//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Kamma = Jawaban praktis umat Buddha?  (Read 7976 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Kamma = Jawaban praktis umat Buddha?
« Reply #15 on: 09 July 2013, 06:01:55 PM »
Thanks semuanya atas komentar-komentarnya....


Tidak menerima ucapan terima kasih, kecuali dalam bentuk GRP  ;D
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline The Ronald

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.231
  • Reputasi: 89
  • Gender: Male
Re: Kamma = Jawaban praktis umat Buddha?
« Reply #16 on: 09 July 2013, 06:38:34 PM »
diambil kesimpulannya saja dari kasus kamma(perbuatan) masa lampau..adalah satu2nya penyebab :

“Mereka yang mengandalkan perbuatan masa lalu sebagai kebenaran mendasar tidak memiliki keinginan [untuk melakukan] apa yang harus dilakukan dan [untuk menghindari melakukan] apa yang tidak boleh dilakukan, juga mereka tidak berusaha dalam hal ini. Karena mereka tidak memahami sebagai benar dan sah segala sesuatu yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan, maka mereka berpikiran kacau, mereka tidak menjaga diri mereka sendiri, dan bahkan sebutan personal sebagai ‘petapa’ tidak dapat dengan benar ditujukan kepada mereka. Ini adalah bantahan logisKu yang pertama pada para petapa dan brahmana yang menganut doktrin dan pandangan demikian."

AN:61
...

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Kamma = Jawaban praktis umat Buddha?
« Reply #17 on: 10 July 2013, 10:18:22 AM »
Ini saya copas.. apa betul ini dari anguttara nikaya?

Spoiler: ShowHide

 Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Savatthi, di hutan Jeta, di Vihāra Anathapiṇḍika. Kemudian Ratu Mallikā mendekati Yang Terberkahi, memberikan hormat, dan duduk di satu sisi. Setelah duduk, dia berkata kepada Yang Terberkahi:

”Yang Mulia, apakah penyebab dan alasannya sehingga sebagian wanita di sini buruk rupa, cacat fisiknya, tidak sedap dipandang mata, dan juga miskin, melarat, sedikit harta kekayaannya, dan kecil pengaruhnya? Dan apakah penyebab dan alasannya sehingga sebagian wanita di sini buruk rupa ... tetapi kaya, makmur, banyak harta kekayaannya, dan besar pengaruhnya? Dan apakah penyebab dan alasannya sehingga sebagian wanita di sini cantik, menarik, agung, memiliki kulit yang sangat indah, tetapi miskin ... dan kecil pengaruhnya? Dan apakah penyebab dan alasannya sehingga sebagian wanita di sini cantik ... dan juga kaya, banyak harta kekayaannya, dan besar pengaruhnya?”

”Di sini, Mallikā, sebagian wanita adalah pemberang dan lekas marah. Bila dia dikritik -walaupun hanya sedikit- dia sudah kehilangan ketenangan, menjadi marah dan kacau; dia keras kepala dan memperlihatkan kemarahan, kebencian dan dendam. Juga, dia bukan orang yang memberikan dana kepada petapa atau brahmana -makanan, minuman, pakaian, kendaraan; bunga, wangi-wangian, krim; tempat tidur, tempat tinggal, penerangan. Dia dengki, cemburu, membenci dan iri terhadap keberuntungan, penghormatan, pujian, penghargaan, dan pemujaan yang diberikan kepada orang lain. Ketika dia meninggal dunia dari keadaan itu, jika dia terlahir kembali ke dunia ini, di mana pun dia terlahir dia buruk rupa, cacat fisiknya, tidak sedap dipandang mata, dan juga miskin, melarat, sedikit harta kekayaannya, dan kecil pengaruhnya.

”Kemudian, Mallikā, sebagian wanita di sini adalah pemberang dan lekas marah ... dan memperlihatkan kemarahan, kebencian dan dendam. Tetapi dia adalah orang yang memberikan dana kepada petapa atau brahmana ... Dia tidak dengki, tidak cemburu, tidak membenci dan tidak iri terhadap keberuntungan, penghormatan, pujian, penghargaan, dan pemujaan yang diberikan kepada orang lain. Ketika dia meninggal dunia dari keadaan itu, jika dia terlahir kembali ke dunia ini, di mana pun dia terlahir dia buruk rupa, cacat fisiknya, tidak sedap dipandang mata, tetapi kaya, banyak harta kekayaannya, dan besar pengaruhnya.

