//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?  (Read 31363 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
« on: 18 April 2010, 06:15:23 PM »
Namo Buddhaya,

Dalam pemahaman saya, hukum kamma bekerja secara sebab akibat yang saling bergantungan: "melalui nama rupa ini suatu perbuatan dilakukan, melalui perbuatan tersebut nama rupa baru terbentuk". Nama rupa ini dengan nama rupa berikutnya tidak sama walaupun tidak berbeda karena keduanya berhubungan melalui kamma seperti ungkapan di atas. Namun bagaimana mekanismenya hukum kamma bisa "mengenali" nama rupa baru sebagai kelanjutan dari nama rupa sebelumnya? Apakah kekuatan kamma "tersimpan" pada citta (yang kemudian pada kondisi yang mendukung akan memberikan konsekuensinya)?

Mohon penjelasannya (dan koreksinya jika pemahaman saya di atas salah).

Terima kasih _/\_
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
« Reply #1 on: 18 April 2010, 08:10:42 PM »
Itu mah Vijnana-vada banget :D
appamadena sampadetha

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
« Reply #2 on: 18 April 2010, 08:49:34 PM »
 [at] jerry:
Maaf,maksudnya apa? Mohon dijelaskan lebih rinci lagi. Thx.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
« Reply #3 on: 18 April 2010, 08:54:57 PM »
bagaimana kamma bekerja? acinteyya

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
« Reply #4 on: 18 April 2010, 09:05:36 PM »
Itu seperti pandangan vijnanavada dalam sekolah Yogacara mengenai alaya-vijnana, sebuah gudang kesadaran. Dan kemudian dari sana fenomena beremanasi dan mewujud, termasuk karma. Karena itu dalam Mahayana ada pandangan bahwa apa yang nyata adalah pikiran, ini merupakan pandangan filosofis yang berasal dari sekolah Yogacara.

Sementara dari pandangan konservatif, dalam Milinda Panha ketika ditanyakan oleh Raja Milinda, bhikkhu Nagasena memberikan analogi mengenai buah mangga. Sebelum buah mangga matang, apakah buah mangga tersimpan di akar pohon mangga? Di batang? Di ranting? Di daun?

Bagaimana menurut bro Seniya? Kira-kira di mana buah mangga tersimpan sebelum menjadi buah?

Tambahan:
tentang alaya-vijnana bisa dibaca dan dibahas di sini:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=272.0
« Last Edit: 18 April 2010, 09:22:36 PM by Jerry »
appamadena sampadetha

Offline Sunkmanitu Tanka Ob'waci

  • Sebelumnya: Karuna, Wolverine, gachapin
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 5.806
  • Reputasi: 239
  • Gender: Male
  • 会いたい。
Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
« Reply #5 on: 18 April 2010, 10:19:28 PM »
menurut saya, kamma dan vipaka adalah sebab akibat. jadi yang sambung menyambung adalah kamma dan vipaka.
sedangkan nama dan rupa adalah produk sampingan, dan gak berhubungan antara yang dulu dulu dengan yang sekarang.
HANYA MENERIMA UCAPAN TERIMA KASIH DALAM BENTUK GRP
Fake friends are like shadows never around on your darkest days

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
« Reply #6 on: 19 April 2010, 07:21:46 AM »
Itu seperti pandangan vijnanavada dalam sekolah Yogacara mengenai alaya-vijnana, sebuah gudang kesadaran. Dan kemudian dari sana fenomena beremanasi dan mewujud, termasuk karma. Karena itu dalam Mahayana ada pandangan bahwa apa yang nyata adalah pikiran, ini merupakan pandangan filosofis yang berasal dari sekolah Yogacara.

Sementara dari pandangan konservatif, dalam Milinda Panha ketika ditanyakan oleh Raja Milinda, bhikkhu Nagasena memberikan analogi mengenai buah mangga. Sebelum buah mangga matang, apakah buah mangga tersimpan di akar pohon mangga? Di batang? Di ranting? Di daun?

Bagaimana menurut bro Seniya? Kira-kira di mana buah mangga tersimpan sebelum menjadi buah?

Tambahan:
tentang alaya-vijnana bisa dibaca dan dibahas di sini:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=272.0

Inilah yang saya maksud: bagaimana pandangan konservatif (Theravada) menjelaskan kamma sebelum memberikan buahnya?

Secara lebih spesifik: Jika tidak ada jiwa/roh yang berpindah dari satu kehidupan ke kehidupan lain, bagaimana hubungan satu kehidupan dengan kehidupan berikutnya tersebut? Misalnya A berbuat kejahatan dan B berbuat kebaikan. Kemudian A dan B meninggal dunia, A terlahir kembali sebagai X dan B sebagai Y. Di sini bagaimana hukum kamma mengetahui bahwa X adalah pewaris perbuatan dari A dan Y adalah pewari perbuatan B sedangkan keduanya sudah berbeda nama rupanya? Dalam filosofi Mahayana (Yogacara) dikatakan karma itu tersimpan dalam alaya vijnana dan ini dapat menjelaskan bagaimana karma bisa mengenali pewarisan karma dan tidak mungkin salah dalam memberikan akibatnya kepada orang yang salah.

Namun bagaimana pandangan Theravada dalam menjelaskan hal ini? Secara sederhana memang dianalogikan dengan buah mangga yang tidak tersimpan di mana pun di pohon mangga sebelum ia berbuah. Tetapi ini hanya perumpamaan yang mungkin hanya bisa memuaskan orang yang tidak begitu kritis (simple minded), namun perumpamaan ini tidak cukup untuk mereka yang cukup kritis. Misalnya kekuatan untuk membentuk buah mangga itu pasti tersimpan dalam pohon tersebut, kalau tidak bagaimana ia bisa berbuah.

Yang saya maksud bukan dengan perumpamaan hal ini dijelaskan karena satu perumpamaan bisa ditafsirkan berbeda dari kacamata yang berbeda. Yang saya maksud adalah secara Abhidhamma (karena ini board Theravada, jelas Abhidhamma Theravada yang saya maksud bukan aliran lain) bagaimana hubungan kamma dengan citta atau faktor batin lainnya? Apakah juga tersimpan dalam citta seperti pandangan Yogacara atau yang lainnya?
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
« Reply #7 on: 19 April 2010, 07:27:54 AM »
bagaimana kamma bekerja? acinteyya

Apakah cukup dengan menjelaskan bahwa bekerjanya kamma itu acinteyya sehingga kita manusia biasa tidak bisa memahaminya? Saya kira tidak. Orang-orang tertentu tidak akan puas dengan jawaban ini. Mereka butuh penjelasan, setidaknya yang dapat ditangkap oleh manusia biasa seperti kita. Oleh sebab itu, agama Buddha memiliki ajaran yang mendalam seperti Abhidhamma yang menjelaskan fenomena-fenomena kehidupan secara kebenaran mutlak. Menurut saya melalui Abhidhamma inilah mungkin hal ini bisa dijelaskan.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
« Reply #8 on: 19 April 2010, 07:29:18 AM »
menurut saya, kamma dan vipaka adalah sebab akibat. jadi yang sambung menyambung adalah kamma dan vipaka.
sedangkan nama dan rupa adalah produk sampingan, dan gak berhubungan antara yang dulu dulu dengan yang sekarang.

Kalau hal ini saya juga sependapat, namun hal ini tidak bisa menjelaskan bagaimana vipaka itu tidak salah memberikan akibat pada pelaku kammanya.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
« Reply #9 on: 19 April 2010, 08:47:52 AM »
bagaimana kamma bekerja? acinteyya

Apakah cukup dengan menjelaskan bahwa bekerjanya kamma itu acinteyya sehingga kita manusia biasa tidak bisa memahaminya? Saya kira tidak. Orang-orang tertentu tidak akan puas dengan jawaban ini. Mereka butuh penjelasan, setidaknya yang dapat ditangkap oleh manusia biasa seperti kita. Oleh sebab itu, agama Buddha memiliki ajaran yang mendalam seperti Abhidhamma yang menjelaskan fenomena-fenomena kehidupan secara kebenaran mutlak. Menurut saya melalui Abhidhamma inilah mungkin hal ini bisa dijelaskan.

Jadi maksudnya dalam Abhidhamma semua hal bisa dijelaskan, juga dengan kata lain, tidak ada yang tidak bisa dijelaskan dalam Buddhisme?


Offline sukuhong

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 279
  • Reputasi: 8
Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
« Reply #10 on: 19 April 2010, 10:25:32 AM »
bagaimana kamma bekerja? acinteyya

Apakah cukup dengan menjelaskan bahwa bekerjanya kamma itu acinteyya sehingga kita manusia biasa tidak bisa memahaminya? Saya kira tidak. Orang-orang tertentu tidak akan puas dengan jawaban ini. Mereka butuh penjelasan, setidaknya yang dapat ditangkap oleh manusia biasa seperti kita. Oleh sebab itu, agama Buddha memiliki ajaran yang mendalam seperti Abhidhamma yang menjelaskan fenomena-fenomena kehidupan secara kebenaran mutlak. Menurut saya melalui Abhidhamma inilah mungkin hal ini bisa dijelaskan.

Di dalam suatu kehidupan mengenai suatu ajaran, suatu cara, suatu penjelasan, dan masalah apapun pastilah tidak bisa memuaskan semua keinginan setiap makhluk hidup karena setiap makhluk hidup pastilah punya batin yang berbeda. serta keinginan yang berbeda juga dan 'susah terpuaskan'.

Dan bagi individu yang ingin mengetahui lebih lanjut dan lebih memahaminya perlulah semangat utk penyelidikan ajaran Buddha.

kam sia

Offline tesla

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.426
  • Reputasi: 125
  • Gender: Male
  • bukan di surga atau neraka, hanya di sini
Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
« Reply #11 on: 19 April 2010, 03:55:40 PM »
bagaimana kamma bekerja? acinteyya

Apakah cukup dengan menjelaskan bahwa bekerjanya kamma itu acinteyya sehingga kita manusia biasa tidak bisa memahaminya? Saya kira tidak. Orang-orang tertentu tidak akan puas dengan jawaban ini. Mereka butuh penjelasan, setidaknya yang dapat ditangkap oleh manusia biasa seperti kita. Oleh sebab itu, agama Buddha memiliki ajaran yang mendalam seperti Abhidhamma yang menjelaskan fenomena-fenomena kehidupan secara kebenaran mutlak. Menurut saya melalui Abhidhamma inilah mungkin hal ini bisa dijelaskan.

