//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: [ASK]Sotapanna  (Read 25355 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Riky_dave

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.229
  • Reputasi: -14
  • Gender: Male
Re: [ASK]Sotapanna
« Reply #60 on: 18 July 2008, 07:14:08 PM »
SOTAPANNA ada tiga macam, yaitu :

1. Sattakhattu-Parama-Sotapanna : Sotapanna paling banyak tujuh kali lagi dilahirkan di Alam Sugati-Bhumi.
~ kalo Sotapanna tersebut tidak mempunyai Jhana, paling banyak tujuh kali lagi lahir di Alam Kamasugati-Bhumi 7.
~ kalo Sotapanna tersebut mempunyai Jhana, paling banyak tujuh kali lagi lahir di Alam Brahma-Bhumi.

2. Kolankola-Sotapanna : Sotapanna yang akan dilahirkan dua sampai enam kali lagi, setelah itu akan menjadi Arahat dan parinibbana.

3. Ekabiji-Sotapanna : Sotapanna yang akan dilahirkan hanya sekali lagi, setelah itu akan menjadi Arahat dan Parinibbana.

Sebab-sebab Sotapanna terbagi menjadi tiga macam...yaitu :
1.  Sattakhattu-Parama-Sotapanna : Dalam kehidupan yang lampau Beliau melaksanakan Paramita yang "Kurang Tekun", maka itu bila menjadi Sotapanna, menjadi  Sattakhattu-Parama-Sotapanna.

2. Kolankola-Sotapanna : Dalam kehidupan yang lampau beliau melaksanakan Paramita yang "Setengah Tekun", maka itu bila menjadi Sotapanna, menjadi Kolankola-Sotapanna.

3. Ekabiji-Sotapanna : Dalam kehidupan yang lampau beliau melaksanakan Paramita dengan "Tekun", maka itu bisa menjadi Sotapanna,menjadi Ekabiji-Sotapanna.

N.B :
~Alam Kamasugati-Bhumi 7 :
1. Manussa Bhumi
2. Catummaharjika Bhumi
3. Tivatimsa Bhumi
4. Yama Bhumi
5. Tusita Bhumi
6. Nimmanarati Bhumi
7. Paranimmita Vasavatti Bhumi

~Alam Brahma-Bhumi 20 : Rupa Bhumi 16 & Arupa Bhumi 4

~ Alam Kamasugati Bhumi 7 +  Alam Brahma Bhumi 20  = Alam Sugati Bhumi 27 (27 Alam Kehidupan yang menyenangkan).

Sumber : Dhamma Sakacca (Berbincang Dhamma) - Panjika

_/\_ :lotus:





]
So nice,but back to my question,"Yes or no?Jika sotapanna bisa balik kembali menjadi umat awam?">>>Jika bisa say yes,jika tidak bisa say no...And beserta sumbernya...
Karena saya lihat dari semua tulisan Bu lily tidak ada 1pun kata yg berhubungan dengan pertanyaan yang saya tanyakan....(Tapi cukup bagus sekedar menjadi bacaan tambahan :) )

Salam,
Riky
Langkah pertama adalah langkah yg terakhir...

Offline dilbert

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.935
  • Reputasi: 90
  • Gender: Male
  • "vayadhamma sankhara appamadena sampadetha"
Re: [ASK]Sotapanna
« Reply #61 on: 18 July 2008, 10:59:09 PM »
Menurut hemat saya, tingkat-tingkat ariya tidak ada hubungannya sama sekali dengan menjadi bhikkhu atau tidak. Tingkat ariya adalah keadaan batin. Sedangkan kebhikkhuan adalah sekadar status lahiriah, sedangkan secara batiniah cuma menyangkut sila yang berbeda dari non-bhikkhu, tidak ada kaitannya dengan tingkat ariya.

Salam,
Hudoyo

setuju... kalau tidak darimana jalur pacceka buddha ?? bhikkhu bhikkhuni dikenal ketika adanya sammasambuddha di suatu dunia. Jikalau tidak ada, maka jalur pacceka buddha yang dijalani.
VAYADHAMMA SANKHARA APPAMADENA SAMPADETHA
Semua yang berkondisi tdak kekal adanya, berjuanglah dengan penuh kewaspadaan

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: [ASK]Sotapanna
« Reply #62 on: 19 July 2008, 08:02:41 AM »
tapi for sake of communication, masih tetap ada bicara menggunakan kata aku, pencapaian arahat, dll kan pak?

