anak yang masa kehidupannya adalah lima ribu tahun. Para bhikkhu, mereka yang masa kehidupannya adalah lima ribu tahun akan berpikir:

Jika seseorang mengejar dan mengikuti hal-hal yang bermanfaat, masa kehidupannya meningkat dan penampilan fisiknya bertambah baik. Kita seharusnya bersama-sama melakukan lebih banyak lagi praktek-praktek bermanfaat. Bagaimanakah kita seharusnya melakukan praktek-praktek bermanfaat?

Kita menghindari diri dari pembunuhan, telah meninggalkan pembunuhan; menghindari dari dari pengambilan apa yang tidak diberikan, telah meninggalkan pengambilan apa yang tidak diberikan; menghindari diri dari perilaku seksual yang salah, telah meninggalkan perilaku seksual yang salah; menghindari diri dari ucapan salah, telah meninggalkan ucapan salah; menghindari diri dari ucapan yang bersifat memecah belah, telah meninggalkan ucapan yang bersifat memecah belah; menghindari diri dari ucapan kasar, telah meninggalkan ucapan kasar; menghindari diri dari ucapan omong kosong, telah meninggalkan ucapan omong kosong; dan menghindari diri dari keserakahan dan keirihatian, telah meninggalkan keserakahan dan keirihatian; tetapi kita masih memiliki kebencian. Marilah kita sebaiknya menghindari kebencian, meninggalkan kebencian. Kita seharusnya bersama-sama melakukan praktek bermanfaat ini.

Maka mereka akan bersama-sama melakukan praktek bermanfaat demikian. Karena mereka melakukan praktek-praktek bermanfaat, masa kehidupan mereka akan meningkat dan penampilan fisik mereka akan bertambah baik. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan mereka meningkat dan penampilan fisik mereka bertambah baik, mereka yang masa kehidupannya adalah lima ribu tahun akan melahirkan anak-anak yang masa kehidupannya adalah sepuluh ribu tahun. Para bhikkhu, mereka yang masa kehidupannya adalah sepuluh ribu tahun akan berpikir:

Jika seseorang mengejar dan mengikuti hal-hal yang bermanfaat, masa kehidupannya meningkat dan penampilan fisiknya bertambah baik. Kita seharusnya bersama-sama melakukan lebih banyak lagi praktek-praktek bermanfaat. Bagaimanakah kita seharusnya melakukan praktek-praktek bermanfaat?

Kita menghindari diri dari pembunuhan, telah meninggalkan pembunuhan; menghindari dari dari pengambilan apa yang tidak diberikan, telah meninggalkan pengambilan apa yang tidak diberikan; menghindari diri dari perilaku seksual yang salah, telah meninggalkan perilaku seksual yang salah; menghindari diri dari ucapan salah, telah meninggalkan ucapan salah; menghindari diri dari ucapan yang bersifat memecah belah, telah meninggalkan ucapan yang bersifat memecah belah; menghindari diri dari ucapan kasar, telah meninggalkan ucapan kasar; menghindari diri dari ucapan omong kosong, telah meninggalkan ucapan omong kosong; dan menghindari diri dari keserakahan dan keirihatian, telah meninggalkan keserakahan dan keirihatian; tetapi kita masih memiliki pandangan salah. Marilah kita sebaiknya menghindari diri dari pandangan salah, meninggalkan pandangan salah. Kita seharusnya bersama-sama melakukan praktek bermanfaat ini.

Maka mereka akan bersama-sama melakukan praktek bermanfaat demikian. Karena mereka melakukan praktek-praktek bermanfaat, masa kehidupan mereka akan meningkat dan penampilan fisik mereka akan bertambah baik. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan mereka meningkat dan penampilan fisik mereka bertambah baik, mereka yang masa kehidupannya adalah sepuluh ribu tahun akan melahirkan anak-anak yang masa kehidupannya adalah dua puluh ribu tahun. Para bhikkhu, mereka yang masa kehidupannya adalah dua puluh ribu tahun akan berpikir:

Jika seseorang mengejar dan mengikuti hal-hal yang bermanfaat, masa kehidupannya meningkat dan penampilan fisiknya bertambah baik. Kita seharusnya bersama-sama melakukan lebih banyak lagi praktek-praktek bermanfaat. Bagaimanakah kita seharusnya melakukan praktek-praktek bermanfaat?

Kita menghindari diri dari pembunuhan, telah meninggalkan pembunuhan; menghindari dari dari pengambilan apa yang tidak diberikan, telah meninggalkan pengambilan apa yang tidak diberikan; menghindari diri dari perilaku seksual yang salah, telah meninggalkan perilaku seksual yang salah; menghindari diri dari ucapan salah, telah meninggalkan ucapan salah; menghindari diri dari ucapan yang bersifat memecah belah, telah meninggalkan ucapan yang bersifat memecah belah; menghindari diri dari ucapan kasar, telah meninggalkan ucapan kasar; menghindari diri dari ucapan omong kosong, telah meninggalkan ucapan omong kosong; menghindari diri dari keserakahan dan keirihatian, telah meninggalkan keserakahan dan keirihatian; dan menghindari diri dari pandangan salah, telah meninggalkan pandangan salah; tetapi kita masih tunduk pada keinginan yang melanggar hukum, keserakahan yang tidak menyenangkan, dan ajaran salah. Marilah kita sebaiknya menghindari diri dari tiga praktek jahat dan tidak bermanfaat ini, meninggalkan tiga praktek jahat dan tidak bermanfaat ini. Kita seharusnya bersama-sama melakukan praktek bermanfaat ini.

Maka mereka akan bersama-sama melakukan praktek bermanfaat demikian. Karena mereka melakukan praktek-praktek bermanfaat, masa kehidupan mereka akan meningkat dan penampilan fisik mereka akan bertambah baik. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan mereka meningkat dan penampilan fisik mereka bertambah baik, mereka yang masa kehidupannya adalah dua puluh ribu tahun akan melahirkan anak-anak yang masa kehidupannya adalah empat puluh ribu tahun. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan orang-orang adalah empat puluh ribu tahun, mereka akan berbakti kepada orang tua mereka, memiliki penghormatan kepada para pertapa dan brahmana; mereka akan melayani para pertapa dan brahmana dengan patuh, melakukan perbuatan-perbuatan berjasa, dan melihat bahwa akibat atas kesalahan muncul pada kehidupan mendatang.

Para bhikkhu, karena mereka berbakti kepada orang tua dan memiliki penghormatan kepada para pertapa dan brahmana; karena mereka melayani para pertapa dan brahmana dengan patuh, melakukan perbuatan-perbuatan berjasa, dan melihat bahwa akibat atas kesalahan muncul pada kehidupan mendatang, mereka yang masa kehidupannya adalah empat puluh ribu tahun akan melahirkan anak-anak yang masa kehidupannya adalah delapan puluh ribu tahun. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan orang-orang adalah delapan puluh ribu tahun, benua Jambudīpa akan sangat kaya dan menyenangkan, dengan banyak penduduk; dan desa-desa dan kota-kota akan berdekatan bersama-sama, hanya berjarak seekor ayam jantan terbang.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #23 on: 06 April 2016, 10:06:41 PM »
Para bhikkhu, ketika masa kehidupan orang-orang adalah delapan puluh ribu tahun, para wanita tidak akan menikah sampai mereka berusia lima ratus tahun. Para bhikkhu, ketika masa kehidupan orang-orang adalah delapan puluh ribu tahun, akan terdapat hanya tiga penyakit: penderitaan karena kedinginan dan kepanasan, kebutuhan untuk buang air kecil dan besar, keinginan, kekurangan makanan, dan usia tua. Tidak akan ada kesulitan lainnya.

Para bhikkhu, ketika masa kehidupan orang-orang adalah delapan puluh ribu tahun, seorang raja bernama Saṅkha akan menjadi seorang raja pemutar-roda, yang cerdas dan bijaksana, dilengkapi dengan armada pasukan berunsur empat untuk menguasai seluruh dunia, dengan bebas, seperti ia sukai. Menjadi seorang raja Dharma yang baik, ia akan memiliki tujuh harta karun. Tujuh harta karun ini adalah harta karun roda, harta karun gajah, harta karun kuda, harta karun permata, harta karun wanita, harta karun pelayan, dan harta karun penasehat. Ini adalah tujuh hal itu. Ia akan memiliki seribu orang putra, yang gagah, berani, tanpa takut, dan dapat menaklukkan orang lain.

Ia pasti akan menguasai seluruh dunia, sampai sejauh samudera, tanpa bergantung pada pisau atau gada, hanya dengan mengajarkan Dharma, dengan membawakan kedamaian dan kebahagiaan. Para bhikkhu, raja khattiya yang dinobatkan sepatutnya itu akan menjadi raja para manusia, yang menguasai dunia, dan menjaga daerahnya sendiri yang diwarisi dari ayahnya. Karena ia menjaga daerahnya sendiri yang diwarisi dari ayahnya, masa kehidupan tidak akan berkurang, penampilan fisik tidak akan memburuk, kebahagiaan tidak akan lenyap, dan kekuatan tidak akan berkurang.

Para bhikkhu, kalian juga seharusnya seperti ini. [Setelah] mencukur rambut dan janggut kalian, mengenakan jubah kuning, meninggalkan rumah demi keyakinan, dan pergi meninggalkan keduniawian untuk berlatih sang jalan, [kalian seharusnya] menjaga daerah kalian sendiri yang diwarisi dari ayah kalian. Para bhikkhu, karena kalian menjaga daerah kalian sendiri yang diwarisi dari ayah kalian, masa kehidupan tidak akan berkurang, penampilan fisik tidak akan memburuk, kebahagiaan tidak akan lenyap, dan kekuatan tidak akan berkurang. Bagaimanakah seorang bhikkhu menjaga daerahnya sendiri yang diwarisi dari ayahnya?

Di sini seorang bhikkhu secara internal merenungkan tubuh sebagai tubuh ... secara internal  merenungkan perasaan ... pikiran ... fenomena sebagai fenomena. Ini adalah bagaimana seorang bhikkhu menjaga daerahnya sendiri yang diwarisi dari ayahnya. Apakah masa kehidupan bagi seorang bhikkhu? Di sini seorang bhikkhu mengembangkan landasan untuk kekuatan batin yang memiliki konsentrasi yang disebabkan keinginan, yang bergantung pada keterasingan, kebosanan, dan lenyapnya, dan condong pada pembebasan; ia mengembangkan landasan untuk kekuatan batin yang memiliki konsentrasi yang disebabkan semangat ... ; ia mengembangkan landasan untuk kekuatan batin yang memiliki konsentrasi yang disebabkan oleh pikiran ... ; ia mengembangkan landasan untuk kekuatan batin yang memiliki konsentrasi yang disebabkan penyelidikan, yang bergantung pada keterasingan, kebosanan, dan lenyapnya, dan condong pada pembebasan. Ini adalah masa kehidupan bagi seorang bhikkhu.

Apakah penampilan fisik bagi seorang bhikkhu? Di sini seorang bhikkhu menjalankan moralitas, menjaga [terhadap pelanggaran] aturan disiplin; dengan terampil mengendalikan pembawaannya sesuai dengan perilaku yang benar, selalu takut melihat kesalahan kecil; ia menjalankan dan menjunjung tinggi pelatihan dalam moralitas. Ini adalah penampilan fisik bagi seorang bhikkhu. Apakah kebahagiaan bagi seorang bhikkhu? Di sini seorang bhikkhu, terasing dari keinginan, terasing dari keadaan-keadan yang jahat dan tidak bermanfaat ... (dan seterusnya sampai dengan) ... [ia] berdiam setelah mencapai jhāna keempat. Ini adalah kebahagiaan bagi seorang bhikkhu.

Apakah kekuatan bagi seorang bhikkhu? Di sini seorang bhikkhu, setelah menghancurkan noda-noda, [mencapai] pembebasan pikiran dan pembebasan melalui kebijaksanaan tanpa noda-noda; dalam kehidupan itu juga, ia dengan diri sendiri mencapai pemahaman dan pencerahan, dan berdiam setelah dengan diri sendiri mencapai realisasi. Ia memahami sebagaimana adanya: “Kelahiran telah diakhiri, kehidupan suci telah dikembangkan, apa yang harus dilakukan telah dilakukan. Tidak akan ada kelangsungan lain.”

Ini adalah kekuatan bagi seorang bhikkhu. Para bhikkhu, aku tidak melihat kekuatan mana pun yang sangat sulit ditaklukkan seperti kekuatan Māra [Tetapi] bhikkhu yang telah mengakhiri noda-noda dapat menaklukkannya dengan kekuatan kebijaksanaan mulianya yang tiada bandingnya.

Ini adalah apa yang dikatakan Sang Buddha. Setelah mendengarkan perkataan Sang Buddha, para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #24 on: 06 April 2016, 10:31:22 PM »
71. Kotbah kepada Pāyāsi<181>

Demikianlah telah kudengar: Pada suatu ketika Yang Mulia Kumāra Kassapa sedang berdiam di negeri Kosala. Bersama-sama dengan sekumpulan besar para bhikkhu, ia mendekati Setavyā, dan tinggal di sebelah utara desa di sebuah hutan kayu keras (simsapa).

Pada waktu itu di Setavyā terdapat seorang raja bernama Pāyāsi, yang sangat kaya, memiliki kekayaan yang tidak terbatas dan ternak dan harta kekayaan yang tidak terhitung, diberkahi dengan berbagai tanah dan manor. Manor, sumber mata air, kolam, rerumputan, dan pepohonan di Setavyā semuanya milik raja itu, yang telah diberikan kepadanya oleh Raja Pasenadi Kosala.

