Surat dari DIA
Diterjemahkan oleh: GIRIPUTRA
Sepucuk surat keluarga ditulis oleh DIA
Diedarkan untuk dimaklumi anak-anakKu,
Bencana didunia sampai juga padamu,
Perang berkecamuk, wabah diambang pintu,
Sadarlah kembali lekas membina Ketuhanan melulu,
Agar diperkenankan sari naga menjumpai IBU.
Pada bulan satu, musim semi tahun baru,
Ibu menangis air-mata bercucuran membasahi baju,
Karena anak kalian tersesat dan terbelenggu,
Carilah jalan keluar untuk menjumpai IBU,
Maka surat ini Ku sampaikan kepadamu, setelah membaca semoga tergugah hatimu.
Cara membina diri harus digembleng sungguh-sungguh,
Ucapan suci perlu diingat demi manunggal satu (esa ),
Pernafasan harmonis diatur sebagai dahulu,
Peliharalah setitik asal Yang Maha Satu, inilah jalan Terang untuk kembali ke asalmu,
Bila tidak dibina sulit untuk menjumpai IBU,
Bila tidak dibina sulit untuk menjumpai IBU,
Pada Bulan Dua diangkatnya kepala Naga, kedua pipi Ibu terbasah karena airmata, sepucuk surat pagi-pagi dikirimkannya, jangan kamu terpikat oleh anggur benda dan harta,
Bila tidak segera mencari jalan kesadaran nan nyata,
Binasa dalam bencana akan sesalkan siapa? Jalan Ketuhanan telah terbentang dimana-mana,
Menggembleng Ketuhanan ternyata ada didunia, inilah jalan wajar untuk kembali ke asal mula, selangkah demi selangkah menuju ke Nirwana.
Tekun membina tentu tercapai tujuan anda, IBU menampak anak kalian merasa legalah hatinya,
IBU menampak anak kalian merasa legalah hatinya.
Pada Bulan Tiga Bulan Tiga tanggal Tiga,
Dipesta Buah Persik menjamu para dewi dewa,
IBU menampak anak-anak banyak tersesat didunia,
Oleh karenanya surat ini diedarkan kesana,
Sukar kembali karena selalu merindukan dunia,
Terkenang akan anak-anaknya IBU ajarkan ucapan Dharma.
Ketuhanan Yang Benar Yang Agung Bahtera Dharma,
Bukan bagi yang tipis melainkan menyeberangkan yang berbakat,
Siapa yang insyaf lekaslah naik segera berangkat,
Setelah makan pil pada IBU kamu datang bersua,
Pil termaksud sebenarnya dimiliki siapapun jua,
IBU mengajarkan Dharma untuk menggembleng menempa,
Menggembleng Rohani sampai cemerlang dan sempurna,
Dengan cara demikian Hatiku merasa gembira
Dengan cara demikian Hatiku merasa gembira.
Pada Bulan Empat Musim Panas telah tiba,
LaoMu menangisi anak-anaknya bercucuran airmata,
Mengenang anak-anaknya masih juga didunia fana.
Roh mereka akan jatuh kemana?
Surat ini setelah selesai ditulisnya,
Tridharma telah membantu IBU mengajarkannya,
Dengan terang-terangan diturunkan Jalan Utama,
Berapakah yang bertekad menggembleng MANDALA?
Wahai anak-anakKu yang beriman lekaslah, sadar.
Membina jalan pulang sesuai dengan garis benar,
Berlutut tiga kali dan sembilan kali menyembah,
Melihat anak kembali kegembiraan IBU berlimpah-limpah.
Pada bulan lima Hari Twan Yang,
IBU mengenang kalian airmataNya berlinang-linang,
Anak-anak kalian terperosok dalam lumpur penderitaan,
Tidak mau sadar untuk naik Perahu Seberangan,
Sepucuk surat terlebih dulu sudah IBU kirimkan,
Mengapa tak tampak jua anak-anakKu pulang?