Di dalam komunikasi, yang penting adalah asumsi dasar atau mindset dari mana kita bicara. Di dalam konteks Buddhisme, sering orang bilang "pencapaian arahat", "pencapaian nibbana", dsb ... ini mengasumsikan suatu mindset tertentu. Saya sendiri tidak begitu suka menggunakan ungkapan "pencapaian arahat atau nibbana"; alih-alih saya lebih suka menggunakan ungkapan "kepadaman total" ... ini mengasumsikan suatu mindset yang lain sekali. ... Lalu karena mindset yang mendasari kedua pernyataan itu berbeda, maka dampaknya pada sikap, perilaku, latihan (kalau ada) dsb juga bisa sangat berbeda. ... Inilah yang belakangan saya sadari membedakan MMD dengan teknik vipassana a la Mahasi Sayadaw misalnya.

PS: Saya ingin menambahkan pada posting saya yang lalu. Di situ saya cuma bicara tentang "latihan" seorang ariya non-arahat (sekha). Ini kurang relevan dengan pertanyaan Anda: "kalau ariya tidak dalam keadaan vipassana bagaimana pak?" ... Menurut teorinya, sih, seorang Sotapanna itu tidak berkurang lobha, dosa, moha-nya. Bedanya dengan puthujjana cuma kesadarannya cukup kuat sehingga dia tidak pernah melanggar sila lagi. Tapi di lain pihak, dia masih punya keinginan, ketidaksenangan dsb, sama dengan puthujjana. Seorang Sotapanna masih bisa berhubungan seksual dalam rumah tangga, misalnya. Itu kalau dia tidak sedang dalam vipassana.

Salam,
hudoyo

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Re: [ASK]Sotapanna
« Reply #63 on: 19 July 2008, 08:12:08 AM »
setuju... kalau tidak darimana jalur pacceka buddha ?? bhikkhu bhikkhuni dikenal ketika adanya sammasambuddha di suatu dunia. Jikalau tidak ada, maka jalur pacceka buddha yang dijalani.

Ini penting. Sering kali umat Buddhis bilang, selama masih ada Buddha-dhamma (yang rumusannya kita kenal sekarang), tidak mungkin ada Buddha baru atau Pacceka-buddha baru. Ini dikemukakan lengkap dengan rujukan sutta-nya.

Saya tidak setuju dengan pendapat ini. Ada-tidaknya rumusan Buddha-dhamma (Empat Kebenaran Mulia, Jalan Mulia Berfaktor Delapan) pada suatu zaman sama sekali tidak menutup kemungkinan bagi seseorang untuk menemukan sendiri KEBENARAN di luar Buddha-dhamma yang ada ... dalam terminologi Buddhis, tidak menutup kemungkinan timbulnya Buddha-Buddha atau Pacceka-buddha baru yang menemukan kembali KEBENARAN dan merumuskannya dengan mindset masing-masing.

Salam,
Hudoyo

Offline pendekar kuning

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 250
  • Reputasi: 16
  • Gender: Male
Re: [ASK]Sotapanna
« Reply #64 on: 13 August 2008, 02:41:36 AM »
 :outoftopic:

Offline pendekar kuning

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 250
  • Reputasi: 16
  • Gender: Male
Re: [ASK]Sotapanna
« Reply #65 on: 13 August 2008, 02:51:51 AM »
Bagi pemasuk arus = dianya sendiri yang ngak mau keluar dari arus. jadi bagai mana dia bisa keluar lagi kalau yang bersangkutan tidak mau ( baca ciri ciri sotapanna (contoh:silanya bagus) dan juga 7 harta seorang sotapanna) seperti seorang yang mempunyai harta mulia tidak akan melepaskannya.
Jadi kalau saudara Reky udah jadi Sotapanna juga ngak bakal mikirin keluar dari arus. karena sudah melihat bahaya di samsara ini. Di benak kamu cuma mikirin gimana bisa lolos dari alam samsara ini
« Last Edit: 13 August 2008, 02:58:40 AM by pendekar kuning »

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: [ASK]Sotapanna
« Reply #66 on: 28 August 2008, 04:54:16 PM »
Perumpamaan mengenai pencapaian arus.

