siapakah yg memprakarsai dan mengeksekusi berdirinya yayasan baru yg "merampas" secara siluman kepemilikan sah yayasan lama ini, bro? apakah ini bisa digolongkan sebagai praktik pencurian?
mengingat ini akan menjadi teladan buruk bagi agama buddha di indonesia, seperti saran om indra, apakah masih mungkin serah terimanya dibatalkan saja ketimbang diiklaskan untuk "digarong" yayasan baru? apakah ada resiko vihara ini akan diboikot oleh bhikkhu2 dari sangha Sxx? ataukah karena tidak kepingin ribut dan gontok2an dengan saudara sedhamma dan bhante?
Kami tidak dilibatkan dan tak ada respon apapun. kami hanya dapat info dari Sdr. K (dulu ia jg anggota B Pendiri, lalu mengundurkan diri, krn ia pro Donatur tanah, dan sekarang bergabung dg Donatur tsb.) bhw sudah berdiri yys baru, dan para bhikkhu yg menjadi B. Pembina-nya. Pastinya, kami tidak tahu, main catut nama Bhante sudah sering. Jadi tidak tahu pastinya.
Saya tidak tahu hukum, tapi saya baca2 UU tentang Yayasan, AD ART Yayasan kami, ada klausul bila yys kami bubar:
Kemana asset yys mesti dihibahkan, yaitu ditentukan oleh Keputusan Rapat Badan Pembina. Ini dari sudut pandang Hukum.
Kalau ada yg semau gue mengambil alih, dg alasan:
Itu sumbangan saya sendiri,,maka secara hukum ini butuh ahli hukum yg menjawab. Saya bukan bidangnya.
Tapi selain sudut pandang Hukum, masih ada sudut pandang etika masyarakat, etika berorganisasi spiritual dan
terutama sudut pandang Dhamma (Wakil Sang Buddha), sebagai ACUAN HUKUM TERTINGGI UMAT BUDDHA:Kami sejak awal, sudah sepakat tidak akan menempuh jalur hukum (pasti merugikan semua pihak, terutama buang duit), maka kami putuskan untuk CUKUP menempuh JALUR MORAL dan Sudut pandang Dhamma. Kalaupun nanti terlepas, kami siap iklaskan saja.
Soal boikot, tidak jelas dan tegas. Yang ada alasan penyerahan ke Sangha adalah Untuk menjamin kesinambungan pembinaan dari Sangha SSS. Kalau tidak diserahkan, tentu Sangha akan lebih mengutamakan Vihara "sendiri". Kurang lebih demikian.
Repotnya, kalau ada umat meneladani, minta jabatan ketua Dayaka, untuk menjamin pengabdiannya. kalau ngga dikasih, ia ngga mau jadi pengurus atau beralasan tidak menjamin punya waktu nanti. Refooot.... Pengabdian kok minta jabatan. Ini yg tidak habis pikir buat kami. sangat amat di luar dugaan kami.
Kami sudah sampaikan:
Kami sepakat menyerahkan Yayasan kami ke SSS, kami sudah sampaikan secara lisan kepada Bhante S, di Vihara BS. Bagaimana prosedur penyerahannya, kami menunggu pengaturan dan arahan SSS. Bagaimana susunan pengurus dan segala sesuatunya nanti, adalah wewenang SSS SEPENUHNYA.Kami konsisten dan menunggu.
4. Vihara VV saat ini terdiri dari:
A. Tanah sumbangan dari Bpk. Ibu PS (GSK dan SM)
B. BANGUNAN fisik sumbangan PARA DONATUR. Bukan SUMBANGAN PRIBADI dari Bpk/Ibu PS, SM!!!
C. Non materi [waktu, pemikiran, tenaga serta banyak air mata. Yang tidak kalah pentingnya dibanding materi (uang, tanah, material). Bila ada yang berpendapat, sumbangan tanah yang paling penting, maka pendapat itu masih patut dibahas dulu. Yang Umat lebih butuhkan adalah vihara yang nyaman, saling menghargai, bukan yang megah, besar, mewah tapi mesti siap menerima keAROGANSIAN.]
