//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: pertanyaan dan tanya jawab tentang UPOSATHA-SUTTA  (Read 14352 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Dhamma Sukkha

  • Sebelumnya: Citta Devi
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.607
  • Reputasi: 115
  • kilesaa... .... T__T""" :) _/\_
pertanyaan dan tanya jawab tentang UPOSATHA-SUTTA
« on: 26 September 2009, 05:08:05 AM »
krn wnya merasa bertambah wawasan, jadi wnya postkan yoo...
setelah baca buku ini, wnya jadi lbh jelas ttg uposatha...^^/
w hanya post bagian tanya jawabnya aja yoo... ^^/
klo misalnya repost, silahkan diapa2in threadnya yoo mod2...
sumber: Uposatha-Sila Pengamalan delapan sila karya Somdet Phra Buddhaghosacariya(Nanavara Thera)


T. Apakah arti kata Uposatha?
J. Artinya hari pengamalan (dgn berpuasa)*
Spoiler: ShowHide
*[editor]Umumnya Uposatha bisa diartikan sebagai hari Uposatha, Uposatha-sila & pengamalan Uposatha sila pada hari Uposatha.


T. Secara ringkas apa saja kedelapan sila Uposatha?
J. Mereka adalah :
   1. Tidak membunuh
   2. Tdk mengambil barang yg tdk diberikan
   3. Tdk melakukan hub. seks
   4. tdk berbohong
   5. Tdk mengkonsumsi minuman beralkohol
   6. Tdk makan pada waktu yg salah
   7. Tdk bernyanyi, menari atau menonton hiburan. Dan tdk memakai perhiasan, kosmetik atau parfum
   8. Tdk duduk atau berbarting di tempat duduk atau tempat tidur yg besar atau tinggi

T. Apakah makna Sutta ini mirip dgn paccavekkhana (perenungan) yg dibaca umat setiap sore hari-dhammassavana(mendengarkan Dhamma)?
J. Ya.

T. Bila seseorang mengetahui arti dari apa yg dibacakan, dan pada saat pembacaan memusatkan pikiran pada maknanya, itu akan membuat pikirannya menjadi tenang dan diliputi sifat kebaikan (kusala-dhamma) serta mendatangkan manfaat yg besar sekali. Mungkin praktek ini akan membuat pelaksana sesaat terbebas dari berbagai rintangan (tadangapahana) : apakah ini dapat dianggap sbg pelaksanaan silanussati, perenungan atas moralitas?
J. Ya.

T. Secara singkat, ada berapa kemungkinan dalam pelanggaran kedelapan sila Uposatha?
J. Ada dua kemungkinan : melalui badan jasmani dan melalui ucapan. Dari kedelapan sila, jika seseorang melanggar satu sila, maka itu dilakukan melalui badan jasmani. Jika seseorang menyuruh org lain melakukannya, maka pelanggaran sila itu dilakukan melalui ucapan.
Pelanggaran sila yg dilakukan atas usaha diri sendiri dikenal sebagai sahattikapayoga. Menyuruh org lain melakukan tindakan yg melanggar sila disebut anattikapayoga.
Seseorang yg berhati2 dan tdk menyimpang dari siula adalah org yg bermoral (bajik). Kaum bijak berkata bahwa sila, atau pengamalan sila merupakan sarana di mana badan jasmani dan ucapan dapat dimurnikan. Itu merupakan suatu cara utk memusnahkan kekotoran batin (kilesa) yg kasar yg menyembul melalui badan jasmani dan ucapan.

T. Dgn mempertimbangkan semua sila uposatha, dlm hal pelanggarannya ada berapa jenis kesalahan? Apa saja?
J. Yg pertama disebut lokavajja**, atau kesalahan duniawi (dicela dunia) yg seyogianya dihindari semua umat. Yg kedua disebut pannattivajja.
Terlepas dari apakah org2 sedang berupaya mengamalkan sila2 tsb atai tdk apabila mereka melakukan sesuatu yg bertentangan dgn sila pertama(tdk membunuh), kedua(tdk mencuri), keempat(tdk berbohong) dan kelima(tdk mabuk2an), hal itu disebut lokavajja. Dalam hal ini diri sendirilah yg rugi dan dunia akan mencela/menghukumnya. Sedangkan utk sila ketiga(tdk melakukan perbuatan yg tdk suci/asusila) dan ketiga sila terakhir(tdk makan lwt tengah hari, tdk nyanyi, nari, nonton, menggunakan kosmetik, bunga2an, perhiasan, wangi2an dgn tujuan mempercantik diri, tdk duduk atopun berbaring di tempat duduk/tidur yg tinggi atopun mewah), jika dilanggar disebut pannattivajja. Hal ini terjadi bila seseorang berniat utk melanggar janji yg telah diucapkannya. Jika tdk ada maksud utk melanggar janji tsb, maka tdk ada kesalahan.
Spoiler: ShowHide
<Juga ada apatti (pelanggaran) yg dikenal sbg lokavajja (kesalahan duniawi), di mana org awam yg bukan bhikkhu dapat pula melakukan kesalahan demikian, dan akibatnya akan ditanggung mereka sendiri, misalnya mencuri, membunuh, dan bahkan tindakan salah lainnya yg lbh ringan, misalnya memukul, mencaci maki, menyiksa, dan sebagainya

(the Entrance to the Vinaya, Vol. I, hal. 15)


T. Ada berapa jenis akibat buruk yg timbul dlm pelanggaran sila, dan apa saja?
J. Ada dua jenis : 1. Menimbulkan akibat buruk (vera)
                        2. Tdk menimbulkan akibat buruk (secara langsung)
   Pelanggaran sila pertama, kedua, keempat, dan kelima menimbulkan akibat buruk bagi si pelanggar, yaitu : buah/hasil perbuatannya akan berbuah di masa mendatang, misalnya berusia pendek. Sedangkan pelanggaran sila ketiga dan ketiga sila terakhir tdk menimbulkan akibat buruk dari perbuatan itu sendiri. [Editor: tetapi ada pelanggaran terhadap janji yg telah diucapkan.]

T. Dalam sila pertama dinyatakan bahwa seseorang harus meletakkan tongkat pemukul dan senjata tajam, apa artinya?
J. Itu semata2 berarti seseorang telah meninggalkan pembunuhan makhluk hidup, dan bukan seorang pembunuh. Misalnya, jika seseorang membunuh dgn menggunakan alat (senjata), maka apabila ia meletakkan atau mencampakkan alat tsb (senjata), pembunuhan takkan terjadi. Menurut sutta ini, ada dua jenis senjata : tumpul dan tajam. Jika alat tsb tumpul, maka dikategorikan sbg tongkat pemukul. Jika alatnya tajam, maka itu termasuk kategori senjata tajam. Ada banyak jenis alat yg digunakan utk membunuh, namun secara umum bisa dikategorikan menjadi dua jenis: tajam dan tidak tajam.

T. Sila kelima berkenaan dgn minuman beralkohol (sura dan meraya). Ada berapa jenis minuman beralkohol dan apa saja?
J. Ada sepuluh jenis minuman beralkohol, lima jenis sura dan lima jenis meraya.
   Minuman keras jenis sura: minuman beralkohol yg
   1. Terbuat dari tepung terigu.
   2. Terbuat dari penganan.
   3. Terbuat dari beras.
   4. Terbuat dari ragi.
   5. Terbuat dari kombinasi bahan2 (di atas).
   Minuman keras jenis meraya : minuman beralkohol yg
   1. Terbuat dari bunga
   2. Terbuat dari buah
   3. Terbuat dari madu
   4. Terbuat dari tebu
   5. Terbuat dari kombinasi bahan2 (diatas).

T. Dalam sila kelima tdk disebutkan obat terlarang spt candu dan marijuana. Apabila seseorang mengamalkan uposatha-sila atau nicca-sila (lima sila sebagai latihan permanen) dan menggunakan zat2 ini, apakah ia melanggar sila?
J. Pelanggaran terjadi apabila ia menggunakan candu atau marijuana. Brandy, champagne dan minuman beralkohol lainnya (walaupun tdk disebutkan  secara khusus) tercakup dalam sura dan meraya. Namun jika digunakan utk tujuan medis/pengobatan dalam jumlah kecil dan tdk menimbulkan kemabukan, maka tdk terjadi pelanggaran sila.

T. Pada sila keenam (dalam Uposatha-Sutta) dinyatakan makan hanya sekali sehari, apakah salah jika makan lebih dari satu kali?
J. Sebelum pertanyaan ini dapat dijawab, harus diketahui "waktu" (kala) terlebih dahulu. Waktu makan ada dua :
1. Purebhatta-kala : sebelum waktu makan
2. Pacchabhatta-kala : sesudah waktu makan.
Waktu dari subuh/dinihari hingga tengah hari dinamakan Purebhatta-kala. Seseorang boleh makan lebih dari sekali pada periode pertama. Dari senja hingga subuh/dinihari berikutnya disebut ratti (malam), dan tdk diperbolehkan makan dalam jangka waktu ini. Inilah maksud dari kata2 yg tercantum dalam sila tersebut agar org tdk makan pada waktu malam hari.

T. Dalam sila keenam, dinyatakan bahwa seseorang akan menahan diri dari makanan pada waktu vikala. Kapankah kala dan kapankah vikala?
J. Dari subuh/dinihari [Editor: patokannya adalah tanpa menggunakan lampu org dapat melihat garis tangannya sendiri] hingga tengah hari [Editor: matahari berada di titik kulminasi tertinggi] disebut kala (waktu yg sesuai) atau waktu di mana para Buddha dan Ariya menyantap makanan. Dari tengah hari hingga subuh/dinihari pada keesokan harinya adalah vikala atau waktu yg tdk sesuai utk makan.

T. Sila ke-7 menyatakan agar menahan diri utk tdk menari, menyanyi, dan memainkan alat musik. Apakah patut bila seseorang menyuruh org lain menyajikan pertunjukan kemudian ia menontonnya?
J. Itu tdk patut.

T. Jika demikian halnya, maka sila ketiga hingga kedelapan hanya dilanggar bila itu adalah niat org itu sendiri dan tdk dilanggar bila seseorang menyuruh org lain utk melakukannya. Betulkah demikian?
J. Jika A membuat/menyuruh B menari atau menyanyi, dan ia tdk menonton atau mendengarkannya. Dlm hal ini sila tdk dilanggarnya, walaupun bukan atas perintah mereka utk menyanyi/menari. Bahkan bagi seseorang yg menyuruh org lain menonton kegiatan tsb, ia tdk melanggar sila tersebut.

T. Dlm sutta di atas hanya disebut "menonton (pertunjukan)". Dalam hal ini, apakah mendengarkan musik tdklah patut bagi mereka yg ber-uposatha?
J. Mendengarkan musik tdklah patut bagi mereka yg ber-uposatha. Para Acariya Atthakatha (Guru2 penulis komentar sutta) berpendapat, "mendengarkan" termasuk dalam "menonton (pertunjukan)"

T. Mengapa para Acariya memasukkan pengertian "mendengarkan" ke dalam "menonton (pertunjukan)"?
J. Menurut para Acariya, pelanggaran sila terltk pd usaha yg dilakukan utk pergi menonton pertunjukan. Jika kita sedang berdiri, duduk, atau berbaring di kediaman kita, yaitu jika kita tdk berusaha utk pergi dan menonton, dan jika pertunjukan atau hiburan datang kepada kita atau lewat di hadapan kita, itu bukanlah suatu pelanggaran, walaupun sila akan menjadi goyah. Tetapi dlm situasi manapun, tdk mendengarkan atau menonton adalah yg terbaik. Mendengarkan lagu atau bernyanyi adlh pelanggaran sila, kecuali utk balada yg berisikan Dhamma yg dpt membangkitkan keyakinan/ iman dan membangkitkan perasaan letih terhadap penderitaan hidup. Misalnya, suatu ketika seseorg bhikkhu senior (Thera) mendengar seorang budak wanita bersenandung ttg kesusahan hidup. Ketika Sang Thera mendengar ini, tampak olehnya penderitaan yg berkepanjangan dan ia segera meraih Magga-Phala (tingkat kesucian). Lagu jenis demikian boleh didengarkan dan tdk berakibat buruk.

