Biasanya para praktisi Dhamma yg kritis dan serius akan menilai seorang Guru dari 2 hal:
1. dari Konsep/ Teori yg diutarakan Sang Guru
Sesungguhnya Sang Buddha telah sempurna membabarkan Dhamma. Namun tentu saja masih diperlukan para Guru/Master untuk membimbing praktisi2 yg masih pemula, atau juga saling Asah Asih Asuh antar praktisi. Nah, teori yg bagus dari seorang Master adalah yg sejalan dengan Buddha Dhamma, jikalau bertentangan, pasti akan mendapat kritikan dari para praktisi.
2. Dari tindak-tanduk Si Master.
Seorang praktisi yg baik akan menilai keampuhan Ajaran Sang Guru dari tindak tanduk kesehariannya. Jika Sang Guru mengajarkan 'akhir dukkha', maka ia harus dapat mencerminkan keberhasilan praktiknya tsb sehingga para murid percaya bahwa Ajarannya telah benar. Namun jika Si Master dalam kesehariannya mencerminkan tebalnya dosa lobha moha, hiddup glamour atau stress melulu, maka apa yg bisa dipegang dari Ajarannya? Tiada bedanya Ia dengan kita2. Bukanlah kesaktian, kata2 hebat, teori2 muluk, penampilan senyum2 atau penampilan glamour ala pendeta tinggi yg mencerminkan ia seorang Master Sejati, namun dari konsistensi cara bicara, cara berbuat, gaya hidup yg sederhana, toleransi, sabar dan tenang yg membuatnya dinilai seorang Guru sejati.
Dengan demikian, masing2 dari kita bisa menilai, apakah Master yg itu 'benar2' seorang Master / bukan? Guru yg itu 'benar2' seorang Guru atau bukan?
::