Kemudian para brahmana dan perumah tangga di Setavyā mendengar hal ini:

Seorang pertapa bernama Kumāra Kassapa sedang berdiam di negeri Kosala bersama-sama dengan sekumpulan besar para bhikkhu; ia telah tiba di Setavyā dan sedang berdiam di sebelah utara desa di Hutan Kayu Keras (Simsapa). Pertapa Kumāra Kassapa memiliki nama baik yang besar, terkemuka di seluruh kesepuluh arah.

[Demikianlah mereka berpikir:]

Kumāra Kassapa memiliki kepandaian berbicara yang tidak terhalangi dan apa yang ia katakan adalah mendalam. Ia adalah seorang Arahant terpelajar. Mereka yang mengunjungi Arahant ini, memberikan penghormatan kepadanya, dan melayaninya dengan hormat dengan cepat memperoleh manfaat yang baik. Marilah kita pergi dan menemui pertapa Kumāra Kassapa!

[Maka] orang-orang Setavyā, dengan berjalan dalam kelompok, para brahmana dengan para brahmana, para perumah tangga dengan para perumah tangga, pergi bersama-sama keluar Setavyā menuju utara, menuju Hutan Kayu Keras (Simsapa).

Pada waktu itu Raja Pāyāsi, yang sedang berada di aula utama, melihat dari kejauhan orang-orang Setavyā, dengan berjalan dalam kelompok, para brahmana dengan para brahmana, para perumah tangga dengan para perumah tangga, pergi bersama-sama keluar Setavyā menuju utara, menuju Hutan Kayu Keras (Simsapa). Melihat hal ini, Raja Pāyāsi berkata kepada seorang pelayan:

Mengapa orang-orang Setavyā, dengan berjalan dalam kelompok, para brahmana dengan para brahmana, para perumah tangga dengan para perumah tangga, pergi bersama-sama keluar Setavyā menuju utara, menuju Hutan Kayu Keras (Simsapa)?

Pelayan itu menjawab:

Yang mulia, para brahmana dan perumah tangga di Setavyā telah mendengar hal ini:

Seorang pertapa bernama Kumāra Kassapa sedang berdiam di negeri Kosala bersama-sama dengan sekumpulan besar para bhikkhu; ia telah tiba di Setavyā dan sedang berdiam di sebelah utara desa di Hutan Kayu Keras (Simsapa).

Yang mulia, pertapa Kumāra Kassapa memiliki nama baik yang besar, terkemuka secara luas di seluruh kesepuluh arah. [Demikianlah mereka berpikir]:

Kumāra Kassapa memiliki kepandaian berbicara yang tidak terhalangi dan apa yang ia katakan adalah mendalam. Ia adalah seorang Arahant terpelajar. Mereka yang mengunjungi Arahant ini, memberikan penghormatan kepadanya, dan melayaninya dengan hormat dengan cepat memperoleh manfaat yang baik. Marilah kita pergi dan menemui pertapa Kumāra Kassapa!

Karena alasan ini, yang mulia, orang-orang Setavyā, dengan berjalan dalam kelompok, para brahmana dengan para brahmana, para perumah tangga dengan para perumah tangga, pergi bersama-sama keluar Setavyā menuju utara, menuju Hutan Kayu Keras (Simsapa).

Mendengar hal ini, Raja Pāyāsi berkata kepada pelayan itu:

Pergilah kepada para brahmana dan perumah tangga Setavyā dan katakan kepada mereka: Raja Pāyāsi berkata kepada para brahmana dan perumah tangga Setavyā:

Mohon tunggu, teman-teman. Biarlah aku pergi dengan kalian untuk menemui pertapa Kumāra Kassapa. Kalian adalah bodoh. Janganlah ditipu olehnya [dalam mempercayai bahwa] terdapat kehidupan mendatang, [bahwa] makhluk-makhluk terlahir kembali. Aku memegang pandangan ini, prinsip ini: “Tidak ada kehidupan mendatang; makhluk-makhluk tidak terlahir kembali.”

Mengikuti perintah raja, pelayan itu mendekati para brahmana dan perumah tangga Setavyā dan berkata kepada mereka:

Raja Pāyāsi berkata kepada para brahmana dan perumah tangga Setavyā:

Mohon tunggu, teman-teman. Biarlah aku pergi dengan kalian untuk menemui pertapa Kumāra Kassapa. Kalian adalah bodoh. Janganlah ditipu olehnya [dalam mempercayai bahwa] terdapat kehidupan mendatang, [bahwa] makhluk-makhluk terlahir kembali. Aku memegang pandangan ini, prinsip ini: “Tidak ada kehidupan mendatang; makhluk-makhluk tidak terlahir kembali.”

Setelah mendengar pesan ini, para brahmana dan perumah tangga Setavyā menjawab pelayan itu: “Kami akan menunggu seperti yang diperintahkan.”

Pelayan itu kembali dan melaporkan: “Saya telah menyampaikan perintah anda.<182> Para brahmana dan perumah tangga Setavyā menunggu yang mulia. Semoga yang mulia mengetahui waktu yang tepat.”

Kemudian Raja Pāyāsi memerintahkan seorang kusir: “Persiapkanlah sebuah kereta secepatnya. Aku ingin pergi sekarang.”

Mengikuti perintah raja, kusir itu secepatnya mempersiapkan sebuah kereta dan kembali untuk berkata kepada raja: “Kereta telah siap. Ia siap digunakan yang mulia.”

Kemudian Raja Pāyāsi naik kereta dan berangkat. Mendekati para brahmana dan perumah tangga Setavyā, ia pergi dengan mereka ke Hutan Kayu Keras (Simsapa). Kemudian, ketika melihat dari kejauhan Yang Mulia Kumāra Kassapa di antara pepohonan di hutan itu, Raja Pāyāsi turun dari kereta dan melanjutkan dengan berjalan kaki menuju Yang Mulia Kumāra Kassapa.

Setelah bertukar salam dengan Yang Mulia Kumāra Kassapa, ia duduk pada satu sisi dan bertanya: “Kassapa, aku sekarang ingin bertanya suatu pertanyaan. Apakah anda akan mendengarkan?”

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata, “Pāyāsi, tanyakanlah apa yang ingin engkau tanyakan. Setelah mendengarnya, aku akan mempertimbangkannya.”

Maka Raja Pāyāsi bertanya:

Kassapa, aku memegang pandangan ini, prinsip ini: “Tidak ada kehidupan mendatang; makhluk-makhluk tidak terlahir kembali.” Pertapa Kumāra Kassapa, apakah yang engkau pikirkan [tentang hal ini]?

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata:

Pāyāsi, aku akan bertanya kepada engkau, raja. Mohon jawablah seperti yang engkau lihat sesuai. Apakah yang engkau pikirkan, raja? Matahari  dan bulan sekarang, apakah mereka [hanya] dalam kehidupan ini atau [juga dalam] kehidupan mendatang?

Pāyāsi menjawab, “Walaupun apa yang dikatakan pertapa Kumāra Kassapa, aku tetap memegang pandangan ini, prinsip ini: ‘Tidak ada kehidupan mendatang; makhluk-makhluk tidak terlahir kembali’.”

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata, “Pāyāsi, apakah engkau memiliki bantahan lain selain ini?"

Pāyāsi menjawab:

Ya, Kassapa, aku memiliki bantahan lain.<183> Kassapa, [suatu ketika] beberapa sanak keluargaku sakit parah, sehingga aku pergi ke tempat mereka. Setelah tiba di sana, aku berkata:

Engkau seharusnya mengetahui bahwa aku memegang pandangan ini, prinsip ini: “Tidak ada kehidupan mendatang; makhluk-makhluk tidak terlahir kembali.” [Tetapi], sanak keluarga, beberapa pertapa dan brahmana memegang pandangan ini, prinsip ini: “Terdapat kehidupan mendatang; makhluk-makhluk terlahir kembali.” Aku selalu tidak mempercayai apa yang mereka katakan.

Mereka berkata lebih lanjut: “Jika laki-laki atau perempuan melakukan perbuatan jahat, jika mereka lamban, malas, lalai, iri hati, tamak, serakah, kikir, tidak baik, dan sangat melekat pada harta kekayaan, maka disebabkan pada sebab dan kondisi ini, saat hancurnya tubuhnya, setelah kematian, mereka pasti akan pergi ke alam kehidupan yang buruk dan terlahir kembali di neraka.”

[Biarlah kita] menganggap bahwa apa yang dikatakan para pertapa dan brahmana itu adalah benar. Engkau, sanak keluargaku, telah melakukan perbuatan jahat, engkau telah lamban, malas, lalai, iri hati, tamak, serakah, kikir, tidak baik, dan sangat melekat pada harta kekayaan.

Jika, saat hancurnya tubuh, setelah kematian, engkau [benar-benar] harus pergi ke alam kehidupan yang buruk dan terlahir kembali di neraka, maka kembalilah dan katakan kepadaku: “Pāyāsi, di neraka siksaannya adalah demikian dan demikian.” Jika itu terjadi, maka aku akan melihatnya pada masa sekarang.

Mereka mendengar apa yang kukatakan, mereka menerima perintahku, tetapi tidak ada dari mereka yang kembali untuk berkata kepadaku: “Pāyāsi, di neraka siksaannya adalah demikian dan demikian.” Karena alasan ini, Kassapa, aku berpikir: “Tidak ada kehidupan mendatang; makhluk-makhluk tidak terlahir kembali.”

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata:

Pāyāsi, aku akan bertanya kepadamu lagi. Silahkan jawab seperti yang engkau lihat sesuai. Seandainya orang-orang raja menangkap seorang penjahat dan membawanya ke hadapan raja, dengan berkata, “Yang mulia, orang ini telah melakukan suatu kejahatan. Raja seharusnya menghukumnya.” Raja berkata kepada mereka:

Bawalah ia. Ikatlah tangannya di belakangnya dan atur ia pada seekor keledai. Pukullah genderang rusak yang mengeluarkan suara seperti ringkikan keledai. Setelah mengumumkan hukuman secara luas, bawalah ia keluar melalui pintu gerbang selatan, dudukkan ia di bawah sebatang papan penunjuk jalan, dan penggal ia.

Mengikuti perintah raja, orang-orang raja mengikat tangan penjahat itu di belakangnya dan mengaturnya di atas seekor keledai. Mereka memukul genderang rusak yang mengeluarkan suara seperti ringkikan keledai. Setelah mengumumkan hukuman secara luas, mereka membawanya keluar melalui pintu gerbang selatan, mendudukkannya di bawah sebatang papan penunjuk jalan, dan akan memenggalnya. Orang ini, menjelang kematian, berkata kepada sang algojo, “Mohon tunggu sebentar. Aku ingin melihat orang tuaku, istri dan anak-anak, para pelayan laki-laki dan perempuanku dan para pesuruh. Biarkanlah aku pergi sementara.”

Apakah yang engkau pikirkan, raja? Apakah sang algojo akan membebaskan penjahat itu dan membiarkannya pergi sementara?”

Pāyāsi menjawab, “Tidak, Kassapa.”

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata:

Pāyāsi, demikian juga halnya dengan sanak saudaramu yang telah melakukan perbuatan jahat, yang telah lamban, malas, lalai, iri hati, tamak, serakah, kikir, tidak baik, dan sangat melekat pada harta kekayaan, dan yang, disebabkan sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, pasti pergi ke alam kehidupan yang buruk dan terlahir kembali di neraka.

Ketika para petugas neraka menangkap mereka dan menyiksa mereka, [seandainya bahwa] mereka berkata kepada para petugas neraka:

Para petugas neraka, mohon tunggu sebentar dan berhenti menyiksaku. Aku ingin pergi sementara dan mengunjungi Raja Pāyāsi untuk berkata kepadanya: “Di neraka siksaannya adalah demikian dan demikian,” sehingga ia dapat melihatnya pada masa sekarang.

Apakah yang engkau pikirkan, raja? Apakah para petugas neraka akan membebaskan sanak saudaramu dan membiarkan mereka [kembali] sementara?

Pāyāsi menjawab, “Tidak, Kassapa.”

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata:

Pāyāsi, engkau seharusnya merenungkan kehidupan mendatang dengan cara ini, karena engkau tidak dapat melihatnya dengan mata fisikmu.

Pāyāsi, jika seorang pertapa atau brahmana memotong dan meninggalkan keinginan, condong pada meninggalkan keinginan; jika ia memotong dan meninggalkan kebencian, condong pada meninggalkan kebencian; jika ia memotong dan meninggalkan delusi, condong pada meninggalkan delusi – maka dengan mata dewa yang dimurnikan, yang melampaui [penglihatan] manusia, ia melihat makhluk-makhluk ketika mereka meninggal dan terlahir kembali gagah atau jelek, unggul atau tidak unggul, ketika mereka pergi dan kembali ke alam kehidupan yang baik atau buruk sesuai dengan perbuatan [masa lampau] mereka. Ia melihatnya sebagaimana adanya.

Raja Pāyāsi berkata lagi, “Walaupun apa yang dikatakan pertapa Kumāra Kassapa, aku tetap memegang pandangan ini, prinsip ini: ‘Tidak ada kehidupan mendatang; makhluk-makhluk tidak terlahir kembali’.”

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata: “Pāyāsi, apakah engkau memiliki bantahan lain selain ini?”