T. Apakah sila ke-7 dilanggar bila seseorang menggunakan bedak kosmetik bukan demi kecantikan diri melainkan utk menolak penyakit?
J. Sila tdk dilanggar. Yg terpenting dari sila tsb adalah menghindari benda kosmetik yg bertujuan utk mempercantik diri dan bukan yg bersifat pengobatan.

T. Sila ke-8 tdk membolehkan penggunaan tempat tidur yg tinggi atau besar. Belum jelas apa yg dimaksudkannya. Mungkin bahkan org yg mengamalkan sila inipun tdk memahaminya betul. Apakah yg dimaksud dgn tempat tidur besar, dan apa kriteria yg membuat tempat tidur besar tdk diperbolehkan?
J. Tempat tidur dan bangku, terbuat dari papan, rotan atau kain, boleh memiliki kaki yg lurus atau melengkung. Tempat tidur tdk boleh lbh tinggi dari 8 inci-sugata* (kira2 20 inci modern) diukur dari dasar/alas papan ke bwh. Tempat tidur yg melebihi ketinggian tsb tdk diizinkan. Utk bangku persegi, bahkan jika kakinya sedikit melebihi 8 inci-sugata masih diperbolehkan. Utk tempat tdr yg mempunyai sandaran blkng atau samping, jika sedikit melebihi ukuran tsb di atas juga diizinkan. Tempat tidur atau bangku yg pjg kakinya lbh dari yg diperbolehkan namun tak dpt dipindah2kan juga dibenarkan. Tempat tidur tanpa kepala blh ditinggikan dgn meletakkan kayu di bawah kakinya namun tdk boleh melebihi 8 inci-sugata. Tempat tidur dan tempat duduk tinggi cenderung menimbulkan kesombongan dan kesenangan. Jadi tujuan utk tdk duduk atau berbaring di tempat tidur atau tempat duduk tinggi adalah utk menghindari kemungkinan terjadinya hal2 tsb yg mengarah pada timbulnya nafsu2 inderawi.
Spoiler: ShowHide
*[Editor] Oleh Bhikkhu Thanissaro, dlm bukunya yg berjudul "The Buddhist Monastic Code" dikatakan bahwa 1 inci-sugata adalah 2,08 cm. Para pembaca dpt merujuk ke buku tsb utk mengetahui alasan2nya.


T. Apa saja ciri2 tempat tidur dan bangku ?
J. Tempat tidur btknya panjang dan utk berbaring. Bangku adalah utk diduduki dan bisa berbtk (bersisi) bulat atau segi empat.

T. Dgn ukuran berapa hastakah yg diperbolehkan utk tempat duduk/tidur agar tdk termasuk terlalu besar?
J. Tempat duduk/tidur tdk diukur dgn cara demikian. Istilah "besar" di sini merujuk pada penutup dan dekorasi yg seyogianya tdk digunakan.
Para Acariya Atthakatha telah menguraikan 19 ciri yg dpt dikategorikan sbg "besar" :
 1. Tempat duduk/tidur yg dihiasi dgn gbr binatang buas spt harimau, buaya dan sebagainya.
 2. Kulit binatang dgn bulu2 pjg (melebihi 4 inci).
 3. Penutup yg terbuat dari wol, penuh dgn sulaman yg rumit (tdk sederhana).
 4. Penutup yg terbuat dari wol dgn desain rumit (tdk sederhana).
 5. Penutup yg terbuat dari wol dgn gbr2 bunga.
 6. Penutup yg terbuat dari wol dgn gbr2 rumit dari berbagai jenis hewan.
 7. Penutup yg terbuat dari wol, dgn bulu2 di kedua sisi.
 8. Penutup yg terbuat dari wol, dgn bulu2 di satu sisi.
 9. Penutup yg terbuat dari kulit harimau.
10. Kain penutup berwarna merah.
11. Pengalas dari kulit gajah.
12. Pengalas dari kulit kuda
13. Pengalas kereta kuda.
14. Penutup yg ditenun dari benang emas dan sutra lalu dilipit (dijahit-pinggir) dgn benang emas.
15. Penutup tenunan sutra dan dilipit dgn benang emas.
16. Penutup dari wol yg cukup luas bagi 16 penari utk menari di atasnya.
17. Penutup yg terbuat dari kulit musang kesturi.
18. Tempat tidur dgn bantal merah pada kedua ujungnya.
19. Matras yg diisi dgn kapuk saja.

Penjelasan lain dari istilah "besar" atau "luas" di sini merujuk pada tempat tidur yg cukup besar utk dua org atau lbh. Mereka yg mengamalkan sila uposatha menjauhi tenpat tidur demikian.

T. Apa saja isi matras/tilam yg diperkenankan?
J. Mereka adalah :
1. Matras/tilam yg diisi dgn kain.
2. Matras/tilam yg diisi dgn kulit pohon.
3. Matras/tilam yg diisi dgn rumput.
4. Matras/tilam yg diisi dgn daun, kecuali daun Borneo camphor. Daun Borneo camphor, Jika dicampur dgn dedaunan lain diperbolehkan. Matras yg tsb di atas diperkenankan oleh Sang Buddha.

T. Menurut Sutta, tdk diperkenankan berbaring di tempat tidur yg besar dan tinggi. Apakah duduk di atas tempat tidur yg besar dan tinggi dianggap melanggar sila?
J. Walaupun Sutta hanya menyebut berbaring, duduk tercakup juga di dlmnya oleh para Acariya Atthakatha. Ini mirip dgn sila ke-7, di mana para Acariya Atthakatha juga memasukkan "mendengarkan" dlm larangan menonton tarian, nyanyian dan sbgnya. Berdiri atau berjalan di atas tempat duduk atau tempat tidur tdk dilarang.

T. Jika seseorang tdk memahami kerumitan (dlm menaati sila) sebagaimana yg diterangkan di sini, apakah mungkin bagi seseorang utk terhindar dari berbagai pelanggaran dan mampu menahan diri dgn baik sehubungan dgn sila?
J. Ini sama saja halnya dgn kasus seorang penukar uang yg tdk bisa membedakan uang kertas asli dgn yg palsu. Mungkin saja ia akan menyimpan uang kertas palsu dan membuang uang kertas asli, atau secara kebetulan menyimpan yg asli dan membuang yg palsu. Dlm situasi apapun org lain tdk berani mempercayai keaslian dari uang org ini. Atau spt peralatan sang perajin emas, jika dia tdk tahu berapa byk palu, pengikir dan peralatan lain yg dimilikinya dgn ukuran segini atau segitu. Dan jika peralatannya hilang, dicuri atau ditukar dgn alat yg jelek, bagaimana ia mengetahuinya? Pada saat ia sadar akan hal ini, kebykan dari peralatannhya tlh hilang. Apabila peralatan sang perajin emas jelek maka pekerjaannya pun akan jelek. Demikian pula halnya dgn sila Uposatha.


segini dulu yoo yg wnya postin...^^""
msh byk lagi sih sebenarnya...^^"
tapi wnya, dah capee nihh...-_-/"""
moga bermanfaat.... dan menambah wawasan pembaca sekalian...\;D/ _/\_

Metta cittena,
Citta _/\_
May All being Happy in the Dhamma ^^ _/\_

Karena Metta merupakan kebahagiaan akan org lain yg tulus \;D/

"Vinayo ayusasanam"
sasana/ajaran Buddha akan bertahan lama karena vinaya yg terjaga... _/\_ \;D/

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Re: pertanyaan dan tanya jawab tentang UPOSATHA-SUTTA
« Reply #1 on: 26 September 2009, 07:34:42 PM »
ditunggu aja kelanjutannya yah sis..........

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: pertanyaan dan tanya jawab tentang UPOSATHA-SUTTA
« Reply #2 on: 26 September 2009, 08:09:26 PM »

T. Apakah makna Sutta ini mirip dgn paccavekkhana (perenungan) yg dibaca umat setiap sore hari-dhammassavana(mendengarkan Dhamma)?
J. Ya.

Metta cittena,
Citta _/\_


Wow banyak banget... itu ketik manual lagi ato copas? rajinnya.... bagus2... hehheeee... btw, maksudnya sutta uposatha-sutta maknanya mirip dgn paccavekkhana, itu mirip gimana ya? sutta paccavekkhana yg gimana ya? beda ya dgn abhinhapaccavekkhana? thanks.
« Last Edit: 26 September 2009, 08:12:39 PM by Melia Yansil »

Offline andry

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.117
  • Reputasi: 128
Re: pertanyaan dan tanya jawab tentang UPOSATHA-SUTTA
« Reply #3 on: 26 September 2009, 08:10:32 PM »
wkt itu ktika menjalani pelatihan athasila dlm paham mahayana, ada "keuntungan dari athasila"
mungkin sis Citta mempunyainya? bisa tolong dipostingkan.

Sebab menurut saya, kata-kata tersebut begitu indah dan dapat membangkitkan semangat umat untuk melaksanakannya..
Samma Vayama

Offline andry

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.117
  • Reputasi: 128
Re: pertanyaan dan tanya jawab tentang UPOSATHA-SUTTA
« Reply #4 on: 26 September 2009, 08:17:48 PM »
sutta paccavekkhana yg gimana ya? beda ya dgn abhinhapaccavekkhana? thanks.

Paccavekkhana sendiri berarti perenungan, sejauh yang saya ketahui ada 3 jenis paccavekkhana. Yaitu:

1. Abinhapaccavekkhanapatha=perenungan akan lahir,sakit,usia tua,kematian
2. Tankhanikapaccavekkhanapatha =pada saat menggunakan keperluan hidup
3. Atitapaccavekkhanapatha =setelah menggunakan keperluan hidup

Semoga bermanfaat
Samma Vayama

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: pertanyaan dan tanya jawab tentang UPOSATHA-SUTTA
« Reply #5 on: 26 September 2009, 08:38:23 PM »
wkt itu ktika menjalani pelatihan athasila dlm paham mahayana, ada "keuntungan dari athasila"
mungkin sis Citta mempunyainya? bisa tolong dipostingkan.

Sy bantu ya sis Citta :)
Ini sebagian dari ceramah Lama Dagpo Rinpoche. Kalau ada yang kurang, silahkan teman2 menambahkan.

Terdapat banyak keuntungan dari mengambil Sila Upasatha Mahayana. Ada beberapa sudut pandang yang bisa dimengerti. Dari sudut pandang waktu, dikatakan bahwa KEUNTUNGAN DARI MENGAMBIL SILA UPASATHA MAHAYANA DI ZAMAN KEMEROSOTAN INI, KETIKA AJARAN BUDDHA MEROSOT ATAU MEMUDAR PERLAHAN-LAHAN, LEBIH BESAR MANFAATNYA DARIPADA MENGAMBIL SILA YANG SAMA PADA SAAT BUDDHA MASIH BERADA DI DUNIA INI. Keuntungan yang petama dijelaskan dalam Sutra Raja Samadhi. Dalam sutra ini dijelaskan bahwa dari sudut pandang tempat, jauh lebih menguntungkan - walaupun - jika hanya menjalankan salah satu aspek disiplin moral yang murni (salah satu sila saja) selama satu jentikan jari. Ini disebabkan karena tanah tempat kita hidup ini bukanlah tempat yang murni atau suci.

Keuntungan dari mempraktikkan sila ini ditinjau dari sudut pandang sifat dasar sila tersebut adalah, ketika Anda mengambil sila tersebut dan menjalankannya, jika selama 24 jam kita mampu mempertahankan kemurnian sila tersebut, kita akan dilindungi dari gangguan makhluk lain, seperti makhluk-makhluk bukan manusia, makhluk halus, dsb. Ini dijelaskan dalam sutra mengenai etika atau sila yang diberikan Buddha.
Selama menjaga sila tersebut, kita akan selalu dijaga oleh makhluk halus baik dan para dewa.
Jadi, apapun praktik yang kita lakukan, ketika kita mengambil sila, kekuatan karma baiknya akan menjadi lebih besar daripada bila kita tidak mengambil sila, bahkan walaupun kebajikan yang kita praktikkan sama.

