//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Jari Telunjuk Bukanlah Sang Rembulan  (Read 5719 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Jari Telunjuk Bukanlah Sang Rembulan
« on: 23 August 2007, 02:50:14 PM »
Bab 32: Jari Telunjuk Bukanlah Sang Rembulan

Jalur Tua Awan Putih: Menelusuri Jejak Langkah Buddha
Y.A. Thich Nhat Hanh:
Diterjemahkan oleh: Jimmy Lominto


Suatu siang Sariputta dan Moggallana membawa seorang sahabat, petapa Dighanakha, datang menemui Buddha. Dighanakha sama termasyurnya seperti Sanjaya. Dia juga merupakan paman Sariputta. Ketika dia mengetahui keponakannya telah menjadi murid Buddha, ia menjadi ingin tahu ajaran Buddha. Sewaktu dia meminta Sariputta dan Moggallana untuk menjelaskan ajaran kepadanya, mereka menyarankannya untuk langsung bertemu dengan Buddha saja.

Dighanakha bertanya kepada Buddha, "Gotama, apakah ajaranmu? Apa saja doktrinmu? Kalau aku sendiri, aku tidak menyukai semua doktrin dan teori. Aku tidak mempercayai semuanya itu.

Buddha tersenyum dan bertanya, "Apakah engkau mempercayai doktrin untuk tidak mengikuti doktrin apa pun itu yang merupakan doktrinmu sendiri itu?. Apakah engkau meyakini doktrin tidak mempercayai yang adalah doktrinmu sendiri?"

Agak terperana, Dighanakha menjawab, "Gotama, apakah aku meyakini atau tidak meyakini itu tidaklah penting?"

Dengan lembut Buddha berkata, "Sewaktu seseorang terjerat kepercayaan terhadap suatu doktrin, ia telah kehilangan kebebasannya. Manakala seseorang menjadi dogmatik, ia meyakini dokrin miliknya merupakan satu-satunya kebenaran sedangkan semua doktrin lainnya adalah kesesatan. Berbagai sengketa dan konflik, semuanya itu timbul dari pandangan-pandangan yang sempit. Berbagai sengketa dan konflik akan berkembang tanpa akhir, menyia-nyiakan waktu yang berharga dan kadang bahkan mengakibatkan peperangan. Kemelekatan pada berbagai pandangan merupakan hambatan terbesar di jalur spiritual. Terikat pada pandangan-pandangan sempit, seseorang menjadi sedemikian kusutnya sehingga tak mungkin lagi mengijinkan terbukanya pintu kebenaran.

"Mari kuceritakan engkau sebuah kisah mengenai seorang duda muda yang hidup bersama putranya yang berusia lima tahun. Dia menyayangi putranya melebihi jiwanya sendiri. Suatu hari dia meninggalkan putranya di rumah sementara ia keluar berniaga. Tatkala dia pergi, datanglah segerombolan perampok yang merampok dan membumihanguskan seluruh desa. Mereka menyandera putranya. Tatkala pria itu kembali ke rumah, ia menemukan sesosok jenasah anak kecil yang hangus terbakar terbujur di samping rumahnya. Dia mengira jenasah itu adalah putranya sendiri. Dia menjerit tangis dalam duka lalu mengkremasikan sisa jenasah itu. Karena teramat sangat mengasihi putranya, maka ia pun menyimpan abu jenasah itu ke dalam sebuah kantong yang selalu dibawanya serta kemana pun ia pergi. Beberapa bulan kemudian, putranya berhasil melarikan diri dari tawanan para perampok dan kembali ke rumah. Dia tiba di tengah malam lalu mengetuk-ngetuk pintu rumah. Pada momen itu, sang ayah sedang memeluk erat-erat kantung abu sambil menangis tersedu-sedu. Dia menolak membukakan pintu rumah meskipun anak itu telah meneriakkan bahwa dirinya adalah putranya. Dia meyakini putranya telah mati dan anak yang sedang menggedor-gedor pintu itu adalah anak di lingkungan sekitar yang sedang mengejek kesedihannya. Akhirnya putranya tak ada pilihan lain kecuali pergi sendirian. Dengan demikian ayah dan anak itu saling kehilangan satu dengan lainnya untuk seterusnya.

"Engkau lihat sahabatku, jika kita melekat pada suatu kepercayaan dan menganggapnya sebagai kebenaran yang mutlak, suatu hari akan kita temukan diri kita berada dalam situasi yang serupa dengan duda muda tersebut. Berpikir bahwa kita telah memiliki kebenaran, kita tak mampu lagi membuka pikiran kita untuk menerima kebenaran, bahkan di kala kebenaran sedang menggedor-gedor pintu kita."

Dighanakha bertanya, "Tapi, bagaimana dengan ajaranmu sendiri? Jika seseorang mengikuti ajaranmu akankah ia terjerat ke dalam pandangan-pandangan sempit?"