Pāyāsi menjawab:

Ya, Kassapa. Aku memiliki bantahan lain. Kassapa, [suatu ketika] beberapa sanak keluargaku sakit parah, sehingga aku pergi ke tempat mereka. Setelah tiba di sana, aku berkata:

Engkau seharusnya mengetahui bahwa aku memegang pandangan ini, prinsip ini: “Tidak ada kehidupan mendatang; makhluk-makhluk tidak terlahir kembali.” [Tetapi,] sanak keluarga, beberapa pertapa dan brahmana memegang pandangan ini, prinsip ini: “Terdapat kehidupan mendatang; makhluk-makhluk terlahir kembali.” Aku selalu tidak mempercayai apa yang mereka katakan.

Mereka berkata lebih lanjut, “Jika laki-laki atau perempuan melakukan perbuatan baik, jika mereka bersemangat, tekun, tidak lalai, tidak iri hati, tidak tamak, tidak serakah, bermurah hati, baik; jika mereka dengan bermurah hati melepaskan [kekayaan mereka] dan memberikannya kepada anak yatim piatu dan orang miskin, selalu menikmati menjalankan kedermawanan, dan tidak melekat pada harta kekayaan – maka disebabkan oleh sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti akan naik ke alam kehidupan yang baik, dan terlahir kembali di alam surga.”

Biarlah kita menganggap bahwa apa yang dikatakan para pertapa dan brahmana itu adalah benar. Engkau, sanak keluargaku, telah melakukan perbuatan baik, engkau bersemangat, tekun, tidak lalai, tidak iri hati, tidak tamak atau serakah, bermurah hati; engkau telah dengan bermurah hati melepaskan [kekayaanmu] dan memberikannya kepada anak yatim piatu dan orang miskin, engkau selalu menikmati menjalankan kedermawanan, dan engkau tidak melekat pada harta kekayaan. Jika, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, engkau [benar-benar] naik ke alam kehidupan yang baik dan terlahir kembali di surga, maka kembalilah dan katakan kepadaku, “Pāyāsi, di surga kesenangan-kesenangannya adalah demikian dan demikian.” Jika itu terjadi, aku akan melihatnya pada masa sekarang.

Mereka mendengar apa yang kukatakan, mereka menerima perintahku, tetapi tidak ada dari mereka pernah datang untuk berkata kepadaku, “Pāyāsi, di surga kesenangan-kesenangannya adalah demikian dan demikian.” Karena alasan ini, Kassapa, aku berpikir: “Tidak ada kehidupan mendatang; makhluk-makhluk tidak terlahir kembali.”

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata:

Pāyāsi, dengarkanlah ketika aku mengatakan kepadamu suatu perumpamaan. Orang bijaksana, ketika mendengar suatu perumpamaan, memahami maksudnya. Seumpamanya, Pāyāsi, bahwa di luar sebuah desa atau kota terdapat sebuah lubang kotoran yang penuh dengan kotoran, sangat dalam sehingga seorang manusia dapat menyelam ke dalamnya sampai kepalanya. Seseorang telah jauh ke dalam lubang kotoran ini dan tenggelam ke dasarnya. Seumpamanya bahwa orang lain, yang mengasihaninya, mencari kemakmuran, manfaat, kedamaian, dan kebahagiaannya, menariknya dengan perlahan dari lubang kotoran itu, membersihkannya dengan sebatang bambu, menyikatnya dengan dedaunan, dan memandikannya dengan air hangat.

Kemudian, setelah [orang pertama] dibersihkan dan dimandikan, wewangian dipakaikan pada tubuhnya. Ia naik ke aula utama, dan dihibur dengan kesenangan lima indera. Apakah yang engkau pikirkan, raja? Apakah orang itu menikmati mengingat kembali lubang kotoran itu, bergembira dalam memujinya, dan ingin mengunjunginya kembali?

Pāyāsi menjawab:

Tidak, Kassapa. Jika orang lain akan mengingatkan kembali lubang kotoran itu [kepadanya], bergembira dalam memujinya, dan ingin [ia] untuk mengunjunginya kembali, maka ia tidak menyayangi orang ini. Apalagi ia sendiri akan mengingat kembali lubang kotoran itu, bergembira dalam memujinya, dan ingin mengunjunginya kembali! Ini tidak mungkin.

[Yang Mulia Kumāra Kassapa melanjutkan:]

Pāyāsi, jika sanak keluargamu melakukan perbuatan baik, jika mereka bersemangat, tekun, tidak lalai, tidak iri hati, tidak tamak atau serakah, bermurah hati, baik; jika mereka dengan bermurah hati melepaskan [kekayaan mereka] dan memberikannya kepada anak yatim piatu dan orang miskin, selalu menikmati menjalankan kedermawanan, dan tidak melekat pada harta kekayaan – maka disebabkan oleh sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti naik ke alam kehidupan yang baik, terlahir kembali di surga.

Setelah terlahir kembali di surga, mereka akan menghibur diri mereka sendiri dengan kesenangan lima indera surgawi. Apakah yang engkau pikirkan, raja? Apakah para dewa itu di surga akan melepaskan kesenangan lima indera surgawi dan, dengan mengingat kembali kesenangan lima indera di alam manusia ini, bergembira dalam memujinya, dan ingin mengunjunginya kembali?

Pāyāsi menjawab:

Tidak, Kassapa. Mengapa demikian? Kesenangan lima indera di alam manusia ini adalah busuk, tidak bersih, sepenuhnya menjijikkan, tidak menarik, tidak diinginkan, kasar, dan tidak murni. Kassapa, dibandingkan dengan kesenangan lima indera di alam manusia ini, kesenangan lima indera surgawi adalah paling tinggi, tertinggi, terbaik, paling mengagumkan dan menakjubkan. Tidak dapat bahwa seorang dewa di surga akan melepaskan kesenangan lima indera surgawi, mengingat kembali kesenangan lima indera di alam manusia ini, bergembira dalam memujinya, dan ingin melihatnya lagi.

[Yang Mulia Kumāra Kassapa melanjutkan:]

Pāyāsi, engkau seharusnya merenungkan kehidupan mendatang dengan cara ini, karena engkau tidak dapat melihatnya dengan mata fisikmu. Pāyāsi, jika seorang pertapa atau brahmana memotong dan meninggalkan keinginan, condong pada meninggalkan keinginan; jika ia memotong dan meninggalkan kebencian, condong pada meninggalkan kebencian; jika ia memotong dan meninggalkan delusi, condong pada meninggalkan delusi – maka dengan mata dewa yang dimurnikan, yang melampaui [penglihatan] manusia, ia melihat makhluk-makhluk ketika mereka meninggal dan terlahir kembali gagah atau jelek, unggul atau tidak unggul, ketika mereka pergi dan kembali ke alam kehidupan yang baik atau buruk sesuai dengan perbuatan [masa lampau] mereka. Ia melihatnya sebagaimana adanya.

Raja Pāyāsi berkata lagi, “Walaupun apa yang dikatakan pertapa Kumāra Kassapa, aku tetap memegang pandangan ini, prinsip ini: ‘Tidak ada kehidupan mendatang; makhluk-makhluk tidak terlahir kembali’.”

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata: “Pāyāsi, apakah engkau memiliki bantahan lain selain ini?”
« Last Edit: 07 April 2016, 07:32:00 AM by seniya »
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #25 on: 06 April 2016, 10:33:47 PM »
Pāyāsi menjawab:

Ya, Kassapa. Aku memiliki bantahan lain. Kassapa, [suatu ketika] beberapa sanak keluargaku sakit parah, sehingga aku pergi ke tempat mereka. Setelah tiba di sana, aku berkata:

Engkau seharusnya mengetahui bahwa aku memegang pandangan ini, prinsip ini: “Tidak ada kehidupan mendatang; makhluk-makhluk tidak terlahir kembali.” [Tetapi,] sanak keluarga, beberapa pertapa dan brahmana memegang pandangan ini, prinsip ini: “Terdapat kehidupan mendatang; makhluk-makhluk terlahir kembali.” Aku selalu tidak mempercayai apa yang mereka katakan.

Mereka berkata lebih lanjut, “Jika laki-laki atau perempuan melakukan perbuatan baik, jika mereka bersemangat, tekun, tidak lalai, tidak iri hati, tidak tamak, tidak serakah, bermurah hati, baik; jika mereka dengan bermurah hati melepaskan [kekayaan mereka] dan memberikannya kepada anak yatim piatu dan orang miskin, selalu menikmati menjalankan kedermawanan, dan tidak melekat pada harta kekayaan – maka disebabkan oleh sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti akan naik ke alam kehidupan yang baik, dan terlahir kembali di alam surga.”

Biarlah kita menganggap bahwa apa yang dikatakan para pertapa dan brahmana itu adalah benar. Engkau, sanak keluargaku, telah melakukan perbuatan baik, engkau bersemangat, tekun, tidak lalai, tidak iri hati, tidak tamak atau serakah, bermurah hati; engkau telah dengan bermurah hati melepaskan [kekayaanmu] dan memberikannya kepada anak yatim piatu dan orang miskin, engkau selalu menikmati menjalankan kedermawanan, dan engkau tidak melekat pada harta kekayaan. Jika, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, engkau [benar-benar] naik ke alam kehidupan yang baik dan terlahir kembali di surga, maka kembalilah dan katakan kepadaku, “Pāyāsi, di surga kesenangan-kesenangannya adalah demikian dan demikian.” Di surga engkau mungkin berpikir demikian: “Apakah yang kuperoleh dengan kembali?” [Namun,] dalam rumah tangga Raja Pāyāsi terdapat banyak kekayaan. Aku akan memberikan [beberapa] kepadamu.

Mereka mendengar apa yang kukatakan, mereka menerima perintahku, tetapi tidak ada dari mereka yang pernah kembali untuk berkata kepadaku, “Pāyāsi, di surga kesenangan-kesenangannya adalah demikian dan demikian.”

Karena alasan ini, Kassapa, aku berpikir: “Tidak ada kehidupan mendatang; makhluk-makhluk tidak terlahir kembali.”

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata:

Pāyāsi, masa kehidupan di surga adalah panjang, sedangkan masa kehidupan di alam manusia adalah pendek. Apa yang merupakan seratus tahun untuk para manusia adalah satu hari satu malam bagi para dewa tiga-puluh-tiga. Tiga puluh hari tiga puluh malam demikian menjadi satu bulan, dua bulan demikian menjadi satu tahun, dan seribu tahun demikian adalah masa kehidupan bagi para dewa tiga-puluh-tiga. Apakah yang engkau pikirkan, raja?

Jika sanak keluargamu melakukan perbuatan baik, jika mereka bersemangat, tekun, tidak lalai, tidak iri hati, tidak tamak, tidak serakah, bermurah hati, baik; jika mereka dengan bermurah hati melepaskan [kekayaan mereka] dan memberikannya kepada anak yatim piatu dan orang miskin, selalu menikmati menjalankan kedermawanan, dan tidak melekat pada harta kekayaan – maka disebabkan oleh sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti naik ke alam kehidupan yang baik, terlahir kembali di surga.

Setelah terlahir kembali di surga, mereka mungkin berpikir:

Kita seharusnya pertama-tama menghibur diri kita sendiri dengan kesenangan lima indera surgawi selama satu hari satu malam, atau menghibur diri kita sendiri dengan kesenangan lima indera surgawi selama dua, tiga, empat, bahkan enam atau tujuh hari. Setelah itu kita akan pergi untuk mengatakan kepada Raja Pāyāsi bahwa kesenangan di surga adalah demikian dan demikian.

Apakah yang engkau pikirkan, raja? Apakah engkau masih akan tetap hidup [ketika mereka kembali]?

Pāyāsi bertanya:

Kassapa, siapakah yang kembali dari kehidupan setelah kematiannya untuk berkata kepadamu: “Pertapa Kumāra Kassapa, masa kehidupan di surga adalah panjang, sedangkan masa kehidupan di alam manusia adalah pendek. Apa yang merupakan seratus tahun untuk para manusia adalah satu hari satu malam bagi para dewa tiga-puluh-tiga. Tiga puluh hari tiga puluh malam demikian menjadi satu bulan, dua bulan demikian menjadi satu tahun, dan seribu tahun demikian adalah masa kehidupan bagi para dewa tiga-puluh-tiga”?

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata:

Pāyāsi, dengarkanlah ketika aku mengatakan kepadamu suatu perumpamaan. Orang bijaksana, ketika mendengarkan suatu perumpamaan, memahami maksudnya.

Seumpamanya, Pāyāsi, bahwa seorang buta berkata seperti ini:

Tidak ada objek hitam atau putih, ataupun tidak ada penglihatan objek hitam atau putih. Tidak ada objek panjang atau pendek, ataupun tidak ada penglihatan objek panjang atau pendek. Tidak ada objek dekat atau jauh, ataupun tidak ada penglihatan objek dekat atau jauh. Tidak ada objek kasar atau halus, ataupun tidak ada penglihatan objek kasar atau halus. Mengapa? Tidak ada objek-objek karena dari awal aku tidak pernah melihat atau mengetahuinya.

[Jika] orang buta berkata seperti ini, apakah itu benar?

Pāyāsi menjawab:

Tidak, Kassapa. Mengapa demikian? Kassapa, terdapat objek hitam dan putih, dan juga terdapat penglihatan objek hitam dan putih. Terdapat objek panjang dan pendek, dan juga terdapat penglihatan objek hitam dan putih. Terdapat objek dekat dan jauh, dan juga terdapat penglihatan objek dekat dan jauh. Terdapat objek kasar dan halus, dan juga terdapat penglihatan objek kasar dan halus. Jika orang buta berkata “Tidak ada objek-objek karena dari awalnya aku tidak pernah melihat atau mengetahui mereka,” maka apa yang ia katakan adalah tidak benar.

