//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Apa hub citta dengan cetasika  (Read 5493 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline jason.son25

  • Bukan Tamu
  • *
  • Posts: 1
  • Reputasi: 0
  • Semoga semua mahluk berbahagia
Apa hub citta dengan cetasika
« on: 08 June 2011, 08:18:20 AM »
Apa hubungannya ?

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Re: Apa hub citta dengan cetasika
« Reply #1 on: 12 June 2011, 05:17:28 PM »
Apa hubungannya ?


wahh...kasihan udah lama banget ga ada yang bantu....

saya coba bantu pake catatan kuliah saya ya bro...

kalo ada kesalahan menerjemahkan mohon maaf ya.... ;D

Quote

Istilah "Citta" dalam Abhidhamma adalah kategori pertama dari empat kategori tertinggi (paramattha), tiga lainnya adalah "cetasika" (kondisi mental), "Rupa" (materi) dan "Nibbana" (realitas terdalam ), "Cittaṃ cetasikaṃ iti rupam nibbānaṃ sabbathā paramatthaṃ pavakkhāmi" Abhs.p.1.

Menurut Abhidhamma istilah "Citta" berasal dari akar kata √Citi, berarti berpikir, atau cognize,tahu.

Menurut Abhidhammatthasaṅgha istilah "Citta" digunakan dalam arti Viññāṇa (kesadaran).

Visuddhimagga menyatakan bahwa istilah "Citta", "Mano", "Viññāṇa" dalam satu arti sebagai "kesadaran". (Vism.xiv, 82). (Tasmā viññāṇanti vuccatī'ti Viññāṇaṃ cittaṃ? Manoti atthato Ekam. Vism.xiv, 451). Tapi tampaknya bahwa istilah-istilah ini telah digunakan untuk menunjukkan beberapa fungsi atau keadaan pikiran. Yang disebut "kesadaran" (citta) karena beraneka ragam sifatnya (citta). "Pikiran" (mano) yang disebut demikian karena ia mengetahui ukuran objek. "Aksi mental" (Manasa) adalah hanya "pikiran".

menurut Atthasālinī istilah "Citta" lebih mengarah ke arti Viññāṇa untuk menunjukkan arti umum kesadaran. Istilah "Citta" berasal dari akar kata √cit, menyiratkan beraneka ragam makna, yang merupakan sifat dari perilaku kesadaran.
"Kesadaran (Citta) disebut berpikir (cit) untuk sebuah objek, atau karena beraneka ragam (citta, citra)".

"Citta" telah dijelaskan secara rinci di bawah empat arti yang berbeda:
1. Citta sebagai kata sifat yang berarti beraneka ragam.
2. Citta sebagai kata benda berpikir berasal dari akar kata √cit, berpikir.
3. Citta sebagai mengumpulkan diambil  dari akar kata √ci, menimbun atau mengumpulkan.
4. Citta sebagai melindungi apa yang dikumpulkan  berasal dari kata ci + ta =dari akar kata √ci  (mengumpulkan) + ta (melindungi)  Citta.

Abhidhamma menjelaskan "Citta" menurut berbagai pandangan, ada tiga prediksi sebagai berikut:
1. Prediksi oleh lembaga (kattu-Sadhana).
2. Prediksi oleh perantaraan (Karana-Sadhana).
3. Prediksi oleh aliran (bhava-Sadhana).

Menurut kitab komentar (Dhammasaṅgaṇīatthakatha) mendefinisikan "Citta" dalam tiga cara, mereka adalah sebagai berikut:
1. Sebagai Agen, citta adalah kognitif objek (ārammaṇaṃ cintetī ti cittaṃ.DhsA.p.63).
2. Sebagai Instrumen, citta adalah faktor mental yang menyertainya dlm kognitif objek (etena cintetī ti cittaṃ).
3. Sebagai sebuah Aktivitas, Citta itu sendiri tidak lain dari proses kognitif objek (cintanamattaṃ cittaṃ).

Dari sudut pandang Abhidhamma Citta lebih didefinisikan sebagai kesadaran obyek, karena tidak ada agen seperti jiwa.

Istilah sinonim "Citta" di Abhidhamma adalah: CETA, Cittupāda, Nama, Mana, Viññāṇa. Dari sudut pandang Abhidhamma tidak ada istilah perbedaan "Citta" bagi pikiran dan kesadaran. Ketika yang disebut Mahluk hidup dibagi menjadi dua bagian-bagian penyusunnya, Nama (pikiran) digunakan. Ketika dibagi menjadi lima susunan agregat (Pañcakkhandha), Viññāṇa (kesadaran) digunakan. Istilah Citta selalu digunakan untuk merujuk pembagian pengertian yang berbeda dari kesadaran. Dalam kasus-kasus terbatas, arti yg umum dari pikiran, Citta dan Mana yang sering digunakan.

Analisis lebih lanjut tentang Citta dari Dhammasaṅgaṇī dari Abhidhamma Pitaka di mana Citta didefinisikan  dengan sejumlah besar sinonim yang terbentur dg batasan dan diskriminasi (Katamaṃ tasmiṃ samaye cittaṃ hoti Yam tasmiṃ? Samaye cittaṃ mano mānasaṃ hadayaṃ paṇḍaraṃ mano manāyatanaṃ manindriyaṃ viññāṇam .... cittaṃ hoti; Dhs.p.10).

The Abhidhammatthasaṅghadīpanīpāḷi mendefinisikan "Citta" dari akar kata √cinta  - untuk berpikir, cara berpikir menjadi tiga kali lipat:
1. Īhanacintā (berpikir disertai dengan usaha): pemikiran seperti ini datang dalam vitakka (aplikasi awal) dalam hal tahap pertama absorpsi (Jhana).
2. Vijānanacintā (berpikir disertai dengan pemahaman): ini berlaku untuk Viññāṇa (kognisi atau kesadaran).
3. Pajānanacintā (berfikir disertai dengan realisasi), ini berlaku untuk Panna (kebijaksanaan atau intuisi).

Citta selalu muncul sebagai rangkaian berkesinambungan. Ini menghubungkan dengan pikiran lain. Citta selalu muncul sebagai akibat dari saling bergantung penyebab pikiran dan materi. Menurut Abhidhammapiṭaka Citta adalah aliran kontinu dan muncul sebagai bentuk dari seri berkesinambungan. Ini tidak muncul dalam bentuk tunggal, namun dengan jumlah keadaan mental (cetasika). Ada 52 cetasikas. Citta selalu bekerja dengan cetasikas. Mereka berada dalam satu hubungan dengan satu sama lain.

Cetasika: [52]
1. Sabbacittasādhāraṇā [7]
2. Pakiṇṇakā [6] Aññāsamānacetasika [7 +6 = 13]
3. Akusalacetasika [14]
4. Sobhanasādhāraṇā [19]
5. Virati [3]
6. Appamaññā [2]
7. Panna [1] _
[52]

1. Sabbacittasādhāraṇā universal {} [7]
1. Kontak (phasso)
2. Sensasi {perasaan} (vedanā)
3. Persepsi (sanna)
4. Kemauan (cetanā)
5. Satu kemanunggalan (ekaggatā)
6. Psikis hidup (jīvitindriya)
7. Perhatian (manasikāro)

2. Pakiṇṇakā {keterangan} [6]
1. Awal aplikasi (vitakko)
2. Berkelanjutan aplikasi (vicāro)
3. Keputusan (adhimokkho)
4. Usaha (viriya)
5. Joy (PITI)
6. Konasi (chando)

3. Akusalacetasika immorals {} [14]
1. Khayalan (moho)
2. Shamelessness (ahirika)
3. Keberanian (anottappa)
4. Kegelisahan (uddhacca)
5. Attachment (lobho)
6. Salah pengertian (ditthi)
7. Kesombongan (Mano)
8. Kebencian / sakit-akan (Doso)
9. Kecemburuan (sekarang)
10. Ketamakan / pelit (macchariya)
11. Khawatir (kukkucca)
12. Kemalasan (Thina)

4. Sobhanasādhāraṇā {indah} [19]
1. Keyakinan} {iman (Saddha)
2. Kesadaran (sati)
3. Malu (Hiri)
4. Dread {takut} (ottappa)
5. Non lampiran (alobho)
6. Yang baik akan (adoso)
7. Keseimbangan batin (tatramajjhattatā)
8. Tranquility keadaan mental (kāyapassaddhi)
9. Tranguility pikiran (cittapassaddhi)
10. Ringan keadaan mental (kāyalahutā)
11. Ringan pikiran (cittalahutā)
12. Sifat mudah dipengaruhi keadaan mental (kāyamudutā)
13. Kelenturan pikiran (cittalamudutā)
14. Adaptasi dari keadaan mental (kāyakammaññatā)
15. Adaptasi dari pikiran (cittakammaññatā)
16. Proficiency keadaan mental (kāyapāguññatā)
17. Kemampuan dari pikiran (cittapāguññatā)
18. Ketulusan keadaan mental (kāyujjukatā)
19. Ketulusan keadaan mental (cittujjukatā)

5. Virati abstinences {} [3]
i. Hak pidato (sammāvācā)
ii. Hak tindakan (sammākammanto)
iii. Hak mata pencaharian (samma ājivo)

6. Appamaññā illimitables {} [2]
i. Belas kasihan (karuna)
ii. Menghargai sukacita (Mudita Pana)

7. Panna {hikmat} [1]
1. Kebijaksanaan

Citta tidak muncul tunggal atau terisolasi. Citta muncul bersama dengan sejumlah keadaan mental yang berbeda (cetasika), meskipun analisis Citta dan cetasika (pikiran dan keadaan mental) yang pada kenyataannya diakui adalah erat, selalu dan tak terpisahkan satu sama lain,hal ini selalu dan di mana-mana disertai dengan fenomena mental lainnya.

Para Ahli Abhidhammika telah melihat empat hubungan tak terpisahkan antara Citta dan cetasika,
1. Mereka muncul bersama-sama,
2. Mereka berakhir bersama-sama,
3. Mereka mengambil obyek yang sama,
4. Mereka muncul dalam organ indera yang sama
(Ekuppādanirodhā ca ekālambanavatthukā, cetoyuttā dvipaṇṇāsa Dhamma cetasika mata. Abhs.ii.v.1)

Bibliografi:
1. Sebuah manual Abhidhamma, oleh: Narada Maha Thera.
2. Komprehensif Manual Abhidhamma, oleh: Bhikkhu Bodhi.
3. Encyclopaedia of Buddhisme Extract -, No.4 Psikologi Buddha, 1995, Departemen Buddhasasana, Sri Lanka.
4. Realitas Analisis Abhidhammic, Prof.Sumanapala Galmangoda, Publikasi Sararwathi, Divulapitiya, Sri Lanka.
5. Visuddhimagga, Catthasangayana, CSCD. (Pali versi)
6. Jalur Pemurnian, diterjemahkan oleh Bhikkhu Ñāṇamoli 1991, BPS, Kandy, Sri Lanka.


[spoiler]
Quote

The term “Citta” in Abhidhamma as the first of the four ultimate (Paramattha) categories with which the Abhidhamma is concerned, the other three are “Cetasika” (mental sates), “Rūpa” (matter) and “Nibbāna” (ultimate reality), “Cittaṃ cetasikaṃ rūpaṃ nibbānaṃ iti sabbathā, paramatthaṃ pavakkhāmi” Abhs.p.1.

According to Abhidhamma the term “Citta” derived from the root √citi, means to think, to cognize, to know.

According to Abhidhammatthasaṅgha the term “Citta” has been used in the sense of Viññāṇa (consciousness).

The Visuddhimagga states that the term “Citta”, “Mano”, “Viññāṇa” are one in meaning  as “consciousness”.(vism.xiv,82).  (tasmā viññāṇanti vuccatī’ti? Viññāṇaṃ cittaṃ manoti atthato ekaṃ. vism.xiv,451). But it seems that these terms have been used to indicate several functions or states of mind. So called “consciousness” (citta) because of its variegated (citta) nature. “mind” (mano) is so called because of it knows the measure of an object. “mental action” (mānasa) is just “mind”.

According Atthasālinī the term “Citta” has been preferred to Viññāṇa to indicate the general meaning of consciousness. The term “Citta” derived from the root √cit, implies the meaning variegation, which is the very nature of the behaviour of consciousness.
“Consciousness (Citta) is so called for thinking (cit) of an object, or because it is variegated (citta, citra)”.

“Citta” has been described in detail under four different meanings :
1.   Citta as an adjective meaning variegated.
2.   Citta as a noun meaning thinking taken as derived from the root √cit, to think.
3.   Citta as collecting taken as derived from the root √ci, to heap up or collect.
4.   Citta as protecting of what is collected taken as derived from the roots √ci (to collect) + ta (to protect)  ci+ta = Citta.

The Abhidhamma define “Citta” in several points of views, there are three predictions as follows :
1.   Prediction by agency (kattu-sādhana).
2.   Prediction by instrumentality (karaṇa-sādhana).
3.   Prediction by simple flux (bhāva-sādhana).

According to commentary define “Citta” in three ways, they are as follows :
1.   As the Agent, citta is that which cognizes an object (ārammaṇaṃ cintetī ti cittaṃ.DhsA.p.63).
2.   As the Instrument, citta is that by means of which the accompanying mental factors cognize the object (etena cintetī ti cittaṃ).
3.   As an Activity, citta is itself nothing other than the process of cognizing the object (cintanamattaṃ cittaṃ).

From an Abhidhamma standpoint Citta may better be defined as the awareness of an object, since there is no agent like a soul.

The synonymous terms “Citta” in Abhidhamma are : Ceta, Cittupāda, Nāma, Mana, Viññāṇa. From the Abhidhamma standpoint no distinction terms “Citta” for mind and consciousness. When the so-called being is divided into its two constituent parts, Nāma (mind) is used. When it is divided into five aggregates (Pañcakkhandha), Viññāṇa (consciousness) is used. The term Citta is invariably employed while referring to different classes of consciousness. In isolated cases, in the ordinary sense of mind, both terms Citta and Mana are frequently used.

The analysis more about Citta from the Dhammasaṅgaṇī of Abhidhamma Piṭaka where Citta is defined merely by enumerating a large number of synonyms altogether lacking in precinct and discrimination (Katamaṃ tasmiṃ samaye cittaṃ hoti? Yaṃ tasmiṃ samaye cittaṃ mano mānasaṃ hadayaṃ paṇḍaraṃ mano manāyatanaṃ manindriyaṃ viññāṇam….cittaṃ hoti; Dhs.p.10).

The Abhidhammatthasaṅghadīpanīpāḷi defines “Citta” from the root √cinta – to think, the ways of thinking into three fold :
1.   Īhanacintā (thinking endowed with endeavour) : this kind of thinking comes in vitakka (initial application) in regard to the first stage of absorption (jhāna).
2.    Vijānanacintā (thinking endowed with understanding) : this applies to Viññāṇa (cognition or consciousness).
3.   Pajānanacintā (thingking endowed with realization), this applies to Paññā (wisdom or intuition).

Citta always appears as a continuos series.  It connects with the other thoughts.  Citta always arises as a result of the causal interdependent of mind and matter.  According to Abhidhammapiṭaka Citta is continous stream and arises as a form of continous series.  It does not arise in a singular form but with number of mental state (cetasika). There are 52 cetasikas.  Citta always works with cetasikas. They are in separably connected with one another.

CETASIKA : [52]
1.   Sabbacittasādhāraṇā   [7]
2.   Pakiṇṇakā         [6]      Aññāsamānacetasika [7+6=13]
3.   Akusalacetasika       [14]
4.   Sobhanasādhāraṇā       [19]
5.   Virati             [3]
6.   Appamaññā          [2]
7.   Paññā          [1]_
[52]

1.   Sabbacittasādhāraṇā {universal} [7]
1.   Contact         (phasso)
2.   Sensation {feeling}   (vedanā)
3.   Perception       (saññā)
4.   Volition          (cetanā)
5.   One pointedness      (ekaggatā)
6.   Psychic life      (jīvitindriya)
7.   Attention          (manasikāro)

2.   Pakiṇṇakā {particulars} [6]
1.   Initial application    (vitakko)
2.   Sustained application    (vicāro)
3.   Decision          (adhimokkho)
4.   Effort          (viriya)
5.   Joy          (pīti)
6.   Conation          (chando)

3.   Akusalacetasika {immorals}   [14]
1.   Delusion          (moho)
2.   Shamelessness       (ahirika)
3.   Fearlessness       (anottappa)      
4.   Restlessness       (uddhacca)
5.   Attachment       (lobho)
6.   Misbelief         (diṭṭhi)
7.   Conceit          (māno)
8.   Hatred/ill-will      (doso)
9.   Jealousy         (issā)
10.   Avarice/stingy      (macchariya)
11.   Worry          (kukkucca)
12.   Sloth          (thīna)