dalam hal ini menurut saya yg acinteyya adalah karma in detail.
mis: si A bertindak begini, tar hasilnya begitu...
sedangkan cara kerja karma secara general telah di jelaskan oleh Sang Buddha. (Dhammapadda 1)

mengenai mengapa karma mengikuti pelakunya, menurut saya sebenarnya bukan mengikuti (mengenali), tetapi setiap karma (sebab) langsung menjadi bagian dari kita. hanya saja belum memberikan efek lanjut (akibat) karena belum ada kondisi pendukungnya.
Lepaskan keserakahan akan kesenangan. Lihatlah bahwa melepaskan dunia adalah kedamaian. Tidak ada sesuatu pun yang perlu kau raup, dan tidak ada satu pun yang perlu kau dorong pergi. ~ Buddha ~

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
« Reply #12 on: 19 April 2010, 05:04:39 PM »
Itu seperti pandangan vijnanavada dalam sekolah Yogacara mengenai alaya-vijnana, sebuah gudang kesadaran. Dan kemudian dari sana fenomena beremanasi dan mewujud, termasuk karma. Karena itu dalam Mahayana ada pandangan bahwa apa yang nyata adalah pikiran, ini merupakan pandangan filosofis yang berasal dari sekolah Yogacara.

Sementara dari pandangan konservatif, dalam Milinda Panha ketika ditanyakan oleh Raja Milinda, bhikkhu Nagasena memberikan analogi mengenai buah mangga. Sebelum buah mangga matang, apakah buah mangga tersimpan di akar pohon mangga? Di batang? Di ranting? Di daun?

Bagaimana menurut bro Seniya? Kira-kira di mana buah mangga tersimpan sebelum menjadi buah?

Tambahan:
tentang alaya-vijnana bisa dibaca dan dibahas di sini:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=272.0

Inilah yang saya maksud: bagaimana pandangan konservatif (Theravada) menjelaskan kamma sebelum memberikan buahnya?

Secara lebih spesifik: Jika tidak ada jiwa/roh yang berpindah dari satu kehidupan ke kehidupan lain, bagaimana hubungan satu kehidupan dengan kehidupan berikutnya tersebut? Misalnya A berbuat kejahatan dan B berbuat kebaikan. Kemudian A dan B meninggal dunia, A terlahir kembali sebagai X dan B sebagai Y. Di sini bagaimana hukum kamma mengetahui bahwa X adalah pewaris perbuatan dari A dan Y adalah pewari perbuatan B sedangkan keduanya sudah berbeda nama rupanya? Dalam filosofi Mahayana (Yogacara) dikatakan karma itu tersimpan dalam alaya vijnana dan ini dapat menjelaskan bagaimana karma bisa mengenali pewarisan karma dan tidak mungkin salah dalam memberikan akibatnya kepada orang yang salah.

Namun bagaimana pandangan Theravada dalam menjelaskan hal ini? Secara sederhana memang dianalogikan dengan buah mangga yang tidak tersimpan di mana pun di pohon mangga sebelum ia berbuah. Tetapi ini hanya perumpamaan yang mungkin hanya bisa memuaskan orang yang tidak begitu kritis (simple minded), namun perumpamaan ini tidak cukup untuk mereka yang cukup kritis. Misalnya kekuatan untuk membentuk buah mangga itu pasti tersimpan dalam pohon tersebut, kalau tidak bagaimana ia bisa berbuah.

Yang saya maksud bukan dengan perumpamaan hal ini dijelaskan karena satu perumpamaan bisa ditafsirkan berbeda dari kacamata yang berbeda. Yang saya maksud adalah secara Abhidhamma (karena ini board Theravada, jelas Abhidhamma Theravada yang saya maksud bukan aliran lain) bagaimana hubungan kamma dengan citta atau faktor batin lainnya? Apakah juga tersimpan dalam citta seperti pandangan Yogacara atau yang lainnya?

Bro Seniya yang baik, memang agak sulit untuk menerangkan kamma dan akibatnya karena kita tidak memiliki kekuatan batin untuk melihat secara langsung, oleh karena itu lebih baik mengambil contoh dalam kehidupan nyata sehari-hari.

Umpamanya bro Seniya ketika umur 10 tahun menabung uang di bank... kemudian setelah bro Seniya berumur 24 tahun kemudian bro Seniya mengambil uang tsb.

Apakah Bro Seniya yang mengambil uang sama dengan bro Seniya yang menabung?
Apakah Bro Seniya yang mengambil uang berbeda dengan bro Seniya yang menabung?
Apakah tabungan bro Seniya jatuh ke tangan orang lain..?
Apakah jumlah uang yang diterima sama dengan jumlahnya ketika ditabung...?

Saya rasa cara kerja kamma kurang lebih demikian... sekedar sharing...