Semua itu Hasil gotong royong dan sumbangan banyak orang, bukan milik pribadi siapapun. Semua komponen itu didanakan kepada dan dikelola oleh YYY, TANPA IKATAN, sesuai AD/ART YYY. Artinya semua asset VVV yang sudah didanakan adalah milik YYY dan SUDAH bukan milik para donaturnya lagi. Bila sekarang Bapak Ibu SM bersikap dan bertindak seolah-olah semua itu adalah hak nya untuk menentukan arah YYY, VVV, SIAPA PERAMPAS VIHARA VV sesungguhnya, pihak kami atau dia? Jelas dan gamblang sekali, buat yang tidak punya konflik kepentingan.
Saat kami masih bersatu tanpa kecurigaan apapun, semua surat2 sertifikat tanah dengan adanya hibah wasiat dari Sdr, PS/GSK dan Bpk. PA dan sertifikat asli, kalau mau sudah bisa dibaliknamakan menjadi atas nama YYY, tapi ketika kami ke Badan Pertahanan Nasional, “Kalau di atas namakan satu yayasan, maka Hak Milik akan turun status menjadi Hak Guna Bangunan”, karena itu kami tunda. Semua (4 set) Sertifikat dan (2 set) Hibah Wasiat awalnya di pegang, disimpan oleh Sdr. Putra G. Setelah beberapa waktu, dengan alasan tidak punya lemari besi, takut hilang, maka atas inisiatifnya sendiri dan persetujuan teman-teman, Sdr. Putra G menyerahkan kepada Bpk. Han, selaku ketua YYY.
Setelah beberapa waktu beliau simpan, (waktu beliau masih sehat walafiat, kami masih akur) Bpk. Han juga beralasan tidak punya lemari besi merasa berat dan beresiko menyimpan surat2 berharga YYY. Mendengar ini, Sdr. GSK/PS langsung buru-buru menyatakan penolakan dan menawarkan agar teman lain saja yang menyimpan, alasannya agar terhindar dari tudingan negative [memang akhirnya ada yang menuding, sampai Ibu SM mengaku 3 hari 3 malam tak bisa tidur…]. Dengan alasan tidak punya lemari besi, Bpk. Han, Sdr. Ind dan Sdr. Si juga menolak. Karena Bpk. Han mengetahui Bpk. PS/GSK punya [sensor] di rumahnya yang baru di Jl. [at] [at] [at] , maka akhirnya kami sepakat dan mempercayakan kepada Sdr. PS saja yang menyimpan. Pembicaraan ini setelah puja bhakti di VVV. Pengurus YYY masih akur, adem ayem tanpa gejolak sampai moment tersebut.
Secara organisatoris, etika moral, hukum formal dan Ajaran Sang Buddha (yang kami pahami)--sertifikat--Tanah tersebut sudah bukan milik pribadinya lagi, tapi sudah menjadi milik YYY, demikian juga seluruh dana dari para Donatur YYY. Beliau hanya PENJAGA, PENYIMPAN salah satu asset YYY, bukan PEMILIKnya lagi.
Semua asset YYY juga BUKAN MILIK PRIBADI KAMI, tidak boleh kami wariskan pada anak cucu kami pribadi. Waktu Bapak Han wafat, Notaris pembuat akta yayasan kami, mengusulkan agar anak Bpk. Han ditunjuk sebagai pengganti. Kami tersenyum geli dan menjelaskan, bahwa hal demikian tidak boleh kami lakukan. YYY bukan milik pribadi kami, sehingga tidak etis, tidak boleh kami wariskan berdasarkan keturunan.
Secara etika dan hukum formal, tindakan Sdr. PS yang mengoperkan (Baca: menggelapkan) salah satu asset YYY (4 bidang tanah) yang dipercayakan padanya—untuk DIJAGA dan DISIMPAN--tanpa persetujuan Badan Pendiri YYY jelas dan gamblang itu TERCELA dipandang dari sudut manapun. Nyata-nyata itu bertentangan dengan etika moral masyarakat, etika berorganisasi spiritual, hukum formal serta Dhamma-Vinaya. Kami belum bisa memahami, SSS yang selama ini kami anggap sebagai SARANA, BENTENG TERAKHIR KEADILAN, ACUAN SIKAP MANA YANG SELARAS DAN YANG TIDAK DENGAN DHAMMA-VINAYA, justru bersedia membuat kesepakatan dan mendukung kehendaknya. “Tolerance become a crime when applied to evil”, Thomas Mann. Dengan FAKTA demikian, sangat sulit bagi kami untuk menyetujui saran SSS. Bila kami setujui saran SSS ini, sama dengan menjerumuskan SSS sendiri.
Keterangan:
YYY : Nama yayasan
VVV : Nama Vihara