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata:

Raja Pāyāsi, engkau juga seperti seorang buta jika engkau berkata:

Kassapa, siapakah yang kembali dari kehidupan setelah kematiannya untuk berkata kepadamu: “Pertapa Kumāra Kassapa, masa kehidupan di surga adalah panjang, sedangkan masa kehidupan di alam manusia adalah pendek. Apa yang merupakan seratus tahun untuk para manusia adalah satu hari satu malam bagi para dewa tiga-puluh-tiga. Tiga puluh hari tiga puluh malam demikian menjadi satu bulan, dua bulan demikian menjadi satu tahun, dan seribu tahun demikian adalah masa kehidupan bagi para dewa tiga-puluh-tiga”?

Raja Pāyāsi berkata:

Pertapa Kumāra Kassapa, engkau tentunya tidak boleh dan tidak seharusnya berkata demikian. Mengapa demikian?
Pertapa Kumāra Kassapa, engkau pergi sejauh membandingkanku dengan seorang buta. Kassapa, dengan menganggap diketahui olehku atau diketahui oleh sanak keluargaku yang melakukan perbuatan baik, yang bersemangat, tekun, tidak lalai, tidak iri hati, tidak tamak, tidak serakah, bermurah hati; yang dengan bermurah hati melepaskan [kekayaan mereka] dan memberikannya kepada anak yatim piatu dan orang miskin, selalu menikmati menjalankan kedermawanan, dan tidak melekat pada harta kekayaan, yang disebabkan oleh sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti akan naik ke alam kehidupan yang baik, dan terlahir kembali di surga – maka, Kassapa, aku akan sekarang menjalankan kedermawanan, melakukan perbuatan berjasa, menjalankan uposatha dan moralitas, dan kemudian melakukan bunuh diri dengan menggunakan pisau, atau meminum racun, atau melemparkan [diriku sendiri] ke dalam sebuah lubang atau sumur, atau menggantung diriku. Pertapa Kumāra Kassapa, engkau tidak seharusnya pergi sejauh membandingkanku dengan orang buta itu.

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata:

Pāyāsi, dengarkanlah ketika aku mengatakan kepadamu suatu perumpamaan. Orang bijaksana, ketika mendengarkan suatu perumpamaan, memahami maksudnya.

Seumpamanya, Pāyāsi, bahwa seorang brahmana memiliki seorang istri muda yang baru saja hamil, dan bahwa ia telah memiliki seorang putra dari istri terdahulunya; dan kemudian di tengah-tengah hal ini brahmana itu tiba-tiba meninggal.
Setelah kematiannya, putra istri terdahulunya berkata kepada ibu tirinya, “Ibu tiri, engkau seharusnya mengetahui bahwa semua harta kekayaan rumah tangga ini seharusnya sekarang milikku. Aku tidak melihat siapa pun lagi yang akan berbagi di dalamnya.” Ibu tirinya menjawab, “Aku sedang hamil sekarang. Jika aku melahirkan anak laki-laki, engkau seharusnya berbagi dengannya. Jika aku melahirkan anak perempuan, semua harta kekayaan milikmu.”

Putra istri terdahulu berkata kepada ibu tirinya kedua dan ketiga kalinya, “Semua harta kekayaan rumah tangga ini seharusnya sekarang milikku. Aku tidak melihat siapa pun lagi yang akan berbagi di dalamnya.” Dan ibu tiri itu juga menjawab kedua dan ketiga kalinya, “Aku sedang hamil sekarang. Jika aku melahirkan anak laki-laki, engkau seharusnya berbagi dengannya. Jika aku melahirkan anak perempuan, semua harta kekayaan milikmu.”

Kemudian ibu tiri itu, karena bodoh, tidak mengetahui, tidak memahami, tidak memiliki kebijaksanaan, [melalui] keinginan untuk melindungi kehidupannya, sebaliknya menyakiti dirinya sendiri. Ia memasuki sebuah ruangan bagian dalam, mengambil pisau tajam dan membelah perutnya, untuk melihat apakah bayinya seorang laki-laki atau perempuan. Karena bodoh, tidak mengetahui, tidak memahami, tidak memiliki kebijaksanaan, [melalui] keinginan untuk melindungi kehidupannya, ia sebaliknya menyakiti dirinya sendiri dan anak dalam perutnya.

Harus diketahui bahwa Pāyāsi adalah juga demikian bodoh, tidak mengetahui, tidak memahami, tidak memiliki kebijaksanaan, karena [melalui] keinginan untuk melindungi kehidupannya, ia sebaliknya berpikir seperti ini:

Kassapa, jika diketahui olehku atau diketahui oleh sanak keluargaku yang melakukan perbuatan baik, yang bersemangat, , tekun, tidak lalai, tidak iri hati, tidak tamak, tidak serakah, bermurah hati; yang dengan bermurah hati melepaskan [kekayaan mereka] dan memberikannya kepada anak yatim piatu dan orang miskin, selalu menikmati menjalankan kedermawanan, dan tidak melekat pada harta kekayaan, yang disebabkan oleh sebab dan kondisi ini, ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, mereka pasti akan naik ke alam kehidupan yang baik, dan terlahir kembali di surga – maka, Kassapa, aku akan sekarang menjalankan kedermawanan, melakukan perbuatan berjasa, menjalankan uposatha dan moralitas, dan kemudian melakukan bunuh diri dengan menggunakan pisau, atau meminum racun, atau melemparkan [diriku sendiri] ke dalam sebuah lubang atau sumur, atau menggantung diriku.

[Dan Pāyāsi juga berkata:] “Pertapa Kumāra Kassapa, engkau tidak seharusnya pergi sejauh membandingkanku dengan orang buta itu.”

Pāyāsi, jika seseorang yang bersemangat hidup lama, ia akan memperoleh jasa besar. Jika ia memperoleh jasa besar, ia akan terlahir kembali di surga dan menikmati usia panjang. Pāyāsi, engkau seharusnya merenungkan kehidupan mendatang demikian, [karena engkau] tidak bisa melihatnya dengan mata fisikmu.

Pāyāsi, jika seorang pertapa atau brahmana memotong dan meninggalkan keinginan, condong pada meninggalkan keinginan; jika ia memotong dan meninggalkan kebencian, condong pada meninggalkan kebencian; jika ia memotong dan meninggalkan delusi, condong pada meninggalkan delusi – maka dengan mata dewa yang dimurnikan, yang melampaui [penglihatan] manusia, ia melihat makhluk-makhluk ketika mereka meninggal dan terlahir kembali gagah atau jelek, unggul atau tidak unggul, ketika mereka pergi dan kembali ke alam kehidupan yang baik atau buruk sesuai dengan perbuatan [masa lampau] mereka. Ia melihatnya sebagaimana adanya.

Raja Pāyāsi lagi berkata, “Walaupun apa yang dikatakan pertapa Kumāra Kassapa, aku tetap memegang pandangan ini, prinsip ini: ‘Tidak ada kehidupan mendatang; makhluk-makhluk tidak terlahir kembali’.”

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata, “Pāyāsi, apakah engkau memiliki bantahan lain selain ini?”

Pāyāsi menjawab:

Ya, Kassapa. Aku memiliki bantahan lain. Kassapa, [suatu ketika] beberapa sanak keluargaku sakit parah. Aku pergi ke tempat mereka untuk mengunjungi dan menyalami mereka, dan mereka juga mengunjungi dan menyalamiku. Ketika mereka meninggal, aku mengunjungi dan menyalami mereka lagi, tetapi mereka tidak mengunjungi dan menyalamiku lagi; sehingga aku tidak mengunjungi dan menyalami mereka. Kassapa, karena alasan ini aku berpikir, “Makhluk-makhluk tidak terlahir kembali.”

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata:

Pāyāsi, dengarkanlah ketika aku mengatakan kepadamu perumpamaan lainnya. Orang bijaksana, ketika mendengarkan suatu perumpamaan, memahami maksudnya.

Seumpamanya, Pāyāsi, terdapat seorang peniup kulit kerang yang ahli. Ia pergi ke suatu tempat di mana tidak ada orang yang pernah mendengar suara kulit kerang. Ia naik ke sebuah bukit yang tinggi pada malam hari yang gelap, dan dengan semua kekuatannya ia meniup kulit kerang. Karena orang-orang tidak pernah mendengar suara kulit kerang, ketika mendengarnya, mereka berpikir, “Apakah suara yang sangat menakjubkan, sangat luar biasa, sangat menyenangkan, menyenangkan bagi telinga, dan menggembirakan hati ini?”

Kemudian keramaian orang bersama-sama mendekati peniup kulit kerang yang ahli itu. Setelah tiba, mereka bertanya: “Apakah suara yang sangat menakjubkan, sangat luar biasa, sangat menyenangkan, menyenangkan bagi telinga, dan menggembirakan hati ini?”

Peniup kulit kerang yang ahli itu menaruh kulit kerang di atas tanah dan berkata kepada keramaian orang: “Tuan-tuan, kalian seharusnya mengetahui bahwa itu adalah suara kuit kerang ini.”

Setelah itu, orang-orang menendang kulit kerang itu, dengan berkata, “Keluarkanlah suara, kulit kerang! Keluarkanlah suara, kulit kerang!” Tetapi ia diam, tidak menghasilkan suara.

Peniup kulit kerang yang ahli itu berpikir:

Sekarang, orang-orang ini adalah bodoh, tidak mengetahui, tidak memahami, tidak memiliki kebijaksanaan. Mengapa demikian? Mereka mencari untuk memperoleh suara dari suatu benda mati.

Kemudian peniup kulit kerang yang ahli itu mengambil kulit kerang itu, mencucinya dengan air, mengangkatnya ke mulutnya, dan meniupnya dengan semua kekuatannya. Mendengarnya, orang-orang dalam keramaian berpikir:
Kulit kerang itu mengagumkan! Mengapa demikian? Karena dengan tangan, air, dan tiupan angin dari mulut ia menghasilkan suara yang bagus yang meliputi empat arah.

Dengan cara yang sama, Pāyāsi, jika seseorang masih hidup, ia dapat berbicara dan menyalami orang lain. [Tetapi] ketika ia meninggal, ia tidak dapat berbicara atau menyalami orang lain.

Pāyāsi, engkau seharusnya merenungkan kehidupan mendatang dengan cara ini, [karena engkau] tidak dapat melihatnya dengan mata fisikmu. Pāyāsi, jika seorang pertapa atau brahmana memotong dan meninggalkan keinginan, condong pada meninggalkan keinginan; jika ia memotong dan meninggalkan kebencian, condong pada meninggalkan kebencian; jika ia memotong dan meninggalkan delusi, condong pada meninggalkan delusi – maka dengan mata dewa yang dimurnikan, yang melampaui [penglihatan] manusia, ia melihat makhluk-makhluk ketika mereka meninggal dan terlahir kembali gagah atau jelek, unggul atau tidak unggul, ketika mereka pergi dan kembali ke alam kehidupan yang baik atau buruk sesuai dengan perbuatan [masa lampau] mereka. Ia melihatnya sebagaimana adanya.

Raja Pāyāsi lagi berkata, “Walaupun apa yang dikatakan pertapa Kumāra Kassapa, aku tetap memegang pandangan ini, prinsip ini: ‘Makhluk-makhluk tidak terlahir kembali’.”

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata, “Pāyāsi, apakah engkau memiliki bantahan lain selain ini?”

Pāyāsi menjawab:

Ya, Kassapa. Aku memiliki bantahan lainnya. Kassapa, [suatu ketika] para petugasku menangkap seorang penjahat dan membawanya ke hadapanku. Setelah tiba, mereka berkata, “Yang mulia, orang ini telah melakukan suatu kejahatan. Semoga yang mulia menghukumnya!” Aku berkata kepada mereka:

Bawalah penjahat ini pergi dan timbang ia pada timbangan hidup-hidup. Setelah menimbangnya hidup-hidup, letakkan ia di atas tanah dan jerat lehernya dengan tali. Setelah membunuhnya, timbang ia lagi. Aku ingin mengetahui kapan orang ini ringan, lembut, dan memiliki penampilan yang berkilauan; ketika ia mati atau ketika ia masih hidup.

Mengikuti perintahku, mereka membawa penjahat ini pergi dan menimbangnya pada timbangan hidup-hidup. Setelah melakukan demikian, mereka meletakkannya di atas tanah dan menjerat lehernya dengan tali. Setelah membunuhnya, mereka menimbangnya lagi. Ketika penjahat itu masih hidup, ia sangat ringan dan lembut, dengan penampilan yang berkilauan. Ketika ia mati, kulitnya menjadi tebal dan ia menjadi berat, kaku, tidak lembut, dan kehilangan penampilannya yang berkilauan. Karena alasan ini, Kassapa, aku berpikir, “Makhluk-makhluk tidak terlahir kembali.”

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata:

Pāyāsi, dengarkanlah ketika aku mengatakan kepadamu perumpamaan lainnya. Orang bijaksana, ketika mendengarkan suatu perumpamaan, memahami maksudnya.

Seumpamanya, Pāyāsi, bahwa sebuah bola besi atau mata bajak besi dipanaskan dengan api sepanjang hari. Pada waktu itu, ia sangat ringan dan lembut, dengan penampilan yang berkilauan. [Tetapi] ketika api padam, ia perlahan-lahan menjadi dingin, menjadi padat, tebal, dan berat, dan menjadi kaku, tidak lembut, dan kehilangan penampilannya yang berkilauan.

Dengan cara yang sama, Pāyāsi, jika seseorang masih hidup, tubuhnya sangat ringan dan lembut, dengan penampilan yang berkilauan. [Tetapi] ketika ia meninggal, ia menjadi tebal, berat, kaku, tidak lembut, dan kehilangan penampilannya yang berkilauan.

