Ilmiah
Umat Buddha tidak pernah merasa perlu untuk memberikan tafsiran baru terhadap ajaran Buddha. Penemuan ilmiah belakangan ini tidak pernah bertentangan dengan ajaran Buddha karena metode dan ajaran Buddha bersifat ilmiah. Asas-asas Buddhis dapat dipertahankan dalam keadaan apa pun tanpa mengubah gagasan-gagasan dasarnya. Ajaran Buddha dihargai oleh para cendekiawan, ilmuwan, pemikir hebat, ahli filsafat, kaum rasionalis, bahkan pemikir bebas, sepanjang masa.
Matang Secara Intelektual dan Spiritual
Buddha berkata, “Dharma yang Kuajarkan hanya dapat dipahami oleh orang yang mampu berpikir.” Hanya mereka yang memiliki kecerdasan untuk menggunakan pikiran dengan jelas dan yang matang secara spiritual, tahu bagaimana menghargai Dharma ini sebagai Hukum Universal.
Agama Masa Depan
Albert Einstein, ilmuwan paling terkemuka pada abad ke-20:
“Agama masa depan adalah agama kosmik. Melampaui Tuhan sebagai pribadi serta menghindari dogma dan teologi. Mencakup baik alamiah maupun spiritual, agama tersebut seharusnya didasarkan pada rasa keagamaan yang timbul dari pengalaman akan segala sesuatu yang alamiah dan spiritual, berupa kesatuan yang penuh arti. Ajaran Buddha menjawab gambaran ini… Jika ada agama yang akan memenuhi kebutuhan ilmiah modern, itu adalah ajaran Buddha.”
Filsafat Tertinggi
Bertrand Russell, pemenang Hadiah Nobel dan filsuf paling terkemuka pada abad ke-20:
“Di antara agama-agama besar dalam sejarah, saya lebih menyukai ajaran Buddha… Ajaran Buddha menganut metode ilmiah dan menjalankannya sampai suatu kepastian yang dapat disebut rasionalistik. Ajaran Buddha membahas sampai di luar jangkauan ilmu pengetahuan karena keterbatasan peralatan mutakhir. Ajaran Buddha adalah ajaran mengenai penaklukan pikiran.
Psikologi Tertinggi
Dr. C.G. Jung, pelopor psikologi modern menyatakan penghargaannya:
“Sebagai seorang pelajar studi banding agama, saya yakin bahwa ajaran Buddha adalah yang paling sempurna yang pernah dikenal dunia. Filsafat teori evolusi dan hukum karma jauh melebihi kepercayaan lainnya… Tugas saya adalah menangani penderitaan batin, dan inilah yang mendorong saya menjadi akrab dengan pandangan dan metode Buddha, yang bertema pokok mengenai rantai penderitaan, ketuaan, kesakitan, dan kematian.”
Welas Asih Universal
Karena Welas Asih Buddha bersifat universal, Ia memandang semua makhluk besar dan kecil, dari serangga sampai hewan besar, tampak maupun tak tampak, adalah sederajat. Masing-masing mempunyai hak yang sama untuk berbahagia seperti halnya manusia.
Anti-kekerasan
Tidak ada yang dinamakan “perang suci” dalam ajaran Buddha. Buddha mengajarkan, “Yang menang menuai kebencian dan yang kalah hidup sengsara. Barang siapa yang tidak mencari menang dan kalah akan berbahagia dan damai.” Buddha tidak hanya mengajarkan anti-kekerasan dan perdamaian, Ia mungkin satu-satunya guru yang pergi ke medan pertempuran untuk mencegah pecahnya perang.
Tidak Ada Pengorbanan
Buddha tidak menyetujui pengorbanan hewan karena Ia memandangnya sebagai hal yang kejam dan tidak adil bagi siapa pun untuk merusak kehidupan makhluk lain demi keuntungan diri sendiri.
Penyetaraan Derajat
Buddha mengecam sistem kasta. Menurut-Nya, satu-satunya penggolongan umat manusia adalah berdasarkan kualitas perilaku moralnya. Buddha berkata, “Pergilah ke seluruh negeri dan babarkan ajaran ini. Katakan kepada mereka bahwa yang miskin dan yang hina, yang kaya dan yang mulia, semua adalah satu, dan bahwa semua kasta dipersatukan di dalam ajaran ini seperti sungai bermuara di lautan”.
Persamaan Hak Pria dan Wanita
Buddha, yang memandang bahwa kedua jenis kelamin memiliki hak yang seimbang, adalah guru agama pertama yang memberikan kebebasan penuh bagi wanita untuk turut serta dalam kehidupan beragama. Sikap-Nya yang memperbolehkan wanita untuk memasuki Sangha (menjadi biarawati) merupakan hal yang sangat radikal pada zaman itu.