Lebih jauh lagi, dalam periode waktu kita menjalankan sila dan mempertahankannya, harapan-harapan yang kita rumuskan dalam setiap doa-doa yang kita buat akan terwujud.
Bila Anda mengambil dan menjaga semua atau hanya salah satu dari delapan aspek Sila Upasatha Mahayana, itu memungkinkan Anda untuk memperoleh karma baik yang diperlukan untuk terlahir kembali sebagai dewa atau manusia di masa mendatang.

Lebih jauh lagi, karena Sila Upasatha Mahayana berhubungan dengan semangat pencerahan (aspirasi menuju pencerahan), praktik ini akan menjadi sebab untuk mencapai pencerahan.
Biasanya saat mempraktikkan kebajikan, batin kita terdistraksi, akibatnya kebajikan yang kita bangkitkan dari aktivitas itu menjadi tidak begitu kuat. Misalnya, bila kita sedang melafalkan mantra dan saat itu batin kita tidak tenang atau pikiran melayang kemana-mana, kekuatan kebajikan itu akan lebih kecil daripada saat kita sedang mengambil uposatha sila. Selama memegang teguh sila tersebut, walau batin kita tidak tenang atau pikiran melayang kemana-mana, kita tetap membangkitkan suatu kebajikan yang sangat kuat.

« Last Edit: 26 September 2009, 09:06:33 PM by Melia Yansil »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: pertanyaan dan tanya jawab tentang UPOSATHA-SUTTA
« Reply #6 on: 26 September 2009, 10:20:53 PM »
 [at]  M. Yansil

Kok Ada Uposatha Mahayana? bedanya apa ya sama Uposatha Theravada?

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: pertanyaan dan tanya jawab tentang UPOSATHA-SUTTA
« Reply #7 on: 26 September 2009, 10:37:31 PM »
Lihat lagi dari pengertian sila. Untuk melatih diri, bukan untuk mendapat "mukjizat"
i'm just a mammal with troubled soul



Offline andry

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.117
  • Reputasi: 128
Re: pertanyaan dan tanya jawab tentang UPOSATHA-SUTTA
« Reply #8 on: 26 September 2009, 10:57:45 PM »
[dapet nyomto dari sebelah nehh...]Namo Bhagavate Maha Sakyamuni Tathagata
UPOSATHA SUTTA

Demikianlah yang telah Kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavan sedang berdiam di Hutan Jeta, Arama Anathapindika, dekat Savatthi. Kala itu Sang Bhagavan bersabda kepada Para Bhikku, "Hai Para Bhikku." "Ya Bhante", Para Bhikku menyahut Sang Bagavan. Demikian Sabda Sang Bhagavan,"Hai Para Bhikku, pengalaman Uposatha Berunsur Delapan baik Pahala, Manfaat, Kemuliaan, maupun jangkauan-Nya besar sekali. Hai Para Bhikku, bagaimanakah Pengamalan Uposatha Berunsur Delapan yang baik Pahala, Manfaat, Kemuliaan, maupun jangkauan-Nya besar sekali itu?"

"Dalam Hal ini, Para Bhikku, demikianlah yang direnungkan Para Siswa Ariya:

Para Arahat, sepanjang Hidup telah meninggalkan pembunuhan mahluk hidup, telah menjauhkan Diri dari pembunuhan mahluk hidup, telah meletakkan tongkat pemukul serta senjata tajam, merasa malu (berbuat jahat) dan bersikap penuh kasih sayang terhadap semua mahluk hidup.
Aku pun siang dan malam ini akan meninggalkan pembunuhan mahluk hidup, akan menjauhkan Diri dari pembunuhan mahluk hidup, akan meletakkan tongkat pemukul serta senjata tajam, merasa malu (berbuat jahat) dan bersikap penuh kasih sayang terhadap semua mahluk hidup.
Dengan cara demikianlah Aku mengikuti jejak Para Arahat, dan menjalankan Uposatha. Inilah Sila Pertama yang diamalkan.

Para Arahat, sepanjang Hidup telah meninggalkan pengambilan sesuatu yang tidak diberikan, menjauhkan Diri dari pengambilan sesuatu yang tidak diberikan, hanya mengambil apa yang diberikan, hanya menginginkan apa yang diberikan, tidak mencuri, Diri-Nya bersih bebas dari noda.
Aku pun siang dan malam ini akan meninggalkan pengambilan sesuatu yang tidak diberikan, telah menjauhkan Diri dari pengambilan sesuatu yang tidak diberikan, hanya mengambil apa yang diberikan, hanya menginginkan apa yang diberikan, tidak mencuri, Diri-Nya bersih bebas dari noda.
Dengan cara demikianlah Aku mengikuti jejak Para Arahat, dan menjalankan Uposatha. Inilah Sila Kedua yang diamalkan.

Para Arahat, sepanjang Hidup telah meninggalkan kehidupan tidak suci, menjalankan kehidupan suci, menjauhkan Diri dari hal-hal yang tercela, menjauhkan Diri dari kontak seksual seperti orang awam.
Aku pun siang dan malam ini akan meninggalkan kehidupan tidak suci, menjalankan kehidupan suci, menjauhkan Diri dari hal-hal yang tercela, menjauhkan Diri dari kontak seksual seperti orang awam.
Dengan cara demikianlah Aku mengikuti jejak Para Arahat, dan menjalankan Uposatha. Inilah Sila Ketiga yang diamalkan.

Para Arahat, sepanjang Hidup telah meninggalkan ucapan bohong, menjauhkan Diri dari ucapan bohong, hanya mengucapkan yang benar, yang sesuai dengan kenyataan, dapat dipercayai, jujur, tidak berdusta terhadap orang-orang di dunia.
Aku pun siang dan malam ini akan meninggalkan ucapan bohong, menjauhkan Diri dari ucapan bohong, hanya mengucapkan yang benar, yang sesuai dengan kenyataan, dapat dipercayai, jujur, tidak berdusta terhadap orang-orang di dunia.
Dengan cara demikianlah Aku mengikuti jejak Para Arahat, dan menjalankan Uposatha. Inilah Sila Keempat yang diamalkan.

Para Arahat, sepanjang Hidup telah meninggalkan minuman beralkohol dan memabukkan, menjauhkan Diri dari minuman beralkohol dan memabukkan.
Aku pun siang dan malam ini akan meninggalkan minuman beralkohol dan memabukkan, menjauhkan Diri dari minuman beralkohol dan memabukkan.
Dengan cara demikianlah Aku mengikuti jejak Para Arahat, dan menjalankan Uposatha. Inilah Sila Kelima yang diamalkan.

Para Arahat, sepanjang Hidup sehari hanya makan sekali, tidak makan pada malam hari, menjauhkan Diri dari makan pada waktu yang salah.
Aku pun siang dan malam ini akan makan hanya sekali, tidak makan pada malam hari, menjauhkan Diri dari makan pada waktu yang salah.
Dengan cara demikianlah Aku mengikuti jejak Para Arahat, dan menjalankan Uposatha. Inilah Sila Keenam yang diamalkan.

Para Arahat, sepanjang Hidup menjauhkan Diri dari tari-tarian, nyanyian, musik, tontonan pertunjukan, menjauhkan Diri dari pengenaan untaian bunga, wangi-wangian, bahan kosmetik, dandanan dan perhiasan.
Aku pun siang dan malam ini akan menjauhkan Diri dari tari-tarian, nyanyian, musik, tontonan pertunjukan, menjauhkan Diri dari pengenaan untaian bunga, wangi-wangian, bahan kosmetik, dandanan dan perhiasan.
Dengan cara demikianlah Aku mengikuti jejak Para Arahat, dan menjalankan Uposatha. Inilah Sila Ketujuh yang diamalkan.

Para Arahat, sepanjang Hidup meninggalkan tempat tidur yang tinggi dan besar, menjauhkan Diri dari tempat tidur yang tinggi dan besar, hanya menggunakan tempat tidur yang rendah atau yang beralaskan taburan dedaunan.
Aku pun siang dan malam ini akan meninggalkan tempat tidur yang tinggi dan besar, menjauhkan Diri dari tempat tidur yang tinggi dan besar, hanya menggunakan tempat tidur yang rendah atau yang beralaskan taburan dedaunan.
Dengan cara demikianlah Aku mengikuti jejak Para Arahat, dan menjalankan Uposatha. Inilah Sila Kedelapan yang diamalkan.
Demikianlah, Para Bhikku, Pengamalan Uposatha Berunsur Delapan yang baik Pahala, Manfaat, Kemuliaan, maupun jangkauan-Nya besar sekali.

Seberapa besarkah Pahala-Nya? Seberapa besarkah Manfaat-Nya? Seberapa besarkah Kemuliaan-Nya? Seberapa besarkah Jangkauan-Nya? Sama seperti, Para Bhikku, memiliki Kekuasaan Penuh atas keenam belas Negara ; Angga, Magadha, Kasi, Kosala, Wajji, Malla, Ceti, Wangga, Kuru, Pancala, Maccha, Surasena, Assaka, Awanti, Ghandara dan Kamboja, yang berlimpah ruah dalam Tujuh Permata, namun masih kalah jauh tidak sebanding dengan Uposatha Berunsur Delapan ini. Apa sebabnya? Karena, Para Bhikku, bila dibandingkan dengan Kebahagiaan Surgawi, Kerajaan manusia sungguh tiada nilainya.

Para Bhikku, 50 tahun Alam manusia setara dengan sehari semalam Para Dewa Catummaharajika. Tiga puluh hari demikian adalah sebulan. Dua belas bulan demikian adalah satu tahun. Usia Para Dewa Catummaharajika adalah 500 tahun demikian. Besar kemungkinan, Para Bhikku, ada Pria atau Wanita tertentu, setelah mengamalkan Uposatha Berunsur Delapan, apabila badan jasmaninya hancur sesudah meninggal dunia, akan terlahir kembali diantara Para Dewa Catummaharajika. Inilah, Para Bhikku, yang tersirat dalam ungkapan ' Bila dibandingkan dengan Kebahagiaan Surgawi, Kerajaan manusia sungguh tiada nilainya.'

Para Bhikku, 100 tahun Alam manusia setara dengan sehari semalam Para Dewa Tavatimsa. Tiga puluh hari demikian adalah sebulan. Dua belas bulan demikian adalah satu tahun. Usia Para Dewa Tavatimsa adalah 1000 tahun demikian. Besar kemungkinan, Para Bhikku, ada Pria atau Wanita tertentu, setelah mengamalkan Uposatha Berunsur Delapan, apabila badan jasmaninya hancur sesudah meninggal dunia, akan terlahir kembali diantara Para Dewa Tavatimsa. Inilah, Para Bhikku, yang tersirat dalam ungkapan ' Bila dibandingkan dengan Kebahagiaan Surgawi, Kerajaan manusia sungguh tiada nilainya.'

Para Bhikku, 200 tahun Alam manusia setara dengan sehari semalam Para Dewa Yama. Tiga puluh hari demikian adalah sebulan. Dua belas bulan demikian adalah satu tahun. Usia Para Dewa Yama adalah 2000 tahun demikian. Besar kemungkinan, Para Bhikku, ada Pria atau Wanita tertentu, setelah mengamalkan Uposatha Berunsur Delapan, apabila badan jasmaninya hancur sesudah meninggal dunia, akan terlahir kembali diantara Para Dewa Yama. Inilah, Para Bhikku, yang tersirat dalam ungkapan ' Bila dibandingkan dengan Kebahagiaan Surgawi, Kerajaan manusia sungguh tiada nilainya.'

Para Bhikku, 400 tahun Alam manusia setara dengan sehari semalam Para Dewa Tusita. Tiga puluh hari demikian adalah sebulan. Dua belas bulan demikian adalah satu tahun. Usia Para Dewa Tusita adalah 4000 tahun demikian. Besar kemungkinan, Para Bhikku, ada Pria atau Wanita tertentu, setelah mengamalkan Uposatha Berunsur Delapan, apabila badan jasmaninya hancur sesudah meninggal dunia, akan terlahir kembali diantara Para Dewa Tusita. Inilah, Para Bhikku, yang tersirat dalam ungkapan ' Bila dibandingkan dengan Kebahagiaan Surgawi, Kerajaan manusia sungguh tiada nilainya.'