"Ajaranku bukanlah suatu doktrin atau filosofi. Ajaranku bukanlah hasil pemikiran diskursif ataupun rekayasa mental seperti berbagai filosofi yang telah merasa puas bahwa esensi fundamental alam semesta adalah api, air, tanah, ataupun roh, atau bahwa alam semesta tidaklah terbatas atau tanpa batas, bersifat sementara ataupun kekal. Rekayasa mental dan pemikiran diskursif mengenai kebenaran bagaikan semut-semut yang berjalan mengelilingi bibir mangkuk--mereka tak akan pernah sampai ke mana-mana. Ajaranku bukanlah suatu filosofi. Ajaranku merupakan hasil pengalaman langsung. Hal-hal yang kukemukakan berasal dari pengalamanku sendiri. Engkau dapat mengkonfirmasikan semuanya melalui pengalaman langsungmu sendiri. Aku mengajarkan bahwa segala sesuatu tidaklah kekal dan tanpa diri yang terpisah. Ini telah kupelajari dari pengalaman langsungku sendiri. Engkau juga bisa. Aku mengajarkan bahwa segala sesuatu tergantung pada segala sesuatu lainnya untuk muncul, berkembang, lalu menghilang. Tak ada sesuatu pun yang diciptakan dari satu sumber yang tunggal dan orisinil. Secara pribadi aku telah mengalami kebenaran ini dan engkau pun juga bisa. Tujuanku bukanlah untuk menjelaskan alam semesta melainkan membantu memandu orang-orang lain untuk mendapatkan pengalaman langsung akan realita. Kata-kata tak mampu melukiskan realita. Hanya pengalaman langsung yang memungkinkan kita untuk melihat wajah sejati realita."

Dighanakha berseru, "Menakjubkan, sungguh menakjubkan, Gotama! Tapi, bagaimana jika seseorang menangkap ajaranmu sebagai suatu dogma?"

Buddha terdiam sejenak lalu mengangguk-anggukkan kepala. "Dighanakha, ini sungguh suatu pertanyaan yang sangat baik. Ajaranku bukanlah suatu dogma ataupun doktrin, namun, tak diragukan lagi akan ada orang yang menangkapnya demikian. Aku harus menegaskan secara jelas bahwa ajaranku adalah suatu metode untuk mengalami realita bukan realita itu sendiri, seperti jari telunjuk yang sedang menunjuk ke rembulan, bukanlah rembulan itu sendiri. Seseorang yang cerdas menggunakan jari telunjuk untuk melihat rembulan. Seseorang yang hanya melihat jari telunjuk dan mengiranya sebagai rembulan tak akan pernah melihat rembulan yang sebenarnya. Ajaranku adalah cara-cara untuk berlatih, bukan sesuatu untuk dipegangi erat-erat atau disembah-sembah. Ajaranku bagaikan sebuah rakit untuk menyeberangi sungai. Hanya orang bodoh yang akan memanggul rakit setelah ia berhasil tiba di tepi seberang, pantai pembebasan."


morpheus:
ps: validitas cerita diatas berasal dari buddha sendiri harus dikritisi, tapi isinya patut direnungkan...
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline sefung

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 189
  • Reputasi: 4
  • ajaran ini sangat sederhana tp sulit dipahami
Re: Jari Telunjuk Bukanlah Sang Rembulan
« Reply #1 on: 23 August 2007, 03:29:09 PM »
bagus sekali !!!
nice posting
kalau dah sepi ,dah malam direnungkan  ^:)^
memuliakan agama sendiri dengan merendahkan agama yg lain, justru mencoreng agamanya sendiri

Offline Muten Roshi

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 366
  • Reputasi: 2
  • http://en.wikipedia.org/wiki/Muten-R%C3%B4shi
Re: Jari Telunjuk Bukanlah Sang Rembulan
« Reply #2 on: 23 August 2007, 03:36:58 PM »
 [at] morph
wah bagaimana nih dengan iman dalam agama Buddha..? Budhist belief ..?

Quote

Dighanakha berseru, "Menakjubkan, sungguh menakjubkan, Gotama! Tapi, bagaimana jika seseorang menangkap ajaranmu sebagai suatu dogma?"

Buddha terdiam sejenak lalu mengangguk-anggukkan kepala. "Dighanakha, ini sungguh suatu pertanyaan yang sangat baik. Ajaranku bukanlah suatu dogma ataupun doktrin, namun, tak diragukan lagi akan ada orang yang menangkapnya demikian. Aku harus menegaskan secara jelas bahwa ajaranku adalah suatu metode untuk mengalami realita bukan realita itu sendiri, seperti jari telunjuk yang sedang menunjuk ke rembulan, bukanlah rembulan itu sendiri. Seseorang yang cerdas menggunakan jari telunjuk untuk melihat rembulan. Seseorang yang hanya melihat jari telunjuk dan mengiranya sebagai rembulan tak akan pernah melihat rembulan yang sebenarnya. Ajaranku adalah cara-cara untuk berlatih, bukan sesuatu untuk dipegangi erat-erat atau disembah-sembah. Ajaranku bagaikan sebuah rakit untuk menyeberangi sungai. Hanya orang bodoh yang akan memanggul rakit setelah ia berhasil tiba di tepi seberang, pantai pembebasan."

ajaran Buddha memang bukan dogma, karena harus dibuktikan sendiri. itu sih asiknya beragama Buddha.. ;)  tetapi cara untuk membuktikan ajaran itu juga merupakan suatu belief....

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Jari Telunjuk Bukanlah Sang Rembulan
« Reply #3 on: 23 August 2007, 04:38:32 PM »
ajaran Buddha memang bukan dogma, karena harus dibuktikan sendiri. itu sih asiknya beragama Buddha.. ;)  tetapi cara untuk membuktikan ajaran itu juga merupakan suatu belief....
dalam hal ini anda keliru, bang...

bedakan antara kepercayaan buddhis dengan dhamma...
yg dimaksudkan dalam artikel ini adalah dhamma, bukan kepercayaan buddhis...

tavatimsa, tusita, dsbnya itu adalah belief...
4 kebenaran mulia itu adalah rumusan dhamma hasil direct knowledge buddha yg diperlukan untuk berlatih...

cara2 berlatih yg diberikan buddha bukanlah belief...
cara2 berlatih tersebut merupakan blue print direct knowledge buddha...
kalo anda merasa cara2 berlatih tersebut tidak membawa anda kemana2 dan tidak membawa manfaat, anda bisa tinggalkan semua pedoman tersebut...
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline Muten Roshi

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 366
  • Reputasi: 2
  • http://en.wikipedia.org/wiki/Muten-R%C3%B4shi
Re: Jari Telunjuk Bukanlah Sang Rembulan
« Reply #4 on: 23 August 2007, 07:49:35 PM »
 [at] morph
gimana nih seharusnya sebagai budhist menyikapi belief?
kalau cara" berlatih gimana tanpa mengandalkan belief.? misalnya tentang adanya tavatimsa, tusita, neraka, hukum karma, nibbana, .. dlll..?

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Jari Telunjuk Bukanlah Sang Rembulan
« Reply #5 on: 23 August 2007, 08:42:48 PM »
gimana nih seharusnya sebagai budhist menyikapi belief?
kalau cara" berlatih gimana tanpa mengandalkan belief.? misalnya tentang adanya tavatimsa, tusita, neraka, hukum karma, nibbana, .. dlll..?
gimana caranya berlatih dhamma tanpa belief?
gampang sekali bang.

semuanya ada di sini *nunjuk idung sendiri*
laboratoriumnya semuanya komplit ada di diri masing2...

gak perlu punya belief untuk memperhatikan keluar masuk nafas kan? orang atheis atau agnostikpun bisa merasakan damainya pikiran yg tenang dan tajam. non-buddhispun bisa melihat dengan jelas di dalam dirinya sendiri betapa menderitanya membenci dan serakah. gak perlu percaya tavatimsa untuk melihat kemelekatan dan keinginan itu membawa kita jauh dari kebahagiaan. gak perlu sarjana buddhis untuk melihat ke dalam diri, melihat terus berubahnya pikiran dan perasaan kita, mempermainkan kita seperti cacing kepanasan. gak perlu tau teori psikologi buddhis untuk melihat dan mengalami dengan jelas, damainya dan nikmatnya melepas...

di dalam diri sendiri, kita melihat 4 kebenaran mulia dengan sangat jelas...

menurut saya (yg lain mungkin gak setuju), sementara waktu, kita ignore aja lah belief2 (ataupun teori2 yg hanya bisa dijadikan belief, karena blom bisa membuktikannya sendiri) yg ada, menjadi agnostik terhadap belief2 itu karena kita belum membuktikannya sendiri. saat kita membuktikannya sendiri, maka belief itu berubah nama menjadi knowledge.

bicara ttg ini, saya jadi inget cerita seorang terpelajar buddhis kelas wahid yg datang mengunjungi ajahn chah. si nyonya bertanya mengenai kondisi2 psikologi buddhis yg rumit dan lain2 hal yg susah dipahami. ajahn chah menjawab, "nyonya, ibarat berada di kandang ayam, anda sekarang sedang memunguti tai2nya ketimbang mengambil telornya..."
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Jari Telunjuk Bukanlah Sang Rembulan
« Reply #6 on: 23 August 2007, 08:51:37 PM »
Quote
menurut saya (yg lain mungkin gak setuju), sementara waktu
[-X no no no. you salah. Saya setoedjoe banget.   8) :>-
There is no place like 127.0.0.1

Offline Muten Roshi

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 366
  • Reputasi: 2
  • http://en.wikipedia.org/wiki/Muten-R%C3%B4shi
Re: Jari Telunjuk Bukanlah Sang Rembulan
« Reply #7 on: 24 August 2007, 12:14:20 PM »
 kalau di ignore dulu kan lama" kisah tentang 31 alam kehidupan itu jadi dongeng aja dong, kayak kitab jataka   :-?  ???