Sistem Parlementer Pertama
Buddha adalah pemimpin pertama yang mendorong semangat musyawarah dan proses demokrasi. Dalam komunitas Sangha, setiap anggota memiliki hak individu untuk memutuskan hal-hal yang umum. Ketika permasalahan serius muncul, pokok persoalan diajukan dan dibahas dengan cara yang serupa dengan sistem parlementer demokrasi saat ini.
Tanpa Penyalahgunaan Politik
Buddha berasal dari kasta kesatria dan bergaul dengan para raja, pangeran, dan menteri. Tapi Ia tidak pernah menggunakan pengaruh kekuasaan politik untuk mengenalkan ajaran-Nya. Ia juga tidak memperbolehkan ajaran-Nya disalahgunakan untuk mendapatkan kekuasaan politik. Ia mendorong para raja untuk menjadi teguh dari segi moral, mengajarkan bahwa negara tidak semestinya diperintah dengan ketamakan tapi dengan Welas Asih dan tenggang rasa bagi warganya.
Peduli Akan Kesejahteraan Ekonomi
Buddha juga peduli terhadap kesejahteraan material para umat awam karena kemapanan ekonomi sampai tingkat tertentu bisa menunjang pengembangan spiritual para umat. Ia tidak menghalangi mereka untuk mencari kebahagiaan duniawi, namun Ia menekankan bahwa dalam pencarian tujuan duniawi, para umat sebaiknya berhati-hati agar tidak melanggar aturan dasar moralitas.
Tidak Ada Penghukuman Abadi
Tidak ada konsep dosa yang tak terampuni dalam ajaran Buddha; tidak ada penghukuman abadi karena neraka pun tidaklah kekal. Buddha berkata bahwa semua perbuatan adalah baik atau buruk disebabkan ada atau tidaknya Kebijaksanaan. Selalu ada harapan sepanjang seseorang menyadari kesalahannya dan berubah untuk menjadi lebih baik.
Agama yang Layak
Buddha mengajarkan bahwa jika agama apa pun mengandung Empat Kebenaran Mulia dan Jalan Mulia Beruas Delapan, agama itu bisa dianggap sebagai agama yang layak. Hal ini karena agama yang benar-benar bermanfaat harus menuju pada pengakhiran total penderitaan (seperti dalam Empat Kebenaran Mulia), menunjukkan dengan jelas jalan yang rasional menuju kebahagiaan sejati (seperti dalam Jalan Mulia Beruas Delapan).
Ajaran yang Ceria
Sebagian orang berpikir bahwa ajaran Buddha adalah suatu agama yang suram dan murung. Tidaklah demikian, ajaran Buddha akan membuat para penganutnya menjadi cerah dan ceria. Apabila kita membaca kisah-kisah kelahiran Bodhisatta (bakal Buddha), kita belajar bagaimana Ia mengembangkan kesabaran dan pengendalian diri. Hal ini akan membantu kita untuk tetap ceria meskipun sedang berada di tengah kesulitan besar dan merasa bergembira terhadap kesejahteraan orang lain.
Tidak Ada Fanatisme
Ajaran Buddha dapat dikatakan bebas dari segala bentuk fanatisme. Ajaran Buddha bertujuan untuk menghasilkan perubahan internal dengan jalan penaklukan diri sendiri; bagaimana mungkin ajaran Buddha dikatakan mencari kekuasaan, keuntungan, atau bahkan bujukan untuk pindah agama? Buddha hanya menunjukkan jalan keselamatan, selanjutnya terserah setiap orang untuk memutuskan akan mengikutinya atau tidak.
Tak Setetes Darah Pun
Semangat toleransi dan pengertian adalah salah satu prinsip yang paling mengagumkan dari budaya Buddhis. Tak setetes darah pun dicucurkan demi penyebarluasan ajaran Buddha sepanjang sejarah 2.500 tahun.
Misionari Pertama
Ajaran Buddha adalah agama misionari pertama dalam sejarah dengan pesan universal bagi keselamatan segenap umat manusia.
Tidak Mengubah Agama Orang
Umat Buddha tidak pernah menarik masuk dengan cara memaksakan pendapat dan keyakinan terhadap orang yang tidak berminat; juga tidak menggunakan berbagai rayuan, tipuan, atau bujukan untuk memenangkan pandangannya. Misionari Buddhis tidak pernah bersaing untuk mengubah agama orang.
Toleransi Luar Biasa
Teladan luar biasa dari toleransi umat Buddha ditunjukkan oleh Kaisar Asoka. Salah satu dekritnya terukir di batu karang, yang masih ada sampai hari ini di India:
“Seseorang seharusnya tidak hanya menghormati agamanya sendiri dan mencela agama lain, tapi juga harus menghormati agama lain karena satu dan lain hal. Dengan bertindak demikian, seseorang membantu agamanya sendiri untuk tumbuh sekaligus memberikan pelayanan bagi agama lain. Dengan bertindak sebaliknya, seseorang menggali kubur bagi agamanya sendiri sekaligus merugikan agama lain.”
Semangat Misionari
Perang suci dan diskriminasi agama tidak pernah mencemari sejarah umat Buddha. Misionari Buddhis tidak berhasrat untuk mengubah orang yang sudah menganut agama yang layak. Umat Buddha berbahagia melihat kemajuan agama lain sejauh agama tersebut membantu orang untuk menjalani kehidupan religius dan menikmati kedamaian, keharmonisan, dan pengertian yang benar. Namun demikian, Buddha juga menganjurkan kita untuk membagi kebenaran dengan orang yang berminat dengannya.
Demi Kebahagiaan Semua
Sabda Buddha kepada murid-murid-Nya untuk menyebarluaskan Dharma: “Pergilah kalian, O Bhikkhu, demi kesejahteraan semua, demi kebahagiaan semua, atas dasar Welas Asih kepada dunia, demi manfaat, kesejahteraan, dan kebahagiaan para dewa dan manusia. Janganlah pergi berdua dalam satu jalan. Babarkanlah Dharma ini, yang indah pada awalnya, indah pada tengahnya, dan indah pada akhirnya, dalam semangat maupun dalam ungkapan. Jalanilah kehidupan suci yang sempurna dan murni sepenuhnya.”
Tetap Hormat
Suatu ketika, seorang pengikut agama lain menjadi yakin bahwa pandangan Buddha adalah benar dan pandangan gurunya adalah keliru, dia memohon kepada Buddha untuk menerimanya sebagai murid-Nya. Namun Buddha memintanya untuk mempertimbangkannya kembali dan tidak tergesa-gesa. Ketika orang tersebut mengungkapkan hasratnya kembali, Buddha memenuhi permintaannya dengan syarat dia meneruskan dukungan dan rasa hormatnya kepada gurunya yang dulu.
Mukjizat Terbesar
Bagi Buddha, mukjizat hanyalah perwujudan fenomena yang tidak dipahami oleh orang pada umumnya. Mukjizat tidak dipandang sebagai ungkapan Pencerahan atau Kebijaksanaan. Walaupun Buddha sepenuhnya menguasai kemampuan batin, Ia tidak pernah menggunakan kekuatan-Nya untuk mendapatkan pengikut melalui kepercayaan membuta dan ketergantungan akan mukjizat. Ia mengajarkan bahwa mukjizat terbesar adalah perubahan orang yang gelap batin menjadi orang yang bijaksana.
Kebahagiaan Dalam Kehidupan Ini Juga
Ajaran Buddha bukanlah semata-mata agama kehidupan lain atau mendatang. Sekalipun menjalankan ajaran Buddha dalam kehidupan saat ini mendatangkan hasil positif yang berkelanjutan sampai kehidupan mendatang, kebanyakan buah dari hal-hal yang kita praktikkan bisa dilihat dalam kehidupan ini juga.
Jalan Tengah
Ajaran Buddha juga dikenal sebagai “Jalan Tengah” karena menghindari dua ekstrem. Ekstrem pertama adalah pencarian kebahagiaan melalui kenikmatan indrawi, yang bersifat rendah, umum, tidak bermanfaat, dan cara orang biasa; ekstrem yang lain adalah pencarian kebahagiaan melalui penyiksaan diri dalam berbagai bentuk pertapaan, yang menyakitkan, sia-sia, dan tidak bermanfaat.
Welas Asih dan Kebijaksanaan
Agama sering memandang rasio dan Kebijaksanaan laksana musuh dari emosi seperti kasih atau iman. Sebaliknya ilmu pengetahuan sering memandang emosi laksana musuh dari rasio dan objektivitas. Dan, tentu saja, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, agama mengalami kemerosotan. Ajaran Buddha mengajarkan bahwa untuk menjadi pribadi yang betul-betul seimbang dan lengkap, kita harus mengembangkan baik Kebijaksanaan maupun Welas Asih. Dan karena tidak melulu dogmatis, namun didasarkan pengalaman, ajaran Buddha tidak pernah gentar menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan.
Ehipassiko: Datang dan Lihatlah Sendiri
Kebebasan berpikir itu sungguh penting. Ajaran Buddha dijalankan secara ehipassiko, yang artinya mengundang Anda untuk datang dan melihat sendiri, bukan datang dan percaya begitu saja. Buddha menasihatkan kita untuk tidak mempercayai apa pun secara membuta.