 _/\_
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
« Reply #13 on: 19 April 2010, 08:17:14 PM »
Terima kasih atas tanggapan rekan-rekan sekalian. Sebenarnya ide pertanyaan ini berasal dari diskusi di forum tetangga berikut (http://www.w****a.com/forum/ruang-abhidharma/6896-pokok-pokok-dasar-abhidhamma-ppda.html):

Quote
tanhadi:

Quote
Originally Posted by usnisha
 [at] tanhadi
1.
saya pernah berdiskusi tentang konsep anatta di forum lain, jawabannya kurang lebih sama karena diambil dari kitab abhidharma juga. yang tetap menjadi pertanyaan bagi saya tentang hubungan hukum karma, reinkarnasi, dengan konsep anatta adalah bagaimana mungkin bila tidak ada 'diri' yang tetap seseorang bisa membawa karma-nya dari reinkarnasi yang satu ke reinkarnasi yang lain?

jika tidak ada 'diri', apa gunanya melatih 'diri'? karena setelah kehidupan ini berakhir, 'diri' lenyap lalu tidak ada sesuatupun (termasuk karma) yang dapat dibawa ke kehidupan selanjutnya. (pertanyaan sdr farius ini pun pernah menjadi pertanyaan saya)

apapun namanya (jiwa, roh, atman, alaya vijnana, dll) , penjelasan tentang reinkarnasi dan hukum karma membutuhkan konsep tentang 'diri'.

Sampai disini saya melihat bahwa pemahaman anda tentang anatta ini justeru lebih cenderung ke paham Attavada, yaitu paham atau ajaran yang menyatakan bahwa terdapat atta atau inti atau diri sejati yang tidak mengalami perubahan, yang ada sepanjang masa atau abadi meskipun melalui tahap kelahiran kembali. Paham ini juga disebut sebagai paham Eternalisme (paham ini tidak dibenarkan oleh Sang Buddha).

Penganut eternalis percaya bahwa jiwa perseorangan tetap ada dan tidak hancur setelah kematian, hidup dalam jasmani yang baru, tidak musnah.
Menurut para eternalis, tubuh dari suatu makhluk terdiri dari dua bagian: tubuh kasar dan tubuh halus. Di akhir kehidupan dari masing-masing makhluk itu, ketika kematian terjadi, tubuh kasar hancur tetapi tubuh halus meninggalkan tubuh lama dan memasuki tubuh baru, tetap kekal dan tidak pernah musnah. Pandangan eternalis ini, dijelaskan dalam literatur mereka, telah dijelaskan secara lengkap dalam Sub-komentar atas Visuddhi Magga.

Dari apa yang telah diajarkan oleh Sang Buddha, kita mengetahui, bahwa tubuh dan segenap yang ada padanya ini (makhluk hidup) ternyata terdiri dari 5 unsur penyusun kehidupan (pancakkhandha) yang semuanya tergantung pada proses-proses yang terjadi sebelumnya, terutaman kesinambungan Kamma/kehendak :

1). Proses Materi, yaitu yang membentuk tubuh/rupa ( air, api, udara, tanah ),
2). Perasaan,
3).Pencerapan,
4). Bentukan mental,
5). Kesadaran.

Bilamana seluruh fenomena bathin dan jasmani ditelaah dalam unsur-unsur penyusunnya tersebut, ternyata tidak ditemukan adanya unit lain yang oleh manusia umumnya disebut sebagai INTI DIRI, JIWA, ROH atau AKU.

Interaksi kelima kelompok energi dan unsur tersebut diatas ‘menjadi’ sebagai 'ego' atau kepribadian. Namun, adakah 'inti diri' ? Bagaimana mungkin bisa dikatakan ada 'inti diri' jika ternyata hanya terdiri dari kelima kelompok energi dan unsur tersebut ? Dari Kelimanya, adakah yang menjadi INTI ? Tidak ada yang menjadi inti, karena kelima kelompok tersebut saling tergantung satu sama lain, tidak ada yang berdiri sendiri, yang terpisah, sebagai yang memerintah diri.

Dalam kehidupan sehari-hari, kalau kita hendak mengungkapkan keberadaan wujud kita, selalu telunjuk kita menunjuk kepada tubuh/diri kita sendiri, demikian pula jika kita mengungkapkannya dengan kata-kata, maka kata-kata yang terucap adalah : “ Ini adalah aku, ini adalah diriku dan tubuh ini adalah milikku” ..... Ini adalah hal “biasa/wajar” yang dilakukan oleh semua orang. (ungkapan secara konvensional/umum).

Namun Badan/tubuh/jasmani ini bukanlah diri yang sejati. Kenapa bukan?
Seandainya ia memang benar-benar milik kita, maka Ia mestinya dapat dikendalikan dan tak akan menjadi sakit, tua, dan mati. Tetapi karena ia bukan milik kita, maka keberadaannya hanya tergantung situasi dan kondisi. Inilah yang disebut oleh Sang Buddha sebagai ‘tanpa aku.’ atau ‘tanpa inti diri‘.

Demikian pula secara umum/konvensional seseorang berpendapat/percaya bahwa “Roh atau Jiwa” yang berada didalam dirinya adalah bersifat KEKAL, ABADI , TIDAK PERNAH MATI.
Konsep atau Pengertian semacam ini oleh mereka memang diperlukan untuk membuktikan adanya kebahagiaan kekal dalam surga yang abadi dan siksaan tanpa akhir dalam neraka abadi. Kalau tidak, lalu apa yang dihukum dalam neraka dan apa yang dinikmati dalam surga? atau konsep tersebut diperlukan “Untuk mempermudah” menjawab pertanyaan-pertanyaan al.:

- Bagaimana mungkin bila tidak ada 'diri' yang tetap seseorang bisa membawa karma-nya dari reinkarnasi yang satu ke reinkarnasi yang lain?