Teman-teman sekalian saya rasa masih banyak diantara kita merasakan akibat kurang akuratnya penerjemahan, sehingga menganggap ada sesuatu yang dihancurkan, pada pencapaian kesucian, sebenarnya perkataan dihancurkan memang bisa menjadi misleading (salah duga). Pengertian anatta adalah demikian, pada seorang puthujana atta tidak ada (anatta), pada seorang Ariya Puggala atta juga tidak ada (anatta)..... lantas apa yang dialami oleh seorang Ariya puggala pada pencapaian sotapanna dengan lenyapnya sakkaya ditthi?

Pada seorang puthujana (orang awam), mereka seringkali menganggap ada atta, dan dalam kegiatan sehari-hari sering terseret oleh pancakhandanya sendiri, masuk dan terlibat dengan pancakhandanya sendiri, sehingga mereka menganggap pancakhandanya itulah atta.

Setelah mencapai tingkat kesucian Sotapanna, ia melihat pancakhandanya hanya merupakan sekumpulan proses sebab akibat, yang saling bergantungan. IMengapa ia bisa melihat hal itu? karena ia tidak terlibat dalam proses itu.

Ini adalah bagaikan perumpamaan seseorang yang naik mobil. Bila ia berada di dalam mobil maka ia tak dapat menganalisa bagaimana bentuk bannya, apakah knalpotnya bocor atau tidak? dsbnya. Ia hanya bisa melihat hal itu jika ia telah keluar dari mobil tersebut.

demikian juga dengan kita, pancakhandha adalah seperti mobil.

Bagaimana dengan proses mencapai pencerahan? Saya pernah membaca sebuah buku mengenai meditator terkenal yang diulas oleh muridnya, yang mengatakan bahwa waktu gurunya mencapai tingkat kesucian Arahat, ia menghancurkan kekotoran disini, kekotoran disana dsbnya.

Saya rasa pernyataan ini bertentangan dengan Dhammacakkapavattana sutta, yang mengatakan bawa muncullah Nana, muncullah vijja, muncullah panna. Tidak ada satu katapun di dalam Dhammacakkapavattana sutta yang mengatakan bahwa Beliau mgnhancurkan ini, menghancurkan itu dsbnya.

Beliau mengatakan bahwa, setelah bermeditasi dengan menghindari hal-hal ekstrem mengikuti jalan ariya berunsur delapan maka kemudian beliau menyelami empat kebenaran Ariya. pada setiap kebenaran Ariya Beliau mengatakan muncullah penglihatan (cakkhu), muncullah pengetahuan (vijja), muncullah pandangan terang (nana), muncullah kebijaksanaan (panna) dan muncullah cahaya (aloko).

dengan munculnya kebijaksanaan/pengatahuan/pandangan terang, maka belenggu batin (samyojana) lenyap dengan sendirinya. Perumpamaannya adalah demikian:

Ada seseorang dari Sumatra mendengar mengenai Kebun Raya Bogor, ia mendengan bahwa di kebun raya Bogor ada berbagai tanaman besar, pohon-pohon langka, istana indah taman yang apik dan bersih, dengan sungai kecil mengalir membawa air sebening kristal yang berkilauan bagai intan yang diasah dengan rapi memantulkan sinarnya di pagi hari, membelah kebunraya menjadi dua bagian, di kebun raya ia juga mendengar berbagai hal-hal yang indah.

Oleh karena tertarik dengan cerita itu maka ia segera merencanakan untuk pergi kesana bersama anak isterinya. Setelah mendapatkan hari yang sesuai maka ia mengeluarkan mobilnya, dan berangkat bersama keluarganya. ia melewati Lampung, lalu menyeberang melalui pelabuhan Bakahuni hingga tiba di Merak.

Lalu ia melanjutkan perjalanannya melalui tol merak hingga sampai di jagorawi, kemudian setelah sampai di Bogor, maka ia kemudian masuk ke dalam kebun raya bogor. apakah yang terjadi di kebun raya Bogor?

sekarang kita mulai menilai kisah sederhana ini adalah perumpamaan dalam mencapai kesucian, dengan kebun raya Bogor sebagai perumpamaan tujuan akhir Nibbana.

