//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Buddha Bar Dinilai Melecehkan Agama Buddha  (Read 312134 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline naviscope

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.084
  • Reputasi: 48
Re: Statement STI mengenai Buddha Bar
« Reply #585 on: 10 March 2009, 10:00:55 AM »
statement ini tidak hanya berlaku bagi Buddha Bar, antek pengkhianat yang bikin Buddha Bar ada, melainkan juga tamparan kepada umat Buddha sendiri yang mengaku2 membawa bendera Buddha dengan tindakan tidak etis terhadap Buddha bar sendiri.

Reuteurs menuliskan(crosscheck di net): bahwa sedari dulu,agama Buddha adalah agama penuh toleransi dan cinta damai berbeda dengan agama lain yang langsung akan menyatakan perang, menghancurkan,merajam hal-hal yang tidak berkenaan dengan dirinya,namun tindakan umat Buddha yang pada status sekarang terhadap Buddha bar telah membelokkan pernyataan bahwa agama buddha adalah agama toleransi penuh cinta damai menjadi agama yang sama saja dengan agama lain.

Malukah kita? kita bertindak atas kepentingan sendiri yang akhirnya membawa nama buruk bagi agama Buddha itu sendiri?

setuju
tapi perasaan kemarin ada yang mendukung tuh, buddha bar, gw lupa, sapa yah??? ;D
« Last Edit: 10 March 2009, 10:03:11 AM by naviscope »
Tinggalkan masa lalu, lepaskan beban akan masa depan, tidak terikat dengan yang sekarang maka kamu akan merasakan kedamain batin.

Leave the past alone, do not worry about the future, do not cling to the present and you will achieve calm.

Offline Reenzia

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.199
  • Reputasi: 50
  • Gender: Female
  • The Wisdom ~
Re: Update data terbaru ttg Buddha Bar
« Reply #586 on: 10 March 2009, 10:01:13 AM »
tampaknya makin bnyk yg sibuk 'mengurusi' masalah ttg buddha bar ini ya
di facebook aja ada gerakan anti buddha bar

melepas tanggung jawab sosial?
melepas apa itu yg disebut nama baik?
siapkah batin ini melepas semua itu?  ^-^ ^-^ ^-^ ^-^ ^-^

Offline nyanadhana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.903
  • Reputasi: 77
  • Gender: Male
  • Kebenaran melampaui batas persepsi agama...
Re: Statement STI mengenai Buddha Bar
« Reply #587 on: 10 March 2009, 10:06:12 AM »
statement ini tidak hanya berlaku bagi Buddha Bar, antek pengkhianat yang bikin Buddha Bar ada, melainkan juga tamparan kepada umat Buddha sendiri yang mengaku2 membawa bendera Buddha dengan tindakan tidak etis terhadap Buddha bar sendiri.

Reuteurs menuliskan(crosscheck di net): bahwa sedari dulu,agama Buddha adalah agama penuh toleransi dan cinta damai berbeda dengan agama lain yang langsung akan menyatakan perang, menghancurkan,merajam hal-hal yang tidak berkenaan dengan dirinya,namun tindakan umat Buddha yang pada status sekarang terhadap Buddha bar telah membelokkan pernyataan bahwa agama buddha adalah agama toleransi penuh cinta damai menjadi agama yang sama saja dengan agama lain.

Malukah kita? kita bertindak atas kepentingan sendiri yang akhirnya membawa nama buruk bagi agama Buddha itu sendiri?

setuju
tapi perasaan kemarin ada yang mendukung tuh, buddha bar, gw lupa, sapa yah??? ;D

baca tulisan saya baik2...lebih banyak saya menuju pada umat Buddha yang bukan umat Dhamma. soal buddha bar,urusan politik,tidak perlu campur tangan.
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one’s own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

Offline Elin

  • DhammaCitta Press
  • KalyanaMitta
  • *
  • Posts: 4.377
  • Reputasi: 222
  • Gender: Female
Re: Statement STI mengenai Buddha Bar
« Reply #588 on: 10 March 2009, 11:04:25 AM »
1.Penggunaan nama Buddha dan penempatan patung Buddha di "Buddha-bar" , Jakarta, dipandang tidak etis bagi kehidupan sosial masyarakat Buddhis.
SETUJUUU BANGET... Pernah terpikir kenapa ya mereka (pemilik Buddha Bar) tidak menyadari bahwa hal ini tidak menghormati umat Buddha??? Pemilihan nama bar nya sangat frontal...


2.Kami harap Bhante/Avuso memberi nasihat kepada umat Buddha agar tidak merespon hal tersebut di atas dengan tingkahlaku yang tidak sesuai nilai-nilai Dhamma, karena tingkahlaku itu justru akan merendahkan / mengorbankan kemuliaan Buddhadhamma yang kita junjung tinggi di atas segala-galanya. Sikap tepat bagi umat Buddha untuk menyelesaikan hal tersebut hendaknya dengan cara yang mengutamakan pikiran bijak, bermoral, dan kejernihan batin sesuai dengan nilai-nilai kemuliaan Buddhadhamma.
wow... statement ini bener2 menggambarkan sikap umat Buddha semesti nya jika terjadi hal2 yang tidak menyenangkan terhadap agama Buddha... Walaupun demikian kita tidak boleh mengharapkan hal yang buruk / celaka bagi mereka (pemilik Buddha Bar)..


Semoga Semua Makhluk Berbahagia,
Elin

Offline Kelana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.225
  • Reputasi: 142
Re: Statement STI mengenai Buddha Bar
« Reply #589 on: 10 March 2009, 11:09:32 AM »
Pertama. Rekan-rekan, ini PETUJUK MORAL BUKAN FATWAH
Kedua: mengenai Reuteurs mungkin yang benar Reuters:

Quote
Reuteurs menuliskan(crosscheck di net): bahwa sedari dulu,agama Buddha adalah agama penuh toleransi dan cinta damai berbeda dengan agama lain yang langsung akan menyatakan perang, menghancurkan,merajam hal-hal yang tidak berkenaan dengan dirinya,namun tindakan umat Buddha yang pada status sekarang terhadap Buddha bar telah membelokkan pernyataan bahwa agama buddha adalah agama toleransi penuh cinta damai menjadi agama yang sama saja dengan agama lain.


Saya belum ketemu sumber beritanya, jadi belum bisa berkomentar, nanti malah jadi ada fitnah di antara kita  ^-^
GKBU
 
_/\_ suvatthi hotu


- finire -

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Statement STI mengenai Buddha Bar
« Reply #590 on: 10 March 2009, 11:18:44 AM »
2.Kami harap Bhante/Avuso memberi nasihat kepada umat Buddha agar tidak merespon hal tersebut di atas dengan tingkahlaku yang tidak sesuai nilai-nilai Dhamma, karena tingkahlaku itu justru akan merendahkan / mengorbankan kemuliaan Buddhadhamma yang kita junjung tinggi di atas segala-galanya. Sikap tepat bagi umat Buddha untuk menyelesaikan hal tersebut hendaknya dengan cara yang mengutamakan pikiran bijak, bermoral, dan kejernihan batin sesuai dengan nilai-nilai kemuliaan Buddhadhamma.

emank menjunjung tinggi dan terusik dengan adanya yg merendahkan/mengorbankan kemuliaan BuddhaDhamma itu gak termasuk tingkah laku yang tidak sesuai nilai-nilai Dhamma, karena tingkahlaku itu justru akan merendahkan / mengorbankan kemuliaan Buddhadhamma yang kita junjung tinggi di atas segala-galanya ya?

::)
i'm just a mammal with troubled soul



Offline naviscope

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.084
  • Reputasi: 48
Re: Statement STI mengenai Buddha Bar
« Reply #591 on: 10 March 2009, 11:20:35 AM »
statement ini tidak hanya berlaku bagi Buddha Bar, antek pengkhianat yang bikin Buddha Bar ada, melainkan juga tamparan kepada umat Buddha sendiri yang mengaku2 membawa bendera Buddha dengan tindakan tidak etis terhadap Buddha bar sendiri.

Reuteurs menuliskan(crosscheck di net): bahwa sedari dulu,agama Buddha adalah agama penuh toleransi dan cinta damai berbeda dengan agama lain yang langsung akan menyatakan perang, menghancurkan,merajam hal-hal yang tidak berkenaan dengan dirinya,namun tindakan umat Buddha yang pada status sekarang terhadap Buddha bar telah membelokkan pernyataan bahwa agama buddha adalah agama toleransi penuh cinta damai menjadi agama yang sama saja dengan agama lain.

Malukah kita? kita bertindak atas kepentingan sendiri yang akhirnya membawa nama buruk bagi agama Buddha itu sendiri?

setuju
tapi perasaan kemarin ada yang mendukung tuh, buddha bar, gw lupa, sapa yah??? ;D

baca tulisan saya baik2...lebih banyak saya menuju pada umat Buddha yang bukan umat Dhamma. soal buddha bar,urusan politik,tidak perlu campur tangan.

waduh2, koq jd situ yang merasa? << ;D

bukan nya situ kemarin bilang sudah tidak ada ego?
Tinggalkan masa lalu, lepaskan beban akan masa depan, tidak terikat dengan yang sekarang maka kamu akan merasakan kedamain batin.

Leave the past alone, do not worry about the future, do not cling to the present and you will achieve calm.

Offline nyanadhana

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.903
  • Reputasi: 77
  • Gender: Male
  • Kebenaran melampaui batas persepsi agama...
Re: Statement STI mengenai Buddha Bar
« Reply #592 on: 10 March 2009, 11:27:17 AM »
mau tanya donk, Dharma Niyoga itu apa yah seperti yang disebutkan oleh SMI bahwa mereka pemegang Dharma Niyoga tertinggi
Sadhana is nothing but where a disciplined one, the love, talks to one’s own soul. It is nothing but where one cleans his own mind.