- Jika tidak ada 'diri', apa gunanya melatih 'diri'? karena setelah kehidupan ini berakhir, 'diri' lenyap lalu tidak ada sesuatupun (termasuk karma) yang dapat dibawa ke kehidupan selanjutnya.

- Kalau tidak ada “Jiwa atau Roh yang kekal“ (“inti diri”)...lalu siapakah yang bertumimbal lahir? Siapakah yang menerima karma? “ ,“Siapakah si pelaku karma?”...

- Siapakah yang sedang mengarahkan pikiran dan memperhatikan semua kejadian yang bersifat ANATTA itu?

- Siapakah yang akhirnya mencapai Pembebasan?

Nah....seperti yang saya tuliskan sebelumnya diatas,...
Beberapa orang telah salah memahami mengenai ajaran anatta dengan beranggapan bahwa tidak ada diri, tidak ada yang namanya orang/person (puggala). Anggapan ini keliru! Sang Buddha tidak mengajarkan hal ini.

Beliau mengajarkan bahwa ada yang disebut dengan diri atau orang/person (puggala), tetapi diri atau orang/person (puggala) tersebut bukanlah benar-benar inti atau jati diri dari diri atau orang (person) tersebut, melainkan hanyalah merupakan perpaduan unsur-unsur yang membentuk, yang membuatnya ada atau eksis yang suatu saat akan mengalami perubahan. Karena perpaduan unsur-unsur inilah diri seseorang terbentuk. Dan karena segala sesuatu yang terbentuk dari perpaduan dari unsur-unsur pasti mengalami perubahan, maka diri seseorang pun mengalami perubahan, penguraian, yang akhirnya eksistensi dari diri seseorang tidak lagi ada atau eksis. Inilah mengapa dikatakan tidak memiliki inti atau bukan diri sejati.

Keberadaan dari kelima kelompok penyusun kehidupan ini sangat tergantung pada proses-proses yang terjadi sebelumnya, terutama kesinambungan KAMMA / KARMA / KEHENDAK, yang merupakan proses sebab dan akibat dari kehendak tersebut (hukum karma).

***
Banyak pula umat Buddhis sendiri salah mengerti bahwasanya KESADARAN yang nampaknya tetap ini dianggap sebagai sesuatu yang kekal dan malah menganggap bahwa kesadaran ini sebagai suatu roh yang tidak berubah, suatu attâ, sebagai pelaku dan wadah dari semua perbuatan. Jelas ini pengertian yang salah !

Karena Kesadaran (Vinanna), yang nampaknya kekal, ternyata ia hanyalah proses, arus berkesinambungan dari 'CITTA' ( suatu pergantian peristiwa mental individual yang bersifat SEMENTARA ) dan 'CETASIKA' ( Suatu kumpulan faktor-faktor mental yang kompleks ), yang keduanya berperanan khusus dalam pembentukan kesadaran. Dalam proses berkesinambungan ini tidak terlibat adanya 'diri', 'inti diri', 'jiwa', 'ruh', atau hal-hal lainnya.

Sedangkan pengertian Kesadaran didalam pancakkhandha (Vinnana-khanda) yaitu kesadaran yang timbul akibat indera mengadakan kontak dengan obyek yang sesuai. Kesadaran ini timbul sebelum terjadinya proses pencerapan atau pengenalan obyek yang kemudian menimbulkan perasaan-perasaan yang kemudian bisa berakhir dengan reaksi mental berupa kehendak untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan obyek tersebut.


Quote
Originally Posted by usnisha
Lalu, Bagaimana mungkin bila tidak ada 'diri' yang tetap seseorang bisa membawa karma-nya dari reinkarnasi yang satu ke reinkarnasi yang lain?

Kembali pada pengertian pancakkhandha tsb. diatas,...ketika seseorang dalam keadaan sekarat (menjelang kematian) timbul padanya ‘kesadaran kematian’(cuti citta atau cuti vinnana) , disini ia berpegangan pada salah satu dari obyek-obyek yaitu, Kamma, Kamma nimitta atau Gati nimitta. dan ketika kesadaran-kematian ini berhenti pada saat kematian tubuh jasmaninya, secara otomatis (tanpa selang/jeda waktu) ia meneruskan kesan apapun yang tertanam padanya dengan dorongan kekuatan kamma (Kumulatif kamma masa lampau dan kamma yang pernah dilakukannya pada saat masih hidup) kepada “Kesadaran Penerusnya” (Patisandhi citta atau patisandhi vinnana) yang tidak lain merupakan kesadaran pada kehidupan yang baru, dan saat Inilah seseorang telah dilahirkan kembali. (rebirth)

Ketika Janin tumbuh, lahir dan berkembang sebagai pribadi baru, dengan diprasyarati, baik oleh karakteristik batin yang terbawa (dari kehidupan lampau) juga oleh lingkungan barunya. Kepribadiannya akan berubah dan bermodifikasi oleh usaha kesadaran, pendidikan, pengaruh orang tua dan lingkungan sosial. Watak menyukai atau tidak menyukai, bakat kemampuan dan sebagainya, yang dikenal sebagai "sifat bawaan" dari setiap individu sebenarnya adalah terbawa dari kehidupan sebelumnya.