Para Bhikku, 800 tahun Alam manusia setara dengan sehari semalam Para Dewa Nimmanarati. Tiga puluh hari demikian adalah sebulan. Dua belas bulan demikian adalah satu tahun. Usia Para Dewa Nimmanarati adalah 8000 tahun demikian. Besar kemungkinan, Para Bhikku, ada Pria atau Wanita tertentu, setelah mengamalkan Uposatha Berunsur Delapan, apabila badan jasmaninya hancur sesudah meninggal dunia, akan terlahir kembali diantara Para Dewa Nimmanarati. Inilah, Para Bhikku, yang tersirat dalam ungkapan ' Bila dibandingkan dengan Kebahagiaan Surgawi, Kerajaan manusia sungguh tiada nilainya.'

Para Bhikku, 1600 tahun Alam manusia setara dengan sehari semalam Para Dewa Parinimmitavasavatti. Tiga puluh hari demikian adalah sebulan. Dua belas bulan demikian adalah satu tahun. Usia Para Dewa Parinimmitavasavatti adalah 16000 tahun demikian. Besar kemungkinan, Para Bhikku, ada Pria atau Wanita tertentu, setelah mengamalkan Uposatha Berunsur Delapan, apabila badan jasmaninya hancur sesudah meninggal dunia, akan terlahir kembali diantara Para Dewa Parinimmitavasavatti. Inilah, Para Bhikku, yang tersirat dalam ungkapan ' Bila dibandingkan dengan Kebahagiaan Surgawi, Kerajaan manusia sungguh tiada nilainya.'

Tidak membunuh, tidak mencuri,
Tidak berbohong pun bukan peminum,
Menjauhi seks dan hidup tak suci,
Tidak makan malam, di waktu yang salah,
Tak mengenakan kalung bunga dan wewangian,
Tidur beralas bumi atau dipan,
Inilah Delapan Unsur Uposatha nan Agung.
Oleh Buddha telah dibabarkan pelebur dukkha,
Bak mentari dan rembulan nan tampak jelas,
Bercahaya cemerlang memancar jauh,
Mengusir kegelapan di angkasa raya,
Menyinari langit menerangi penjuru.
Di antara harta pusaka di sini,
Mutiara, Permata, Lapis Lazuli,
serta Emas nan bernilai tinggi,
Yang dikatakan dapat diperoleh dengan uang,
Dibandingkan dengan Uposatha Berunsur Delapan,
Sungguh kalah jauh tidak sebanding.
Bak sinar rembulan dengan semua cahaya bintang.
Oleh karena itu, hai Pria dan Wanita nan berbudi,
Setelah mengamalkan Uposatha Berunsur Delapan,
Kebajikan yang mendatangkan Kebahagiaan,
Dengan tiada cacat, surgalah yang Kalian raih !
     [bait ini yg gue maksud]

DHAMMAPADA ATTAKATHA

KISAH NANDIYA

DHAMMAPADA XVI, 11-12

Nandiya adalah Seorang Kaya berasal dari Baranasi. Setelah mendengarkan Khotbah Sang Buddha tentang manfaat membangun Vihara-Vihara untuk Para Bhikku, Nandiya membangun Vihara-Vihara untuk Para Bhikku, Nandiya membangun Vihara Mahavihara di Isipatana. Bangunan tersebut dipersembahkan kepada Sang Buddha, sebuah Rumah Besar muncul untuk Nandiya di Alam Surga Tavatimsa.

Suatu hari ketika Maha Maudgalyayana Thera mengunjungi Alam Surga Tavatimsa, Dia melihat sebuah Rumah Besar diperuntukkan bagi Pendana Vihara Mahavihara di Isipatana.

Setelah kembali dari Alam Surga Tavatimsa, Maha Maudgalyayana Thera bertanya kepada Sang Buddha, "Bhante ! Untuk Mereka yang melakukan perbuatan baik, apakah Mereka akan mempunyai Rumah Besar dan Kekayaan lain tersedia di Alam Surga, meskipun Mereka masih hidup di dunia ini?"

Kepada-Nya Sang Buddha berkata, "Anak-Ku, mengapa Kamu bertanya Hal itu? Apakah Kamu tidak melihat Rumah Besar dan Kekayaan menunggu untuk Nandiya di Alam Surga Tavatimsa? Para Dewa menunggu kedatangan dari Orang yang berbuat baik dan Dermawan, seperti sebuah keluarga menunggu kembalinya Seseorang yang telah lama bepergian. Ketika Orang baik meninggal dunia, Mereka disambut dengan gembira untuk tinggal di Alam Surga".

Kemudian Sang Buddha membabarkan Syair 219 dan 220 berikut:

"Cirappavasim purisam durato sotthim agatam, natimitta suhajja ca abhinandanti agatam."
Setelah lama Seseorang pergi jauh dan kemudian pulang ke rumah dengan selamat, maka keluarga, kerabat dan sahabat akan menyambut-Nya dengan senang hati.

"Tath' eva katapunnam pi asma loka param gatam, punnani patiganhati piyam nativa agatam."
Begitu juga, perbuatan-perbuatan baik yang telah dilakukan akan menyambut Pelakunya yang telah pergi dari dunia ini ke dunia selanjutnya, seperti keluarga yang menyambut pulangnya orang tercinta.
« Last Edit: 26 September 2009, 10:59:28 PM by andry »
Samma Vayama

Offline dhammadinna

  • Sebelumnya: Mayvise
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.627
  • Reputasi: 149
Re: pertanyaan dan tanya jawab tentang UPOSATHA-SUTTA
« Reply #9 on: 27 September 2009, 09:28:35 AM »
[at]  M. Yansil

Kok Ada Uposatha Mahayana? bedanya apa ya sama Uposatha Theravada?


G pernah ikut PPD, bhante pembimbingnya dari mahayana. Sama aja sih latih 8 sila (sama isinya dgn theravada), trus kita dikasih buku. Nah yg g baca dari buku itu (kalo salah tolong dikoreksi oleh teman2 yg ngerti mahayana ya), tujuan dari latih 8 sila adalah - selain melatih pengendalian diri - juga untuk membangkitkan tekad mencapai pencerahan dan membantu makhluk2 lain.

Menurut saya, yg membedakannya dgn theravada adalah tekad bodhisatva ini, krn sebelum mengambil sila, tekad ini yg diucapkan:

Para Buddha, Dhamma, dan Sangha yang sempurna,
Aku mengambil perlindungan hingga aku mencapai pencerahan,
Dengan praktik berdana dan paramita (kebajikan) lain yang kulakukan,
semoga aku merealisasi ke-Buddha-an demi kebaikan para makhluk.
...
Sekecil apapun nilai kebajikan yang telah kuperoleh,
Melalui penghormatan, persembahan, dan pengakuan,
melalui bermudita cita, permohonan ajaran, dan permohonan [pada Sang Buddha] untuk tetap tinggal dalam dunia,
Aku dedikasikan semuanya untuk [usaha] pencapaian Pencerahan Sempurna.


***

Lihat lagi dari pengertian sila. Untuk melatih diri, bukan untuk mendapat "mukjizat"


***


Mukjizat apa ya???

Sy ingin meluruskan pernyataan ini: "dgn melatih sila, doa-doa bisa terkabul?" menurut saya itu bukan mukjizat karena terkabulnya doa adalah berbuahnya benih karma baik (dari yg telah kita miliki ataupun yg sedang kita lakukan dgn ber-Atthasila). Berbuahnya karma baik ini sesuai doa kita, salah satunya karena karena kuatnya tekad kita.

Tp kalau bukan itu maksud dari pertnyaan Sdr Hatred, mohon diperjelas lagi pernyaannya yaa... ^_^


***



Tidak membunuh, tidak mencuri,
Tidak berbohong pun bukan peminum,
Menjauhi seks dan hidup tak suci,
Tidak makan malam, di waktu yang salah,
Tak mengenakan kalung bunga dan wewangian,
Tidur beralas bumi atau dipan,
Inilah Delapan Unsur Uposatha nan Agung.
Oleh Buddha telah dibabarkan pelebur dukkha,
Bak mentari dan rembulan nan tampak jelas,
Bercahaya cemerlang memancar jauh,
Mengusir kegelapan di angkasa raya,
Menyinari langit menerangi penjuru.
Di antara harta pusaka di sini,
Mutiara, Permata, Lapis Lazuli,
serta Emas nan bernilai tinggi,
Yang dikatakan dapat diperoleh dengan uang,
Dibandingkan dengan Uposatha Berunsur Delapan,
Sungguh kalah jauh tidak sebanding.
Bak sinar rembulan dengan semua cahaya bintang.
Oleh karena itu, hai Pria dan Wanita nan berbudi,
Setelah mengamalkan Uposatha Berunsur Delapan,
Kebajikan yang mendatangkan Kebahagiaan,
Dengan tiada cacat, surgalah yang Kalian raih !
    [bait ini yg gue maksud]

wkt itu ktika menjalani pelatihan athasila dlm paham mahayana, ada "keuntungan dari athasila"
mungkin sis Citta mempunyainya? bisa tolong dipostingkan.


***


Yg sdr Andry posti itu, theravada kan? bukannya minta yg mahayana? sebetulnya theravada dan mahayana sama aja sih... intinya 8 sila dan pengendalian diri. Hanya saja di mahayana, ditambahkan juga "tekad bodhisatva-nya, untuk menolong makhluk2 lain juga". Itu menurut saya ya, mohon dikoreksi oleh teman2 kalau ada kesalahan...

 _/\_
« Last Edit: 27 September 2009, 09:31:56 AM by Melia Yansil »

Offline Dhamma Sukkha

  • Sebelumnya: Citta Devi
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.607
  • Reputasi: 115
  • kilesaa... .... T__T""" :) _/\_
Re: pertanyaan dan tanya jawab tentang UPOSATHA-SUTTA
« Reply #10 on: 27 September 2009, 01:09:43 PM »
ditunggu aja kelanjutannya yah sis..........
yoo bro yg perwiraa...^^/

T. Apakah makna Sutta ini mirip dgn paccavekkhana (perenungan) yg dibaca umat setiap sore hari-dhammassavana(mendengarkan Dhamma)?
J. Ya.

Metta cittena,
Citta _/\_


Wow banyak banget... itu ketik manual lagi ato copas? rajinnya.... bagus2... hehheeee... btw, maksudnya sutta uposatha-sutta maknanya mirip dgn paccavekkhana, itu mirip gimana ya? sutta paccavekkhana yg gimana ya? beda ya dgn abhinhapaccavekkhana? thanks.
ketik manual \;D/\;D/\;D/
msh panjang tanya jawabnyaa...^^/"" malah w ketiknya lamban pulaa... -__-""
tapi bakal w cicil2in... \;D/
wkt itu ktika menjalani pelatihan athasila dlm paham mahayana, ada "keuntungan dari athasila"
mungkin sis Citta mempunyainya? bisa tolong dipostingkan.

Sebab menurut saya, kata-kata tersebut begitu indah dan dapat membangkitkan semangat umat untuk melaksanakannya..
iyaa jadi semangattt tuk melaksanakannyaa^^/
[dapet nyomto dari sebelah nehh...]Namo Bhagavate Maha Sakyamuni Tathagata
UPOSATHA SUTTA

Demikianlah yang telah Kudengar. Pada suatu ketika Sang Bhagavan sedang berdiam di Hutan Jeta, Arama Anathapindika, dekat Savatthi. Kala itu Sang Bhagavan bersabda kepada Para Bhikku, "Hai Para Bhikku." "Ya Bhante", Para Bhikku menyahut Sang Bagavan. Demikian Sabda Sang Bhagavan,"Hai Para Bhikku, pengalaman Uposatha Berunsur Delapan baik Pahala, Manfaat, Kemuliaan, maupun jangkauan-Nya besar sekali. Hai Para Bhikku, bagaimanakah Pengamalan Uposatha Berunsur Delapan yang baik Pahala, Manfaat, Kemuliaan, maupun jangkauan-Nya besar sekali itu?"