Offline JH sugathadasa

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 293
  • Reputasi: 9
  • Gender: Male
Re: Statement STI mengenai Buddha Bar
« Reply #593 on: 10 March 2009, 12:45:52 PM »
hmm.. inilah panutan yg perlu kita jalani.

Atas segala kondisi yg dihadapi, kesadaran harus tetap terjaga.
Cinta kasih dan prilaku bijak harus tetap dilaksanakan

Karma_kamu

  • Guest
Re: Update data terbaru ttg Buddha Bar
« Reply #594 on: 10 March 2009, 05:59:10 PM »
Buddha Bar & Kapitalisme

Oleh: Ponijan Liaw



Kecewa, tersinggung dan marah. Itu barangkali yang paling pas menggambarkan situasi yang menguras energi kognisi dan afeksi satu elemen warga bangsa ini: umat Buddha karena eksistensi Buddha Bar di kawasan elit Jakarta. Kehadiran bar ini berhasil menggelorakan dan merekatkan semangat persatuan seluruh komponen Buddhis dari berbagai tradisi dan lokasi. Suatu pertanda bahwa ada sebuah peristiwa yang luar biasa tengah berlangsung di panggung kehidupan ini. Terminologi ’Buddha’ yang mengandung multimakna sakral: tokoh panutan, yang tercerahkan, dan tujuan akhir kemana umat menuju, telah diabrasi dan dinistakan oleh kapitalisme global di kancah nasional. Kapitalisme machiavelistis semacam ini tentu tidak dapat dijadikan tradisi apalagi transaksi. Disana ada simbol-simbol suci yang dihormati dan diagungkan. Dunia telah mencatat betapa praktik semacam ini telah mengalami badai protes yang tiada pernah akan surut. Lihat saja, bagaimana ketika di pusat bisnis Mid Town Man Heaton di New York, akan dibangun sebuah bar dengan nama Apple Mecca, yang bagi keyakinan muslim, nama ini tentu tidak asing berarti Ka’bah Macca/Mecca. Apalagi dengan desain eksterior depan yang menyerupai ka’bah. Berbagai kecaman datang menghujani sang kapitalis, Apple Computer. Perusahaan yang terkenal dengan produk iPod-nya itu dituduh telah menghina Islam dengan pendirian bar dimaksud. Apa pasalnya? Sebagaimana lazimnya bar, bar ini dapat dipastikan menyajikan minuman beralkohol, anggur (wine) maupun minuman yang memabukkan lainya. Masyarakat Muslim New York melakukan penekanan kepada pemerintah setempat untuk tidak memberi lisensi bar ini. Dan, akhirnya proyek itu tidak berjalan sebagaimana direncanakan. Di Inggris ada sebuah contoh lain soal ini. Ada sebuah ajuan proposal untuk membuka sebuah korporasi dengan nama Yesus. Perdebatan panjang pun terjadi antara sang pemohon dan badan pencatatan hak merek dagang. Padahal tempat itu bukanlah bar yang dilarang oleh hampir semua agama dan produk yang akan dijual di toko itu bukan pula alkohol dan sejenisnya. Yang akan didagangkan disana adalah sabun, parfum, alat-alat optik, logam mulia, kulit, tekstil, garmen, dan lain-lain. Sang pemohon lisensi berdalih bahwa nama Yesus adalah nama depan banyak orang di Inggris. Buktinya, ada terdapat sedikitnya 27 nama Yesus dalam London Telephone Directory. Namun, pejabat perijinan tetap bersikukuh bahwa nama itu lebih identik dengan nabi pembawa agama ketimbang nama pribadi masyarakat awam. Apalagi komunitas Inggris, mayoritas kr****n. Alasan penolakan lainnya adalah Konvensi Paris 1883 tentang Perlindungan Kekayaan Industri yang ditandatangani juga oleh negara kerajaan itu. Dalam pasal 6 konvensi itu jelas dinyatakan bahwa sebuah proposal harus ditolak jika dianggap bertentangan dengan moralitas dan tatanan kehidupan masyarakat. Akhirnya nama Yesus sebagai korporasi komersial tidak dicatatkan di negara liberal tersebut.

 

Kembali ke persoalan domestik: Buddha Bar. Ada sebuah ironi fundamental yang fatal disini. Bagaimana merek dagang restoran waralaba ini bisa terdaftar di Perancis pada 26 Juli 1999, sementara negara ini menjadi tuan rumah Konvensi Paris 1883 yang memuat substansi penghormatan terhadap moral dan norma-norma kehidupan? Disini, ada cacat sejarah dan prosedur pencatatan merek global ini di negara asalnya. Melalui negara-negara anggotanya, baik yang menandatanganinya di konvensi awal mau pun yang meratifikasinya kemudian (termasuk Indonesia), perlu kiranya melakukan peninjauan kembali atas semua itu.