Jalan Ketuhanan Kapal Dharma pun datang, karena berpandangan sempit dan sesat segan kedepan,
Rakus makanan penyembelihan tak sudi berpantang,
Hingga menumpuk dendam dosanya tak pernah berkurang,
Binasa dalam peperangan sungguh ngeri dan menakutkan,
Bencana wabah, banjir dan api lebih kejam dan suram,
Terkenang anak kalian yang menghadapi kehancuran,
Mengajar dan mendidik umatNya dengan jalan Ketuhanan,
Menempuh jalan Benar tergantung pada Jalan Ketuhanan,
Jalan kembali ketempat asal kini diajarkan,
Tubuh jasmani digembleng menjadi badan intan berlian,
Menempa alam duniawi guna kembali ke alam permulaan,
Menempa alam duniawi guna kembali ke alam permulaan.
Pada bulan Enam Tak tertahan panasnya, IBU mengenang kalian menangis seolah-olah putus jantungnya,
Anak yang bodoh kehilangan hati ketuhanannya,
Tidak insyaf pulang untuk berbakti pada Ibunya,
Cenderung akan cinta kasih harta dan tenar namanya,
Memeras otak membanting tulang sibuk terus tak henti-hentinya,
Dalam perjalanan ke akhirat tak mengenal tua atau muda,
Siksaan di Neraka sungguh sukar dapat ditahannya,
Jalan Ketuhanan Menyadarkan mereka dari impiannya,
Demi pendidikan dimana-mana didirikan Vihara,
Hai, anak-anakKu yang berhasrat, lekaslah kesana,
Bila garis suci itu putus memanggil IBU pun sia-sia,
Cepat menjumpakan negatif dan positif disana,
Mukjijad disaat tenang berbau harumnya teratai,
Mukjijad disaat tenang berbau harumnya teratai.
Pada Bulan Tujuh tanggal Tujuh, terkenang akan anak-anakNya IBU menangis tersedu-sedu,
Tersesat entah kemana perginya mereka itu,
IBU mengirim surat apakah kamu tahu? Memberi nasihat Suci melintaskan yang sesat dan dungu,
Bahwasanya Jalan Prikebenaran hanya SATU, Siapa yang insyaf menggembleng batin dengan ketenangan hati,
Positif dan Negatif digembleng menjadi butiran pil murni,
Pahala bulat buahnya sempurna surat panggilan tiba,
Tuhan menganugerahi pangkat sejajar dengan Buddha,
Tuhan menganugerahi pangkat sejajar dengan Buddha.
Pada Bulan Delapan Pertengahan Musim Tjhiu,
Ibu terkenang akan anak-anakNya menangis dengan hati pilu,
Menghela nafas karena menemui bencana, dari semua penjuru,
Karena kamu membuang yang benar tapi mengikuti yang palsu,
Surat IBU berturut-turut telah dikirimkan padamu,
Maksud IBU tak dihiraukan surat dibuang seperti angin lalu,
Kamu menemui bencana selalu terbayang dihatiKu,
Nasihat baik rasanya pahit perhatikanlah selalu,
Menggunakan Pena Suci Menulis didulang pasir,
Ikatlah hubungan kedewaan demikan saya berseru,
Wahai anak-anakKu yang berhasrat tampillah dan maju,
Bila pahalamu bulat tentu dapat bersua dihadapan IBU,
Bila pahalamu bulat tentu dapat bersua dihadapan IBU.
Pada Bulan Sembilan tanggal sembilan, IBU menangisi kalian airmata menetes tak tertahan,
Mereka tolol kehilangan pokok Jalan Landasan,
Lupa akan pokok mengingkari Jalan Kebuddhaan,
Sepucuk Surat tidak cukup untuk menyadarkan,
Berjuta-juta tahun terperosok didalam lumpur penderitaan,
Mendirikan Jalan Ketuhanan Mengendarai Perahu Kesayangan,
Untuk melintaskan yang berbakat ceramah dan nasihat diberikan,
Tujuan satu-satunya semoga anak-anak terlepas dari kungkungan,
Jangan sia-siakan harapan IBU yang budiman,
Karena kamu airmataKu mengalir tak tertahan,
Maksud keinginan IBU disampaikan melalui piringan,
Maksud keinginan IBU disampaikan melalui piringan.