"Dalam Hal ini, Para Bhikku, demikianlah yang direnungkan Para Siswa Ariya:

Para Arahat, sepanjang Hidup telah meninggalkan pembunuhan mahluk hidup, telah menjauhkan Diri dari pembunuhan mahluk hidup, telah meletakkan tongkat pemukul serta senjata tajam, merasa malu (berbuat jahat) dan bersikap penuh kasih sayang terhadap semua mahluk hidup.
Aku pun siang dan malam ini akan meninggalkan pembunuhan mahluk hidup, akan menjauhkan Diri dari pembunuhan mahluk hidup, akan meletakkan tongkat pemukul serta senjata tajam, merasa malu (berbuat jahat) dan bersikap penuh kasih sayang terhadap semua mahluk hidup.
Dengan cara demikianlah Aku mengikuti jejak Para Arahat, dan menjalankan Uposatha. Inilah Sila Pertama yang diamalkan.

Para Arahat, sepanjang Hidup telah meninggalkan pengambilan sesuatu yang tidak diberikan, menjauhkan Diri dari pengambilan sesuatu yang tidak diberikan, hanya mengambil apa yang diberikan, hanya menginginkan apa yang diberikan, tidak mencuri, Diri-Nya bersih bebas dari noda.
Aku pun siang dan malam ini akan meninggalkan pengambilan sesuatu yang tidak diberikan, telah menjauhkan Diri dari pengambilan sesuatu yang tidak diberikan, hanya mengambil apa yang diberikan, hanya menginginkan apa yang diberikan, tidak mencuri, Diri-Nya bersih bebas dari noda.
Dengan cara demikianlah Aku mengikuti jejak Para Arahat, dan menjalankan Uposatha. Inilah Sila Kedua yang diamalkan.

Para Arahat, sepanjang Hidup telah meninggalkan kehidupan tidak suci, menjalankan kehidupan suci, menjauhkan Diri dari hal-hal yang tercela, menjauhkan Diri dari kontak seksual seperti orang awam.
Aku pun siang dan malam ini akan meninggalkan kehidupan tidak suci, menjalankan kehidupan suci, menjauhkan Diri dari hal-hal yang tercela, menjauhkan Diri dari kontak seksual seperti orang awam.
Dengan cara demikianlah Aku mengikuti jejak Para Arahat, dan menjalankan Uposatha. Inilah Sila Ketiga yang diamalkan.

Para Arahat, sepanjang Hidup telah meninggalkan ucapan bohong, menjauhkan Diri dari ucapan bohong, hanya mengucapkan yang benar, yang sesuai dengan kenyataan, dapat dipercayai, jujur, tidak berdusta terhadap orang-orang di dunia.
Aku pun siang dan malam ini akan meninggalkan ucapan bohong, menjauhkan Diri dari ucapan bohong, hanya mengucapkan yang benar, yang sesuai dengan kenyataan, dapat dipercayai, jujur, tidak berdusta terhadap orang-orang di dunia.
Dengan cara demikianlah Aku mengikuti jejak Para Arahat, dan menjalankan Uposatha. Inilah Sila Keempat yang diamalkan.

Para Arahat, sepanjang Hidup telah meninggalkan minuman beralkohol dan memabukkan, menjauhkan Diri dari minuman beralkohol dan memabukkan.
Aku pun siang dan malam ini akan meninggalkan minuman beralkohol dan memabukkan, menjauhkan Diri dari minuman beralkohol dan memabukkan.
Dengan cara demikianlah Aku mengikuti jejak Para Arahat, dan menjalankan Uposatha. Inilah Sila Kelima yang diamalkan.

Para Arahat, sepanjang Hidup sehari hanya makan sekali, tidak makan pada malam hari, menjauhkan Diri dari makan pada waktu yang salah.
Aku pun siang dan malam ini akan makan hanya sekali, tidak makan pada malam hari, menjauhkan Diri dari makan pada waktu yang salah.
Dengan cara demikianlah Aku mengikuti jejak Para Arahat, dan menjalankan Uposatha. Inilah Sila Keenam yang diamalkan.

Para Arahat, sepanjang Hidup menjauhkan Diri dari tari-tarian, nyanyian, musik, tontonan pertunjukan, menjauhkan Diri dari pengenaan untaian bunga, wangi-wangian, bahan kosmetik, dandanan dan perhiasan.
Aku pun siang dan malam ini akan menjauhkan Diri dari tari-tarian, nyanyian, musik, tontonan pertunjukan, menjauhkan Diri dari pengenaan untaian bunga, wangi-wangian, bahan kosmetik, dandanan dan perhiasan.
Dengan cara demikianlah Aku mengikuti jejak Para Arahat, dan menjalankan Uposatha. Inilah Sila Ketujuh yang diamalkan.

Para Arahat, sepanjang Hidup meninggalkan tempat tidur yang tinggi dan besar, menjauhkan Diri dari tempat tidur yang tinggi dan besar, hanya menggunakan tempat tidur yang rendah atau yang beralaskan taburan dedaunan.
Aku pun siang dan malam ini akan meninggalkan tempat tidur yang tinggi dan besar, menjauhkan Diri dari tempat tidur yang tinggi dan besar, hanya menggunakan tempat tidur yang rendah atau yang beralaskan taburan dedaunan.
Dengan cara demikianlah Aku mengikuti jejak Para Arahat, dan menjalankan Uposatha. Inilah Sila Kedelapan yang diamalkan.
Demikianlah, Para Bhikku, Pengamalan Uposatha Berunsur Delapan yang baik Pahala, Manfaat, Kemuliaan, maupun jangkauan-Nya besar sekali.

Seberapa besarkah Pahala-Nya? Seberapa besarkah Manfaat-Nya? Seberapa besarkah Kemuliaan-Nya? Seberapa besarkah Jangkauan-Nya? Sama seperti, Para Bhikku, memiliki Kekuasaan Penuh atas keenam belas Negara ; Angga, Magadha, Kasi, Kosala, Wajji, Malla, Ceti, Wangga, Kuru, Pancala, Maccha, Surasena, Assaka, Awanti, Ghandara dan Kamboja, yang berlimpah ruah dalam Tujuh Permata, namun masih kalah jauh tidak sebanding dengan Uposatha Berunsur Delapan ini. Apa sebabnya? Karena, Para Bhikku, bila dibandingkan dengan Kebahagiaan Surgawi, Kerajaan manusia sungguh tiada nilainya.

Para Bhikku, 50 tahun Alam manusia setara dengan sehari semalam Para Dewa Catummaharajika. Tiga puluh hari demikian adalah sebulan. Dua belas bulan demikian adalah satu tahun. Usia Para Dewa Catummaharajika adalah 500 tahun demikian. Besar kemungkinan, Para Bhikku, ada Pria atau Wanita tertentu, setelah mengamalkan Uposatha Berunsur Delapan, apabila badan jasmaninya hancur sesudah meninggal dunia, akan terlahir kembali diantara Para Dewa Catummaharajika. Inilah, Para Bhikku, yang tersirat dalam ungkapan ' Bila dibandingkan dengan Kebahagiaan Surgawi, Kerajaan manusia sungguh tiada nilainya.'

Para Bhikku, 100 tahun Alam manusia setara dengan sehari semalam Para Dewa Tavatimsa. Tiga puluh hari demikian adalah sebulan. Dua belas bulan demikian adalah satu tahun. Usia Para Dewa Tavatimsa adalah 1000 tahun demikian. Besar kemungkinan, Para Bhikku, ada Pria atau Wanita tertentu, setelah mengamalkan Uposatha Berunsur Delapan, apabila badan jasmaninya hancur sesudah meninggal dunia, akan terlahir kembali diantara Para Dewa Tavatimsa. Inilah, Para Bhikku, yang tersirat dalam ungkapan ' Bila dibandingkan dengan Kebahagiaan Surgawi, Kerajaan manusia sungguh tiada nilainya.'

Para Bhikku, 200 tahun Alam manusia setara dengan sehari semalam Para Dewa Yama. Tiga puluh hari demikian adalah sebulan. Dua belas bulan demikian adalah satu tahun. Usia Para Dewa Yama adalah 2000 tahun demikian. Besar kemungkinan, Para Bhikku, ada Pria atau Wanita tertentu, setelah mengamalkan Uposatha Berunsur Delapan, apabila badan jasmaninya hancur sesudah meninggal dunia, akan terlahir kembali diantara Para Dewa Yama. Inilah, Para Bhikku, yang tersirat dalam ungkapan ' Bila dibandingkan dengan Kebahagiaan Surgawi, Kerajaan manusia sungguh tiada nilainya.'

Para Bhikku, 400 tahun Alam manusia setara dengan sehari semalam Para Dewa Tusita. Tiga puluh hari demikian adalah sebulan. Dua belas bulan demikian adalah satu tahun. Usia Para Dewa Tusita adalah 4000 tahun demikian. Besar kemungkinan, Para Bhikku, ada Pria atau Wanita tertentu, setelah mengamalkan Uposatha Berunsur Delapan, apabila badan jasmaninya hancur sesudah meninggal dunia, akan terlahir kembali diantara Para Dewa Tusita. Inilah, Para Bhikku, yang tersirat dalam ungkapan ' Bila dibandingkan dengan Kebahagiaan Surgawi, Kerajaan manusia sungguh tiada nilainya.'

Para Bhikku, 800 tahun Alam manusia setara dengan sehari semalam Para Dewa Nimmanarati. Tiga puluh hari demikian adalah sebulan. Dua belas bulan demikian adalah satu tahun. Usia Para Dewa Nimmanarati adalah 8000 tahun demikian. Besar kemungkinan, Para Bhikku, ada Pria atau Wanita tertentu, setelah mengamalkan Uposatha Berunsur Delapan, apabila badan jasmaninya hancur sesudah meninggal dunia, akan terlahir kembali diantara Para Dewa Nimmanarati. Inilah, Para Bhikku, yang tersirat dalam ungkapan ' Bila dibandingkan dengan Kebahagiaan Surgawi, Kerajaan manusia sungguh tiada nilainya.'

Para Bhikku, 1600 tahun Alam manusia setara dengan sehari semalam Para Dewa Parinimmitavasavatti. Tiga puluh hari demikian adalah sebulan. Dua belas bulan demikian adalah satu tahun. Usia Para Dewa Parinimmitavasavatti adalah 16000 tahun demikian. Besar kemungkinan, Para Bhikku, ada Pria atau Wanita tertentu, setelah mengamalkan Uposatha Berunsur Delapan, apabila badan jasmaninya hancur sesudah meninggal dunia, akan terlahir kembali diantara Para Dewa Parinimmitavasavatti. Inilah, Para Bhikku, yang tersirat dalam ungkapan ' Bila dibandingkan dengan Kebahagiaan Surgawi, Kerajaan manusia sungguh tiada nilainya.'

Tidak membunuh, tidak mencuri,
Tidak berbohong pun bukan peminum,
Menjauhi seks dan hidup tak suci,
Tidak makan malam, di waktu yang salah,
Tak mengenakan kalung bunga dan wewangian,
Tidur beralas bumi atau dipan,
Inilah Delapan Unsur Uposatha nan Agung.
Oleh Buddha telah dibabarkan pelebur dukkha,
Bak mentari dan rembulan nan tampak jelas,
Bercahaya cemerlang memancar jauh,
Mengusir kegelapan di angkasa raya,
Menyinari langit menerangi penjuru.
Di antara harta pusaka di sini,
Mutiara, Permata, Lapis Lazuli,
serta Emas nan bernilai tinggi,
Yang dikatakan dapat diperoleh dengan uang,
Dibandingkan dengan Uposatha Berunsur Delapan,
Sungguh kalah jauh tidak sebanding.
Bak sinar rembulan dengan semua cahaya bintang.
Oleh karena itu, hai Pria dan Wanita nan berbudi,
Setelah mengamalkan Uposatha Berunsur Delapan,
Kebajikan yang mendatangkan Kebahagiaan,
Dengan tiada cacat, surgalah yang Kalian raih !
     [bait ini yg gue maksud]

DHAMMAPADA ATTAKATHA

KISAH NANDIYA

DHAMMAPADA XVI, 11-12

Nandiya adalah Seorang Kaya berasal dari Baranasi. Setelah mendengarkan Khotbah Sang Buddha tentang manfaat membangun Vihara-Vihara untuk Para Bhikku, Nandiya membangun Vihara-Vihara untuk Para Bhikku, Nandiya membangun Vihara Mahavihara di Isipatana. Bangunan tersebut dipersembahkan kepada Sang Buddha, sebuah Rumah Besar muncul untuk Nandiya di Alam Surga Tavatimsa.

Suatu hari ketika Maha Maudgalyayana Thera mengunjungi Alam Surga Tavatimsa, Dia melihat sebuah Rumah Besar diperuntukkan bagi Pendana Vihara Mahavihara di Isipatana.

Setelah kembali dari Alam Surga Tavatimsa, Maha Maudgalyayana Thera bertanya kepada Sang Buddha, "Bhante ! Untuk Mereka yang melakukan perbuatan baik, apakah Mereka akan mempunyai Rumah Besar dan Kekayaan lain tersedia di Alam Surga, meskipun Mereka masih hidup di dunia ini?"

Kepada-Nya Sang Buddha berkata, "Anak-Ku, mengapa Kamu bertanya Hal itu? Apakah Kamu tidak melihat Rumah Besar dan Kekayaan menunggu untuk Nandiya di Alam Surga Tavatimsa? Para Dewa menunggu kedatangan dari Orang yang berbuat baik dan Dermawan, seperti sebuah keluarga menunggu kembalinya Seseorang yang telah lama bepergian. Ketika Orang baik meninggal dunia, Mereka disambut dengan gembira untuk tinggal di Alam Surga".

Kemudian Sang Buddha membabarkan Syair 219 dan 220 berikut:

"Cirappavasim purisam durato sotthim agatam, natimitta suhajja ca abhinandanti agatam."
Setelah lama Seseorang pergi jauh dan kemudian pulang ke rumah dengan selamat, maka keluarga, kerabat dan sahabat akan menyambut-Nya dengan senang hati.

"Tath' eva katapunnam pi asma loka param gatam, punnani patiganhati piyam nativa agatam."
Begitu juga, perbuatan-perbuatan baik yang telah dilakukan akan menyambut Pelakunya yang telah pergi dari dunia ini ke dunia selanjutnya, seperti keluarga yang menyambut pulangnya orang tercinta.
iyaa cek keringg, di bukunya juga ada uposatha sutta ituu, tapi gak wnya post soalnya panjang bangett^^"" w pikir kyknya postin yg tanya jawabnya aja gvituu... ;D ;D ;D
thankss yoo dah postinn...\;D/
sutta paccavekkhana yg gimana ya? beda ya dgn abhinhapaccavekkhana? thanks.

Paccavekkhana sendiri berarti perenungan, sejauh yang saya ketahui ada 3 jenis paccavekkhana. Yaitu:

1. Abinhapaccavekkhanapatha=perenungan akan lahir,sakit,usia tua,kematian
2. Tankhanikapaccavekkhanapatha =pada saat menggunakan keperluan hidup
3. Atitapaccavekkhanapatha =setelah menggunakan keperluan hidup

Semoga bermanfaat
iyaa, paccavekkhana kyk yg gituan siss...\:yes:/
wkt itu ktika menjalani pelatihan athasila dlm paham mahayana, ada "keuntungan dari athasila"
mungkin sis Citta mempunyainya? bisa tolong dipostingkan.

Sy bantu ya sis Citta :)
Ini sebagian dari ceramah Lama Dagpo Rinpoche. Kalau ada yang kurang, silahkan teman2 menambahkan.

Terdapat banyak keuntungan dari mengambil Sila Upasatha Mahayana. Ada beberapa sudut pandang yang bisa dimengerti. Dari sudut pandang waktu, dikatakan bahwa KEUNTUNGAN DARI MENGAMBIL SILA UPASATHA MAHAYANA DI ZAMAN KEMEROSOTAN INI, KETIKA AJARAN BUDDHA MEROSOT ATAU MEMUDAR PERLAHAN-LAHAN, LEBIH BESAR MANFAATNYA DARIPADA MENGAMBIL SILA YANG SAMA PADA SAAT BUDDHA MASIH BERADA DI DUNIA INI. Keuntungan yang petama dijelaskan dalam Sutra Raja Samadhi. Dalam sutra ini dijelaskan bahwa dari sudut pandang tempat, jauh lebih menguntungkan - walaupun - jika hanya menjalankan salah satu aspek disiplin moral yang murni (salah satu sila saja) selama satu jentikan jari. Ini disebabkan karena tanah tempat kita hidup ini bukanlah tempat yang murni atau suci.

Keuntungan dari mempraktikkan sila ini ditinjau dari sudut pandang sifat dasar sila tersebut adalah, ketika Anda mengambil sila tersebut dan menjalankannya, jika selama 24 jam kita mampu mempertahankan kemurnian sila tersebut, kita akan dilindungi dari gangguan makhluk lain, seperti makhluk-makhluk bukan manusia, makhluk halus, dsb. Ini dijelaskan dalam sutra mengenai etika atau sila yang diberikan Buddha.
Selama menjaga sila tersebut, kita akan selalu dijaga oleh makhluk halus baik dan para dewa.
Jadi, apapun praktik yang kita lakukan, ketika kita mengambil sila, kekuatan karma baiknya akan menjadi lebih besar daripada bila kita tidak mengambil sila, bahkan walaupun kebajikan yang kita praktikkan sama.

Lebih jauh lagi, dalam periode waktu kita menjalankan sila dan mempertahankannya, harapan-harapan yang kita rumuskan dalam setiap doa-doa yang kita buat akan terwujud.
Bila Anda mengambil dan menjaga semua atau hanya salah satu dari delapan aspek Sila Upasatha Mahayana, itu memungkinkan Anda untuk memperoleh karma baik yang diperlukan untuk terlahir kembali sebagai dewa atau manusia di masa mendatang.

Lebih jauh lagi, karena Sila Upasatha Mahayana berhubungan dengan semangat pencerahan (aspirasi menuju pencerahan), praktik ini akan menjadi sebab untuk mencapai pencerahan.
Biasanya saat mempraktikkan kebajikan, batin kita terdistraksi, akibatnya kebajikan yang kita bangkitkan dari aktivitas itu menjadi tidak begitu kuat. Misalnya, bila kita sedang melafalkan mantra dan saat itu batin kita tidak tenang atau pikiran melayang kemana-mana, kekuatan kebajikan itu akan lebih kecil daripada saat kita sedang mengambil uposatha sila. Selama memegang teguh sila tersebut, walau batin kita tidak tenang atau pikiran melayang kemana-mana, kita tetap membangkitkan suatu kebajikan yang sangat kuat.


thanks yoo sis silll... \;D/\;D/\;D/ _/\_ _/\_ _/\_
anumodana atas postingannyaa...^^/
[at]  M. Yansil

Kok Ada Uposatha Mahayana? bedanya apa ya sama Uposatha Theravada?

kyknya sama ajaa cek angg... ;D ;D ;D
[at]  M. Yansil

Kok Ada Uposatha Mahayana? bedanya apa ya sama Uposatha Theravada?


G pernah ikut PPD, bhante pembimbingnya dari mahayana. Sama aja sih latih 8 sila (sama isinya dgn theravada), trus kita dikasih buku. Nah yg g baca dari buku itu (kalo salah tolong dikoreksi oleh teman2 yg ngerti mahayana ya), tujuan dari latih 8 sila adalah - selain melatih pengendalian diri - juga untuk membangkitkan tekad mencapai pencerahan dan membantu makhluk2 lain.

Menurut saya, yg membedakannya dgn theravada adalah tekad bodhisatva ini, krn sebelum mengambil sila, tekad ini yg diucapkan:

Para Buddha, Dhamma, dan Sangha yang sempurna,
Aku mengambil perlindungan hingga aku mencapai pencerahan,
Dengan praktik berdana dan paramita (kebajikan) lain yang kulakukan,
semoga aku merealisasi ke-Buddha-an demi kebaikan para makhluk.
...
Sekecil apapun nilai kebajikan yang telah kuperoleh,
Melalui penghormatan, persembahan, dan pengakuan,
melalui bermudita cita, permohonan ajaran, dan permohonan [pada Sang Buddha] untuk tetap tinggal dalam dunia,
Aku dedikasikan semuanya untuk [usaha] pencapaian Pencerahan Sempurna.


***

klo di bukunya ditulis, sebelum memohon sila, kita sebaiknya mengucapkan Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa
dllsbnya jugaa... ;D ;D
ntar ntah kapan wnya postkan dehh... ;D ;D ;D
nanti postnya nyicil2 ajaa yoo...
soalnya klo langsung semua bisa berjam2...^^"""

Metta Cittena,
Citta _/\_
May All being Happy in the Dhamma ^^ _/\_

Karena Metta merupakan kebahagiaan akan org lain yg tulus \;D/

"Vinayo ayusasanam"
sasana/ajaran Buddha akan bertahan lama karena vinaya yg terjaga... _/\_ \;D/

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: pertanyaan dan tanya jawab tentang UPOSATHA-SUTTA
« Reply #11 on: 27 September 2009, 01:16:53 PM »
iya CD, jangan semuanya, kepanjangan

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Re: pertanyaan dan tanya jawab tentang UPOSATHA-SUTTA
« Reply #12 on: 27 September 2009, 03:49:03 PM »
sip... sip..... menunggu mode : ON

Offline Dhamma Sukkha

  • Sebelumnya: Citta Devi
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.607
  • Reputasi: 115
  • kilesaa... .... T__T""" :) _/\_
Re: pertanyaan dan tanya jawab tentang UPOSATHA-SUTTA
« Reply #13 on: 27 September 2009, 05:46:58 PM »
T. Jika seseorang bisa ke vihara, maka seharusnya meminta sila dari seorang bhikkhu. Jika dia tidak bisa pergi ke vihara, siapa yang seharusnya diminta untuk memberikan sila?
J. Ia boleh mengundang seorang bhikkhu. Namun menurut berbagai kitab komentar (penjelasan sutta), kita diberitahu bahwa pada pagi hari Uposatha, seseorang seyogianya memohon sila dari seorang bhikkhu satau bhikkhuni. Jika hal ini tdk mungkin terlaksana, maka seyogianya memohon sila dari seorang umat pria/wanita yg mengetahui kesepuluh sila dgn baik. Jika benar2 tdk ada lagi org lain, maka seseorg dpt mengambil sila sendiri. Dlm hal ini ia seyogianya membaca sila2 tsb, kemudian pada saat bersamaan bertekad utk menahan diri sesuai dgn msg2 sila. Ini dilakukan dgn mengikuti salah satu dari dua cara yg mungkin.

T. Apa saja kedua cara tsb?
J. Yaitu : pacceka-samadana dan ekajjha-samadana.
Mengambil sila satu demi satu disebut pacceka-samadana. Misalnya, mengambil msg2 sila yg dimulai dgn panatipata veramani sikkhapadam samadiyami dan berakhir dgn Uccasayana-mahasayana veramani sikkhapadam samadiyami, disebut pacceka-samadana.
Mengambil kedelapan sila dgn sekali ucap (tanpa mengucapkan msg2 sila) disebut ekajjha-samadana. Ini dilakukan dgn menetapkan sekaligus dlm hati tekad utk mengamalkan semua sila dgn ucapan berikut : Buddhapannattam uposatham adhittami ("Saya bertekad utk menjalankan uposatha yg telah dimaklumkan Sang Buddha"). Cara ini disebut ekajjha-samadana.
Mereka yg menggunakan salah satu dari kedua cara yg disebutkan di atas harus memulai dgn penghormatan terhadap Tiga Mestika (Tiratana) sebelum mengambil sila, dgn membaca : "Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa" (tiga kali), lalu mereka mengambil tiga perlindungan (Buddham saranam gacchami, Dhammam saranam gacchami, Sangham saranam gacchami, dan sebagainya). Bagi mereka yg tdk memahami bhs Pali boleh mengambil sila dalam bhs mereka sendiri.

T. Bagi mereka yg taat bisa menjaga sila dgn benar sesuai dgn kedua cara di atas. Namun suatu ketika, seseorang bisa saja berniat utk melanggar sebuah sila. Bagaimana memutuskan bahwa sila telah dilanggar atau belum?
J. Para Acariya Atthakatha telah menguraikan faktor2 kunci dari setiap sila di mana kita dpt mengetahui apakah sebuah sila dilanggar atau tdk.

T. Jika org yg menjalankan sila mengetahui faktor2 ini, maka ia mampu menentukan sendiri apakah ia telah melanggar sila atau tdk. Apa saja faktor2 kunci tsb dan ada berapa byk?
J. Lima faktor bagi sila pertama adalah :
1. Pano                  - keberadaan makhluk hidup.
2. panasannita        - menyadari bahwa itu adalah makhluk hidup.
3. vadhacittam        - niat utk membunuh.
4. upakkamo           - usaha utk membunuh.
5. tena maranam     - mengakibatkan kematian makhluk hidup tsb.

Lima faktor utk sila ke-2 :
1. para-pariggahitam               - benda2 yg ada pemiliknya.
2. para-pariggahita-sannita      - mengetahui ada pemiliknya.
3. theyya-cittam                    - niat utk mencuri.
4. upakkamo                          - usaha utk mencuri.
5. tena haranam                     - benda2 tercuri akibat usaha tsb.

Kitab komentar terhadap Brahmajala-Sutta dan Kankhavitarani menyebutkan dua faktor utk sila ke-3 :
1. sevanacittam                          - niat utk berhubungan seksual.
2. maggena maggap-patipadanam   - kontak seksual melalui salah satu lubang (alat kelamin, anus atau mulut).

Kitab komentar terhadap Khuddakapatha memberikan empat faktor utk sila ke-3 :
1. ajjhacaraniya-vatthu         - dasar atau jalur utk perbuatan salah.
2. tattha-sevanacittam         - niat utk melakukan hubungan seksual melalui salah satu dari jalur yg disebutkan di atas.
3. sevanap-payogo               - usaha utk berhubungan seksual.
4. sadiyanam                       - perasaan senang.

Sila ke-4 mempunyai empat faktor :
1. atatham-vatthu                      - hal yg tdk benar.
2. visamvadana-cittam                 - niat utk berdusta.
3. tajjo vayamo                          - usaha dilakukan.
4. parassa tadattha-vijananam      - pihak lawan mengerti apa yg dikatakan.

Sila ke-5 mempunyai empat faktor :
1. madaniyam                      - minuman keras.
2. patu-kamyata-cittam        - niat utk meminum.       
3. tajjo vayamo                   - usaha dilakukan.
4. pitappavesanam               - minuman keras berhasil diteguk melewati tenggorokan.

Keempat faktor utk sila ke-6 adalah :
1. vikalo                             - waktu dari tengah hari hingga subuh keesokan harinya.
2. yava-kalikam                   - makanan atau sesuatu yg dianggap makanan.
3. ajjhoharanappayogo          - usaha utk makan.     
4. tena ajjhoharanam            - tertelannya makanan itu melalui usaha tsb.

Sila ke-7 harus diteliti dlm dua bagian :
Bagian I : menahan diri utk tdk menari, menyanyi, memainkan alat musik dan menonton hiburan, yg merupakan rintangan terhadap btk2 mental yg baik. Ada tiga faktor :
1. naccadini                         - hiburan spt nyanyian, tarian, dan sebagainya.
2. dassanatthaya gamanam    - pergi menonton.
3. dassanam                        - menonton atau mendengarkan.

Bagian II : menahan diri dari pengenaan perhiasan, ada tiga faktor :
1. maladinam annatarata       - hiasan utk memperindah diri spt bunga, parfum dan sebagainya.
2. anunnatakarana bhavo      - kecuali sedang sakit, Buddha tdk mengizinkan penggunaan benda2 demikian.
3. alamkata-bhavo               - menggunakan hiasan dgn niat utk mempercantik diri.

Ketiga faktor dari sila ke-8 adalah :
1. uccasayana-mahasayanam            - tempat tidur tinggi atau besar.
2. uccasayana-mahasayana-sannita   - menyadari bahwa itu adalah tempat tidur yg tinggi atau besar.
3. abhinisidanam va abhinipajjanam va - duduk atau berbaring di tempat tidur tsb.

T. Sila ke-3 terdiri dari dua atau empat faktor, jadi seyogianya mana yg kita ikuti, dua yg pertama atau empat yg terakhir?
J. Salah satu dari keduanya, karena jika Anda menelitinya secara seksama, Anda akan menemukan bahwa sebetulnya jiwanya sama, hanya kata2nya saja yg berbeda.

5 dulu yoo^^/, tinggal 16 tanya-jawab lagi... \;D/\;D/\;D/

iya CD, jangan semuanya, kepanjangan
gak apaa... gak apaa cek angg...\;D/\;D/ kan dicicil2 postinnyaa... \;D/\;D/\;D/
lagian, ilmunya ntar pada nambah lhoo... wawasannyaa... \:D/\:D/\:D/
sip... sip..... menunggu mode : ON
:)) :)) :))

Metta cittena,
Citta _/\_

« Last Edit: 27 September 2009, 05:56:41 PM by Citta Devi »
May All being Happy in the Dhamma ^^ _/\_

Karena Metta merupakan kebahagiaan akan org lain yg tulus \;D/

"Vinayo ayusasanam"
sasana/ajaran Buddha akan bertahan lama karena vinaya yg terjaga... _/\_ \;D/

Offline Dhamma Sukkha

  • Sebelumnya: Citta Devi
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.607
  • Reputasi: 115
  • kilesaa... .... T__T""" :) _/\_
Re: pertanyaan dan tanya jawab tentang UPOSATHA-SUTTA
« Reply #14 on: 25 October 2009, 06:04:46 AM »
lanjutttt.... ;D ;D ;D


T. Bagaimana dgn sila ke-7? Mengapa semua faktor tdk digabung menjadi enam saja, sebaliknya dibagi menjadi dua bagian?
J. Faktor2 tsb tdk bisa digabungkan krn menyangkut perbuatan yg berbeda jenisnya. Sila ini tdk hanya berkaitan dgn satu hal saja spt sila2 lainnya. Bagian pertama menyangkut menari, menyanyi, menonton dan mendengarkan. Bagian kedua ttg menghias diri. Jadi kedua bagian ini tdk dpt disatukan. Kedua bagian ini dipisahkan menjadi dua sila dalam Dasa-Sila. Jika kedua bagian disatukan menjadi enam faktor maka apabila si pelaksana sila menari, menyanyi dan menonton hiburan, namun tdk memakai kosmetik, berarti keenam faktor tdk terpenuhi(pelanggaran sila tdk terjadi), namun sesungguhnya sila uposatha telah dilanggar.

T. Seseorg yg melanggar sila harus menentukan ---- berdasarkan faktor2 yg disebutkan di atas ---- apakah sila telah dilanggar atau belum. Jika salah satu faktor tetap utuh (tdk ada), maka sila tdk dilanggar. Semua faktor harus hadir barulah sila dilanggar. Betulkah demikian?
J. Benar.


T. Saat mengamalkan sila, jika satu sila atau lbh telah dilanggar, apa yg seyogianya dilakukan?
J. Jiks ia ingin melanjutkan latihannya, harus kembali meminta sila*. Ini lebih baik daripada meninggalkan sila2 dlm keadaan hancur berantakan.


T. Sutta ini sebenarnya berhubungan dgn Uposatha-sila (Delapan Sila), tetapi bagaimana dgn sila ke-3 dari Pancasila (Lima Sila)?
Ada berapa faktor dlm sila ini? Apa saja?
J. Ada empat faktor dlm sila ke-3 (kamesu micchacara**) :
   1. agamaniya-vatthu          - yg seyogianya tdk dikunjungi (keduapuluh kelompok wanita).
   2. tasmim sevanacittam       - niat utk berhubungan seksual dgn salah satu dari kelompok tsb di atas.
   3. sevanap-payogo            - usaha utk berhubungan seksual.
   4. maggena maggappatipatti adhivasanam  -terjadi kontak seksuial melalui usaha tsb.

T. Apa saja keduapuluh kelompok wanita yg disebutkan di atas?
J. Mereka adalah :
1. matu-rakkhita                     : wanita yg masih dalam lindungan ibunya
2. pitu-rakkhita                       : wanita yug masih dalam lindungan ayahnya.
3. matapitu-rakkhita                 : wanita yg masih dalam lindungan ayah ibunya
4. bhatu-rakkhita                     : wanita yg masih dlm lindungan saudara lelakinya,   
5. bhagini-rakkhita                   : wanita yg masih dlm lindungan saudara perempuan
6. nati rakkhita                        : wanita yg masih dlm lindungan sanak familinya
7. gotta-rakhitta                     : wanita yg masih dlm org2 sesuku.
8. dhamma-rakkhita                 : wanita yg masih dalam lindungan para praktisi Dhamma di bawah guru yg sama.
9. sarakha                             : wanita yg masih dlm lindungan suaminya.
10.saparidanda                       : wanita golongan tertentu, yg apabila org bersetubuh dgnnya akan dihukum atau didenda raja.
11.dhanakkita                        : wanita yg hak nikahnya telah dibeli org lain.
12.chanda-vasini                    : wanita yg tinggal bersama seorg pria atas kehendaknya sendiri.
13.bhoga-vasini                      : wanita yg menjadi istri seseorg karena kekayaannya.
14.pata-vasini                        : wanita yg krn kemiskinannya menjadi istri seseorg dgn harapan bisa memperoleh benda2 spt pakaian dan sebagainya
15.odapatta-kini                     : wanita yg telah dilamar seseorg utk dinikahi, dan pada saat berlangsungnya upacara, tetua dari keluarga mereka memegang tangan kedua mempelai mencelupkannya ke dlm baskom berisi air, dan memberi restu, "Semoga kedua mempelai saling mencintai dan hidup bahagia bersama, tdk berpisah, bagaikan air dalam baskom ini yg tak terpisahkan."
16.obhata-cumbata                 : wanita yg dibebaskan dari beban berat oleh seorg lelaki kemudian menjadi istri lelaki tsb.
17.dasi ca bhariya ca               : budak wanita yg dinikahi seorg lelaki.
18.kamma-karini ca bhariya ca   : wanita pekerja yg dinikahi seorg lelaki.
19.dhaja-hata                         : wanita yg dimenangkan seorg lelaki di medan laga lalu dijadikan istri.
20.muhuttika                          : wanita yg tinggal bersama seorg lelaki utk beberapa waktu dgn kesadaran bahwa ia adalah istri org tsb.

Lelaki manapun yg mendekati salah satu dari keduapuluh kelompok wanita tsb di atas, dan faktor2 lain yg telah disebutkan sebelumnya juga terpenuhi, maka ia melanggar sila ke-3***, kamesu-micchacara.


Spoiler: ShowHide
*  Meminta sila kpd seorg bhikkhu atau mengambil sila sesuai dgn mengucapkan  kembali kedelapan sila tsb.
         ** Sila ini termasuk golongan lokavajja
         ***Sila ketiga biasanya diterjemahkan sbg menahan diri dari perbuatan perzinaan, namun walaupun terjemahan tsb benar, sila ini mencakup pengertian yg lbh luas dgn mempertimbangkan hak2 org lain (keluarga dan sebagianya), penyakit stabilitas sosial dan sebagainya


T. Bagaimana dgn peran wanita di sini, dan bagaimana hal ini dipertimbangkan dlm sila ke-3?
J. Jika sang pria dan sang wanita saling jatuh hati namun pria itu tdk pantas baginya, lalu pria itu menjadi agamaniya-vatthu dari wanita tsb.


T. Ada berapa jenis uposatha, menurut cara pelaksanaannya? Apa sajakah itu?
J. Ada tiga jenis uposatha yg disusun berdasarkan urutan pelaksanaan inferior, medium, dan superior yaitu :
1. nigghantha-uposatha
2. gopala-uposatha
3. ariya-uposatha

Uposatha yg dilaksanakan oleh para pengikut ajaran non-Dharma disebut nigghantha-uposatha.** Uposatha yg dijalankan oleh umat pria maupun wanita yg tampak spt penggembala upahan, disebut gopala-uposatha. Uposatha yg diamalkan para upasaka/upasika yg menjadi istimewa karena syarat2 pelaksanaannya disebut ariya-uposatha.

Spoiler: ShowHide
**[Editor] Nigghantha adalah nama seorg pemimpin sekte di zaman Sang Buddha. Pengikut dari sekte ini juga melakukan kegiatan religius khusus di hari uposatha.


T. Penjelasan ini sangat singkat dan sulit dipahami. Apakah ada penjelasan yg lbh lengkap?
J. nigghantha-uposatha adalah pelaksanaan uposatha yg sepenggal2 alias tdk sempurna. Sehuibungan dgn sila ke-1, mereka yg mengamalkan uposatha ini mungkin saja menghindari pembunuhan makhluk hidup di sebelah barat namun tdk di arah lain. Mereka mungkin menjauhkan diri dari pembunuhan terhadap ayah, ibu, sanak saudara, teman atau binatang yg mereka sayangi. Tetapi mereka tdk akan menahan diri bila itu menyangkut makhluk hidup lain. Sila2 lain dilaksanakan spt ini. Singkat kata, kelompok ini menjalankan sila2 sesuka hati mereka. Praktek ini disebut nigghantha-uposatha.

Cara meminta dan menjalankan gopala-uposatha benar menurut Dhamma-Vinaya, spt yg dapat kita lihat dlm praktek para upasaka dan upasika dewasa ini. Tetapi setelah mereka memohon uposatha sila, mereka terjerumus dlm pembicaraan rendah. Mereka berceloteh ttg desa, kota, pegunungan, pohon2, sawah/ladang, kebun, jual-beli, cucu, sana-sini, org ini org itu, dsbnya. Pembicaraan demikian tdk mendukung penambahan kebajikan (kusala-dhamma) dan tdk membuat seseorg meraih manfaat kebahagiaan dan keyakinan dlm mengamalkan uposatha-sila. Para Acariya Atthakatha mengumpamakan org2 demikian sbg penggembala upahan (bukan pemilik sapi). Pada pagi hari para penggembala upahan menggiring ternak kembali ke pemiliknya. Setelah mereka dibayar sejumlah uang, mereka berpikir, "Bsk kita akan menggembalakan ternak di sini, dan lusa di sini namun tdk begitu byk di sana." Inilah yg terjadi berulang2. Penggembala upahan tdk pernah mendapat bagian dari hasil produksi sapi tsb, misalnya susu segar dan mentega. Pengalaman demikian disebut gopala-uposatha.

Begitu  ariya-uposatha diterima/diambil utk dilaksanakan, jika waktu dan tempatnya tepat, maka seyogianyalah samatha atau vipassana dilaksanakan sesuai dgn kecondongan dan kemahiran msg2. Jika pelaksanaan meditasi (kammatthana) seseorg menghasilkan penenangan btk2 pikiran yg tdk baik (akusala) melalui pelaksanaan tadangapahana (menanggalkan [akusala] dgn menggantikan kebalikannya [kusala]), maka ia seyogianya melanjutkan usaha ini. Jika pikiran menjadi gelisah atau bila waktu atau tempat tdk sesuai utk melakukan meditasi, dan jika sedang ada diskusi Dhamma yg dpt membangkitkan keyakinan, maka ia seyogianya pergi  bergabung dgn diskusi demikian. Ini bermanfaat krn membuahkan pengetahuan dan dapat membetulkan kesalahpengertian yg mungkin kita miliki. Seseorg seyogianya tdk ikut dlm diskusi dgn tujuan persaingan, menang-kalah dan sebagainya. Apabila diskusi Dhamma tdk memberikan manfaat spt yg telah disebutkan di atas, dan jika ada dhammadesana tsb utk memantapkan keyakinan saddha (keyakinan), hiri (malu berbuat jahat), ottappa (takut tehadap akibat perbuatan jahat), suta (pengetahuan yg dipelajari melalui pendengaran), viriya (semangat), sati (eling), panna (kebijaksanaan), membuatnya berkembang. Kita mendengarkan Dhamma juga utk membangkitkan samvega (perasaan tergugah). Jika, dgn alasan apapun, muncul masalah sehingga mendengarkan Dhamma tdk menghasilkan kuntungan2 tsb di atas, maka seseorg seyogianya melaksanakan kammatthana (meditasi) yg sesuai. Para Acariya Atthakatha telaah memaparkan enam obyek meditasi yg sesuai utk ariya-uposatha, yaitu :
1. Buddhanussati   : perenungan terhadap sifat2 Buddha.
2. Dhammanussati  : perenungan terhadap sifat2 Dhamma.
3. Sanghanussati   : perenungan terhadap sifat2 Sangha.
4. Silanussati        : perenungan terhadap moralitas (sila) diri sendiri.
5. Caganussati      : perenungan terhadap kemurahan hati atau kedermawanan diri sendiri.
6. Devatanussati   : perenungan terhadap sifat2 dpt dana, sila dan meditasi (bhavana) yg membuat manusia terlahir di alam dewa.
Salah satu dari keenam objek ini dpt dipraktekkan, disesuaikan dgn kecondongan msg2. Namun secara umum disepakati bahwa bukan hanya keenam obyek ini saja yg dilaksanakan, krn jika demikian halnya maka org2 yg sering melakukan meditasi vipassana tdk dpt melakukan meditasi pandangan terang, karena keenam obyek meditasi tsb tergolong sbg obyek meditasi samatha.
Jadi, dalam ariya-uposatha, selain samatha, vipassana pun dapat dipraktekkan, dgn demikian tdk menimbulkan kesulitan bagi kaum samathayanika (praktisi meditasi ketenangan) dan kaum vipassanayanika (praktisi meditasi pandangan terang). Secara singkat, ini berarti seseorg memperoleh manfaat pada saat mengamalkan uposatha sila dgn melaksanakan kammatthana. Ini disebut ariya-uposatha.


T. Nigghantha-Uposatha dikenal sebagai yg terendah, di tingkat media gopala-uposatha, dan ariya-uposatha yg tertinggi. Kebykan hanya mempraktekkan gopala-uposatha. JIka mereka mampu membuat pengalaman mereka menjadi ariya-uposatha walaupun hanya sehari, mereka niscaya akan menyaksikan sendiri praktek tsb sebagai sumber kebajikan istimewa bagi diri mereka sendiri, di samping kegiuran dan kebahagiaan yg mereka alami dari perbuatan2 demikian. Mereka tdk akan menyia2kan kesempatan terlahir kembali di alam manusia dan dapat berjumpa dgn ajaran Buddha.



T. Mengapa uposatha hanya bisa dilaksanakan pada hari ke-8,14, dan 15 dari paruhan bulan terang dan gelap *? Apakah melaksanakan uposatha di hari lain tdk dianggap sbg uposatha? Apakah ada hari2 lain di mana uposatha dpt dilaksanakan?
J. Uposatha dpt juga dilaksanakan pada hari2 lain, tdk hanya ketiga hari tsb. Saya akan menjawab secara singkat menurut tata cara pelaksanaannya. Uposatha dpt dibagi menjadi 3 kelompok, berbeda hanya dlm hal jumlah hari pelaksanaan. Cara meminta uposatha-sila sama seperti yg telah dibeberkan.

Spoiler: ShowHide
[Editor]Sistem penanggalan di India (Myanmar pun demikian) membagi sebulan menjadi 2 bagian :
(1) sukka-pakkha : paruhan bulan terang (sehari setelah bulan gelap dihitung sbg hari ke-1);
(2)kala/kanha-pakkha : paruhan bulan gelap/susut(sehari setelah bulan purnama dihitung sbg hari ke-1). Umumnya di negara Theravada tafsiran terhadap "catudassi pancadassi atthami ca pakkhassa" adalah hari ke-8 dan ke-14 atau 15 dari paruhan bulan terang/gelap. Kalau paruhan bulan tsb memiliki 15 hari maka yg dipakai adalah hari ke-15, tetapi bila hanya memiliki 14 hari maka yg dipakai adalah hari ke-14. Jadi dalam sebulan (dua paruhan bulan) hanya 4 hari uposatha bukan 6 hari. Di Indonesia, ada sebagian umat melaksanakan uposatha pada hari ke-1,8,15 dan 23 menurt penanggalan lunar Cina.]


T. Apa saja kategori pelaksanaan yg berbeda tsb?
J. Mereka adalah:
   1. pakati-uposatha
   2. patijagara-uposatha
   3. patiharika-pakkha-uposatha
Waktu utk menjalankan pakati-uposatha adalah hari ke-5,8, 14, dan 15 dari paruhan bulan terang, dan hari ke-5,8,14 dan 15 dari paruhan bulan redup (susut).

Waktu utk menjalankan patijagara-uposatha adalah lima hari di paruhan bulan terang, yaitu hari ke-4,6,7,9, dan 13, dan enam hari di paruhan bulan redup bulan redup yaitu hari ke-1,4,6,7,9, dan 12 atau 13. Seluruhnya ada sebelas hari dalam sebulan utk pelaksanaan uposatha jenis ini.

Keempat bulan di musim hujan, atau vasso, mulai dari malam pertama dari paruhan bulan redup di bulan ke-7 dan berakhir di pertengahan [Editor:hari bulan purnama] bulan ke-11, adalah masa utk melaksanakan patiharika-pakkha-uposatha.

Dalam kitab penjelasan Raja-Sutta dijelaskan bahwa patiharika-pakkha-uposatha adalah uposatha yg dilaksanakan secara terus menerus selama tiga bulan dlm musim hujan. Jika seseorg tdk dpt secara kontinyu melaksanakannya selama tiga bulan musim hujan, maka dapat dilaksanakan selama satu bulan, mulai hari pertama bulan redup dari bulan ke-10 sampai bulan ke-11. Jika seseorg tdk bisa melaksanakan selama sebulan penuh, maka dapat dilaksanakan selama setengah bulan, dimulai dari hari pertama dari paruhan bulan redup bulan ke-10 sampai hari terakhir dari bulan tsb. Pelaksanaan demikian disebutpatiharika-pakkha-uposatha.

Beberapa kitab menyatakan waktu utk melaksanakan patiharika-pakkha-Uposatha adalah lima bulan, dari bulan ke-7 sampai dgn bulan ke-11.

Beberapa Acariya menyatakan ke-3 bulan itu adalah bulan ke-3, 7, dan 11.

Namun sumber2 lain menjelaskan bahwa keempat hari, yakni hari ke-7, 9, 13 dan 14 dari paruhan bulan terang dan paruhan bulan gelap, adalah hari2 utk pelaksanaan patiharika-pakkha-uposatha.

Bagi mereka yg ingin mendapat kebajikan, uposatha seyogianya dilaksanakan pada hari2 yg diperlihatkan di sini. Di luar dari hari2 yg telah disebutkan di atas adalah pelaksanaan Lima Sila, bukan uposatha-sila*.

Spoiler: ShowHide
*[Editor]kami berpendapat pegangan utama kita tetap harus pada "Kalama-Sutta"


T. Biasanya, disebut apakah uposatha yg dilaksanakan pada hari ke-8, 14 dan 15?
J. Itu dinamakan pakkha-uposatha.


T. Kata2 apakah yg digunakan secara meluas di masa sekarang utk meminta sila uposatha?
J. Kata2 yg diucapkan adlh sbb, dibacakan bersama2 sebyk 3 X :mayam bhante tisaranena saha atthangasamannagatam uposatham yacama. (Kami, Bhante, memohon Tiga Perlindungan beserta Delapan Sila Uposatha.)


May All being Happy in the Dhamma ^^ _/\_

Karena Metta merupakan kebahagiaan akan org lain yg tulus \;D/

"Vinayo ayusasanam"
sasana/ajaran Buddha akan bertahan lama karena vinaya yg terjaga... _/\_ \;D/

 

anything