Dengan kata lain, watak serta apa yang dialami pada kehidupan kita saat sekarang, pada tingkat-tingkat tertentu adalah hasil (vipaka) dari perbuatan (kamma) kehidupan lampau. Perbuatan-perbuatan kita selama hidup, demikian pula, akan menentukan di alam kehidupan mana kita akan dilahirkan.

Sehingga orang yang terlahir kembali tersebut bukanlah orang yang sama dengan yang telah meninggal, namun juga bukan orang yang sepenuhnya berbeda dengan yang telah meninggal.

Demikian penjelasan saya tentang Konsep anatta yang TIDAK TERPISAH hubungannya dengan Kamma dan Tumimbal lahir, sekaligus merupakan penjelasan untuk menepis anggapan anda tsb. dibawah ini :

Quote
Originally Posted by usnisha
konsep anatta yang demikian ini tidak bisa menjawab bagaimana hubungan anatta, hukum karma, dan reinkarnasi...
Namo Buddhaya.

Akhirnya diskusi ini menjadi berkepanjangan dan si penjawab tampaknya tidak dapat meyakinkan si penanya atas jawaban berdasarkan Abhidhamma yang sesuai dengan ajaran anatta dalam Theravada di atas. Sebenarnya menurut saya jawaban di atas sudah cukup dapat menjawab pertanyaan si penanya, namun tidak bagi orang-orang tertentu yang menginginkan penjelasan yang lebih dapat diterima.

Quote
ariyakumara:
Quote
Originally Posted by usnisha
jika kekuatan karma tidak berpindah, tentu ada mekanismenya bagaimana kekuatan karma itu bisa tinggal diam di suatu tempat, namun terdapat kehidupan baru.

Kekuatan karma di sini bukan berarti aliran energi yang disebabkan oleh karma masa lampu, melainkan kamma vipaka yang menghasilkan kehidupan baru. Saat kematian kamma menyebabkan batin berproses menjadi batin baru (dalam istilah Abhidhamma saat kematian kamma memunculkan kamma nimitta atau gati nimitta yang menjadi objek bagi kesadaran bhavanga untuk meneruskan prosesnya - mengenai proses kematian menurut Abhidhamma mungkin Suhu Tanhadi bisa menjelaskan lebih baik dari saya ). Jadi kamma tidak berpindah melainkan menentukan kondisi atau sebab untuk menghasilkan kehidupan baru.

Quote
Originally Posted by usnisha
bagaimana mekanismenya namarupa hasil bentukan karma tersebut bisa dikenali oleh kekuatan karma? bagaimana kekuatan karma bisa tersimpan dan mengenali namarupa bentukan kekuatan karma dan bagaimana kekuatan karma bisa membentuk namarupa?

Kamma itu perbuatan yang disertai kehendak dan tidak tersimpan di mana pun dalam pancakkhanda ataupun di luarnya, namun kamma bergantung pada nama rupa untuk bermanifestasi dan menghasilkan akibatnya.

Menurut Abhidhamma kamma terdiri atas 12 jenis kesadaran tidak bermoral/akusala, 8 jenis kesadaran bermoral/kusala yang berhubungan dengan alam nafsu (kamavacara), 5 jenis kesadaran bermoral yang berhubungan dengan alam berbentuk (rupavacara), dan 4 jenis kesadaran bermoral yang berhubungan dengan alam tak berbentuk (arupavacara). 9 jenis kesadaran rupavacara dan arupavacara tak lain berasal dari pencapaian rupa dan arupa jhana; oleh sebab itu murni bergantung pada batin saja. Namun 20 (12 + 8) jenis kesadaran duniawi bergantung pada batin dan jasmani untuk menghasilkan perbuatan melalui pikiran (mano kamma), tubuh (kaya kamma), dan ucapan (vaci kamma).

Dalam bahasa yang lebih sederhana hal ini dijelaskan dalam Milinda Panha:

Milinda (M): "Setelah perbuatan dilakukan oleh satu proses batin dan badan, di mana perbuatan (kamma) itu berada?"

Nagasena (N): "Perbuatan tersebut mengikutinya, O Baginda, seperti bayangan yang tidak pernah pergi. Namun orang tidak dapat menunjukkannya dan mengatakan, 'Perbuatan itu di sini atau di sana', sama seperti buah dari
sebatang pohon tidak akan dapat ditunjukkan sebelum buah itu muncul."

M:"Apakah ada makhluk yang berpindah dari satu tubuh ke tubuh yang lain [saat kelahiran kembali]?"

N: "Tidak, tidak ada."

M: "Jika begitu, apakah tidak ada jalan agar terlepas dari hasil perbuatan jahat?"

