Sekarang kita bahas tentang mie ayam.
Enak dan tidak enak sendiri pun masih bersifat relatif.
Konsep enak dan tidak enak tiap orang adalah berbeda-beda.
Ada enak biasa, lumayan atau enak bangat (lezat), dll.
[...]
Penilaian seseorang terhadap enak atau tidaknya mie ayam, memang relatif.
Sesuatu yang sama, bisa menimbulkan perasaan menyenangkan bagi si A. Tapi bisa menimbulkan perasaan tidak menyenangkan bagi si B. Bahkan kalau A sudah kenyang, rasa menyenangkan bisa pudar.
Intinya, perasaan apakah yang muncul karena menanggapi suatu objek, memang adalah relatif. Jadi, analogi tentang enak atau tidak enaknya mie ayam, sebetulnya adalah analogi tentang relatifnya perasaan yang mungkin muncul saat menanggapi suatu objek.
___________
Bagaimana dengan mie ayam itu sendiri? Mie ayam adalah benda netral. Kadar garamnya sekian, tepungnya sekian, kekenyalannya sekian. Dalam satu titik waktu, begitulah kadar asinnya, manisnya, gurihnya (kalau waktunya berubah, dengan proses oksidasi atau bakteri yang berkembang, tentu berubah). Walaupun begitu, entah dia dinilai enak atau tidak (di titik waktu itu), begitulah kadarnya.
Ini mirip dengan orang yang mengatakan bahwa hidup bukanlah Dukkha, karena ia tidak memahami esensi Dukkha. Walaupun demikian, demikianlah Dukkha. Kebenaran ini tidak berubah, dan tidak bergantung pada penilaian orang tentang Kebenaran ini.
[...]
Penderitaan dan kesenangan bersifat relatif. Dalam suatu kejadian banjir, bisa dilihat sebagai musibah oleh sebagian orang tapi bisa dilirik sebagai lahan untuk mengais rejeki oleh orang tertentu.
Ini penjelasannya mirip seperti di atas. Ini adalah analogi tentang relatifnya perasaan seseorang yang mungkin muncul, saat menanggapi satu objek. Itu bukan analogi tentang Dukkha.
Jadi tidak mengagetkan kalau point pertama dari Empat Kesunyataan Mulia ini bisa dipandang keliru oleh orang tertentu.
Dukkha bisa disalahpahami, karena kurangnya pengetahuan tentang esensi Dukkha. Tapi asalkan mau belajar, ini bisa dipelajari/dipahami.
Karena tidak ada ajaran yang bersifat benar secara universal (dalam arti dipahami, dibenarkan atau disetujui semua orang secara sekaligus).
Ada Kebenaran yang bersifat universal. Dalam pembahasan ini, kita sudah menemukan dua hal, yaitu Kebenaran tentang Anicca dan Dukkha. Kebenaran ini bersifat universal dan mutlak,
sekalipun tidak dipahami atau disetujui oleh semua orang secara sekaligus.