c. Dinasti Tang (618-906)
Pada zaman Dinasti Tang, ada lagi seorang saleh palsu yang bernama
Wang Hwai Koo mengumumkan suatu berita yang keliru yakni Sakyamuni
Buddha telah mengundurkan diri dan telah digantikan oleh Maitreya
Buddha, dan bahwa keluarga Li akan runtuh sedangkan keluarga Yang akan
bangkit lagi. Li adalah marga dari Raja pertama Dinasti Tang dan Yang
adalah marga dari Raja pertama Dinasti Sui. Pemerintah mendengar kabar
itu segera mengirimkan pasukan untuk bertempur dengan kelompok Wang
Hwai Koo. Wang Hwai Koo dan pengikut-pengikutnya ditangkap dan dihukum
mati.
Tokoh lain pada masa Dinasti Tang yang juga mengaku sebagai penjelmaan
Maitreya adalah Ibu Suri Wu Zetian (Hokkian: Bu Cek Tian).
Ia memerintah dari tahun 690-705. Setelah suaminya Kaisar Gao Zong
(649-683) wafat, ibu suri Wu perlahan-lahan berusaha untuk meraih
kekuasaan, hingga akhirnya berhasil menumbangkan Dinasti Tang untuk
sementara waktu dan menjadi kaisar. Ratu Wu sebagai alat propaganda
kemudian memanfaatkan Agama Buddha dan Tao agar rakyat menganggapnya
sebagai makhluk suci (padahal Ratu Wu sangat kejam karena telah
menyiksa sampai mati para selir suaminya terdahulu).
(iv). Dari Kalangan Tao ia menerima gelar "Ibu para Dewa" (Bahasa
Inggris: Sage Mother) atau Lao Mu dan dipuja pada kuil-kuil Taois.
Untuk meraih simpati Umat Buddha dikaranglah pada saat itu suatu Sutra
palsu yang berjudul Sutra Awan Agung (Great Cloud Sutra) yang isinya
seolah-olah Buddha Sakyamuni telah menubuatkan bahwa Maitreya atau
Buddha yang akan datang akan terlahir sebagai wanita, yang di bawah
pemerintahannya "Panen akan berlimah, kebahagiaan akan menjadi tak
terhingga. Rakyat akan berjaya, terbebas dari penderitaan dan
penyakit. Para penguasa dari negara-negara tetangga akan berdatangan
dan menawarkan diri untuk menjadi taklukan." Vihara-vihara yang
disponsori negara bersama-sama mempermaklumkan ajaran baru ini dan
menggelarinya "Maitreya yang tanpa cela". Wu kemudian memerintahkan
dipahatnya patung Maitreya raksasa di Longmen yang wujudnya mirip
dirinya.
d. Dinasti Sung (960-1279).
Pada masa pemerintahan Kaisar Ren Zong (1022-1063), bulan November
1047, pemimpin dari Aliran Maitreya Wang Tzeh merencanakan suatu
pemberontakan. Pada mulanya dia adalah seorang gembala kemudian dia
mendaftarkan diri menjadi tentara. Sementara itu buku ajaran-ajaran
sesat telah beredar ke-mana-mana. Buku tersebut memuat pernyataan
jahat yang sama yaitu "Sakyamuni Buddha telah mengundurkan diri dan
Maitreya Buddha yang bertanggung jawab atas urusan manusia di dunia.
Mereka mengeluarkan slogan bahwa Zaman Putih "istilah Bahasa Cina
adalah Pai Yang" telah tiba.
Ketika Wang Tzeh menjadi walikota, penganut-penganutnya mengangkat dia
sebagai pemimpin mereka dan kemudian melancarkan pemberontakan di
propinsi Pei. Wang Tzeh memproklamirkan dirinya sendiri sebagai Raja.
Pada tahun baru di bulan Pebruari 1048, pasukan-pasukan raja
menyelinap ke dalam kota melalui terowongan. Wang Tzeh ditangkap dan
dihukum mati.
e. Dinasti Yuan (Mongol) (1279-1368).
Orang-orang kerajaan Mongol menghormati segala agama: Buddha, Kr*st*n,
Isl*m dan Taoisme. Tetapi melarang Aliran Maitreya. Di antara agama
yang disebut di atas, agama Buddhalah yang mendapatkan penghargaan
tertinggi, khususnya oleh keluarga raja, sehingga agama Buddha
mendapat fasilitas khusus dan juga mendapatkan fasilitas bebas pajak.
Oleh karena itu, penganut-penganut Maitreya merembes ke perkumpulan
Bai Lian yang dibentuk oleh Master Hwei Yen. Pengembangan utama bagi
sekte ini dititik beratkan pada pembacaan nama Amitabha Buddha.
Setelah 5 tahun berada di perkumpulan Bai Lian, nama Maitreya menjadi
Perkumpulan Bai Lian (sesuai dengan nama organisasi yang mereka
nyusupi).
Mereka menjalin hubungan baik dengan pegawai-pegawai pemerintah dan
juga orang-orang berpengaruh di masyarakat. Selain itu, mereka juga
ber-pura-pura melakukan kegiatan sosial. Dengan cara demikian, secara
bertahap mereka menjadi sah dalam hukum pemerintahan, tetapi
pengesahan tersebut bertahan hanya 9 tahun. Ketika Raja Shidebala
(Ying Zong) naik tahta pada tahun 1321, beliau melarang aliran itu.
Pada saat itu, situasi politik sedang memburuk dan Aliran Maitreya
mengambil keuntungan dari situasi tersebut untuk menyebarkan ajaran
yang menyimpang.
Hampir tiga tahun kemudian (1323), Raja Ying Zong dibunuh. Dua puluh
delapan tahun setelah beliau wafat atau pada masa pemerintahan Raja
Toghon Temur (Shun Di ? memerintah 1333-1368) yakni pada bulan Mei
1351, penganut-penganut Bai Lian, dengan Liew Foo Thong sebagai dalang
utama dan Han San Thong sebagai pemimpin, merencanakan untuk
memberontak melawan Dinasti Yuan dan memproklamirkan dirinya sebagai
King Ming. Ciri-ciri tentara mereka adalah membakar kemenyan dan
pengikut-pengikutnya mengikat kepala mereka dengan syal merah. Karena
itulah pemberontakan ini dalam sejarah dinamakan Pemberontakan Ikat
Kepala Merah (Red Turban). Tetapi rencana pemberontakan tersebut
bocor, Han San Thong tertangkap dan dihukum mati. Istri dan anak
lelakinya, Han Lin Er meloloskan diri. Pengikut-pengikut yang
melarikan diri dikumpulkan oleh Liew Foo Thong untuk membentuk suatu
tentara yang berjumlah ratusan ribu orang. Tentara tersebut menyerbu
dan menaklukkan propinsi Ing Chuan.
Pada bulan Februari 1355, Liew Foo Thong memproklamirkan Han Lin Er
sebagai Raja Ming kecil.
Pada bulan Januari 1352, seorang penganut Bai Lian yang kaya, Kuo Tze
Hsing, juga mengumpulkan penganut-penganut untuk bekerja sama dengan
Han Lin Er. Kuo menyatakan dirinya sebagai Jenderal. Pada tanggal 26
Februari, tentaranya menaklukkan propinsi Hau Chou.
Pada bulan Maret tahun yang sama, Zhu Yuanzhang (Hokkian: Cu Goan
Ciang) bergabung dengan mereka sebagai bawahannya. Zhu telah menjadi
rahib sejak kecil. Dia meninggalkan Sangha untuk menjadi seorang awam
karena kuti di mana dia tinggal telah dibakar. Zhu mempunyai
penampilan yang tampan dan tubuhnya tegap. Selain itu, dia selalu
menang dalam peperangan. Kuo Tze Hsing begitu terkesan sehingga dia
mengangkat Zhu sebagai menantu laki-laki.
Tiga tahun kemudian, Kuo meninggal dan putranya Kuo Thien Shih menjadi
pemimpin. Han Lin Er mengangkat anak Kuo sebagai panglima, Chang Thien
Yew dan Zhu sebagai Jenderal pertama dan kedua. Enam bulan kemudian,
Kuo Thien Shih dan Chang Thien Yew dibunuh. Akibatnya semua tentara
berada di bawah perintah Zhu Yuanzhang.
Pada bulan Februari 1363, Liew Foo Thong dibunuh dan Han Lin Er dengan
cepat mengirim berita kepada Zhu untuk meminta bantuan segera.
Bantuan diberikan segera dan Han Lin Er diselamatkan. Sejak itu Han
Lin Er menjadi boneka Zhu Yuanzhang. Pada bulan Desember 1366, atas
nama untuk menyambut kedatangan Han Lin Er ke selatan, Zhu mengirim
satu kapal untuk menjemput Lin Er. Dalam perjalanan, Zhu memerintahkan
orang membalikkan kapal tersebut dan Lin Er tenggelam, tentu saja Zhu
Yuanzhang menjadi pengganti.
Supaya bisa menghibur mereka, Zhu pada tanggal 4 Januari 1368
mengumumkan "Ming" sebagai nama rezimnya. Dengan demikian, dia menjadi
Raja pertama Dinasti Ming. Inilah untuk pertama kalinya suatu
pemberontakan sekte rahasia berhasil mengangkat pemimpinya menjadi
kaisar. Zhu lalu bergelar Hong wu dan memerintah dari tahun 1368-1398.
f. Dinasti Ming (1368-1644)
Berhubung Raja Choo Yen Zang pernah menjadi bhikkhu, dia amat paham
tentang isi dari agama Buddha. Oleh karena dia sadar bahwa
penganut-penganut Bai Lian telah mengambil dan kemudian merubah
Buddhadharma sesuai pemikiran mereka. Mereka menggunakan nama aliran
Maitreya Buddha hanya sebagai topeng untuk menipu orang-orang yang
tidak mengerti latar belakang mereka.
Setelah Zhu naik tahta menjadi raja dia mengeluarkan perintah melarang
aktivitas dari aliran Bai Lian. Sejak itu, pengikut ajaran Bai Lian
mengajarkan ajaran sesatnya pada malam hari saja dengan pintu dan
jendela tertutup rapat.
Pada zaman Dinasti Ming, kerajaannya paling banyak menderita karena
pemberontakan Bai Lian yang sangat sering terjadi. Banyak dari
pemberontakan ini terjadi ketika negara tersebut sedang dalam
kehancuran dan lelah dalam menghadapi perang dengan penyerang dari
luar negeri. Berikut adalah beberapa pemberontakan terkenal yang
tercatat dalam sejarah:
1.Pada tahun 1373 Pheng Phu Kui, pengikut Bai Lian dari SheChuan
mengumpulkan orang-orang, menyerang dan menjajah 14 kota secara
berturut-turut dan pemerintah menghabiskan waktu beberapa bulan untuk
menaklukkan mereka.
2.Zin Kang Nu dan Tien Chiew Cheng berontak pada saat negara sedang
kalah perang dengan Vietnam.
3.Thang Sai Er mengambil keuntungan dari kesempitan ketika Jepang
sedang mengganggu Liaw Tong yang terletak di timur laut China.
4.Ketika ada ancaman dari Manchuria dan keluarga raja sedang mengalami
keributan dalam kerajaan, Chao Ik San, atas nama Maitreya Buddha
mengumumkan dirinya sebagai raja dan berontak melawan pemerintah.
5.Wang Hsing and Chee Hong Joo paling terkenal dengan nama buruknya
dan memiliki tentara yang terbesar. Pada saat keluarga raja dan rakyat
pada umumnya sedang panik karena Manchuria sudah masuk perbatasan
China dan telah menaklukkan 40 kota di Liaw Tong, Wang Hsing and Chee
Hong Joo memimpin 2 juta tentara, menyerang dan menjajah kota-kota
besar di propinsi Shantong dan bahkan mencuri alat transportasi
pemerintah yang membawa makanan. Supaya dapat bertempur dengan tentara
yang begitu besar, pemerintah terpaksa mengirimkan tentara di Liaw
Tong. Ini berarti tentara Bai Lian memberikan bantuan besar kepada
tentara Manchuria.
Di antara penganut-penganut Bai Lian yang terkenal, terdapat seorang
wanita, Tang Sai Er, yang memiliki ilmu hitam. Dia berkata bahwa dia
telah memperoleh sebuah buku dari surga di mana buku tersebut
diketemukan dari dalam batu besar. Dengan buku tersebut dia bisa
menguasai roh-roh dan dewa/dewi dan bisa mendapatkan pakaian maupun
makanan yang ia inginkan.
Beribu-ribu orang awam, karena terpesona oleh ajaran sesatnya,
mengikuti dia. Pada satu pertempuran dengan tentara kerajaan, Tang Sai
Er menggunakan ilmu hitam untuk melindungi dirinya. Banyak roh-roh
yang tampangnya mengerikan muncul di langit. Karena tahu bahwa Tang
Sai Er mungkin akan menggunakan ilmu hitam, jenderal kerajaan itu
membawa sedikit darah yang kemudian disiramkan ke roh-roh yang tampak
itu. Dengan segera, roh-roh yang mengerikan tersebut berubah
menjadi manusia-manusia dan kuda-kuda kertas. Sai Er berhasil
meloloskan diri tetapi kemudian tertangkap. Dia dirantai dan dikirim
ke ibukota dengan menggunakan kereta tahanan. Tetapi, dalam
perjalanan, dengan kekuatan ilmu hitam, Sai Er berhasil bebas dari
belenggu rantainya dan menghilang. Sejak saat itu dia tidak pernah
diketemukan lagi.
Ilmu hitam Tang Sai Er diperkirakan diwariskan ke generasi berikutnya.
Pada tahun 1557, terdapat seorang yang bernama Ma Cu She di mana
dengan ilmu hitamnya dapat membuat prajurit kertas menjadi seperti
prajurit yang sebenarnya. Pada saat prajurit kertas itu diserang, ia
akan berbalik menyerang dan melukai penantangnya, meskipun begitu,
ketika rencana pemberontakan Ma Cu She diketahui oleh pemerintah,
pemerintah segera mengirim tentara untuk menaklukkan Ma Cu She dan
pengikutnya. Diperkirakan lebih dari 100 orang pengikutnya mati dalam
medan peperangan, tetapi Ma Cu She sendiri berhasil lolos dari maut.