Pāyāsi, engkau seharusnya merenungkan kehidupan mendatang dengan cara ini, [karena engkau] tidak dapat melihatnya dengan mata fisikmu. Pāyāsi, jika seorang pertapa atau brahmana memotong dan meninggalkan keinginan, condong pada meninggalkan keinginan; jika ia memotong dan meninggalkan kebencian, condong pada meninggalkan kebencian; jika ia memotong dan meninggalkan delusi, condong pada meninggalkan delusi – maka dengan mata dewa yang dimurnikan, yang melampaui [penglihatan] manusia, ia melihat makhluk-makhluk ketika mereka meninggal dan terlahir kembali gagah atau jelek, unggul atau tidak unggul, ketika mereka pergi dan kembali ke alam kehidupan yang baik atau buruk sesuai dengan perbuatan [masa lampau] mereka. Ia melihatnya sebagaimana adanya.

Raja Pāyāsi lagi berkata, “Walaupun apa yang dikatakan pertapa Kumāra Kassapa, aku tetap memegang pandangan ini, prinsip ini: ‘Makhluk-makhluk tidak terlahir kembali’.”

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata, “Pāyāsi, apakah engkau memiliki bantahan lain selain ini?”
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #26 on: 06 April 2016, 10:35:54 PM »
Pāyāsi menjawab:

Ya, Kassapa. Aku memiliki bantahan lain.

Kassapa, [suatu ketika] para petugasku menangkap seorang penjahat dan membawanya ke hadapanku. Setelah menangkapnya, mereka berkata, “Yang mulia, orang ini telah melakukan suatu kejahatan. Semoga yang mulia menghukumnya!” Aku berkata kepada mereka:

Bawalah penjahat ini dan taruh ia menghadap ke bawah ke dalam suatu ketel besi atau ketel tembaga. Tutup mulutnya dan nyalakan api di bawahnya. Setelah menyalakan api, amati untuk melihat [apakah ada] makhluk yang masuk atau keluar, datang atau pergi, atau bergerak di sekelilingnya.

Mengikuti perintahku, mereka membawa penjahat ini pergi dan menaruhnya menghadap ke bawah ke dalam suatu ketel besi atau ketel tembaga. Mereka menutup mulutnya dan menyalakan api di bawahnya. Setelah menyalakan api, mereka mengamati untuk melihat [apakah ada] makhluk yang masuk atau keluar, datang atau pergi, atau bergerak di sekelilingnya.

Kassapa, dengan cara demikian aku tidak melihat kelahiran kembali makhluk apa pun. Atas alasan ini, Kassapa, aku berpikir: “Makhluk-makhluk tidak terlahir kembali.”

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata:

Pāyāsi, aku akan bertanya kepadamu. Silahkan jawab seperti yang engkau lihat sesuai. Apakah yang engkau pikirkan? Apakah engkau ingat bahwa, ketika tidur siang di tempat tidurmu [setelah] makan makanan yang menakjubkan, lezat, engkau melihat dalam mimpi, taman hiburan, kolam mandi, hutan, bunga, buah-buahan, sumber air jernih, dan sungai panjang, dan melihat dirimu sendiri melakukan rekreasi di sana, dengan bergerak di sekeliling, datang dan pergi sesuai isi hati anda?

Pāyāsi menjawab, “Ya, aku ingat demikian.”

Yang Mulia Kumāra Kassapa bertanya lebih lanjut, “Ketika engkau tidur siang di tempat tidurmu [setelah] makan makanan yang menakjubkan, lezat, apakah ada para pelayan yang hadir?”

Ia menjawab, “Ya.”

Kassapa bertanya lebih lanjut:

Ketika engkau tidur siang di tempat tidurmu [setelah] makan makanan yang menakjubkan, lezat, pada waktu itu apakah para pelayan di sisi kiri dan kanan[mu] melihat engkau masuk atau keluar, bergerak di sekeliling, atau datang dan pergi?

Pāyāsi menjawab, “Bagaimana mungkin bahkan orang yang paling luar biasa melihat hal ini, apalagi para pelayan di sisi kiri dan kanan[ku]?”

[Kassapa berkata:]

Pāyāsi, engkau seharusnya merenungkan kehidupan mendatang dengan cara ini, [karena engkau] tidak dapat melihatnya dengan mata fisikmu. Pāyāsi, jika seorang pertapa atau brahmana memotong dan meninggalkan keinginan, condong pada meninggalkan keinginan; jika ia memotong dan meninggalkan kebencian, condong pada meninggalkan kebencian; jika ia memotong dan meninggalkan delusi, condong pada meninggalkan delusi – maka dengan mata dewa yang dimurnikan, yang melampaui [penglihatan] manusia, ia melihat makhluk-makhluk ketika mereka meninggal dan terlahir kembali gagah atau jelek, unggul atau tidak unggul, ketika mereka pergi dan kembali ke alam kehidupan yang baik atau buruk sesuai dengan perbuatan [masa lampau] mereka. Ia melihatnya sebagaimana adanya.

Raja Pāyāsi lagi berkata, “Walaupun apa yang dikatakan pertapa Kumāra Kassapa, aku tetap memegang pandangan ini, prinsip ini: ‘Makhluk-makhluk tidak terlahir kembali’.”

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata, “Pāyāsi, apakah engkau memiliki bantahan lain selain ini?”

Pāyāsi menjawab:

Ya, Kassapa. Aku memiliki bantahan lain. Kassapa, [suatu ketika] para petugasku menangkap seorang penjahat dan membawanya ke hadapanku. Setelah ditangkap, mereka berkata, “Yang mulia, orang ini telah melakukan suatu kejahatan. Semoga yang mulia menghukumnya!” Aku berkata kepada mereka:

Bawalah penjahat ini pergi. Kuliti kulitnya dan robek dagingnya. Potong uratnya dan hancurkan tulangnya sampai ke sumsum. Carilah makhluk yang akan terlahir kembali.

Mengikuti perintahku, mereka membawa penjahat ini pergi, menguliti kulitnya, merobek dagingnya, memotong uratnya, dan menghancurkan tulangnya sampai ke sumsum, untuk mencari makhluk yang akan terlahir kembali. Kassapa, aku menggunakan cara demikian untuk mencari makhluk yang akan terlahir kembali, tetapi pada akhirnya aku tidak dapat melihat makhluk apa pun yang akan terlahir kembali. Karena alasan ini, Kassapa, aku berpikir: “Makhluk-makhluk tidak terlahir kembali.”

Pāyāsi, dengarkanlah ketika aku mengatakan perumpamaan lainnya. Orang bijaksana, ketika mendengarkan suatu perumpamaan, memahami maksudnya.

Seumpamanya, Pāyāsi, bahwa seorang brahmana berambut kusut pemuja api tinggal di dekat suatu jalan. Beberapa pedagang berdiam pada malam hari di suatu tempat tak jauh darinya. Kemudian, ketika malam telah berlalu dan fajar telah muncul, para pedagang itu berangkat dengan terburu-buru, dengan lupa meninggalkan di belakang seorang anak kecil.

Kemudian brahmana berambut kusut pemuja api itu, setelah bangun pagi-pagi sekali, melihat ke sekeliling tempat di mana para pedagang berdiam dan melihat anak kecil yang ditinggalkan sendirian tanpa orang tuanya. Melihatnya, ia berpikir, “Anak kecil ini tidak memiliki siapa pun untuk bergantung padanya. Ia tentunya akan mati jika aku tidak menyokongnya.” Maka ia membawa anak kecil itu pergi, kembali ke tempatnya sendiri, dan mengasuhnya. Anak kecil itu tumbuh besar, diberkahi dengan semua inderanya.

Kemudian brahmana berambut kusut pemuja api itu memiliki beberapa urusan kecil di mana ia harus pergi di antara orang-orang. Brahmana berambut kusut pemuja api itu oleh sebab itu mengajari anak itu:

Aku memiliki beberapa urusan kecil di mana aku harus pergi di antara orang-orang. Engkau harus menjaga api dan berhati-hati agar tidak membiarkannya padam. Jika ia padam, gunakan kayu api ini untuk membuat api.
Kemudian, setelah mengajarinya dengan baik, brahmana berambut kusut pemuja api itu pergi di antara orang-orang.

Kemudian anak itu pergi untuk bermain, dan api menjadi padam. Ketika ia kembali ia berusaha membuat api. Ia mengambil kayu api dan memukul-mukulnya pada tanah, dengan berkata, “Muncullah, api! Muncullah, api!” Tetapi tidak ada api yang muncul. Ia berusaha lebih keras, memukulnya dengan sebuah batu, [dengan berkata,] “Muncullah, api! Muncullah, api!” Tetapi tidak ada api yang muncul. Karena tidak ada api yang muncul, ia mematahkan kayu api menjadi sepuluh dan bahkan seratus potong, melemparkan mereka, dan duduk di atas tanah, dengan cemas berkata, “Aku tidak dapat memperoleh api. Apakah yang seharusnya kulakukan?”

Kemudian brahmana berambut kusut pemuja api itu, setelah menyelesaikan apa yang harus ia lakukan di antara orang-orang, kembali ke tempatnya sendiri. Setelah tiba, ia bertanya, “Nak, apakah engkau menjaga api tanpa bermain dan tidak membiarkannya padam?”

Anak itu berkata:

Yang mulia, aku pergi untuk bermain, dan api menjadi padam. Ketika aku kembali, aku berusaha membuat api. Aku mengambil kayu api dan memukul-mukul mereka di atas tanah, dengan berkata: “Muncullah, api! Muncullah, api!” Tetapi tidak ada api yang muncul, aku berusaha lebih keras, dengan memukul mereka dengan sebuah batu, [dengan berkata,] “Muncullah, api! Muncullah, api!” Tetapi tetap tidak ada api yang muncul. Karena tidak ada api yang muncul, aku mematahkan kayu api menjadi sepuluh dan bahkan seratus bagian, melemparkan mereka dan duduk di atas tanah. Yang mulia, aku telah berusaha seperti ini, tetapi tidak dapat memperoleh api. Apa yang seharusnya kulakukan?

Kemudian brahmana berambut kusut pemuja api itu berpikir:

Anak ini adalah bodoh, tidak mengetahui, tidak memahami, tidak memiliki kebijaksanaan. Mengapa demikian? Bagaimana mungkin seseorang memohon kayu api yang tidak dapat berpikir [dengan kata-kata] untuk membuat api?

Brahmana berambut kusut pemuja api itu kemudian mengambil kayu kering untuk digunakan sebagai kayu api bagian atas dan bawah, menempatkannya di atas tanah dan, dengan menggosok-gosok, menyebabkan [percikan] api muncul, yang perlahan-lahan menjadi nyala api. Ia berkata kepada anak itu:

Nak, ini adalah bagaimana seseorang seharusnya membuat api. Seseorang tidak seharusnya seperti kamu, yang bodoh, tidak mengetahui, tidak memahami, tidak memiliki kebijaksanaan, dan berusaha memohon kayu api yang tidak dapat berpikir untuk membuat api.

Pāyāsi, ketahuilah bahwa engkau adalah juga demikian bodoh, tidak mengetahui, tidak memahami, dan tidak memiliki kebijaksanaan, dengan mencari dalam daging mati dan bahkan dalam sumsum suatu makhluk yang akan terlahir kembali.

Pāyāsi, engkau seharusnya merenungkan kehidupan mendatang dengan cara ini, [karena engkau] tidak dapat melihatnya dengan mata fisikmu. Pāyāsi, jika seorang pertapa atau brahmana memotong dan meninggalkan keinginan, condong pada meninggalkan keinginan; jika ia memotong dan meninggalkan kebencian, condong pada meninggalkan kebencian; jika ia memotong dan meninggalkan delusi, condong pada meninggalkan delusi – maka dengan mata dewa yang dimurnikan, yang melampaui [penglihatan] manusia, ia melihat makhluk-makhluk ketika mereka meninggal dan terlahir kembali gagah atau jelek, unggul atau tidak unggul, ketika mereka pergi dan kembali ke alam kehidupan yang baik atau buruk sesuai dengan perbuatan [masa lampau] mereka. Ia melihatnya sebagaimana adanya.

Raja Pāyāsi lagi berkata:

Walaupun apa yang dikatakan pertapa Kumāra Kassapa, aku tetap memegang pandangan ini, demi keinginan, keengganan, ketakutan, dan delusi; aku sama sekali tidak dapat melepaskannya. Mengapa demikian?

Jika orang-orang lain di negeri-negeri lain mendengar hal ini, mereka akan berkata, “Raja Pāyāsi memegang pandangannya selama waktu yang lama, tetapi ia telah dibantah, dikalahkan, dan dibuat untuk meninggalkannya oleh pertapa Kumāra Kassapa.” Karena alasan ini, Kassapa, aku memegang pandangan ini, demi keinginan, keengganan, ketakutan, dan delusi; aku sama sekali tidak dapat melepaskannya.

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata:

Pāyāsi, dengarkanlah ketika aku mengatakan kepadamu suatu perumpamaan. Orang bijaksana, ketika mendengarkan suatu perumpamaan, memahami maksudnya.

Seumpamanya, Pāyāsi, dua orang sahabat meninggalkan rumah untuk mencari penghidupan. Dalam perjalanan, mereka pertama melihat sejumlah besar rami tanpa pemilik. Ketika melihatnya, salah seorang dari keduanya berkata kepada temannya:

Engkau seharusnya mengetahui bahwa terdapat sejumlah besar rami di sini tanpa pemilik. Marilah kita mengambilnya, membuat muatan yang berat untuk masing-masing dari kita, dan membawanya pulang sebagai sumber penghidupan kita.

