Seringkali kita terjebak akan ajaran-ajaran agama yang bersifat dogmatis, bersembunyi dibalik keotentikan kitab suci. Seringkali pula �Sabda-sabda Ilahi� dipilah menjadi �perintah� dan �larangan� atau �halal� dan �haram� tanpa disertai perenungan mendalam apalagi pengertian yang benar. Keluhuran nilai-nilai spiritual yang terkandung dalam ajaran agama akhirnya diterjemahkan dalam bentuk kalimat-kalimat perintah berupa, �Jangan lakukan ini!� atau �Harus lakukan itu!�, �Tidak boleh begini!� dan sebagainya. Cara-cara dogmatis seperti ini akan membunuh kreatifitas manusia dalam berpikir serta membentuk paradigma yang kaku dan sempit tanpa disertai pemikiran yang matang.
Dampak lain yaitu munculnya �ego� berlebihan terhadap keyakinan pribadi secara berlebihan yang sering diberi stempel �fanatisme�. Pada gilirannya penyampaian ajaran secara dogmatis akan mematikan perkembangan ajaran itu sendiri karena timbulnya benturan antara dogma dan realita. Dalam Sutta Nipata, 889 disebutkan:
�Orang yang dipenuhi pandangan-pandangan yang kaku dan mati, yang dibuai kesombongan dan kecongkakan, yang menganggap dirinya �sempurna�, akan terpaku di dalam opininya sendiri karena dia memegang erat-erat pandangannya sendiri.