Pada Bulan Sepuluh Musim dingin telah tiba, Ibu menangisi anak-anakNya air keluar dari kedua mata,
Menganis karena mereka tak pernah berprihatin dan insyaf,
Hingga menimbulkan rohnya sendiri terjebak, Surat mana belum pernah dipahami isi dan makna,
Menghamburkan semangat membuang pikiran dan tenaga,
Tiga kasiat dihamburkan akhirnya masuk Neraka,
Pulang pergi ditumimbal lahir terus menderita,
Menegakkan Jalan Ketuhanan Menggugah massa,
Lekas mendarat ke Tepi Sana menggembleng air rasa,
Mengambil dan mengolah diperapian bunga sari tiga,
Subur merasakan minuman dewa diatas lidah,
Perhubungan positif dan negatif menimbulkan badan aslinya,
Kandungan suci sepuluh bulan langsung naik ke alam sempurna,
Wahai anak-anakKu lekaslah sadar menempuh Jalan Utama,
Kesempatan ini bila disia-siakan akan menemui bencana,
Kesempatan ini bila disia-siakan akan menemui bencana.
Bulan Sebelas permulaan musim salju,
Karena anak-anakNy, IBU menangis tersedu-sedu,
Diantara anak-anak itu siapa yang tahu?
Sehingga budi IBU dibuangnya seluruh, Betapa banyak surat yang Kukirimkan padamu,
Mengapa dibuangnya seperti sampah angin lalu,
Roh asalmu Terhalang terganggu,
Rela menerima hukuman dan belenggu, wahai anak-anakKu yang berbakat lekas mendarat ketepi situ,
Bila bencana tiba ingin membina pun tidak keburu,
Dalam kesibukan mencari peluang melatih diri sungguh-sungguh,
IBU gembira melihat keluhuran budi pekertimu,
IBU gembira melihat keluhuran budi pekertimu.
Dua belas Bulan Tepat setahunlah sudah, IBU mengharapkan kalian dengan perasaan duka,
Putera maupun puteri semua telah kabur hatinya,
Sejak berpisah tidak sudi kembali, mengapa?
Karena mengenang dikau surat Kutulisnya, wahai anak-anakKu mengapa kamu melupakan Bunda?
Melulu merindui warna-warninya dunia fana, segan melepaskan kasih sayang badan terikat dosa,
Bencana tiba sungguh kejam merana,
Penderitaan besar ludaslah manusia semuanya,
Harta benda ludas kasih sayang pun musnah,
Jatuh di Neraka sukar untuk ditolongnya,
Kesemuanya karena kamu tidak berbakti pada Bunda,
Surat dari IBU diabaikan begitu saja, Makin dipikir hati IBU tambah gelisah, Surat kurobek tak lagi melintaskan jelata, Hentikan penyeberangan Kapal telah berlayar, saat mana ingin membina terasa sangat sukar, Bencana peperangan Wabah penyakit menjalar, Terjadi banjir dan juga ganasnya api membakar,
Timbul angin puyuh Matahari suram, langit runtuh bumi ambles manusia terpendam.
Sejak semula menyelamatkanmu sayang tidak sepaham,
Cobalah kamu pikir bukankah kasihan? Mereka yang membina diri telah naik kayangan,
Dengan riang gembira telah menjadi Buddha budiman,
Tanpa kecuali tua muda lelaki maupun perempuan,
Tak peduli hina mulia miskin atau hartawan,
Kesemuannya gembira dalam kemudi ketuhanan,
Selama-lamanya tak merasai lagi penderitaan,
Didunia membina diripun merasa ayem dan aman,
Sambil mengurusi keduniaan pun membina kedewaan,
IBU mengutus dewa-dewi melindungi kamu sekalian,
Bilamana bencana datang tidak lagi sebagai halangan,
IBU tidak dusta atau bicara sembarangan,
Karena tidak percaya hingga tersesat pada keduniaan.
Yang percaya ilmu hitam dan martabat rendah,
Yang tak menempuh Jalan Ketuhanan sukar pulang,
Ke Surga atau Neraka kedua jalan berlainan,
Kamu harus waspada dan memperhitungkan, pesan poma-poma dari IBU sungguh tak mudah diutarakan,
Hanya mengharap kamu lekas naik perahu penyeberang,
Anak-anak kembali dengan selamat IBU puas nan riang,
Anak-anak kembali dengan selamat IBU puas nan riang.
Jalan kesadaran diterangkan melalui petunjuk dewa,
Anak-anak sejati camkanlah Kitab Huang Thing yang berharga,
Ingin menyapu keduniawian harus tenang serta tabah,
Sadarilah segala yang palsu pada akhirnya hampa,
Bila semangat tidak dihamburkan dapat menaklukkan macan,
Pikiran tidak menyeleweng dapat juga menjinakkan naga,
Berhentilah diperbentian sempurna itulah Surga Bahagia,
Dipuncak tenang timbul gerakan unsur posifif berbangkit,
Mengambil dan menambah hingga kedua unsur harmonis,
Didalam gembung buruk pun terdapat anak dewa,
Ucapan Suci mengolah Pil Dewa sebagai yang utama,
Diluar serasi harmonis dialam pada titik pusat,
Hanya orang Asali baru dapat sadar waspada, begitu membaca surat ini naik perahu dengan segera,
Dengan bahagia bebas dari rantai belenggu penyiksa,
Roh dan jiwa sama-sama dibina untuk bebas dari sangkar,
Didunia berbakti kepada ayah dan bunda, setelah mencapai kesempurnaan berbakti pula pada IBU Surga,
Tidak sia-sia kasih sayang IBU kepada anda,
Surat dikirim setiap hari dan bulan agar kalian sadar.
LAIN NASIHAT DARI DIA
IBU si Singgasana mengeluh dan merintih Airmata mengalir tak hentinya membasahi dahi,
Kesemuanya karena anak dewa tersesat pada duniawi,
Sembilan puluh enam miliar benih suci tak mau kembali,
Semula mengutusmu kedunia bantu mengatur warna-warni,
Lima kelasiman dan Tri Teladan perlu dihayati,
Membimbing ajaran Tri-Ikut dan Empat Budi,
Cakap dan luwes serta berkepribadian murni, Tidak dikira telah tersesat pada duniawi, cenderung rindu anak isteri sibuk sehari-hari,
Anggur sex harta dan kekuasaan merupakan jerat tali,
Sembilan puluh enam miliar benih Buddha musnah sia-siakan diri,
Sejak dahulu mereka kabur dan sesat dari Roh Aseli,
Memeras otak dengan muslihat kehilangan ilahi,
Yang tertinggal hanya maksud keji, merugikan orang untuk memperkaya diri sendiri,
Membunuh menyembelih semata-mata untuk dinikmati,
Menghina memfitnah ajaran suci mereka sampai hati,
Wanita melupakan Tri-Ikut dan Empat Budi,
Menimbulkan bencana karena dengki dan iri,
Mengadu domba kekanan kiri sebagai provokasi,
Memaki mertua dikatakan tidak tahu diri,
Dengan para ipar tak akur bertengkar sepanjang hari,
Menendang memukul suami jadi hakim sendiri,
Lupa akan Panca-Relasi dan Panca Budi,
Sebagai orang tua alpa mendidik putera puteri,
Sebagai anak menentang orang tua tak terkendali,
Cendekiawan ucapan muluk tapi perbuatan tak terpuji,
Sebagai petani diluar ladang mencuri daun arbei,
Sebagai buruh berlaku ayal menghambat produksi,
Sebagai pedagang tidak jujur curang pada relasi,
Sebagai pandita tidak tahu cara membina diri,
Adakah yang kamu amalkan pahala atau budi?