 

Dalam lingkup Indonesia, eksistensi Buddha Bar, paling sedikit bersinggungan dengan beberapa aspek: legal, moral dan spiritual. Pertama, secara legal, jelas sekali ia bertentangan dengan UU No. 15/2001 tentang Merek. Di pasal 5 (a) jelas dinyatakan bahwa merek tidak dapat didaftar apabila merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini: bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum. Artinya, apa yang boleh dibangun di luar, dengan berlindung di bawah payung waralaba, tidak serta-merta bisa didirikan disini. Apabila merek dimaksud bertentangan dengan nilai-nilai sosial-religius masyarakat lokal. Ambil contoh, judi. Di Malaysia ada Genting Highlands, tempat resmi untuk berjudi. Apakah Indonesia bisa mengikutinya? Tentu tidak! Karena ada undang-undang yang memberikan koridor atas apa yang boleh dijadikan usaha dan tidak. Ada limitasi konstitusi disini. Jika mengacu pada logika sederhana tersebut, jelas kehadiran Buddha Bar dapat dipahami sebagai sebuah irisan tajam ke ulu hati para penganut agama ini. Thailand, Singapura dan Malaysia saja dengan tegas telah menolak kehadiran bar macam ini. Bagaimana negeri ini bisa mengamini pendiriannya? Produk hukum berikut yang dilanggar oleh pendirian bar ini adalah kesepakatan Konvensi Paris 1883 yang telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden RI No. 15 tahun 1997. Disana dengan jelas diuraikan bahwa hal-hal yang bertentangan dengan moral dan tatanan kehidupan masyarakat tidak boleh mendapatkan ijin. Lebih jauh lagi, UU No 1/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, khususnya pasal 156 (a) juga mengatur hal senada. Dan, yang paling anyar dipublikasikan ke masyarakat adalah soal tempat Buddha Bar itu sendiri, yakni gedung kuno eks kantor imigrasi Belanda. Ada UU No 5 tahun 1992 tentang cagar budaya yang mengaturnya disana. Menurut pasal 19 ayat 2 (b) dijelaskan bahwa pemanfaatan benda cagar budaya tidak dapat dilakukan semata-mata untuk kepentingan pribadi dan/atau golongan. Kemudian juga dalam konteks kepariwisataan, pemanfaatan peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya menurut pasal 6 UU No 9 tahun 1990, harus memperhatikan nilai-nilai agama, adat-istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Mengapa kedua UU ini tidak menjadi acuan legal-formal ketika perijinan pendirian bar itu akan dieksekusi? Ada kesenjangan pemahaman publik dan masyarakat soal ini. Namun, untuk poin terakhir ini (UU No 5 tahun 1992), khalayak perlu bersyukur karena KPK akan segera menelusurinya. Kedua, kontradiksi pendirian Buddha Bar bersinggungan dengan moralitas. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, bar adalah tempat minum-minum (biasanya minuman keras, seperti anggur, bir, wiski). Jelas dan terang. Mau kemana nasib anak bangsa (terutama generasi mudanya yang mencapai 80 juta jiwa) ini akan dibawa jika lisensi bar semacam itu terus diberi? Ini menjadi tugas KPK berikutnya untuk meneliti proses transaksi lisensi negeri ini yang katanya paling tidak transparan sedunia. Ketiga, secara spiritual, jelas penggunaan simbol-simbol suci keagamaan mana pun oleh para kapitalis pasti akan terus mendapatkan kecaman dan tentangan sepanjang sejarah kehidupan manusia. Tengok saja bagaimana fluktuasi emosi massa mengemuka ketika simbol-simbol agama dipakai secara tidak semestinya di Denmark (kasus kartun Nabi Muhammad) dan cover Tempo beberapa waktu lalu tentang ’The Last Supper’ itu muncul. Deretan kasus lainnya: cover album Iwan Fals ’Manusia 1/2 Dewa’ harus berurusan dengan umat Hindu, termasuk juga cover buku Supernova, Dewi Lestari yang memuat simbol/huruf AUM yang merupakan simbol suci umat Bali itu. Termasuk juga suatu kali desain poster film Amerika ”Hollywood Buddha” dengan seorang pria duduk di atas pundak patung Buddha dengan alat vitalnya menyentuh tengkuk Buddha. Reaksi keras dari dunia pun bertubi-tubi menghampiri. Sejarah telah mengajarkan kepada kita, berhati-hatilah dengan penggunaan simbol keagamaan. Simbol tidak tepat menimbulkan kontroversi yang hanya menguras energi kognisi dan afeksi sehingga menumpulkan simpul-simpul humanitas alami. Kondisi ini, jika tidak segera diatasi akan menjadi bom waktu dalam jangka panjang. Untuk itu, alangkah bijaksana jika sederet peraturan (pusat & daerah) dan undang-undang selalu dijadikan acuan sebelum sebuah lisensi dieksekusi. Sistem komputerisasi peraturan harus mampu mengakses aturan yang menjadi syarat sebuah lisensi bisa dieksekusi. Hal ini bukan hanya untuk menjaga wibawa lembaga melainkan juga memberikan ketentraman lahir dan batin bagi komunitas yang akan terikat olehnya.

 

Sebagai penutup, kiranya hasil konferensi agama-agama monoteis yang disponsori Arab Saudi di Madrid Spanyol, Juli 2008 lalu perlu didukung. Konferensi itu menghasilkan sebuah komunike bersama yang isinya antara lain menyerukan kepada Perserikatan Bangsa-banga (PBB) agar segera membuat kesepakatan internasional yang menyatakan bahwa menghina atau melecehkan agama lain merupakan tindakan kriminal, serta kesepakatan tentang upaya melawan terorisme. Lebih lanjut, konferensi yang dihadiri oleh 200 peserta dari berbagai latar belakang agama itu memutuskan perlu adanya kesepahaman tentang pentingnya saling menghormati setiap agama dan simbol-simbol keagamaan, dan bagi siapa pun yang melanggarnya dianggap telah melakukan tindakan kriminal. Sebuah keputusan bajik dan bijak. Semoga dengan mengedepankan hati nurani, para penggiat di PBB akan segera mengadopsi nilai-nilai intrinsik mulia itu sehingga tidak akan ada lagi praktik kapitalisme barbar di muka bumi ini. Semoga

Karma_kamu

  • Guest
Re: KPK Akan Cek Penggunaan Gedung Imigrasi untuk Buddha Bar
« Reply #595 on: 10 March 2009, 06:03:30 PM »
Buddha Bar & Kapitalisme

Oleh: Ponijan Liaw



Kecewa, tersinggung dan marah. Itu barangkali yang paling pas menggambarkan situasi yang menguras energi kognisi dan afeksi satu elemen warga bangsa ini: umat Buddha karena eksistensi Buddha Bar di kawasan elit Jakarta. Kehadiran bar ini berhasil menggelorakan dan merekatkan semangat persatuan seluruh komponen Buddhis dari berbagai tradisi dan lokasi. Suatu pertanda bahwa ada sebuah peristiwa yang luar biasa tengah berlangsung di panggung kehidupan ini. Terminologi ’Buddha’ yang mengandung multimakna sakral: tokoh panutan, yang tercerahkan, dan tujuan akhir kemana umat menuju, telah diabrasi dan dinistakan oleh kapitalisme global di kancah nasional. Kapitalisme machiavelistis semacam ini tentu tidak dapat dijadikan tradisi apalagi transaksi. Disana ada simbol-simbol suci yang dihormati dan diagungkan. Dunia telah mencatat betapa praktik semacam ini telah mengalami badai protes yang tiada pernah akan surut. Lihat saja, bagaimana ketika di pusat bisnis Mid Town Man Heaton di New York, akan dibangun sebuah bar dengan nama Apple Mecca, yang bagi keyakinan muslim, nama ini tentu tidak asing berarti Ka’bah Macca/Mecca. Apalagi dengan desain eksterior depan yang menyerupai ka’bah. Berbagai kecaman datang menghujani sang kapitalis, Apple Computer. Perusahaan yang terkenal dengan produk iPod-nya itu dituduh telah menghina Islam dengan pendirian bar dimaksud. Apa pasalnya? Sebagaimana lazimnya bar, bar ini dapat dipastikan menyajikan minuman beralkohol, anggur (wine) maupun minuman yang memabukkan lainya. Masyarakat Muslim New York melakukan penekanan kepada pemerintah setempat untuk tidak memberi lisensi bar ini. Dan, akhirnya proyek itu tidak berjalan sebagaimana direncanakan. Di Inggris ada sebuah contoh lain soal ini. Ada sebuah ajuan proposal untuk membuka sebuah korporasi dengan nama Yesus. Perdebatan panjang pun terjadi antara sang pemohon dan badan pencatatan hak merek dagang. Padahal tempat itu bukanlah bar yang dilarang oleh hampir semua agama dan produk yang akan dijual di toko itu bukan pula alkohol dan sejenisnya. Yang akan didagangkan disana adalah sabun, parfum, alat-alat optik, logam mulia, kulit, tekstil, garmen, dan lain-lain. Sang pemohon lisensi berdalih bahwa nama Yesus adalah nama depan banyak orang di Inggris. Buktinya, ada terdapat sedikitnya 27 nama Yesus dalam London Telephone Directory. Namun, pejabat perijinan tetap bersikukuh bahwa nama itu lebih identik dengan nabi pembawa agama ketimbang nama pribadi masyarakat awam. Apalagi komunitas Inggris, mayoritas kr****n. Alasan penolakan lainnya adalah Konvensi Paris 1883 tentang Perlindungan Kekayaan Industri yang ditandatangani juga oleh negara kerajaan itu. Dalam pasal 6 konvensi itu jelas dinyatakan bahwa sebuah proposal harus ditolak jika dianggap bertentangan dengan moralitas dan tatanan kehidupan masyarakat. Akhirnya nama Yesus sebagai korporasi komersial tidak dicatatkan di negara liberal tersebut.