Maka mereka membawa muatan berat mereka. Lebih lanjut, mereka melihat sejumlah besar benang kapas dan pakaian kapas tanpa pemilik. Lebi lanjut lagi, mereka melihat sejumlah besar perak tanpa pemilik. Ketika melihatnya, salah seorang dari mereka meletakkan muatan raminya, mengambil perak, dan memuat dirinya penuh dengannya. Lebih lanjut lagi mereka melihat sejumlah besar emas tanpa pemilik.

Kemudian orang yang memuat perak berkata kepada orang yang memuat rami:

Sekarang, engkau seharusnya mengetahui bahwa terdapat sejumlah besar emas di sini tanpa pemilik. Engkau membuang ramimu dan aku akan membuang perakku. Aku ingin engkau dan aku mengambil emas ini dan membawa muatan yang berat darinya ke rumah, sebagai sumber penghidupan kita.

Orang yang memuat rami berkata kepada orang yang memuat perak:

Muatan ramiku adalah bagus. Ia dibungkus dan diikat dengan baik, dan aku telah membawanya sepanjang jalan. Aku tidak dapat melepaskannya. Engkau mengetahui apa yang cocok bagimu. Jangan khawatir tentang diriku!

Karena hal ini orang yang memuat perak mengambil muatan rami dengan paksa dan melemparkannya ke tanah, dengan merusaknya. Orang dengan [muatan] rami berkata kepada orang dengan [muatan] perak:

Engkau telah merusak muatanku. Muatan ramiku diikat dengan baik, dan aku telah membawanya sepanjang jalan. Aku sendiri ingin membawa rami ini kembali ke rumah. Aku tidak akan pernah melepaskannya. Engkau mengetahui apa yang cocok untukmu. Jangan khawatir tentang diriku!

Kemudian orang dengan muatan perak membuang muatannya, memuat dirinya sendiri dengan emas, dan pulang ke rumah. Ketika orang yang memuat emas mendekati rumahnya, ayah dan ibunya, yang melihatnya dari kejauhan kembali dengan muatan emas, berseru:

Selamat datang, putra yang baik! Datanglah cepat, putra yang baik! Berkat emas ini, engkau akan membuat penghidupan yang baik, menyokong ayah dan ibu, dan menopang istrimu, anak-anak, pelayan laki-laki dan perempuanmu, dan para pesuruh. Lebih lanjut, engkau dapat memberikan persembahan kepada para pertapa dan brahmana, membuat jasa dan meningkatkan [dirimu sendiri], [mengalami] buah-buah kebaikan dan akibat baik, dengan terlahir kembali di surga dan menikmati usia panjang.

[Tetapi ketika] orang yang memuat rami kembali ke rumahnya, ayah dan ibunya, yang melihatnya dari kejauhan kembali dengan muatan rami, memarahinya dengan berkata:

Di sini engkau rupanya, penjahat! Di sini engkau rupanya, orang tanpa kebajikan! Dengan rami ini engkau tidak akan membuat penghidupan, atau menyokong ayah dan ibumu, atau menopang istrimu, anak-anak, para pelayan laki-laki dan perempuan, dan para pesuruh. Engkau tidak dapat memberikan persembahan kepada para pertapa dan brahmana, membuat jasa dan meningkatkan [dirimu sendiri], [mengalami] buah-buah kebaikan dan akibat baik, ataupun terlahir kembali di surga dan menikmati usia panjang.

Pāyāsi, engkau seharusnya mengetahui bahwa demikian juga halnya dengan dirimu. Jika engkau memegang pandangan ini demi keinginan, keengganan, ketakutan, dan delusi, dan tidak melepaskannya, engkau akan jatuh dalam tak terhitung ketidakberuntungan dan dijauhi banyak orang.

Raja Pāyāsi lagi berkata:

Walaupun apa yang dikatakan pertapa Kumāra Kassapa, aku tetap memegang pandangan ini, demi keinginan, keengganan, ketakutan, dan delusi; aku sama sekali tidak dapat melepaskannya. Mengapa demikian? Jika orang-orang lain di negeri-negeri lain mendengar hal ini, mereka akan berkata, “Raja Pāyāsi memegang pandangannya selama waktu yang lama, tetapi ia telah dibantah, dikalahkan, dan dibuat untuk meninggalkannya oleh pertapa Kumāra Kassapa.” Karena alasan ini, Kassapa, aku memegang pandangan ini, demi keinginan, keengganan, ketakutan, dan delusi; aku sama sekali tidak dapat melepaskannya.
« Last Edit: 07 April 2016, 07:33:37 AM by seniya »
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #27 on: 06 April 2016, 10:40:44 PM »
Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata:

Pāyāsi, dengarkanlah ketika aku mengatakan kepadamu suatu perumpamaan. Orang bijaksana, ketika mendengarkan suatu perumpamaan, memahami maksudnya.

Seumpamanya, Pāyāsi, beberapa pedagang dan kumpulan rekan, dengan seribu kereta, sedang mengadakan perjalan pada suatu jalan [melalui daerah] dengan perbekalan langka. Kumpulan itu memiliki dua orang pemimpin. Mereka berpikir: “Bagaimana kita dapat keluar dari kesulitan ini?” Mereka berpikir lebih lanjut: “Kumpulan ini seharusnya dibagi menjadi dua kelompok dengan lima ratus kereta masing-masing.” Maka para pedagang itu memisahkan diri menjadi dua kelompok dengan lima ratus kereta masing-masing.

Kemudian salah seorang pemimpin dari para pedagang itu membawa lima ratus sepanjang jalan [melalui daerah] dengan persediaan langka. Pemimpin pedagang itu sering pergi maju [dengan sendiri]. Ia melihat seseorang datang dari sisi jalan dengan pakaiannya semuanya basah, dengan tubuh gelap, kepala kuning, dan dua mata merah yang tajam, dengan memakai kalungan bunga sepatu, dan menunggangi sebuah kereta keledai yang kedua rodanya terkena lumpur. Ketika melihatnya, pemimpin pedagang itu bertanya, “Apakah hujan turun di jalan [melalui daerah] dengan perbekalan langka? Apakah terdapat air, kayu bakar, dan rumput baru [di depan]?”

Orang itu menjawab:

Terdapat hujan deras di jalan [melalui daerah] dengan perbekalan langka. Terdapat banyak air, kayu bakar, dan rumput baru. Teman, buanglah air, kayu bakar, dan rumput yang telah engkau miliki, sehingga tidak membebani keretamu. Engkau akan menemukan air, kayu bakar bagus, dan rumput baru dengan segera.

Mendengar hal ini, pemimpin pedagang itu kembali kepada para pedagang dan berkata:

Ketika aku pergi maju, aku melihat seseorang datang dari sisi jalan dengan pakaian semuanya basah, dengan tubuh gelap, kepala kuning, dan dua mata merah yang tajam, dengan memakai kalungan bunga sepatu, dan menunggangi sebuah kereta keledai yang dua rodanya terkena lumpur. Aku bertanya kepadanya, “Apakah hujan turun di jalan [melalui daerah] dengan perbekalan langka? Apakah terdapat air, kayu bakar, dan rumput baru [di depan]?” Ia menjawabku, dengan berkata, “Terdapat hujan deras di jalan [melalui daerah] dengan perbekalan langka. Terdapat banyak air, kayu bakar, dan rumput baru. Teman, buanglah air, kayu bakar, dan rumput yang telah engkau miliki, sehingga tidak membebani keretamu. Engkau akan menemukan air, kayu bakar bagus, dan rumput baru dengan segera.”

Para pedagang, marilah kita membuang air, kayu bakar, dan rumput yang telah kita miliki. Kita akan menemukan air, kayu bakar, dan rumput baru dengan segera. Marilah kita tidak membebani kereta kita!

Maka para pedagang itu membuang air, kayu bakar, dan rumput yang telah mereka miliki. Setelah satu hari perjalanan, mereka tidak menemukan air, kayu bakar, atau rumput baru. Setelah dua hari ... tiga hari ... bahkan setelah tujuh hari perjalanan, mereka masih tidak menemukan air, kayu bakar, atau rumput baru. Setelah tujuh hari berlalu, mereka dibunuh oleh para hantu pemakan manusia.

Pemimpin pedagang kedua berpikir, “Pemimpin pedagang pertama telah menyeberangi bahaya. Dengan cara apa kita dapat sekarang menaklukkan kesulitan?” Setelah berpikir demikian, pemimpin pedagang kedua berlanjut sepanjang jalan [melalui daerah] dengan perbekalan langka bersama-sama dengan lima ratus kereta. Pemimpin pedagang kedua pergi maju dengan sendiri. Ia melihat seseorang datang dari sisi jalan dengan pakaiannya semuanya basah, dengan tubuh gelap, kepala kuning, dan dua mata merah yang tajam, dengan memakai kalungan bunga sepatu, dan menunggangi sebuah kereta keledai yang dua rodanya terkena lumpur.

Ketika melihatnya, pemimpin pedagang kedua bertanya, “Apakah hujan turun di jalan [melalui daerah] dengan perbekalan langka? Apakah terdapat air, kayu bakar, dan rumput baru [di depan]?” Orang itu menjawab:

Terdapat hujan deras di jalan [melalui daerah] dengan perbekalan langka. Terdapat banyak air, kayu bakar, dan rumput baru. Teman, buanglah air, kayu bakar, dan rumput yang telah engkau miliki, sehingga tidak membebani keretamu. Engkau akan menemukan air, kayu bakar bagus, dan rumput baru dengan segera.

Mendengar hal ini, pemimpin pedagang kedua kembali kepada para pedagang dan berkata:

Ketika aku pergi maju, aku melihat seseorang datang dari sisi jalan dengan pakaian semuanya basah, dengan tubuh gelap, kepala kuning, dan dua mata merah yang tajam, dengan memakai kalungan bunga sepatu, dan menunggangi sebuah kereta keledai yang dua rodanya terkena lumpur. Aku bertanya kepadanya, “Apakah hujan turun di jalan [melalui daerah] dengan perbekalan langka? Apakah terdapat air, kayu bakar, dan rumput baru [di depan]?”

Ia menjawabku, dengan berkata, “Terdapat hujan deras di jalan [melalui daerah] dengan perbekalan langka. Terdapat banyak air, kayu bakar, dan rumput baru. Teman, buanglah air, kayu bakar, dan rumput yang telah engkau miliki, sehingga tidak membebani keretamu. Engkau akan menemukan air, kayu bakar bagus, dan rumput baru dengan segera.”

[Tetapi,] para pedagang, kita tidak dapat membuang air, kayu bakar, atau rumput yang telah kita miliki. Kita seharusnya membuangnya hanya jika kita menemukan air, kayu bakar, dan rumput baru.

[Maka] mereka tidak membuang air, kayu bakar, dan rumput yang telah mereka miliki. Setelah satu hari perjalanan, mereka tidak menemukan air, kayu bakar, atau rumput baru. Setelah dua hari ... tiga hari ... bahkan setelah tujuh hari perjalanan, mereka masih tidak menemukan air, kayu bakar, atau rumput baru. Ketika pergi maju, pemimpin pedagang kedua menemukan bahwa pemimpin pedagang pertama dan para pedagangnya telah dibunuh oleh para hantu pemakan manusia.

Melihat hal ini, pemimpin pedagang kedua berkata kepada para pedagang:

Kalian lihat! Pemimpin pedagang pertama adalah bodoh, tidak mengetahui, tidak memahami, dan tidak memiliki kebijaksanaan. Ia sendiri telah terbunuh, dan semua orangnya juga telah terbunuh. Para pedagang, jika kalian ingin mengambil barang-barang milik kelompok pertama, lakukanlah sesuka hati!

Pāyāsi, engkau seharusnya mengetahui bahwa demikian juga halnya dengan dirimu. Jika engkau memegang pandangan ini demi keinginan, keengganan, ketakutan, dan delusi, dan tidak melepaskannya, engkau akan jatuh dalam tak terhitung ketidakberuntungan dan dijauhi banyak orang, seperti halnya pemimpin pedagang pertama dan para pedagangnya.

Raja Pāyāsi berkata lagi:

Walaupun apa yang dikatakan pertapa Kumāra Kassapa, aku tetap memegang pandangan ini, demi keinginan, keengganan, ketakutan, dan delusi; aku sama sekali tidak dapat melepaskannya. Mengapa demikian? Jika orang-orang lain di negeri-negeri lain mendengar hal ini, mereka akan berkata, “Raja Pāyāsi memegang pandangannya selama waktu yang lama, tetapi ia telah dibantah, dikalahkan, dan dibuat untuk meninggalkannya oleh pertapa Kumāra Kassapa.”

Karena alasan ini, Kassapa, aku memegang pandangan ini, demi keinginan, keengganan, ketakutan, dan delusi; aku sama sekali tidak dapat melepaskannya.

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata:

Pāyāsi, dengarkanlah ketika aku mengatakan kepadamu suatu perumpamaan. Orang bijaksana, ketika mendengarkan suatu perumpamaan, memahami maksudnya.

Seumpamanya, Pāyāsi, bahwa dua orang ingin berjudi dengan padi-padian<184> [sebagai mata uang taruhan]. Pemain pertama [ketika kalah] dengan diam-diam memakan padi-padian [tambahan] [yang menyebabkan lawannya kalah]: satu kali, dua kali, tiga kali, lagi dan lagi. Pemain kedua berpikir, “Aku bermain melawan orang ini, tetapi ia telah mencurangiku banyak kali, dengan diam-diam memakan padi-padian [tambahan]: satu kali, dua kali, tiga kali, lagi dan lagi.”