”Kemudian, Mallikā, sebagian wanita tidak pemberang dan tidak lekas marah. Jika dia dikritik –walaupun banyak- dia tidak kehilangan ketenangannya, tidak marah dan kacau; dia tidak keras kepala dan tidak memperlihatkan kemarahan, kebencian dan dendam. Tetapi dia bukan orang yang memberikan dana kepada petapa atau brahmana ... Dia dengki, cemburu, membenci dan iri terhadap keberuntungan, penghormatan, pujian, penghargaan dan pemujaan yang diberikan kepada orang lain. Ketika dia meninggal dunia dari keadaan itu, jika dia terlahir kembali ke dunia ini, di mana pun dia terlahir dia cantik, menarik, agung, memiliki kulit yang sangat indah, tetapi miskin, melarat, sedikit harta kekayaannya, dan kecil pengaruhnya.

”Kemudian, Mallikā, sebagian wanita tidak pemberang dan tidak lekas marah ... orang yang tidak memperlihatkan kemarahan, kebencian, dan dendam. Dan dia adalah orang yang memberikan dana kepada petapa atau brahmana ... dan dia tidak dengki, tidak cemburu, tidak membenci dan tidak iri terhadap keberuntungan, penghormatan, pujian, penghargaan, dan pemujaan yang diberikan kepada orang lain. Ketika dia meninggal dunia dari keadaan ini, jika dia terlahir kembali ke dunia ini, di mana pun dia terlahir dia cantik, menarik, agung, memiliki kulit yang sangat indah, dan juga kaya, banyak harta kekayaannya, dan besar pengaruhnya.

”Inilah, Mallikā, penyebab dan alasannya sehingga sebagian wanita di sini buruk rupa ... dan kecil pengaruhnya. Inilah penyebab dan alasannya sehingga sebagian wanita di sini buruk rupa ... dan besar pengaruhnya. Inilah penyebab dan alasannya sehingga sebagian wanita di sini cantik ... dan kecil pengaruhnya. Inilah penyebab dan alasannya sehingga sebagian wanita di sini cantik ... dan besar pengaruhnya.”

Setelah Sang Buddha selesai berbicara, Ratu Mallikā berkata: ”Saya kira, Yang Mulia, di suatu kehidupan lampau saya pemberang dan lekas marah, dan bila saya dikritik -walaupun hanya sedikit- saya sudah kehilangan ketenangan dan menjadi marah dan kacau; karena itulah saya sekarang buruk rupa, cacat fisik, dan tidak sedap dipandang mata. Tetapi, Yang Mulia, saya kira di suatu kehidupan lampau saya memberikan dana kepada petapa atau brahmana; karena itulah sekarang saya kaya, makmur, banyak harta kekayaan. Dan, Yang Mulia, saya kira di suatu kehidupan lampau saya tidak dengki, tidak cemburu, tidak membenci dan tidak iri terhadap keberuntungan, penghormatan, pujian, penghargaan, dan pemujaan yang diberikan kepada orang lain; karena itulah sekarang saya memiliki pengaruh yang besar.

"Yang Mulia, di ruang ini ada wanita-wanita luhur, wanita kasta brahmana, dan keluarga perumah tangga yang berada di bawah perintah saya. Mulai hari ini, Yang Mulia, saya tidak akan menjadi pemberang dan lekas marah, dan bila saya dikritik -walaupun banyak- saya tidak akan kehilangan ketenangan dan menjadi marah dan kacau; saya tidak akan keras kepala atau memperlihatkan kemarahan, kebencian, dan dendam. Saya akan memberikan dana kepada petapa atau brahmana – makanan, minuman, pakaian dan kendaraan; bunga, wangi-wangian, dan krim; tempat tidur, tempat tinggal, dan penerangan. Saya tidak akan dengki, cemburu, membenci dan iri akan keberuntungan, penghormatan, pujian, penghargaan, dan pemujaan yang diberikan kepada orang lain.