Semua ajaran yang terdapat diatas bumi, telah kehilangan ajaran Suci bagaimana dapat kembali?
Melulu mengunggulkan ajaran sendiri yang agung suci,
Dengan penuh kata-kata kiasan guna mengelabui,
Menjalankan Ketuhanan dengan harapan dihati,
Tak mengerti membina diri dengan kesungguhan hati,
Siapakah yan mengandung cita-cita bajik dan murni?
Yang mementingkan nama dan keuntungan akan kehilangan ilahi,
Tuhan menjadi murka menjatuhkan bencana, lebih dahsyat dan ngeri dari waktu yang lampau,
Kemelut peperangan berkecamuk diempat penjuru,
Api berkobar meriam berdentum hancurlah seluruh,
Kejadian mana sejak dahulu belum pernah terjadi,
Dahsyatnya bencana kamu akan mengetahui sendiri,
Diluar pintu kota banyak bencana yang terserang penyakit dan mati,
Mayat terbakar abu berterbangan dikanan kiri,
Tinju malaikat mengacau di ibu kota seriti,
Dimana tergenang darah manusiawi, kota yang megah sekejab mata musnah sama sekali,
Antara sepuluh orang ada sembilan orang yang terlukai,
Dengan mata mendelik orang jahat berjatuhan dan mati,
Ditangkap hidup-hidup mata dicungkil dada dibelah,
Jangan kau kat tempat ini aman dan tentram,
Bencana begitu tiba sebahagian besar akan terluka,
Jiwa dan harta semua ludas payah merana, Entah kapan lagi dapat hidup selamat dan sejahtera,
Penghuni dunia ini kesemuanya adalah anak-anakKu,
IBU sedih melihat anak-anak tertimpa bencana, IBU menangis tersayat-sayat hatinya,
Bagaimana caranya dapat memanggil pulang dikau,
Mengutus Buddha dewata turun ke dunia, Mengajarkan pri Ketuhanan mendidik delapan penjuru,
Tridharma manunggal satu sama-sama melintas tunggal perahu,
Yang membina Ketuhanan senantiasa terhindar malapetaka,
Semua Pimpinan Ketuhanan memberikan lindungan bersama,
Mendapat keselamatan terhindar dari bencana,
Yang membina Ketuhanan sudah tentu riang gembira,
Yang belum, sukar terhindar, baik pria maupun wanita,
Yang menempuh pri Ketuhanan telah terdaftar di Nirvana,
Mengutus para suci melindungi yang bijaksana,
Yang diajarkan selalu mengenai Pancasila, Ucapan Suci Jalan Ketuhanan sudah dikenal sejelas-jelasnya,
Semoga tekun dan tenang menjaga yang benar,
Semoga meninggalkan ilmu magis dan pegang erat iman,
Barang siapa yang rajin menjelaskan surat ini, membimbing orang berdasarkan Ajaran Besar ini,
Yang dapat menguraikan inti surat ini, Banyak jasa dan banyak pahala hingga mencapai surgawi,
Boleh dikata kepada IBUmu sudah berbakti, Membantu IBU memanggil anak-anakNya kembali,
Barang siapa yang bersedia mencetak surat ini, IBU selalu memberkahi terbebas dari bencana nanti,
Pahalamu cukup dan sempurna tentu naik di Alam Abadi,
Didunia juga dapat hidup sehat dan harmonis, Kebaikan Jalan Ketuhanan sungguh banyak sekali,
Setelah bencana lewat AKU segera dapat dihubungi,
Wahai anak-anakKu yang budimana dan berhasrat tinggi,
Cari peluang untuk meditasi mengolah positif murni,
Roh manusia itu kesemuanya adalah anak kandungKu,
Jangan terlantarkan sinar dari Roh Sucimu!