Melihat hal ini, ia berkata kepada temannya, “Sekarang aku ingin beristirahat. Marilah kita melanjutkan permainan nanti.” Setelah itu pemain kedua meninggalkan tempat itu dan mengolesi padi-padian itu dengan racun. Setelah mengolesinya, ia kembali dan berkata kepada temannya, “Datanglah dan [lanjutkan] permainan denganku!” Maka ia datang dan mereka bermain bersama. Lagi pemain pertama dengan diam-diam memakan padi-padian: satu kali, dua kali, tiga kali, lagi dan lagi. Setelah memakan padi-padian, matanya menjadi kosong, ia mengeluarkan busa dari mulut, dan hampir meninggal.

Kemudian pemain kedua mengucapkan syair ini kepada pemain pertama:

Padi-padian ini diolesi dengan racun.
Engkau memakannya dengan serakah tanpa memperhatikan.
Engkau mencurangiku dengan padi-padian,
Yang terikat untuk membuatmu menderita!

Pāyāsi, engkau seharusnya mengetahui bahwa demikian juga halnya dengan dirimu. Jika engkau memegang pandangan ini demi keinginan, keengganan, ketakutan, dan delusi, dan tidak melepaskannya, engkau akan jatuh dalam tak terhitung ketidakberuntungan dan dijauhi banyak orang, seperti halnya pemain yang mencurangi orang lain demi padi-padian membawa bencana bagi dirinya sendiri.

Raja Pāyāsi berkata lagi:

Walaupun apa yang dikatakan pertapa Kumāra Kassapa, aku tetap memegang pandangan ini, demi keinginan, keengganan, ketakutan, dan delusi; aku sama sekali tidak dapat melepaskannya. Mengapa demikian? Jika orang-orang lain di negeri-negeri lain mendengar hal ini, mereka akan berkata, “Raja Pāyāsi memegang pandangannya selama waktu yang lama, tetapi ia telah dibantah, dikalahkan, dan dibuat untuk meninggalkannya oleh pertapa Kumāra Kassapa.”

Oleh karena itu, Kassapa, aku memegang pandangan ini, demi keinginan, keengganan, ketakutan, dan delusi; aku sama sekali tidak dapat melepaskannya.

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata:

Pāyāsi, dengarkanlah ketika aku mengatakan kepadamu perumpamaan lain. Orang bijaksana, ketika mendengarkan suatu perumpamaan, memahami maksudnya.

Seumpamanya, Pāyāsi, seorang peternak babi, ketika berjalan sepanjang jalan, melihat sejumlah besar kotoran hewan tanpa pemilik. Ia berpikir, “Kotoran hewan ini dapat memberi makan banyak babi. Biarlah aku mengambilnya, memuatnya, dan pergi.” Maka ia mengambilnya dan pergi.

Dalam perjalanan ia bertemu hujan deras. Kotoran hewan itu, yang larut dan mengalir dengan perlahan, mengotori tubuhnya, tetapi ia tetap membawanya, tidak pernah membuangnya. Akibatnya ia mengalami tak terhitung ketidakberuntungan dan dijauhi oleh banyak orang.

Pāyāsi, engkau seharusnya mengetahui bahwa demikian juga halnya dengan dirimu. Jika engkau memegang pandangan ini demi keinginan, keengganan, ketakutan, dan delusi, dan tidak melepaskannya, engkau akan jatuh dalam tak terhitung ketidakberuntungan dan dijauhi banyak orang, seperti halnya peternak babi itu.

Raja Pāyāsi berkata lagi:

Walaupun apa yang dikatakan pertapa Kumāra Kassapa, aku tetap memegang pandangan ini, demi keinginan, keengganan, ketakutan, dan delusi; aku sama sekali tidak dapat melepaskannya. Mengapa demikian? Jika orang-orang lain di negeri-negeri lain mendengar hal ini, mereka akan berkata, “Raja Pāyāsi memegang pandangannya selama waktu yang lama, tetapi ia telah dibantah, dikalahkan, dan dibuat untuk meninggalkannya oleh pertapa Kumāra Kassapa.”

Oleh karena itu, Kassapa, aku memegang pandangan ini, demi keinginan, keengganan, ketakutan, dan delusi; aku sama sekali tidak dapat melepaskannya.

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata:

Pāyāsi, dengarkanlah ketika aku mengatakan kepadamu sebuah perumpamaan terakhir. Akan baik jika engkau dapat memahaminya. Jika tidak, aku tidak akan mengajarkanmu Dharma lagi.

Seumpamanya, Pāyāsi, seekor babi besar, raja dari lima ratus ekor babi, ketika sedang berjalan sepanjang jalan berbahaya, bertemu dengan seekor macan dalam perjalanan.

Ketika melihat macan itu, babi itu berpikir:

Jika aku berkelahi dengan macan ini, ia pasti akan membunuhku. Jika aku melarikan diri dengan ketakutan, para sanak keluargaku akan merendahkanku. Dengan cara apakah aku dapat keluar dari kesulitan ini?

Setelah berpikir demikian, ia berkata kepada macan itu, “Jika engkau ingin berkelahi, aku dapat berkelahi denganmu. Jika tidak, maka biarkanlah aku lewat.” Mendengar hal ini, macan itu berkata kepada babi itu, “Aku mengizinkanmu untuk berkelahi denganku. Aku tidak akan membiarkanmu lewat.”

Babi itu berkata lebih lanjut, “Macan, tunggulah sebentar, seraya aku mengenakan pakaian perang dari masa kakekku, dan kemudian aku akan kembali untuk berkelahi.” Mendengar hal ini, macan itu berpikir, “Ia tidak dapat menandingi diriku, apalagi dengan pakaian perang dari masa kakeknya.” Maka ia berkata kepada babi itu, “Lakukanlah seperti yang engkau sukai!” Kemudian babi itu kembali ke lubang lumpurnya dan berguling-guling dalam kotoran, melumuri tubuhnya dengan kotoran sampai ke mata. Kemudian ia pergi menemui macan itu dan mengatakan, “Jika engkau ingin berkelahi, aku dapat berkelahi denganmu. Jika tidak, biarkanlah aku lewat.”

Ketika melihat babi itu, macan itu berpikir, “Aku tidak pernah bahkan memakan makanan yang memiliki cacing di dalamnya, untuk melindungi gigiku, sehingga aku pasti tidak akan mendekati babi yang kotor ini.” Berpikir demikian, macan itu berkata kepada babi itu, “Aku akan membiarkan engkau lewat alih-alih berkelahi denganmu.” Setelah lewat, babi itu mengucapkan sebuah syair kepada macan itu:

Macan, engkau memiliki empat kaki.
Aku juga memiliki empat kaki.
Datanglah dan berkelahi denganku!
Apakah yang engkau takutkan sehingga engkau menjauh?

Kemudian, ketika mendengar hal ini, macan itu juga mengucapkan sebuah syair untuk menjawab babi itu:

Bulumu berdiri tegak seperti hutan lebat,
Engkau terendah di antara para binatang!
Pergilah, babi! Dengan cepat!
Bau busuk kotoranmu tidak tertahankan.

Kemudian babi itu, dengan menyombongkan diri, mengucapkan syair lain:

[Para penduduk] dua negeri Magadha dan Aṅga
Akan mendengar bahwa aku berkelahi denganmu.
Datanglah dan berkelahilah denganku!
Apakah yang engkau takutkan sehingga engkau menjauh?

Mendengar hal ini, macan mengucapkan syair lain:

Dengan semua bulu pada tubuhmu yang bau,
Bau busukmu mencekikku, babi.
Jika engkau ingin berkelahir untuk kemenangan,
Aku sekarang mengakui kemenanganmu.

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata:

Pāyāsi, engkau seharusnya mengetahui bahwa demikian juga halnya dengan dirimu. Jika engkau memegang pandangan ini demi keinginan, keengganan, ketakutan, dan delusi, dan tidak melepaskannya, engkau akan jatuh dalam tak terhitung ketidakberuntungan dan dijauhi banyak orang, seperti halnya macan yang mengakui kemenangan babi.
« Last Edit: 07 April 2016, 07:34:24 AM by seniya »
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #28 on: 06 April 2016, 10:41:37 PM »
Setelah mendengar hal ini, Raja Pāyāsi berkata:

Ketika yang mulia mengatakan perumpamaan pertama, tentang matahari dan bulan, aku memahaminya ketika mendengarnya dan bergembira menerimanya dengan hormat. Namun, aku ingin memperoleh ajaran lebih lanjut yang menakjubkan dan bijaksana dari Yang Mulia Kumāra Kassapa, dan karena alasan ini aku bertanya kepada anda lagi dan lagi. Aku sekarang pergi berlindung kepada Yang Mulia Kumāra Kassapa.

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata, “Pāyāsi, engkau tidak seharusnya pergi berlindung kepadaku. Aku pergi berlindung kepada Sang Buddha. Engkau juga seharusnya pergi berlindung kepada beliau.”

Raja Pāyāsi berkata:

Yang mulia, aku sekarang pergi berlindung kepada Buddha, Dharma dan komunitas para bhikkhu. Semoga Yang Mulia Kumāra Kassapa menerimaku, atas nama Sang Buddha, sebagai seorang pengikut awam. Sejak hari ini sampai akhir hidupku aku mengambil perlindungan. Yang Mulia Kumāra Kassapa, sejak hari ini aku akan melakukan kedermawanan dan berbuat jasa.

Yang Mulia Kumāra Kassapa bertanya, “Pāyāsi, engkau ingin melakukan kedermawanan dan berbuat jasa, tetapi berapa banyak orang yang akan engkau beri? Dan berapa lama ia akan berlangsung?”

Raja Pāyāsi berkata, “Aku akan memberi kepada seratus orang atau bahkan seribu orang, selama satu hari, dua hari, atau bahkan tujuh hari.”

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata:

Raja, jika engkau melakukan kedermawanan dan berbuat jasa dengan memberi kepada seratus orang atau bahkan seribu orang, selama satu hari, dua hari, atau bahkan tujuh hari, maka para pertapa dan brahmana dalam berbagai arah semuanya akan mendengar bahwa Raja Pāyāsi memegang pandangannya selama waktu yang lama, tetapi [sekarang] telah dibantah, dikalahkan, dan dibuat untuk meninggalkannya oleh pertapa Kumāra Kassapa.

Mendengar hal ini, orang-orang di berbagai arah semuanya akan datang dari jauh. Tetapi jika dalam tujuh hari itu, beberapa tidak dapat makan makanan yang diberikan raja dengan keyakinan, maka raja tidak akan berbuat jasa dan tidak akan mengalami kebahagiaan yang bertahan lama.

Seumpamanya, Raja Pāyāsi, [bahwa terdapat] benih-benih yang tidak pecah juga tidak busuk, tidak retak juga tidak rusak, tidak dirusak oleh angin, matahari, atau air, dan yang telah disimpan dengan aman sejak musim gugur; dan seumpamanya bahwa seorang perumah tangga dengan seksama membajak ladang yang subur. Setelah dengan seksama mempersiapkan lahan, ia menyemai benih-benih itu pada waktu yang tepat, tetapi tidak ada hujan yang tepat waktu atau persediaan air lainnya. Apakah yang engkau pikirkan, Pāyāsi? Apakah benih-benih itu akan berkecambah dan tumbuh?

Ia menjawab, “Mereka tidak akan [tumbuh].”

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata:

Pāyāsi, demikian juga halnya dengan dirimu jika engkau melakukan kedermawanan untuk menghasilkan jasa dengan memberi kepada seratus orang, atau bahkan seribu orang, selama satu hari, dua hari, atau bahkan tujuh hari.
Para pertapa dan brahmana di berbagai arah semuanya akan mendengar bahwa Raja Pāyāsi memegang pandangannya selama waktu yang lama, tetapi [sekarang] telah dibantah, dikalahkan, dan dibuat untuk meninggalkannya oleh pertapa Kumāra Kassapa. Mendengar hal ini, orang-orang di berbagai arah semuanya akan datang dari jauh. Tetapi jika dalam tujuh hari itu, beberapa tidak dapat makan makanan yang diberikan raja dengan keyakinan, maka raja tidak akan berbuat jasa dan tidak akan mengalami kebahagiaan yang bertahan lama.

Raja Pāyāsi bertanya lebih lanjut, “Yang mulia, apakah yang seharusnya kulakukan?”

Yang Mulia Kumāra Kassapa menjawab:

Pāyāsi, engkau seharusnya melakukan kedermawanan dan berbuat jasa dengan menyediakan dana makanan terus-menerus. Jika, Raja Pāyāsi, engkau melakukan kedermawanan dan berbuat jasa dengan menyediakan dana makanan terus-menerus, maka para pertapa dan brahmana di berbagai arah semuanya akan mendengar bahwa Raja Pāyāsi memegang pandangannya selama waktu yang lama, tetapi [sekarang] telah dibantah, dikalahkan, dan dibuat untuk meninggalkannya oleh pertapa Kumāra Kassapa. Mendengar hal ini, orang-orang di berbagai arah semuanya akan datang dari jauh, dan akan dapat menerima dana makanan yang diberikan raja dengan keyakinan. Kemudian raja akan berbuat jasa dan mengalami kebahagiaan yang bertahan lama.

Seumpamanya, Raja Pāyāsi, [bahwa terdapat] benih-benih yang tidak pecah juga tidak busuk, tidak retak juga tidak rusak, tidak dirusak oleh angin, matahari, atau air, dan yang telah disimpan dengan aman sejak musim gugur; dan seumpamanya bahwa seorang perumah tangga dengan seksama membajak ladang yang subur. Setelah dengan seksama mempersiapkan lahan, ia menyemai benih-benih itu pada waktu yang tepat, dan terdapat hujan yang tepat waktunya atau beberapa persediaan air lainnya. Apakah yang engkau pikirkan, Pāyāsi? Apakah benih-benih itu akan berkecambah dan tumbuh?