Pada waktu tokoh dalam ceritera ini berada di Sumatera (umpamanya Palembang), maka ia mendengar tetapi masih sangat awam mengenai kebun raya Bogor (Nibbana). kemudian di dorong oleh rasa ingin tahu yang bisa di umpamakan bagai Samvega. maka ia memulai perjalanan ke Bogor yang diumpamakan perjalanan spiritual melatih Vipassana Bhavana.

Ia memulai dengan melintasi jalan berlubang Sumatera dan juga melewati daerah rawan yang dulu dikuasai oleh para begal di Lampung (daerah bukit Kemuning). ini diumpamakan bagai perjalan meditasi Vipassana yang memiliki jebakan dan rintangan seperti 10 kekotoran Vipassana atau kebandelan batin kita sendiri yang cendrung tidak mau menerima petunjuk dari guru pembimbing.

Setelah sampai di Merak, maka ia telah menginjak pulau Jawa, dan ia memulai perjalanan yang sebenarnya, yang cenderung lebih mulus. walaupun masih memerlukan petunjuk dari pembimbing, tetapi tidak terlalu sulit dibandingkan dengan perjalanan di Sumatera. Ini diumpamakan dengan seseorang yang telah melewati kekotoran Vipassana dan memasuki Udayabaya nana. yang dianggap merupakan basis pencapaian pandangan terang yang sesungguhnya.

Pada akhirnya ia sampai juga di Bogor, ia hanya memerlukan sadikit petunjuk, karena ia telah sangat dekat pada tujuan. Ini diumpamakan seperti meditator yang telah sampai pada tingkat Sankharupekkha nana.
Kemudian setelah berputar-putar sedikit maka ia akan sampai pada tujuan, ini juga tergantung paraminya.

Pada waktu ia  memasuki gerbang kebun raya, maka orang tadi.. katakanlah umpamanya namanya si Amir, tak akan lagi mengubah pendiriannya dan ia pasti akan masuk ke kebun raya karena jalan mobilnya cuma muat satu mobil. Ini diumpamakan seperti meditator yang telah masuk pada Gotrabhu nana yang sudah dianggap setengah Ariya, tak ada jalan mundur bila sudah pada Gerbang masuk, ia pasti akan kedalam.

Setelah berada di dalam maka ia melihat sendiri apa yang didengarnya, mengenai pohon pohon tinggi yang rimbun, pohon langka, istana (tetapi agak berbeda sedikit dengan penuturan orang ternyata yang dilihat si Amir istananya memang ada, tetapi tidak di dalam kompleks kebun raya.

Pengalaman melihat sendiri keadaan kebun raya adalah sepertri cakkhu yang muncul, pengalaman mengetahui bahwa kebun raya ternyata mnyenangkan, sejuk, tenang dsbnya adalah vijja, timbul  pengertian bahwa ada tempat yang menyenangkan di Bogor, lebih menyenangkan dari pada Palembang ini adalah panna. Setelah melihat sendiri ketenangan, kesejukan dlsbnya yang ada di kebun raya adalah pengetahuan (panna) yang melenyapkan hambatan-hambatan batin yang ada sebelumnya (keraguan dsbnya)

Setelah masuk dan melihat sendiri keadaan kebun raya, maka Amir telah melihat sendiri apa adanya, yang berkenaan dengan kebun raya, keraguannya terhadap kebun raya lenyap...(ini seperti vichikiccha yang telah lenyap dengan sendirinya) dan ia mengalami sendiri bahwa perjalanan itu harus melewati selat sunda, ia mengalami sendiri bahwa untuk mencapai Bogor harus melalui jalan berliku tetapi akan mencapai dan kita tak dapat menitipkan pengalaman ini untuk orang lain, kita harus mengalaminya sendiri (ini bagai silabata paramasa yang juga lenyap dengan sendirinya bersamaan dengan pencapaian nibbana)

Jadi lenyapnya belenggu batin pada seorang Sotapanna terjadi secara simultan pada pencapaian nibbana.
Tak ada yang dihancurkan, tetapi pandangan salah lenyap dengan sendirinya setelah vijja dll, muncul.

Bila si Amir tinggal di Bogor adalah seperti perumpamaan seperti mahluk yang memiliki kecerdasan batin yang luar biasa...


sukhi hotu...

« Last Edit: 28 August 2008, 05:07:42 PM by fabian c »
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata