Jadi sebenernya sunnyata karena anatta atau sunyata = anatta?
yg di maksud kosong(sunyatta) karena tidak ada yg permanen ya, anicca--->anatta?
Konsep 'sunnyata' dalam Buddhisme mengalami evolusi pemahaman. (Lihat uraian dari Wikipedia di atas.)
Dimulai dari
Theravada, 'sunnyata' berkembang dari konsep
'anatta' dan
'paticca-samuppada'. Dalam
Sunnya-sutta, ketika Ananda bertanya kepada Sang Buddha: "Orang bilang 'dunia ini kosong'; apa artinya 'dunia ini kosong', Bhante?" - Sang Buddha menjawab: "Dunia ini
kosong dari atta, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan atta."
Dalam
Theravada, 'sunnyata' juga mengacu pada
pengalaman meditasi yang disebut
"emancipation of the mind by Emptiness (sunnata ceto vimutti)", sebagai realisasi dari kata-kata Sang Buddha di atas. (MN 1.29)
Kemudian, setelah zaman Sang Buddha, konsep 'sunnyata' dikembangkan oleh
Nagarjuna dalam aliran
Madhyamika, yang menjadi intisari dari filsafat Jalan Tengah dari Mahayana.
Di dalam
Mahayana, konsep 'sunnyata' berkembang menjadi
'kosong dari hakikat dalam dirinya sendiri' (svabhava). Ini berlaku untuk apa pun yang bisa kita kenali. Bahkan ini berlaku untuk fenomena
Buddha dan
Ajaran, semuanya kosong.
Dalam
Vajracchedika-sutra, Sang Buddha berkata, "Barang siapa melihatku sebagai rupa, dan berpikir tentang aku sebagai suara, cara berpikir mereka salah. ... Buddha tidak dapat dipahami dengan benar dengan cara apa pun."
Dalam
Prajna-paramita-hrdaya-sutra, konsep 'sunyata' berkembang lebih jauh lagi:
"Panca-skandha ini kosong, tidak punya hakikat atau esensi." Tetapi di situ sekaligus juga dinyatakan, "kekosongan ini sama dengan rupa ... vedana ... dst" (yang berarti ada kepenuhan). Jadi,
kekosongan itu pada saat yang sama adalah sama dengan apa yang biasanya kita kenal sebagai rupa, vedana ... dst.
Di sana dikatakan, "Bodhisattva Avalokitesvara, berada dalam kedalaman praktik prajna-paramita, memandang dari atas pada kelima skandha, dan melihat bahwa semuanya
kosong dari esensi."
"Dengarkan, Sariputra,
sunyata adalah rupa, rupa adalah sunyata. Terlepas dari rupa, tidak ada sunyata; terlepas dari sunyata, tidak ada rupa. Sunyata adalah apa yang disebut rupa; rupa adalah apa yang disebut sunyata. ... (Begitu pula dengan skandha-skandha yang lain)."
"Dengarkan, Sariputra,
semua fenomena eksistensi ini ditandai oleh kekosongan: tidak muncul, tidak lenyap, tidak bersih, tidak kotor, tidak kurang, tidak penuh."
Puncak dari konsep 'sunnyata' adalah pernyataan Nagarjuna, bahwa
'nirvana' = 'samsara'.
Jika semua fenomena yang membentuk samsara itu kosong, maka mereka pun kosong dari kemampuan untuk menimbulkan penderitaan. Jadi, nirvana bukanlah sesuatu yang terletak di luar samsara. Dengan kata lain,
'nirvana' adalah 'samsara' yang dialami secara benar, sebagai kosong dari segala sesuatu. (Dalam
Theravada, ini dinamakan oleh Sang Buddha:
"melihat apa adanya" (yathabhutam-nyanadassanam).)
Inilah
puncak konsep 'sunnyata' yang
mengatasi segala dualitas. Konsep 'sunyata' menyatakan bahwa segala sesuatu kosong dari
'svabhava' (eksistensi inheren).
Dari sini,
muncullah reaksi, yang kembali kepada dualitas. Dalam sutra-sutra
Tathagata-garbha dinyatakan bahwa
Buddha & Nirvana, berbeda dengan segala sesuatu yang sankhata,
tidaklah kosong dari eksistensi intrinsik, tetapi hanya kosong dari apa yang tidak kekal, yang tidak memuaskan dan yang tanpa-aku.
Dalam
Srimala-sutra, Buddha digambarkan sebagai kosong dari semua avijja dan kotoran batin, tapi memiliki
Realitas intrinsik.
Dalam
Mahayana-Mahaparinirvana-sutra dikatakan,
Kekosongan Tertinggi adalah pemahaman Buddhis yang melihat Kekosongan dan Bukan-Kekosongan, di mana
"Kekosongan adalah keseluruhan Samsara, dan Bukan-Kekosongan adalah Nirvana yang Agung." -- Dalam sutra itu, Sang Buddha menyatakan:
"Orang bijak melihat Kekosongan dan Bukan-Kekosongan, yang Kekal dan yang Tidak Kekal, Penderitaan dan Kebahagiaan, Diri (atman) dan Bukan-Diri (anatman) ... Melihat Kekosongan segala sesuatu tanpa melihat Ketidakkosongan bukanlah Jalan Tengah; melihat bukan-diri (anatman) dalam segala sesuatu dan tidak melihat diri (atman) bukanlah Jalan Tengah ..."
Jadi, di dalam sutra-sutra Tathagata-garbha diupayakan keseimbangan antara
samsara yang kosong, tidak kekal dan tanpa-inti, dengan
Realitas yang abadi dan membebaskan dari Buddha & Nirvana.
Di dalam sutra ini, Sang Buddha mengecam mereka yang melihat Tathagata-garbha (yakni unsur Kebuddhaan yang abadi di dalam batin setiap orang) sebagai kosong. Di situ Sang Buddha menyatakan bahwa pada dasarnya mereka melakukan bunuh diri spiritual dengan pendiriannya yang salah itu:
"Dengan memupuk Tanpa-Diri (anatman) dalam kaitan dengan Tathagata-garbha, dan terus-menerus memupuk Kekosongan, Penderitaan tidak akan lenyap, tetapi ia bagaikan serangga berada dalam api sebuah pelita."
Menurut versi Tibet dari sutra ini, pencapaian Pembebasan Nirvana ("moksha") membuka sebuah alam yang "penuh kebahagiaan, sukacita, kekekalan, stabilitas, dan keabadian, yang di situ Buddha berada dalam kedamaian penuh (Dharmaksema).
Puncak dari reaksi terhadap konsep 'sunnyata' Nagarjuna terkandung dalam
Saddharma-pundarika-sutra, di mana dinyatakan bahwa
melihat segala sesuatu sebagai kosong bukanlah realisasi Buddhis yang tertinggi;
diperlukan kearifan Buddha untuk mengatasi persepsi kekosongan.
Salam,
hudoyo