N: "Ya, ada jalan keluarnya jikalau mereka tidak dilahirkan kembali, tetapi jika dilahirkan kembali maka tidak akan ada jalan keluar. Proses batin dan badan ini menghasilkan perbuatan, yang suci (kusala) maupun yang tidak suci (akusala), dan karena kamma tersebut maka proses batin dan badan lainnya terlahir lagi. Karena itulah batin dan badan ini tidak terbebas dari perbuatan jahatnya."

M: "Berilah saya ilustrasi."

N: "Jika seorang pencuri mencuri mangga orang lain, apakah ia patut dihukum?"

M: "Tentu saja."

N: "Tetapi mangga yang dicurinya bukanlah mangga yang ditanam oleh si pemilik; mengapa ia patut dihukum?"

M: "Karena mangga yang dicuri itu berasal dari mangga yang ditanam orang itu."

N: "Demikianlah juga, 0 Baginda, proses batin dan badan ini melakukan perbuatan, baik yang suci maupun yang tidak suci, dan oleh karena kamma tersebut maka proses batin dan badan lainnya terlahir lagi. Karena itulah maka batin dan badan ini tidak terbebas dari perbuatan jahatnya."

Quote
Originally Posted by usnisha
bagaimana perpaduan ini bisa disebut melakukan karma serta penerima akibatnya apabila perpaduan ini terurai setelah kematian makhluk hidup?

Aduh, saya kewalahan menjawab pertanyaan anda yang terlalu tinggi levelnya Jadi saya kutipkan saja isi buku The Buddha anda His Teaching oleh Ven. Narada Mahathera yang berkaitan dengan pertanyaan anda:

Quote
If there be no soul, can there be any moral responsibility?

Yes, because there is a continuity or identity in process, which is substituted for an identical personality.

A child, for instance, becomes a man. The latter is neither absolutely the same as the former – since the cells have undergone a complete change nor totally different – being the identical stream of life. Nevertheless, the individual, as man, is responsible for whatever he has done in his childhood. Whether the flux dies here and is reborn elsewhere, or continues to exist in the same life, the essential factor is this continuity. Suppose a person was ‘A’ in his last birth, and is ‘B’ in this. With the death of ‘A’ the physical vehicle, the outward manifestation of Kammic energy is relinquished and, with the birth of ‘B’ a fresh physical vehicle arises. Despite the apparent material changes, the invisible stream of consciousness (cittasantati) continues to flow, uninterrupted by death, carrying along with it all the impressions received from the tributary streams of sense. Conventionally speaking, must not ‘B’ be responsible for the actions of ‘A’ who was his predecessor?

Jadi, walaupun tidak ada sesuatu yang berpindah dari kehidupan satu ke kehidupan lainnya, namun tetap ada kontinuitas (kelanjutan) nama rupa sebelumnya menjadi nama rupa berikutnya (walaupun nama rupa tersebut hanya perpaduan unsur-unsur yang terurai setelah kematian). Hal ini karena proses batin yang disebut aliran kesadaran (cittasantati) tidak berhenti saat kematian, melainkan meneruskan kelanjutannya di kehidupan yang mendatang. Tentunya menurut Abhidhamma, aliran kesadaran ini tidak tetap (selalu berubah) setiap momen pikiran. Tidak ada waktu di mana kita tidak merasakan kesadaran tertentu bahkan dalam tidur sekalipun karena setiap momen pikiran satu jenis kesadaran selalu diikuti oleh jenis kesadaran yang lain (dengan kata lain setiap proses batin selalu diikuti dengan proses batin yang lain). Setiap unit kesadaran ini selalu terdiri atas tiga tahap yang sangat singkat: tahap pembentukan (uppada), statis atau perkembangan (thiti), dan penghentian atau kelenyapan (bhanga). Segera setelah tahap penghentian suatu kesadaran maka akan diikuti oleh tahap pembentukan kesadaran berikutnya tanpa jeda. Saat kematian pun batin juga mengalami proses kelanjutan yang demikian. Oleh sebab itu dikatakan batin tidak kekal dan bukan roh/jiwa (anatta).

Walaupun menurut saya jawaban di atas sudah cukup mewakili jawaban yang benar berdasarkan ajaran anatta, tetap saja si penanya (dan mungkin orang-orang yang berpandangan sama) tidak bisa terpuaskan dengan jawaban ini.

Di sinilah muncul ide untuk membuat topik diskusi ini dengan pokok bahasan: Jika seseorang yang berpandangan lain bertanya "Bagaimana kamma mengenali pelakunya sedangkan nama rupa si pelaku berbeda dengan nama rupa si pewaris kamma tersebut?", bagaimana kita umat Buddha yang berpandangan benar menjawab pertanyaan ini dengan tepat? Jika dari diskusi di atas terlihat bahwa perumpamaan dalam Milinda Panha dan ajaran Abhidhamma tidak cukup untuk menjelaskan hal ini, bagaimana kita bisa menjelaskan hal ini dengan lebih tepat dan lebih mudah dipahami/ditangkap oleh orang-orang yang demikian?