 

Kembali ke persoalan domestik: Buddha Bar. Ada sebuah ironi fundamental yang fatal disini. Bagaimana merek dagang restoran waralaba ini bisa terdaftar di Perancis pada 26 Juli 1999, sementara negara ini menjadi tuan rumah Konvensi Paris 1883 yang memuat substansi penghormatan terhadap moral dan norma-norma kehidupan? Disini, ada cacat sejarah dan prosedur pencatatan merek global ini di negara asalnya. Melalui negara-negara anggotanya, baik yang menandatanganinya di konvensi awal mau pun yang meratifikasinya kemudian (termasuk Indonesia), perlu kiranya melakukan peninjauan kembali atas semua itu.

 

Dalam lingkup Indonesia, eksistensi Buddha Bar, paling sedikit bersinggungan dengan beberapa aspek: legal, moral dan spiritual. Pertama, secara legal, jelas sekali ia bertentangan dengan UU No. 15/2001 tentang Merek. Di pasal 5 (a) jelas dinyatakan bahwa merek tidak dapat didaftar apabila merek tersebut mengandung salah satu unsur di bawah ini: bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum. Artinya, apa yang boleh dibangun di luar, dengan berlindung di bawah payung waralaba, tidak serta-merta bisa didirikan disini. Apabila merek dimaksud bertentangan dengan nilai-nilai sosial-religius masyarakat lokal. Ambil contoh, judi. Di Malaysia ada Genting Highlands, tempat resmi untuk berjudi. Apakah Indonesia bisa mengikutinya? Tentu tidak! Karena ada undang-undang yang memberikan koridor atas apa yang boleh dijadikan usaha dan tidak. Ada limitasi konstitusi disini. Jika mengacu pada logika sederhana tersebut, jelas kehadiran Buddha Bar dapat dipahami sebagai sebuah irisan tajam ke ulu hati para penganut agama ini. Thailand, Singapura dan Malaysia saja dengan tegas telah menolak kehadiran bar macam ini. Bagaimana negeri ini bisa mengamini pendiriannya? Produk hukum berikut yang dilanggar oleh pendirian bar ini adalah kesepakatan Konvensi Paris 1883 yang telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden RI No. 15 tahun 1997. Disana dengan jelas diuraikan bahwa hal-hal yang bertentangan dengan moral dan tatanan kehidupan masyarakat tidak boleh mendapatkan ijin. Lebih jauh lagi, UU No 1/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama, khususnya pasal 156 (a) juga mengatur hal senada. Dan, yang paling anyar dipublikasikan ke masyarakat adalah soal tempat Buddha Bar itu sendiri, yakni gedung kuno eks kantor imigrasi Belanda. Ada UU No 5 tahun 1992 tentang cagar budaya yang mengaturnya disana. Menurut pasal 19 ayat 2 (b) dijelaskan bahwa pemanfaatan benda cagar budaya tidak dapat dilakukan semata-mata untuk kepentingan pribadi dan/atau golongan. Kemudian juga dalam konteks kepariwisataan, pemanfaatan peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya menurut pasal 6 UU No 9 tahun 1990, harus memperhatikan nilai-nilai agama, adat-istiadat, serta pandangan dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Mengapa kedua UU ini tidak menjadi acuan legal-formal ketika perijinan pendirian bar itu akan dieksekusi? Ada kesenjangan pemahaman publik dan masyarakat soal ini. Namun, untuk poin terakhir ini (UU No 5 tahun 1992), khalayak perlu bersyukur karena KPK akan segera menelusurinya. Kedua, kontradiksi pendirian Buddha Bar bersinggungan dengan moralitas. Menurut kamus besar bahasa Indonesia, bar adalah tempat minum-minum (biasanya minuman keras, seperti anggur, bir, wiski). Jelas dan terang. Mau kemana nasib anak bangsa (terutama generasi mudanya yang mencapai 80 juta jiwa) ini akan dibawa jika lisensi bar semacam itu terus diberi? Ini menjadi tugas KPK berikutnya untuk meneliti proses transaksi lisensi negeri ini yang katanya paling tidak transparan sedunia. Ketiga, secara spiritual, jelas penggunaan simbol-simbol suci keagamaan mana pun oleh para kapitalis pasti akan terus mendapatkan kecaman dan tentangan sepanjang sejarah kehidupan manusia. Tengok saja bagaimana fluktuasi emosi massa mengemuka ketika simbol-simbol agama dipakai secara tidak semestinya di Denmark (kasus kartun Nabi Muhammad) dan cover Tempo beberapa waktu lalu tentang ’The Last Supper’ itu muncul. Deretan kasus lainnya: cover album Iwan Fals ’Manusia 1/2 Dewa’ harus berurusan dengan umat Hindu, termasuk juga cover buku Supernova, Dewi Lestari yang memuat simbol/huruf AUM yang merupakan simbol suci umat Bali itu. Termasuk juga suatu kali desain poster film Amerika ”Hollywood Buddha” dengan seorang pria duduk di atas pundak patung Buddha dengan alat vitalnya menyentuh tengkuk Buddha. Reaksi keras dari dunia pun bertubi-tubi menghampiri. Sejarah telah mengajarkan kepada kita, berhati-hatilah dengan penggunaan simbol keagamaan. Simbol tidak tepat menimbulkan kontroversi yang hanya menguras energi kognisi dan afeksi sehingga menumpulkan simpul-simpul humanitas alami. Kondisi ini, jika tidak segera diatasi akan menjadi bom waktu dalam jangka panjang. Untuk itu, alangkah bijaksana jika sederet peraturan (pusat & daerah) dan undang-undang selalu dijadikan acuan sebelum sebuah lisensi dieksekusi. Sistem komputerisasi peraturan harus mampu mengakses aturan yang menjadi syarat sebuah lisensi bisa dieksekusi. Hal ini bukan hanya untuk menjaga wibawa lembaga melainkan juga memberikan ketentraman lahir dan batin bagi komunitas yang akan terikat olehnya.

 

Sebagai penutup, kiranya hasil konferensi agama-agama monoteis yang disponsori Arab Saudi di Madrid Spanyol, Juli 2008 lalu perlu didukung. Konferensi itu menghasilkan sebuah komunike bersama yang isinya antara lain menyerukan kepada Perserikatan Bangsa-banga (PBB) agar segera membuat kesepakatan internasional yang menyatakan bahwa menghina atau melecehkan agama lain merupakan tindakan kriminal, serta kesepakatan tentang upaya melawan terorisme. Lebih lanjut, konferensi yang dihadiri oleh 200 peserta dari berbagai latar belakang agama itu memutuskan perlu adanya kesepahaman tentang pentingnya saling menghormati setiap agama dan simbol-simbol keagamaan, dan bagi siapa pun yang melanggarnya dianggap telah melakukan tindakan kriminal. Sebuah keputusan bajik dan bijak. Semoga dengan mengedepankan hati nurani, para penggiat di PBB akan segera mengadopsi nilai-nilai intrinsik mulia itu sehingga tidak akan ada lagi praktik kapitalisme barbar di muka bumi ini. Semoga

Karma_kamu

  • Guest
Re: Update data terbaru ttg Buddha Bar
« Reply #596 on: 10 March 2009, 06:07:47 PM »
POLITIK,BISNIS DAN AGAMA MENYATU DALAM " BUDDHA BAR

Pemerintah melalui Dept. Agama, hanya mengakui dua organisasi yaitu WALUBI dan KASI, yang menyandang otoritas formal sebagai wujud representasi umat Buddha mempunyai kompetensi melakukan kegiatan ritual berkenaan perayaan Waisak Nasional di Candi Borobudur secara bergantian , pembukaannya selalu dihadiri Presiden RI, begitupun kaitannya menyangkut perijinan restoran “BUDDHA BAR “ di Indonesia, langkah pemerintah melalui institusi Dinas Pariwisata DKI, menempuh jalur yang sudah tepat memohon rekomendasi dari organisasi legal WALUBI, saya tidak mendapatkan informasi apakah KASI juga diminta rekomendasinya, tetapi itu bukanlah prosedur baku, Dinas Pariwisata cukup berkoordinasi dengan Departemen Agama melalui Dirjen “ Bimbingan Masyarakat Buddha “ , Institusi pemerintah seharusnya mengambil sikap tegas, menolak suatu Brand bisnis yang bersentuhan dengan Agama tertentu.

“ BUDDHA “, adalah agama yang diakui di Republik ini, dan juga junjungan mulia bagi umatnya, guru Agung dengan tingkat kesuciannya disandingkan dengan sebuah “Bar”, bukan hanya konotasi yang negatif, tetapi aktifitas konkrit telah menyatu dengan dunia alkohol dan juga bertolak belakang dengan budaya Indonesia, secara tersamar tidak menutup kemungkinan sebagai lahan transaksi obat – obat terlarang dan tumbuh suburnya dunia mesum ditanah air.

Rekomendasi atau referensi berisikan butir penegasan spesifik hanyalah salah satu penunjang formal untuk bahan pertimbangan dan tidak mengikat secara hukum, otoritas pemerintah seharusnya mengevaluasi dengan teliti, apalagi ada muatan unsur agama yang bersinggungan langsung dengan hak dasar dan sendi – sendi kehidupan pluralisme bergama, walaupun dikategorikan agama minoritas ditanah air, eksistensinya harus dihormati, hak keberadaannya dijunjung tinggi, karena mempunyai peran yang sama dengan agama - agama lainnya.

Walaupun pemerintah belum mendapatkan rekomendasi dari WALUBI, pada ahirnya menolak dengan tegas, penggunaan Buddha Bar , sebagai merek dagang di Indonesia, namun ada jeda waktu, restoran “Buddha Bar” begitu dipaksakan untuk beroperasi di Indonesia, terkesan adanya rekayasa sistematik merefleksikan suatu realitas arogansi kekuasaan berlindung dibalik sebuah persepsi, mengacu pada tiga surat rekomendasi kontroversial menyangkut otentifikasi dokumen dan lebih tegas lagi organisasi sempalan yang sudah demisioner, sebagai rujukan terbitnya sebuah perijinan,bentuk tanggung jawab pemegang otoritas tinggal membenturkan sesama komponen Buddhis, dengan menitik beratkan masalah rekomendasi.