”Luar biasa, Yang Mulia! ... Biarlah Yang Terberkahi menerima saya sebagai pengikut awam yang telah pergi untuk berlindung sejak hari ini hingga akhir hayat.”

Sumber: Aṅguttara Nikāya, Catukkanipāta. 197


 [at] ariyakumara: kasih daahhh...

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Kamma = Jawaban praktis umat Buddha?
« Reply #18 on: 10 July 2013, 10:33:29 AM »

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Kamma = Jawaban praktis umat Buddha?
« Reply #19 on: 10 July 2013, 11:55:30 AM »
Ini saya copas.. apa betul ini dari anguttara nikaya?

Spoiler: ShowHide

 Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Savatthi, di hutan Jeta, di Vihāra Anathapiṇḍika. Kemudian Ratu Mallikā mendekati Yang Terberkahi, memberikan hormat, dan duduk di satu sisi. Setelah duduk, dia berkata kepada Yang Terberkahi:

”Yang Mulia, apakah penyebab dan alasannya sehingga sebagian wanita di sini buruk rupa, cacat fisiknya, tidak sedap dipandang mata, dan juga miskin, melarat, sedikit harta kekayaannya, dan kecil pengaruhnya? Dan apakah penyebab dan alasannya sehingga sebagian wanita di sini buruk rupa ... tetapi kaya, makmur, banyak harta kekayaannya, dan besar pengaruhnya? Dan apakah penyebab dan alasannya sehingga sebagian wanita di sini cantik, menarik, agung, memiliki kulit yang sangat indah, tetapi miskin ... dan kecil pengaruhnya? Dan apakah penyebab dan alasannya sehingga sebagian wanita di sini cantik ... dan juga kaya, banyak harta kekayaannya, dan besar pengaruhnya?”

”Di sini, Mallikā, sebagian wanita adalah pemberang dan lekas marah. Bila dia dikritik -walaupun hanya sedikit- dia sudah kehilangan ketenangan, menjadi marah dan kacau; dia keras kepala dan memperlihatkan kemarahan, kebencian dan dendam. Juga, dia bukan orang yang memberikan dana kepada petapa atau brahmana -makanan, minuman, pakaian, kendaraan; bunga, wangi-wangian, krim; tempat tidur, tempat tinggal, penerangan. Dia dengki, cemburu, membenci dan iri terhadap keberuntungan, penghormatan, pujian, penghargaan, dan pemujaan yang diberikan kepada orang lain. Ketika dia meninggal dunia dari keadaan itu, jika dia terlahir kembali ke dunia ini, di mana pun dia terlahir dia buruk rupa, cacat fisiknya, tidak sedap dipandang mata, dan juga miskin, melarat, sedikit harta kekayaannya, dan kecil pengaruhnya.

”Kemudian, Mallikā, sebagian wanita di sini adalah pemberang dan lekas marah ... dan memperlihatkan kemarahan, kebencian dan dendam. Tetapi dia adalah orang yang memberikan dana kepada petapa atau brahmana ... Dia tidak dengki, tidak cemburu, tidak membenci dan tidak iri terhadap keberuntungan, penghormatan, pujian, penghargaan, dan pemujaan yang diberikan kepada orang lain. Ketika dia meninggal dunia dari keadaan itu, jika dia terlahir kembali ke dunia ini, di mana pun dia terlahir dia buruk rupa, cacat fisiknya, tidak sedap dipandang mata, tetapi kaya, banyak harta kekayaannya, dan besar pengaruhnya.

”Kemudian, Mallikā, sebagian wanita tidak pemberang dan tidak lekas marah. Jika dia dikritik –walaupun banyak- dia tidak kehilangan ketenangannya, tidak marah dan kacau; dia tidak keras kepala dan tidak memperlihatkan kemarahan, kebencian dan dendam. Tetapi dia bukan orang yang memberikan dana kepada petapa atau brahmana ... Dia dengki, cemburu, membenci dan iri terhadap keberuntungan, penghormatan, pujian, penghargaan dan pemujaan yang diberikan kepada orang lain. Ketika dia meninggal dunia dari keadaan itu, jika dia terlahir kembali ke dunia ini, di mana pun dia terlahir dia cantik, menarik, agung, memiliki kulit yang sangat indah, tetapi miskin, melarat, sedikit harta kekayaannya, dan kecil pengaruhnya.