4.   Sobhanasādhāraṇā {beautiful} [19]
1.   Confidence {faith}         (saddhā)
2.   Mindfulness             (sati)
3.   Shame                (hiri)
4.   Dread {fear}            (ottappa)
5.   Non attachment             (alobho)
6.   Good will               (adoso)
7.   Equanimity            (tatramajjhattatā)
8.   Tranquility of mental states      (kāyapassaddhi)
9.   Tranguility of mind          (cittapassaddhi)
10.   Lightness of mental states       (kāyalahutā)
11.   Lightness of mind         (cittalahutā)
12.   Pliancy of mental states         (kāyamudutā)
13.   Pliancy of mind            (cittalamudutā)
14.   Adaptability of mental states      (kāyakammaññatā)
15.   Adaptability of mind         (cittakammaññatā)
16.   Proficiency of mental states      (kāyapāguññatā)
17.   Proficiency of of mind         (cittapāguññatā)
18.   Rectitude of mental states      (kāyujjukatā)
19.   Rectitude of mental states      (cittujjukatā)

5.   Virati {abstinences} [3]
i.   Right speech    (sammāvācā)
ii.   Right action     (sammākammanto)
iii.   Right livelihood   (sammā ājivo)

6.   Appamaññā {illimitables} [2]
i.   Compassion     (karuṇā)
ii.   Appreciative joy   (muditā pana)

7.   Paññā {wisdom} [1]
1.   Wisdom

Citta does not arise singly or in isolation.  Citta arise together with a number of different mental states (Cetasikā), although analysis Citta and Cetasika (mind and mental states) are in reality recognized to be intimately, invariably and inseparably connected with one another, it is always and everywhere accompanied by other mental phenomena.

The Abhidhammikas have discerned four inseparable relations between Citta and Cetasika,
1.   They arise together,
2.   They perish together,
3.   They take the same object,
4.   They arise in the same sense organ
(Ekuppādanirodhā ca ekālambanavatthukā, cetoyuttā dvipaṇṇāsa dhammā cetasikā matā. Abhs.ii.v.1)


Bibliography :
1.   A manual of Abhidhamma, by: Nārada Mahā Thera.
2.   Comprehensive Manual of Abhidhamma, by: Bhikkhu Bodhi.
3.   Encyclopaedia of Buddhism Extract – No.4, Buddhist Psychology, 1995, Ministry of Buddhasasana, Sri Lanka.
4.   Reality the Abhidhammic Analysis, Prof.Sumanapala Galmangoda, Sararwathi Publications, Divulapitiya, Sri Lanka.
5.   Visuddhimagga, Catthasangayana, CSCD. (Pali version)
6.   The Path of Purification, translated by Bhikkhu Ñāṇamoli, 1991, BPS, Kandy, Sri Lanka.

« Last Edit: 12 June 2011, 05:24:09 PM by pannadevi »

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Re: Apa hub citta dengan cetasika
« Reply #2 on: 12 June 2011, 06:01:14 PM »
Bibliografi:
1. Sebuah A Manual Abhidhamma, oleh: Narada Maha Thera.
2. Komprehensif Comprehensive Manual of Manual Abhidhamma, oleh: Bhikkhu Bodhi.
3. Encyclopaedia of Buddhisme Extract -, No.4 Psikologi Buddha, 1995, Departemen Buddhasasana, Sri Lanka.
4. Realitas Reality the Abhidhammic Analysis Analisis Abhidhammic, Prof.Sumanapala Galmangoda, Publikasi Sararwathi, Divulapitiya, Sri Lanka.
5. Visuddhimagga, Catthasangayana, CSCD. (Pali versi)
6. Jalur Pemurnian    The Path of Purification, diterjemahkan oleh Bhikkhu Ñāṇamoli 1991, BPS, Kandy, Sri Lanka.


koreksi judul buku.... ;D

bro, coba anda searching disini pake kata kunci "CITTA" dan "CETASIKA" nanti akan keluar semua postingan lama yang membahas tentang hal itu, jadi anda akan mendapatkan lebih lengkap lagi.

salah satu postingan lama yg membahas ttg "Citta"

http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=12076.msg338128#msg338128


« Last Edit: 12 June 2011, 06:05:16 PM by pannadevi »

 

anything