Mengulang = menyampaikan/membahas kembali sebagian atau keseluruhan dari sesuatu yang diulang.
Menyontek = meniru sebagian/ keseluruhan dari apa yang ditiru.
Konon, seorang Bodhisatta meskipun terlahir pada masa seorang Buddha membabarkan Dhamma, dan bahkan menjadi bhikkhu sekalipun, tetapi Bodhisatta tidak mencapai pencerahan apa pun. Maka Bodhisatta tetaplah seorang putujhana dan keluar masuk kehidupan menyedihkan pun tidak terelakkan.
Begitu seterusnya sampai Bodhisatta merealisasi Dhamma dengan usahanya sendiri sehingga seorang Bodhisatta kemudian disebut Buddha; yang telah sadar.
Mengenai apa yang diajarkan selalu sama, karena tentu saja, sebagai yang telah sadar, Buddha sepenuhnya tahu apa yang diajarkan itulah yang akan membawa pencerahan kepada makhluk luas. Itulah sebabnya ajaran Buddha selalu sama (tapi bahkan pada titik ini masih ada saja yang mempertanyakan; benarkah selalu sama?).
Ada begitu banyaknya hal yang tidak diajarkan oleh Buddha. Bukan karena tidak mencerahkan, tetapi hanya segelintir orang saja yang bisa memahami ajaran yang unik dan spesifik semacam ini. Buddha tidak mengajarkan karena, makhluk yang terlahir pada masa itu tidak ada/tidak tepat untuk menerima ajaran itu. Tetapi, tentu saja ada beberapa makhluk yang menerima ajaran khusus dan unik itu. Misalnya Cula Panthaka atau Bahiya. Dan masih banyak lagi.
Kembali lagi ke pertanyaan, apakah Buddha mengulang?
Jawabnya bisa iya, bisa tidak. Tergantung persepsi/ penerimaan kita.
Bagi saya pribadi: Buddha sepenuhnya merealisasi/ menemukan Dhamma dengan usaha dan pengrobanannya dalam waktu yang tidak bisa kita bayangkan lamanya (hey, apakah begitu mudah menjadi Buddha?). Kemudian mengajarkannya. Para siswa Buddha adalah pengulang Dhamma. Termasuk kita (meski hanya teori dan kualitas kesadaran yang lemah
).