”Kemudian, Mallikā, sebagian wanita tidak pemberang dan tidak lekas marah ... orang yang tidak memperlihatkan kemarahan, kebencian, dan dendam. Dan dia adalah orang yang memberikan dana kepada petapa atau brahmana ... dan dia tidak dengki, tidak cemburu, tidak membenci dan tidak iri terhadap keberuntungan, penghormatan, pujian, penghargaan, dan pemujaan yang diberikan kepada orang lain. Ketika dia meninggal dunia dari keadaan ini, jika dia terlahir kembali ke dunia ini, di mana pun dia terlahir dia cantik, menarik, agung, memiliki kulit yang sangat indah, dan juga kaya, banyak harta kekayaannya, dan besar pengaruhnya.

”Inilah, Mallikā, penyebab dan alasannya sehingga sebagian wanita di sini buruk rupa ... dan kecil pengaruhnya. Inilah penyebab dan alasannya sehingga sebagian wanita di sini buruk rupa ... dan besar pengaruhnya. Inilah penyebab dan alasannya sehingga sebagian wanita di sini cantik ... dan kecil pengaruhnya. Inilah penyebab dan alasannya sehingga sebagian wanita di sini cantik ... dan besar pengaruhnya.”

Setelah Sang Buddha selesai berbicara, Ratu Mallikā berkata: ”Saya kira, Yang Mulia, di suatu kehidupan lampau saya pemberang dan lekas marah, dan bila saya dikritik -walaupun hanya sedikit- saya sudah kehilangan ketenangan dan menjadi marah dan kacau; karena itulah saya sekarang buruk rupa, cacat fisik, dan tidak sedap dipandang mata. Tetapi, Yang Mulia, saya kira di suatu kehidupan lampau saya memberikan dana kepada petapa atau brahmana; karena itulah sekarang saya kaya, makmur, banyak harta kekayaan. Dan, Yang Mulia, saya kira di suatu kehidupan lampau saya tidak dengki, tidak cemburu, tidak membenci dan tidak iri terhadap keberuntungan, penghormatan, pujian, penghargaan, dan pemujaan yang diberikan kepada orang lain; karena itulah sekarang saya memiliki pengaruh yang besar.

"Yang Mulia, di ruang ini ada wanita-wanita luhur, wanita kasta brahmana, dan keluarga perumah tangga yang berada di bawah perintah saya. Mulai hari ini, Yang Mulia, saya tidak akan menjadi pemberang dan lekas marah, dan bila saya dikritik -walaupun banyak- saya tidak akan kehilangan ketenangan dan menjadi marah dan kacau; saya tidak akan keras kepala atau memperlihatkan kemarahan, kebencian, dan dendam. Saya akan memberikan dana kepada petapa atau brahmana – makanan, minuman, pakaian dan kendaraan; bunga, wangi-wangian, dan krim; tempat tidur, tempat tinggal, dan penerangan. Saya tidak akan dengki, cemburu, membenci dan iri akan keberuntungan, penghormatan, pujian, penghargaan, dan pemujaan yang diberikan kepada orang lain.

”Luar biasa, Yang Mulia! ... Biarlah Yang Terberkahi menerima saya sebagai pengikut awam yang telah pergi untuk berlindung sejak hari ini hingga akhir hayat.”

Sumber: Aṅguttara Nikāya, Catukkanipāta. 197


 [at] ariyakumara: kasih daahhh...

Yups, itu dari AN 4.197: http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,23851.msg435500.html#msg435500

Sorry, can't repeat kamma action.... :)
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline ozma

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 22
  • Reputasi: 0
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Re: Kamma = Jawaban praktis umat Buddha?
« Reply #20 on: 14 July 2013, 08:40:00 PM »
Saya perhatikan, cukup banyak buddhist yang intens mengaitkan apapun dengan kamma.