Bagaimana pendapat teman-teman se-Dhamma sekalian akan hal ini?
« Last Edit: 19 April 2010, 08:20:50 PM by seniya »
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Bagaimana kamma mengenali pelakunya?
« Reply #14 on: 19 April 2010, 09:27:33 PM »
Sebenarnya pertanyaannya dari awal sudah salah menurut pandangan konservatif. Di sini konservatif maksud saya tidak terbatas pada Theravada semata, tetapi juga pandangan dari Buddhisme awal yang terkandung dalam Nikaya/Agama. Karena itu dari awal saya tidak menggunakan term 'Theravada' melainkan 'konservatif'. Pertanyaan demikian berpijak dari pandangan bahwa "ada atta (diri)". Karenanya orang kemudian berusaha mencari penjelasan yang dirasa konkrit dan memuaskan bagaimana melalui konsep diri ini, karma dilakukan dan kemudian berbuah kembali pada diri individu yang sama dengan nama-rupa berbeda di masa depannya.

Sang Buddha sendiri di dalam berbagai sutta ketika ditanyakan hal demikian, menolak untuk menjawab sesuai pertanyaan si penanya. Misalnya dalam Aññatra Sutta dalam nidana vagga dalam Samyutta Nikaya. Ketika ditanyakan seorang Brahmana apakah si pembuat sama dengan si penerima [hasil tindakan], Sang Buddha menyatakan bahwa si pembuat adalah sama dengan si penerima merupakan satu ekstrim. Lalu ditanyakan lagi, apakah si pembuat berbeda dari si penerima? Kembali Sang Buddha menyatakan bahwa itu adalah ekstrim yang lain. Lalu apa jawaban Sang Buddha yang sesungguhnya? Yaitu paticca samuppada sebagai jalan tengah yang menjembatani antara 2 ekstrim ini, dari urutan kemunculannya berikut dengan penghentiannya.

Pertanyaan antara A&B yang terlahir menjadi X&Y lalu mengapa hukum Kamma tidak salah mengenali keduanya itu seperti bertanya "Di pekarangan rumah saya ada pohon mangga dan pohon duren. Mengapa pohon mangga tidak berbuah duren, dan pohon duren tidak berbuah mangga?" Pertanyaan tersebut bukan saja kurang rasional melainkan juga tidak membawa manfaat. Jika dikatakan bahwa ada sebuah substansi inheren tempat menyimpan bakal buah mangga dan duren tersebut, atau ada suatu kekuatan yang tersimpan, maka hal ini tidak benar. Sebagaimana kita tahu [tepatnya Ko Hedi lebih tahu, nyontek dr dianya sih hehe ;)] bahwa penyerbukan antara pohon mangga dan duren yang menghasilkan buah hanya dapat terjadi dalam spesies masing-masing.

Karena itu panduan yang diberi Sang Buddha bagi para konservatif yang masih awam dan belum memiliki pencapaian-pencapaian, mengenai Kamma-vipaka dan cara bekerjanya adalah acinteyya, tak terpikirkan. Jadi tidak perlu bersusah-payah memikirkan apalagi memaksakan diri berspekulasi. Dengan begini alih-alih daripada membiarkan kita dikendalikan oleh pikiran, kitalah yang mengendalikan pikiran ini. Kita dapat mengendalikan kehausan intelektual kita dan berkonsentrasi pada tujuan-tujuan yang lebih luhur.  Minimal, mengarahkan perhatian kita dengan seksama pada hal-hal yang tepat, bukan perhatian yang tidak seksama pada hal-hal (pertanyaan-pertanyaan) yang tidak tepat.

Soal analogi buah mangga, justru saya pikir analogi tersebut sangat masuk akal. Melalui berbagai proses kondisilah, mangga itu muncul. Apa saja kondisi-kondisi itu? Misalnya: sinar matahari yang tepat, kandungan zat dan mineral dalam tanah yang cukup, serangan hama&gulma yang tidak sampai menghambat pertumbuhan, udara, kondisi iklim&cuaca yang sesuai dan tidak berlebihan, jumlah suplai air yang mencukupi. Jika saja kurang salah 1 kondisi, misalnya sering terjadi badai maka pohon mangga tidak akan dapat bertahan dan tumbuh apalagi berbuah.

Dari sini, kekuatan macam apakah yang Bro inginkan tersimpan dalam pohon itu? Semuanya hanya rangkaian kondisi yang berproses dan membentuk. Dengan kondisi seperti di atas yang tepat, pada waktunya biji mangga akan tumbuh menjadi pohon mangga dan pada waktu yang tepat pula pohon mangga tersebut akan menghasilkan buah mangga. Tidak perlu sebuah substansi inheren penyimpan karena buah mangga bukan ada dengan sendirinya, melainkan tumbuh dari berbagai kondisi dan berproses mulai dari bunga mangga yang mengalami penyerbukan lalu bakal buah di dalamnya tumbuh menjadi buah yang matang. Thanks to Forte for this. _/\_

Akhir kata, kita tidak akan dapat memuaskan pertanyaan semua pihak. Hal yang sama dialami oleh Sang Buddha. Meski pun sebuah hal yang benar telah dinyatakan, bagi mereka yang menganut pandangan berbeda akan tetap tidak dapat menerimanya. Saya bukan ahli Abhidhamma, ini hanya pandangan dari seorang non-abhidhammist. Atau lebih tepatnya saya hinadhammika. :-[
Dan soal abhidhamma, kita dapat mengundang Om Markos untuk menjawab, atau Cik Lily, mungkinn.. :|

Sukhi Hotu,
_/\_
appamadena sampadetha