Sangat disayangkan adanya umat dan beberapa anggota Sangha menghadiri peresmian “Buddha Bar”, barangkali masih dapat ditolerir kalau ini adalah sebuah pemahaman murni melalui landasan hati nurani, menerjemahkan doktrin dalam keterbatasan persepsi, persoalannya berbeda kalau secara pro aktif atas suatu kehendak maupun kreasi melayangkan rekomendasi untuk kepentingan pribadi, organisasi dan sebagainya atas dasar ekonomi, karena memasuki wilayah dimensi moral dengan kwalifikasi etis.

Namun semua ini menguak arti yang sangat jelas muncul dipermukaan, adanya indikasi untouchable hand berperan dalam bentuk bayangan untuk menjangkau agenda terselubung yang lebih besar dengan segala kepentingan, kapasitas dan urgensinya, ada yang terjebak dan dijebak dalam skala format yang lebih luas berlindung dibalik tameng ekonomi, tidak menutup kemungkinan adanya tekanan politis, sehingga ada yang terpaksa berkorban dan dikorbankan, untuk melindungi relasi bisnis, politik maupun pundi – pundi ekonomi serta benteng kekuasaannya.

Teman sedharma yang sangat saya muliakan, kalau kerangka pemikiran kita merasuk dalam kontek kesimpulan tentang partai dan latar belakanag pemilik restoran yang nota bene anak – anak calon Presiden, ini adalah bagian yang sangat krusial, mungkin pada titik inilah kita digiring masuk dalam jebakan skenario besar untuk kepentingan pihak tertentu, karena persoalan “Buddha Bar” telah bergulir dalam kanca politik, gaungnya bukan saja merebak sebatas gedung DPR dan saat ini telah menjadi catatan tersendiri sebagai konsumsi politik untuk dijadikan “ Selling point “.

Pada Timing ini potensi “Buddhis” seyogianya menyatukan Visi dan Misi yang bermanfaat, jangan hanya dalam bentuk wacana yang saling memanfaatkan untuk kepentingan pribadi, organisasi dsb, perlunya koreksi internal, pembenahan secara intensif semua organisasi Buddhis menyangkut semua aspek, harus diakui masalah “Buddha Bar” membuka mata kita, telah tercipta atmosfir psikologis, yang saat ini berkembang timbulnya riak -riak yang dapat memicu bibit perpecahan, saling mencurigai sesama umat maupun Sangha ,dan juga telah memercikan titik – titik api yang dapat membentuk rentetan panjang membakar sendi – sendi kehidupan beragama, khususnya umat Buddha, untuk itu perjuangan tetap mengutamakan asas eleganitas dan proporsional, karena bagaimanapun saat ini restoran “Buddha Bar”telah mengantongi ijin operasional dan mendapat perlindungan hukum, titik fokus kita lebih tepat diarahkan kepada institusi yang mengeluarkan ijin.

Bersatulah umat Buddha, menghimbau pemerintah untuk mengganti nama dan rupang Buddha dikeluarkan dari Bar tersebut.


Sumber : Milis Buddhis

Offline Forte

  • Sebelumnya FoxRockman
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 16.577
  • Reputasi: 458
  • Gender: Male
  • not mine - not me - not myself
Re: Update data terbaru ttg Buddha Bar
« Reply #597 on: 10 March 2009, 06:32:02 PM »
Usul..
Semua thread yang berkaitan dengan Buddha Bar disatukan saja..
Daripada bingung thread A Buddha Bar.. Thread B Buddha Bar lagi..
Ini bukan milikku, ini bukan aku, ini bukan diriku
6 kelompok 6 - Chachakka Sutta MN 148

Offline Hendra Susanto

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.197
  • Reputasi: 205
  • Gender: Male
  • haa...
Re: Buddha Bar Dinilai Melecehkan Agama Buddha
« Reply #598 on: 10 March 2009, 06:43:02 PM »
thread ini dibuka lagi karena masih ada member yg posting soal buddha bar

Offline aitristina

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.758
  • Reputasi: 52
  • Gender: Female
  • every1 is #1...
Re: Buddha Bar Dinilai Melecehkan Agama Buddha
« Reply #599 on: 11 March 2009, 10:10:12 AM »
chanwow" <tan_chandra [at] bca.co.id>
Add sender to Contacts
To:
Undisclosed-Recipient [at] yahoo.com

 
FYI
 
Menurut info yang saya dapat akan ada kunjungan/demo ke bb
Ada yg mo ikut gabung kunjungan alias demo sangat damai Buddha Bar hari Sabtu 14 Maret 2009 pkl 18:00 WIB ?
Yang mo ikut harap kumpul dan berkoordinasi terlebih dahulu di vihara-vihara / meeting point yang di tunjuk, untuk menghindari penyusupan.
Yukzzz....
Life is about living...