Entah apa ya sebutan yang pas? mungkin kamma itu seperti dijadikan jawaban-praktis atas sesuatu yang tidak kita pahami.

Ohh.. tentu itu karena kamma-nya...
Ohh dia begitu sesuai kamma-nya...

Sepertinya, sedikit-sedikit kamma... Padahal entah perbuatan-lalu apa yang menyebabkan sesuatu itu terjadi pun kita belum tentu tau secara pasti. Pokoknya kamma-lah...

Daripada meng-kambing-hitam-kan kamma, saya lebih condong menjawab bahwa: "saya tidak tahu". Sesuai teori dan logika, kita bisa berspekulasi. Tapi apa yang pasti, bukankah kita tidak tau?

Ada yang pernah bertanya, kenapa seseorang meninggal? apa karena kammanya? Ini juga menurut saya adalah pertanyaan yang tidak perlu ditanyakan. Meninggal ya meninggal. Kok bahas kamma?
_________________________

Lalu ada satu hal lagi, yaitu tentang menggolongkan sesuatu sebagai kamma buruk atau baik. Sebagian orang takut melakukan karma buruk, karena takut atas buahnya. Dan sebaliknya.

Mulailah sebagian orang sibuk menggolongkan sesuatu sebagai baik atau buruk. Fangsen, adalah salah satu perbuatan yang berdasarkan logika adalah karma baik. Maka orang berbondong-bondong fangsen, tanpa benar-benar memikirkan kebahagiaan hewan yang difangsen (contoh: burung dibiarkan berdesakan lama-lama dalam satu sangkar, atau ikan dilepaskan di sungai yang ada predatornya. Intinya mah, fangsen lah).

Sederhananya, kamma itu niat. Intropeksi diri dengan jujur aja, kita bisa tau apakah sesuatu itu memang baik karena berdasarkan logika adalah baik? Atau sebenarnya buruk, walaupun tampak baik?
______________________

Lalu tentang apa yang orang lain lakukan...

Kadang kita tertarik juga menggolongkannya sebagai kamma baik atau buruk. Tujuannya apa? Seperti di thread sebelah tentang seorang bhikkhu yang lepas jubah. Ada yang menanyakan, bhikkhu itu melakukan kamma burukkah? dan wanitanya, kamma buruk juga ga ya? Saya rasa jawaban atas pertanyaan ini akan membingungkan... toh yang kudu intropeksi diri adalah si empunya pikiran bukan?
_______________________

Saya lebih suka untuk tidak memperlakukan kamma sebagai jawaban-praktis. Dan lebih suka untuk tidak berspekulasi tentangnya...

Kita intropeksi diri saja dengan jujur, apakah suatu perbuatan/ucapan/pikiran adalah baik atau tidak. Saya rasa ini lebih tidak repot dan tidak ribet..

Sedangkan tentang pikiran orang lain, itu lebih-lebih lagi di luar kuasa kita.
_______________________

Bagaimana menurut kalian?  :D
Menurut saya, karma memank jawaban paling praktis utk semua problema yang ada utk para penganut buddha  ;D


Bukan karena orang diluar sana sok tau atau sok pintar seperti yang anda pikirkan.


Orang kadang enggan untuk terlalu sibuk memikirkan hal serumit anda..
kalau anda punya banyak kesibukan, mgkin anda pun akan enggan untuk pusing2 memikirkan itu karma atau bukan.
Buat sebagian besar orang, biarlah perihal karmma dan sebab2 lain yang tidak jelas itu jadi pikiran para ahli2 agama yg memank tidak ada kesibukan lain.


yang penting sudah melakukan hal yg dirasa baik = kamma baik, beres..  ::)


Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Kamma = Jawaban praktis umat Buddha?
« Reply #21 on: 16 July 2013, 11:23:36 AM »
Menurut saya, karma memank jawaban paling praktis utk semua problema yang ada utk para penganut buddha  ;D

Bukan karena orang diluar sana sok tau atau sok pintar seperti yang anda pikirkan.

Saat posting, seratus persen, tidak terbersit sama sekali dalam pikiran saya bahwa mereka sok tau/sok pintar. Menggunakan jawaban praktis justru menunjukkan bahwa mereka tidak banyak tahu, tapi tidak menyadarinya/mengakuinya.