Ia menjawab, “Mereka akan [tumbuh].”

Yang Mulia Kumāra Kassapa berkata:

Pāyāsi, demikian juga halnya dengan dirimu. Jika engkau melakukan kedermawanan dan berbuat jasa dengan menyediakan dana makanan terus-menerus, maka para pertapa dan brahmana di berbagai arah semuanya akan mendengar bahwa Raja Pāyāsi memegang pandangannya selama waktu yang lama, tetapi [sekarang] telah dibantah, dikalahkan, dan dibuat untuk meninggalkannya oleh pertapa Kumāra Kassapa. Mendengar hal ini, orang-orang di berbagai arah semuanya akan datang dari jauh, dan akan dapat menerima dana makanan yang diberikan raja dengan keyakinan. Kemudian raja akan berbuat jasa dan mengalami kebahagiaan yang bertahan lama.

Setelah itu Raja Pāyāsi berkata, “Yang mulia, sejak saat ini aku akan melakukan kedermawanan dan berbuat jasa dengan menyediakan dana makanan terus-menerus.”

Kemudian dengan tak terhitung cara terampil, Yang Mulia Kumāra Kassapa mengajarkan Dharma kepada Raja Pāyāsi dan kepada para brahmana dan perumah tangga Setavyā, dengan menasehati, mendorong, dan menggembirakan mereka. Setelah dengan tak terhitung cara terampil mengajarkan mereka Dharma, setelah menasehati, mendorong, dan menggembirakan mereka, ia berdiam diri.

Kemudian, setelah Yang Mulia Kumāra Kassapa telah mengajarkan Dharma kepada Raja Pāyāsi dan para brahmana dan perumah tangga Setavyā, dengan menasehati, mendorong, dan menggembirakan mereka, mereka bangkit dari tempat duduk mereka, memberikan penghormatan kepada Yang Mulia Kumāra Kassapa, mengelilinginya tiga kali, dan pergi.

Walaupun Raja Pāyāsi melakukan kedermawanan dan berbuat jasa, [dana makanannya termasuk] bubur kacang dan sayuran yang sangat buruk, kasar, dan rendah mutunya, dan hanya sepotong jahe. Ia juga memberikan jubah yang kasar dan rendah mutunya. Pengawas dapur pada waktu itu bernama Uttara. Ketika melakukan kedermawanan untuk menghasilkan jasa atas nama Raja Pāyāsi, ia memohon kepada beberapa bhikkhu senior untuk membuat aspirasi ini: “Jika kedermawanan ini memberikan akibat jasa, semoga Raja Pāyāsi tidak mengalaminya dalam kehidupan ini atau berikutnya.”

Raja Pāyāsi mendengar bahwa Uttara, ketika melakukan kedermawanan dan berbuat jasa, selalu memohon kepada beberapa bhikkhu senior untuk membuat aspirasi ini: “Jika kedermawanan ini memberikan akibat jasa, semoga Raja Pāyāsi tidak mengalaminya dalam kehidupan ini atau berikutnya.” Setelah mendengar hal ini, ia memanggil Uttara dan bertanya:

Uttara, apakah benar bahwa ketika melakukan kedermawanan untuk berbuat jasa atas namaku engkau memohon kepada beberapa bhikkhu senior untuk membuat aspirasi ini, “Jika kedermawanan ini memberikan akibat jasa, semoga Raja Pāyāsi tidak mengalaminya dalam kehidupan ini atau berikutnya.”?

Uttara menjawab:

Ya, yang mulia. Mengapa demikian? Walaupun yang mulia melakukan kedermawanan dan berbuat jasa, [dana makanannya termasuk] bubur kacang dan sayuran yang sangat buruk, kasar, dan rendah mutunya, dan hanya sepotong jahe. Yang mulia, makanan demikian bahkan tidak dapat disentuh oleh tangan, apalagi dimakan. [Juga] yang mulia memberikan jubah yang kasar dan rendah mutunya. Yang mulia, jubah demikian bahkan tidak dapat dipijak dengan kaki seseorang, apalagi dipakai. Aku menghormati yang mulia alih-alih apa yang diberikan.

Oleh sebab itu, yang mulia, aku tidak ingin yang mulia mengalami akibat dari dana yang demikian rendah mutunya.
Ketika mendengar hal ini, Raja Pāyāsi berkata, “Uttara, sejak saat ini engkau seharusnya menyediakan makanan seperti yang kumakan dan memberikan jubah seperti yang kupakai.” Maka, sejak saat itu Uttara menyediakan makanan seperti yang dimakan raja dan memberikan jubah seperti yang dipakai raja.

Kemudian, karena pengawasannya atas pelaksanaan kedermawanan untuk Raja Pāyāsi, Utara terlahir kembali ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, di antara empat raja dewa. Raja Pāyāsi, karena pelaksanaan kedermawanan tanpa keikhlasan, terlahir kembali ketika hancurnya tubuh, setelah kematian, di istana kosong Hutan Akasia. Yang Mulia Gavampati sering berkelana dekat istana kosong Hutan Akasia. Yang Mulia Gavampati melihat Raja Pāyāsi dari kejauhan dan bertanya, “Siapakah engkau?”

Raja Pāyāsi menjawab, “Yang Mulia Gavampati, apakah anda pernah mendengar bahwa di benua Jambudīpa terdapat seorang raja dari Setavyā bernama Pāyāsi?”

Yang Mulia Gavampati menjawab, “Aku pernah mendengar bahwa di benua Jambudīpa terdapat seorang raja dari Setavyā bernama Pāyāsi.”

Raja Pāyāsi berkata, “Yang Mulia Gavampati, aku adalah ia, yang mulanya bernama Pāyāsi.”

Yang Mulia Gavampati bertanya lebih lanjut:

Raja Pāyāsi memegang pandangan ini, prinsip ini: “Tidak ada kehidupan mendatang; makhluk-makhluk tidak terlahir kembali.” Karena alasan apakah ia terlahir kembali di sini di istana kecil yang kosong di Hutan Akasia bergantung pada empat raja dewa?

Raja Pāyāsi berkata:

Yang Mulia Gavampati, aku memang memegang pandangan ini, tetapi aku telah dibantah, dikalahkan, dan dibuat untuk meninggalkannya oleh Yang Mulia Pertapa Kumāra Kassapa. Jika, Yang Mulia Gavampati, anda kembali ke benua Jambudīpa, mohon beritahukan kepada orang-orang di benua Jambudīpa bahwa ketika melakukan kedermawanan untuk berbuat jasa, mereka seharusnya memberi dengan keikhlasan, memberi dengan tangannya sendiri, memberi dengan pergi ke sana sendiri, memberi dengan keyakinan yang kokoh, memberi dengan pemahaman atas perbuatan dan akibat perbuatan.

Mengapa? Agar mereka tidak mengalami akibat kedermawanan [yang dilakukan dengan salah], dengan cara Raja Pāyāsi dari Setavyā. Raja Pāyāsi adalah seorang praktisi kedermawanan, tetapi karena ia memberi tanpa keikhlasan, ia terlahir kembali di istana kecil yang kosong di Hutan Akasia, bergantung pada empat raja dewa.

Kemudian Yang Mulia Gavampati menyetujui dengan tetap berdiam diri.

Setelah itu, ketika ia turun secara berkala ke benua Jambudīpa, Yang Mulia Gavampati memberitahukan orang-orang seluruh benua Jambudīpa:

Memberilah dengan ketulusan, memberilah dengan tanganmu sendiri, memberilah dengan pergi ke sana sendiri, memberilah dengan keyakinan yang kokoh, memberilah dengan pemahaman atas perbuatan dan akibat perbuatan. Mengapa? Agar kalian tidak mengalami akibat kedermawanan [yang dilakukan dengan salah], dengan cara Raja Pāyāsi dari Setavyā. Raja Pāyāsi adalah seorang praktisi kedermawanan, tetapi karena ia memberi tanpa keikhlasan, ia terlahir kembali [hanya] di istana kecil yang kosong di Hutan Akasia, bergantung pada empat raja dewa.

Ini adalah apa yang dikatakan Yang Mulia Kumāra Kassapa. Setelah mendengar apa yang dikatakan Yang Mulia Kumāra Kassapa, Raja Pāyāsi, para brahmana dan perumah tangga dari Setavyā, dan para bhikkhu bergembira dan mengingatnya dengan baik.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #29 on: 06 April 2016, 10:43:36 PM »
Catatan Kaki:

<154> Cf. Cakkavatti-sutta, SN V 99.

<155> Cf. Lakkhaṇa-sutta, DN III 142.

<156> Cf. Jā II 310, Mandhātu-jātaka dan Divyādāna no. 17: Māndhāta; Edward Byles Cowell dan R. A. Neil, Divyādāna – A Collection of Early Buddhist Legends (London: Clay & Son, 1886), pp 200-228.

<157> Cf. Dhp 187.

<158> Cf. Gomayapiṇḍa-sutta, SN III 143.

<159> Cf. Mahāvastu; Ėmile Senart, Le Mahavastu: texte Sanscrit – publié pour la première fois et accompagnè d’introductions et d’un commentaire par Ė Senart (Paris: Imprimerie Nationale, 1882-1897), vol. 3, pp 441-449.

<160> Cf. Ghaṭikāra-sutta, MN II 45.

<161> Mungkin menerjemahkan berbagai nama yang dibuktikan Nigrodha (Skt. Nyagrodha). Cf. Analayo, “Zhong A-han,” dalam W. G. Weeraratne, ed. Encyclopaedia of Buddhism (Sri Lanka: Department of Buddhist Affairs, 2009), vol. 8, no. 3, pp. 827-830.

<162> Cf. Devadūta-sutta, MN III 178.

<163> Bentuk akhir shan dalam setengah-baris ini mungkin suatu kesalahan untuk jing. Shan qing jing = Pāli suparisuddha.

<164> Mungkin gungla atau ghangil (Anastomus oscitans), angsa kecil yang memakan kerang-kerangan.

<165> Wu huan, secara harfiah, “tidak sakit”. Huan mungkin telah digunakan untuk menerjemahkan riṣṭa/riṭṭha.

<166> Cf. Theragātha 910-919.

<167> Cf. Cakkavatti-sutta, DN III 75.

<168> Cf. Makhādeva-sutta, MN II 74.

<169> “Tujuh anggota tubuh”: empat kaki gajah, dua gading, dan belalai.

<170> Yu sha he, Pāli usabha.

<171> Xianren wang, atau (di bawah) wang xianren, Skt. rāja-ṛṣi. Di luar kata majemuk ini kita menerjemahkan xianren sebagai “pertapa”.

<172> Makna bacaan ini tidak jelas. Jian, selain makna biasanya “pandangan”, dapat juga menerjemahkan ā-√gam (Hirakawa, Bukkyō kanbon daijiten, s.v.).

<173> Fa zhai: peristiwa kedermawanan di mana makanan diberikan kepada miskin, mungkin dalam konteks pembacaan dan ritual lainnya. Para pembaca Mandarin selama berabad-abad akan memahami ini sebagai makanan vegetarian, tetapi tidak perlu untuk mengasumsikan ini untuk konteks India.

<174> Cf. Mahāsudassana-sutta, DN II 169.

<175> Bo luo tou. Mungkin suatu kesalahan untuk bo tou luo, yang menuliskan kata yang sama dengan Skt/Pāli pāṭala.

<176> Pāli pañcaṅgika tūriya.

<177> Cf. Cakkavattisīhanāda-sutta, DN III 58.

<178> Dang zi ran fadeng. “Engkau sendiri seharusnya menjadi pelita Dharma” akan menjadi suatu terjemahan yang lebih harfiah. Untuk susunan kata-kata dari bacaan ini, cf. T.12.380-972c13.

<179> Ding sheng, Pāli muddhābhisitta. Ding sheng digunakan dalam sutra 60 untuk menerjemahkan nama Māndhāta.

<180> Feifayu (e)tan xiefa. Bacaan lain (misalnya, di bawah T.1.26:524b16) menyisipkan karakter e, “jahat”, untuk tiga serangkai ini.

<181> Cf. Pāyāsi-sutta, DN II 316.

<182> Ru lai chi, secara harfiah, “perintah Sang Tathāgata”. Lai mungkin suatu kesalahan untuk partikel suo.

<183> Teks membaca wu/e, yang, menurut Hirakawa (Bukkyō kanbon daijiten, p. 486), dapat menerjemahkan pratikūla.

<184> Bing, mungkin untuk Skt. bhakta. Versi Pāli memiliki kali, “kalah angka dadu”, “mati tambahan” (Cone, A Dictionary of Pāli, vol. 1 [a-kh], s.v.). Tampaknya bahwa permainan India dimainkan dengan biji-biji yang bisa dimakan dari pohon vibīthaka; Thomas W. dan Caroline A. Rhys Davids, Dialogues of the Buddha, Translated from the Pāli of the Dīgha Nikāya (London: H. Frowde, Oxford University Press, 1899-1921), vol. II, p. 368, n. 1. Gagasannya bahwa kalah dapat dicegah dengan memakan sebuah mata uang taruhan. Lihat juga Heinrich Lūders, “Das Würfelspiel im alten Indien”, dalam Philologica Indica (Göttingen: Vandenhoeck & Ruprecht, 1940), pp. 106-175.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Madhyama Agama vol. 1 (bagian 6)
« Reply #30 on: 06 April 2016, 10:47:07 PM »
Madhyama Agama vol. 1 SELESAI

:lotus: :lotus: :lotus:
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

 

anything