Quote
menurut saya (yg lain mungkin gak setuju), sementara waktu, kita ignore aja lah belief2 (ataupun teori2 yg hanya bisa dijadikan belief, karena blom bisa membuktikannya sendiri) yg ada, menjadi agnostik terhadap belief2 itu karena kita belum membuktikannya sendiri. saat kita membuktikannya sendiri, maka belief itu berubah nama menjadi knowledge.

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Jari Telunjuk Bukanlah Sang Rembulan
« Reply #8 on: 24 August 2007, 12:29:39 PM »
bedanya 31 alam kehidupan masih bisa dengan abinna, nah pakai abinna sendiri ujung awal itu tidak bisa ditemukan....
Wasting time gitu loh
There is no place like 127.0.0.1

Offline ENCARTA

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 797
  • Reputasi: 21
  • Gender: Male
  • love letters 1945
Re: Jari Telunjuk Bukanlah Sang Rembulan
« Reply #9 on: 09 March 2009, 12:08:02 AM »
Quote
bicara ttg ini, saya jadi inget cerita seorang terpelajar buddhis kelas wahid yg datang mengunjungi ajahn chah. si nyonya bertanya mengenai kondisi2 psikologi buddhis yg rumit dan lain2 hal yg susah dipahami. ajahn chah menjawab, "nyonya, ibarat berada di kandang ayam, anda sekarang sedang memunguti tai2nya ketimbang mengambil telornya..."

^:)^ ^:)^

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Jari Telunjuk Bukanlah Sang Rembulan
« Reply #10 on: 09 March 2009, 06:58:04 AM »
Maksud Bro Morpheus, belief2 itu harus dibuktikan sendiri baru bisa menjadi suatu knowledge, sedangkan 'cara' untuk membuktikan dari belief menjadi knowledge sudah ditunjukkan oleh Sang Buddha.
dan setiap manusia punya potensi untuk membuktikan sendiri belief2 itu.
maksudnya begitu ya bro Morpheus ?

 _/\_
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
Re: Jari Telunjuk Bukanlah Sang Rembulan
« Reply #11 on: 10 March 2009, 10:57:24 AM »
mmm... ini thread lama banget, dibikin waktu dinosaurus masih menguasai bumi hehehe...

ya tul, bang adi.
kalo blom apa2 kita berpegang pada belief, mungkin kita membutakan diri pada hal2 lain yg mungkin saya penting.

ibaratnya perjalanan mencari harta karun, kita sudah terpaku pada belief kotak kayu tua di puncak gunung. kita membutakan diri dan lupa mengamati kiri kanan jalan, ada pohon berbentuk unik, ada binatang lucu, ada emas permata, indahnya lereng gunung, indahnya kabut seputih kapas...

prinsip saya, nikmati saja perjalanannya, amati aja kiri kanan jalan daripada memimpikan puncak gunung yg blom pernah kita liat...

puncak gunung itu hanyalah ide.
kiri kanan jalan itu realita.
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline 7 Tails

  • Sebelumnya RAIN
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 864
  • Reputasi: 24
  • Gender: Male
Re: Jari Telunjuk Bukanlah Sang Rembulan
« Reply #12 on: 10 March 2009, 11:05:44 AM »
bergitu menyejukkan.. seperti lagi dipantai
ah... segar... :))
korban keganasan

Offline hatRed

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.400
  • Reputasi: 138
  • step at the right place to be light
Re: Jari Telunjuk Bukanlah Sang Rembulan
« Reply #13 on: 10 March 2009, 11:09:55 AM »
semuanya berawal dari pertanyaan

"Untuk apa hidup ini?"

lalu, timbul ketidakpuasan atas cara sang Buddha karena tidak ada belief dalam metode memuaskan diri dengan cara melepas ketidakpuasan.

Apakah taraf kebenaran Gotama masih dalam tingkat "What if" ?
i'm just a mammal with troubled soul



Offline Reenzia

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.199
  • Reputasi: 50
  • Gender: Female
  • The Wisdom ~
Re: Jari Telunjuk Bukanlah Sang Rembulan
« Reply #14 on: 10 March 2009, 11:21:41 AM »
bro morpheus, saia minta ijin copas artikel diatas donk buat dipasang di blog  _/\_