Quote
Orang kadang enggan untuk terlalu sibuk memikirkan hal serumit anda..

Tidak ada yang rumit di sini.

Quote
kalau anda punya banyak kesibukan, mgkin anda pun akan enggan untuk pusing2 memikirkan itu karma atau bukan. Buat sebagian besar orang, biarlah perihal karmma dan sebab2 lain yang tidak jelas itu jadi pikiran para ahli2 agama yg memank tidak ada kesibukan lain.

yang penting sudah melakukan hal yg dirasa baik = kamma baik, beres..  ::)

Ini tidak ada hubungannya dengan kesibukan.

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: Kamma = Jawaban praktis umat Buddha?
« Reply #22 on: 16 May 2014, 05:20:06 PM »
Yups, itu dari AN 4.197: http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,23851.msg435500.html#msg435500

Ini saya copas sebagian:

Quote
(1) “Bhante, mengapakah beberapa perempuan di sini (i) buruk rupa, cacat, dan tidak menyenangkan dilihat; (ii) miskin, papa, dan melarat; dan (iii) tidak berpengaruh? (2) Dan mengapakah beberapa di antaranya (i) buruk rupa, cacat, dan tidak menyenangkan dilihat; tetapi (ii) kaya, dengan banyak kekayaan dan harta; dan (iii) berpengaruh? (3) Dan mengapakah beberapa perempuan di sini (i) cantik, menarik, dan anggun, memiliki kecantikan luar biasa; tetapi (ii) miskin, papa, dan melarat; dan (iii) tidak berpengaruh? (4) Dan mengapakah beberapa di antaranya (i) cantik, menarik, dan anggun, memiliki kecantikan luar biasa; (ii) kaya, dengan banyak kekayaan dan harta; dan (iii) berpengaruh?”

(1) “Di sini, Mallikā, (i) seorang perempuan rentan terhadap kemarahan dan mudah gusar. Bahkan jika dikritik sedikit ia akan kehilangan kesabaran dan menjadi jengkel, melawan, dan keras kepala; ia memperlihatkan kemarahan, kebencian, dan kesengitan. (ii) Ia tidak memberikan benda-benda kepada para petapa dan brahmana: makanan dan minuman; pakaian dan kendaraan; kalung bunga, wangi-wangian, dan salep; tempat tidur, tempat tinggal, dan penerangan. (iii) dan ia iri, seorang yang iri-hati, kesal, dan marah akan perolehan, kehormatan, penghargaan, pemujaan, dan penyembahan yang diberikan kepada orang lain. Ketika ia meninggal dunia dari keadaan itu, jika ia kembali ke dunia ini, maka di mana pun ia terlahir kembali (i) ia akan buruk rupa, cacat, dan tidak menyenangkan dilihat; (ii)  miskin, papa, dan melarat; dan (iii) tidak berpengaruh.

kalau memang buah kamma adalah salah satu dari 4 hal yang tidak terpikirkan, kenapa Buddha membahas seperti yang dikutip di atas ya?

dan kutipan tersebut berpotensi menjadi dasar spekulasi tentang buah-kamma yang "seharusnya seseorang tidak berusaha memikirkannya"?

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Kamma = Jawaban praktis umat Buddha?
« Reply #23 on: 16 May 2014, 05:46:59 PM »
Ini saya copas sebagian:

kalau memang buah kamma adalah salah satu dari 4 hal yang tidak terpikirkan, kenapa Buddha membahas seperti yang dikutip di atas ya?

dan kutipan tersebut berpotensi menjadi dasar spekulasi tentang buah-kamma yang "seharusnya seseorang tidak berusaha memikirkannya"?

Pendapat saya demikian Sdri. Dhammadinna
Benar bahwa buah kamma adalah salah satu dari 4 hal yang tidak terpikirkan oleh makhluk awam, tetapi tidak bagi Sammasambuddha. Jadi di atas adalah jawaban bersifat umum yang pasti dari seorang Samamsambuddha atas jawaban pertanyaan yang bersifat umum juga.
« Last Edit: 16 May 2014, 05:51:24 PM by Kelana »
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -