//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: [ask] ADI BUDDHA  (Read 31810 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: [ask] ADI BUDDHA
« Reply #60 on: 18 September 2007, 07:08:22 PM »
ikutan ah ;D

1. Apakah nibbana itu ada (exist) atau tidak ada (non-exist)? Tidak keduanya.
2. Apakah anupadisesa nibbana itu berarti padam keseluruhan agregatnya termasuk kesadarannnya (vijnana)?   Yes
3. Apakah "aku" itu real?  nope
There is no place like 127.0.0.1

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: [ask] ADI BUDDHA
« Reply #61 on: 18 September 2007, 07:15:56 PM »
Bro Suchamda,

Anumodana atas penjelasannya.

Penjelasan ini sekaligus merupakan penegasan bagi saya, karena sewaktu mendapat penjelasan tentang Adi Buddha dulu di KDAB vihara, saya langsung mengaitkannya dengan Nibbana dan pembawa materi men-iyakannya, meskipun tidak secara tegas (rada mengambang). Sehingga saya masih sedikit sangsi.

Dengan demikian, jika Adi Buddha adalah Nibbana, sesungguhnya lebih tepat jika dikatakan Nibbana adalah Tuhan dalam agama Buddha, ketimbang menambah istilah baru "Adi Buddha". Kenapa demikian? Karena -seperti yg dijelaskan oleh Bro Suchamda- orang seringkali salah persepsi tentang nibbana ini, nibbana paling banyak diyakini sebagai "suatu tempat".
Jika dijelaskan bahwa nibbana itu adalah konsep ketuhanan dalam agama buddha, maka minimal imaginasi bahwa nibbana itu adalah suatu tempat otomatis akan gugur.

Apalagi dari penjelasan tadi, katanya, untuk penggambaran Adi Buddha ini telah disertai visualisasi dalam lukisan2 Buddha Samantabhadra atau Buddha Vajradhara. Apa nggak bertambah runyam tuh?
Jadinya konsep Nibbana yg benar semakin bertambah jauh, malah beralih ke personifikasi....  :(

Maaf, ini hanya sekedar pendapat pribadi saya... karena para pemikir dulu pasti telah mempertimbangkan masak2 untuk menggunakan istilah ini.

Kenyataannya, pembahasan Adi Buddha kali ini sedikit banyak telah memperkaya pemahaman saya tentang konsep Nibbana itu sendiri.

 _/\_

::



Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline lim

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 113
  • Reputasi: 4
  • Gender: Male
Re: [ask] ADI BUDDHA
« Reply #62 on: 18 September 2007, 08:09:12 PM »
ikutan ah ;D

1. Apakah nibbana itu ada (exist) atau tidak ada (non-exist)? Tidak keduanya.
2. Apakah anupadisesa nibbana itu berarti padam keseluruhan agregatnya termasuk kesadarannnya (vijnana)?   Yes
3. Apakah "aku" itu real?  nope
berhubung masih dangkal, cetek n keruh aku ngikut suhu medho aja ahh  ;D

Offline El Sol

  • Sebelumnya: El Sol
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.752
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: [ask] ADI BUDDHA
« Reply #63 on: 18 September 2007, 08:31:46 PM »
Quote
1. Nibbana khan hilangnya Dosa, Lobha dan Moha..apakah itu Tuhan? pada saat kita hilang Lobha, Dosa dan Moha apakah proses itu dipanggil Tuhan? kalo bukan..bukankah berarti konsep Adi Buddha itu gk seharusnya dipanggil Nibbana..karena 2 konsep tersebut sangat2 berbeda

Siapa yang menyatakan Adi Buddha itu Tuhan??

Quote
2.mencapai Nibbana itu yg padam cuma 3..Dosa, lobha dan moha..karena yg 3 ini padam maka muncullah ketengan batin..ketenangan batin itulah Nibbana yg sesungguhnya...

Apakah padam itu berarti lenyap semuanya? Ketenangan batin itu exist atau tidak exist?

Quote
3.setiap barang mana ada seh intinya..bahkan kosong ajah gk ada inti..kalo gk ada inti mana bisa dipanggil real? kalo kt tidak berinti..seharusnya kita tidak ada pencipta..karena pencipta sendiri juga tidak berinti..

Siapa yang mengatakan adanya konsep penciptaan??

Untuk anda dik Elsol:
Sebuah diskusi / dialog itu hendaknya dilakukan dengan menyimak baik2 maksud lawan bicara, bukan membuat asumsi2 sendiri ataupun menebak2 secara salah. Kalau anda tidak paham, katakan saja tidak paham.
1. katane Adi Buddha itu tuhan bagi loe pade..tapi konsepnya beda ama agama laen...bukanne gtu?

2.padam berarti lenyapnya ketiga lobha dosa dan moha..ketenangan batin itu sebenarnya gk ada..tapi kita labelkan dia dengan nama "ketenangan batin" seperti kita melabelkan setiap kombinasi...

3.gk ada yg bilank...gw cuma nambahin ajah...
« Last Edit: 18 September 2007, 08:33:25 PM by El Sol »

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: [ask] ADI BUDDHA
« Reply #64 on: 18 September 2007, 08:52:01 PM »
ini saya kutip dari DAWAI edisi 46
apa maksud Sdr Suchamda ini???

‘tuhan’ sebagai tujuan akhir
Agama Buddha boleh-boleh saja dikatakan atheis
karena jika melihatnya hanya dari sudut pandang
personal, agama Buddha memang tidak ber-’tuhan’.
Karena jelas-jelas agama Buddha memegang teguh
konsep anatta (doktrin tiada inti diri/aku/jiwa yang
kekal) yang merupakan salah satu bagian penting
dari 3 corak umum yang universal (tilakkhana). Jika
melihat definisi Tuhan dari sudut pandang
impersonal (bukan pribadi), maka dalam ajaran
Buddha terdapat Nibbana yang bisa disamakan
dengan konsep Tuhan karena Nibbana adalah tujuan
yang tertinggi dan termulia yang ingin dicapai oleh
seorang penganut ajaran Buddha. Tujuan akhir dari
kita belajar, memperdalam pemahaman tentang
Dhamma Sang Buddha, dan memraktekkannya pun
sesungguhnya karena kita menginginkan kebebasan
yang mutlak, menuju pada pencapaian pencerahan
yang tertinggi, yaitu Nibbana. Sama halnya dengan
pandangan umum agama lain yang ingin mencapai
atau berada di sisi ‘tuhannya’ setelah meninggal
(tujuan akhirnya). Inilah sebabnya kita bisa
menggunakan konsep Nibbana untuk mendefinisikan
Tuhan dalam agama Buddha karena peranannya
sebagai tujuan akhir, sama dengan peranan tuhan
dalam agama-agama lainnya.

hakekat ketuhanan
Dengan mengetahui bahwa tuhan dalam agama
Buddha sesungguhnya tujuan akhir yang perlu kita
capai sebagai pemeluk ajaran Buddha, maka
merupakan sesuatu yang mutlak bagi kita untuk
mengenali bagaimana hakekat ketuhanan (sifat-sifat
tuhan) itu sendiri. Adapun hakekat ketuhanan dalam
agama Buddha adalah tidak berkondisi dan terbebas
dari Lobha, Dosa, dan Moha. Karena tidak berkondisi
dan terbebas dari Lobha, Dosa, dan Moha, maka sifatsifat
tuhan adalah mahaesa, karena hanya satusatunya,
dan mahasuci, karena terbebas dari Lobha,
Dosa, dan Moha.
Karena itu, tuhan bisa dikatakan
bersifat impersonal (bukan pribadi),
yaitu memahami yang mutlak/tuhan
sebagai anthropomorphisme (tidak
dalam ukuran bentuk manusia) dan
anthropopatisme (tidak dalam
ukuran perasaan manusia). Jika
masih berpandangan bahwa tuhan
bersifat tidak impersonal, maka
berarti masih berkondisi, yang
berarti masih ada dukkha. Dengan
demikian, bisa timbul pandangan
bahwa ”tuhan dapat disalahkan”,
sehingga kita tidak dapat
mendudukkan tuhan dalam proporsi
yang sebenarnya dan mengaburkan
kembali pandangan yang semula
bahwa ‘tuhan’ adalah yang tertinggi,
mahasuci, mahaesa, mahatahu, dsb.
Yang mutlak (tuhan) dalam agama
Buddha tidaklah dipandang sebagai
sesuatu pribadi (puggala adhitthana),
yang kepadanya umat Buddha
memanjatkan doa dan
menggantungkan hidupnya. Agama
Buddha mengajarkan
bahwa nasib, penderitaan dan
keberuntungan manusia adalah hasil
dari perbuatannya sendiri di masa
lampau, sesuai dengan hukum
kamma yang merupakan satu aspek
Dhamma.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: [ask] ADI BUDDHA
« Reply #65 on: 18 September 2007, 08:58:50 PM »
Anda benar sdr Willibordus.
Memang dari sudut pandang awam , kita melihat bahwa pemaparan konsep Adi Buddha itu tidak bermanfaat dan justru mengaburkan pengertian tentang nibbana. Apalagi memberi sebuah kemungkinan pandangan salah tentang penyembahan karena masalah personifikasi tersebut.
Tapi ada baiknya saudara juga memahami masalah ini dari sudut proses sejarah dan problematika kemelekatan batin seseorang kala berproses menuju nibbana. Untuk kemudahan pembahasan di selanjutnya, ini saya namakan sebagai "Path Problem".

Dari sudut pandang absolut, maka sebetulnya semuanya adalah sunya, tidak memiliki inherent-existence, not really exist, dan tidak memiliki esensi. Orang tercerahkan (tahap fruition) akan melihatnya demikian.
Tapi kita orang awam, hanya bisa melihat dari sudut pandang Path. Karena dari sudut pandang Path inilah maka digunakan konsep2, metode2, dsb.

Pada intinya, ajaran asli Sang Buddha --menurut saya-- cukuplah hanya Vipassana.
Tapi apakah mungkin seseorang mendapat nyana-nyana dalam vipassana bila tidak melalui tahapan2 kesucian tertentu?
Seperti kita ketahui bahwa untuk bisa mendapat Citta Visudhi (kemurnian batin) seseorang harus memenuhi tahap Sila Visuddhi (kemurnian sila) terlebih dahulu.
Oleh karena itu, maka dibuatlah serangkaian sila, definisi2 dan juga discourse2 tentang kebajikan dan bahaya berbuat amoral.
Tapi untuk bisa menjalankan proses penggemblengan perilaku tersebut seseorang pada awalnya membutuhkan motivasi. Nah, motivasi itu ditumbuhkan dari keyakinan. Oleh karena itulah maka segala macam mitologi dan kepercayaan Buddhist (buddhist belief) diciptakan. Orang2 tertentu mungkin tidak tertarik belajar Dharma kalau tidak ditakut2i oleh hukuman neraka (misalnya).

Bila anda memahami hal ini, maka Path itu sendiri sebetulnya adalah merupakan upaya kausalya (skillful means) Sang Buddha untuk membawa orang pada tahap transformasi yang lebih tinggi. Pemahaman tiap orang dalam tiap tahapnya memiliki caranya masing-masing. Hal inilah yang harus anda pahami. Hal ini pulalah yang menyebabkan mengapa ajaran Sang Buddha berkembang sesudah Beliau parinibbana menjadi bermacam-macam konsep / aliran.

Pada dasarnya, pencapaian sang Buddha yang tertinggi itu adalah kala Beliau terbebaskan sempurna dari konsep-konsep. Kesanalah sebetulnya kita dan semua buddhist mengarahkan tujuannya.
Saya permisalkan begini: bila orang tersebut berjalan terlalu ke kanan, maka dibuatlah ajaran agar dia berjalan lebih ke kiri. Tapi karena melekat pada 'kiri' maka orang itu berjalan terlalu kiri, maka untuk itu dibuatlah ajaran agar dia lebih ke kanan sedikit. Sedemikian seterusnya pengarahan itu hingga ia bisa berjalan stabil di tengah , tidak kanan dan tidak kiri. Oleh karena itulah maka kita kenal ajaran Sang Buddha adalah Jalan Tengah.

Ajaran2 yang mengarahkan agar orang berjalan ke kanan atau ke kiri itulah Path.

Sekarang kita lihat kronologi sejarahnya (yg sebetulnya merupakan representasi kronologi proses perjalanan spiritual dalam diri seorang individu juga).


Level 0
Seseorang hidup keduniawian. Penuh nafsu keserakahan, kebencian dan kenikmatan inderawi. Ini adalah ekstrim yang ke-1.

Level 1
Ia mulai menjalankan hidup sesuai petunjuk. Ia menekan nafsu2 badaniahnya dengan sangat kuat. Ia menyiksa diri. Menganggap badan ini sumber penderitaan. Ini adalah ekstrim yang ke-2.

Level 2
Ia mulai bisa menyimak jalan tengah : tidak terlalu meyiksa diri, tapi juga tidak mengumbar nafsu.
Anggaplah pada tahap ini ia menjalankan ajaran2 dalam doktrin Path tersebut.
Meskipun ia menjadi seorang yang tekun dan patuh terhadap doktrin, akan tetapi makin lama ia menjadi fanatik dan semakin melekat pada doktrin tersebut. Yang ia cari adalah pembebasan, tapi ia tidak bisa terlepaskan dari jerat doktrin itu.

Level 3
Disini ia mulai menjalankan latihan vipassana sampai pada akhirnya ia melihat bahwa segala fenomena adalah bentukan. Ia mulai terlepas dari konsep2 doktrin. Disini ia mulai melihat bahwa "aku" pun merupakan fenomena bentukan dari kinerja interaktif pancakandha. Singkat cerita ia sampai merealisasi ketanpa akuan.

Menurut konsep Hinayana*, maka di tahap ini maka ia bisa melihat semua bentukan adalah terdiri dari komponen2 terkecil dari rupa (4 unsur), vedana (perasaan), sanna (persepsi), sankhara (bentukan mental) dan vinnana (kesadaran). Ia melihat komponen2 itu bekerja dalam cakupan hukum Paticcasamupada (Dependent Origination). Disitu ia melihat hukum kausalitas. Disitu ia melihat adanya Dukkha, Anicca dan Anatta.

Tapi bagi orang2 yang kemudian hari diberi label 'Mahayana', hal itu masih belum cukup karena ia masih melihat bahwa komponen2 terkecil itu masih "ada" / really exist. Walaupun ia melihat bahwa feonemana agregat merupakan bentukan / kombinasi, akan tetapi ada yang dinamakan "Rupa" (fisik) dan ada yang dinamakan "Nama" (batin).

Sekelompok orang tercerahkan di masa itu merasa tidak puas dengan pencapaian semacam itu.
Terlepas dari apakah yang ia renungkan itu berasal dari tokoh sejarah Siddharta Gautama ataukah bukan, tapi orang2 tersebut mengatakan bahwa realisasi seperti itu masih belum sempurna.
Oleh karena itu muncullah level ke-4.

Level 4
Orang2 tercerahkan pada level 4 ini mengatakan bahwa "Rupa" pun sebenarnya adalah bentukan batin. Segala sesuatu fenomena yang ada dan seakan real ini sebetulnya adalah bentukan batin / Mind.
Nah, orang golongan ini disebut golongan Chittamatrin (Mind Only school).

Level 5
Orang2 yang mempelajari Chittamatrin dan kemudian melanjutkan meditasinya hingga taraf lebih tinggi , lama-lama menyadari bahwa fenomena Mind itu pun sebenarnya adalah fenomena bentukan / kombinasi. Apa yang disebut "Mind" itu pun sebetulnya adalah karena kemelekatan konsep yang halus sekali. Mereka merealisasi bahwa pada hakikatnya semua fenomena itu adalah sunya / emptiness. Mind itu adalah ilusi. Hukum sebab-akibat pun adalah ilusi. Hukum karma pun adalah ilusi. Tidak ada satu fenomena pun yang memiliki inherent existence. Tidak ada sesuatu apapun yang harus dilekati. Disitulah jalur pembebasan yang ultimate menurut mereka.

Golongan ini diwakili oleh kelompok school yang disebut Madhyamaka / Middle Way School. Mereka disebut sebagai Middle Way karena pada hakikatnya tidak berada ekstrim kanan maupun ekstrim kiri, pun tidak ekstrim di tengah. Pada hakikatnya, filosofi ini merefute (membantah) setiap pernyataan lawannya.
Mereka sendiri mengatakan bahwa diri mereka tidak memiliki satu pandangan apa pun. Yang mereka lakukan adalah hanya membantah setiap pandangan yang ada.

Mereka membuat berbagai macam refutation (bantahan) tentang emptiness dari berbagai macam aliran/sekte agama buddha yg ada di masa itu, sehingga --kalau tidak salah-- dikenal adanya 108 jenis emptiness. Pada hakikatnya mereka tidak memiliki pandangan apapun.

Level 6
Meskipun demikian, ada orang2 tertentu yang terus bermeditasi menyelidiki sifat2 batinnya ini yang akhirnya menyadari bahwa orang2 madhyamaka karena terbiasa menegasikan segala sesuatu maka mereka menjadi melekat dengan penegasian itu : adanya kemelekatan pada ketidak melekatan walaupun sangat sangat halus sekali. Dalam meditasinya yg terdalam karena mereka sudah terbiasa menolak setiap bentukan mental, maka manakala mereka mencapai tataran Kebuddhaan, kebuddhaan itupun ditolaknya.
Orang2 di level 6 ini pun menyadari bahwa bila orang yg belajar Madhyamaka ini apabila tidak disertai dengan kebijaksanaan meditatif (bhavana maya panna) maka mudah terjebak pada paham nihilisme.

Padahal, didalam meditasi taraf realisasi yang sangat tinggi ini (saya sendiri tidak bisa membayangkan), katanya bukan kekosongan atau blankness. Tapi disitu kita bisa merasakan sifat kecerahan (luminosity) yang tak terpisahkan dengan emptiness. Walaupun disitu sudah tidak ada apa-apa lagi, tidak ada kemelekatan terhadap konsep sehalus apa pun, tetapi disitu bukan berarti tidak ada apa-apanya atau blank (tak sadar), melainkan ada suatu sifat kecerahan batin yang menyadari segala sesuatu secara spontan. Meskipun demikian, kondisi ini tidak memiliki inherent existence. Kondisi ini tidak memiliki eksistensi dan substansi, tapi ada esensinya. Sifat-sifat inilah yang disebut Buddha Nature.

Karena realisasi mereka mencapai tahap hingga tidak saja bahwa emptiness itu ada pada diri (self) tetapi juga pada fenomena2 diluar diri (others), maka dikatakan bahwa Buddha Nature ini mencakupi segala macam fenomena Dharma. Di tahap ini, dikatakan bahwa mereka itu merealisasi tubuh Dharmakaya, yang mana sebetulnya tidak ada tubuh apapun karena yang ada hanyalah emptiness.

Nah, oleh karena alasan inilah mengapa munculnya konsep pemutaran roda dharma ke-3 yaitu Buddha Nature itu. Tapi untuk menjelaskan kepada umat dan orang awam tentang proses ini adalah tidak mudah, dan tentu membutuhkan kesiapan pengetahuan dan pengalaman dari umat itu sendiri. Oleh karena umat tidak bisa mendapatkan pemahaman secara sebagaimana adanya, maka mereka membuat sebuah penggambaran yang disebut Buddha Vajradhara, atau konsep Adi Buddha ini. Dimana dikatakan bahwa segala macam Buddha dari segala macam jaman sebetulnya adalah satu esensi dan berasal dari Buddha Vajradhara ini. Oleh karena itu disebutlah ia Adi Buddha.


Nah, sdr Willibordus,
Apabila anda menelusuri konteks sejarahnya, mudah2an anda bisa memahami mengapa konsep Buddha Nature ini muncu.
Demikian pula bila anda mempraktekkan vipassana nanti dan melihat fenomena2 batin , silakan anda renungkan sendiri sifat batin anda yang nantinya akan ping pong dari kiri ke kanan, dari kanan ke kiri. Anda akan melihat bahwa penjabaran ajaran Buddha Nature ini akan berguna untuk mengatasi keterjebakan batin anda sendiri nantinya pada pandangan salah tentang nihilisme.
Nah, kita sekarang level-2 aja belum beres-beres, tentu saja ajaran level 6 terasa tidak relevan buat kita, tapi bagi mereka yang berada di level-5, maka butuh sekali pengarahan dari ajaran level 6.

Salam,
Suchamda
« Last Edit: 18 September 2007, 09:18:36 PM by Suchamda »
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline El Sol

  • Sebelumnya: El Sol
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.752
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
Re: [ask] ADI BUDDHA
« Reply #66 on: 18 September 2007, 09:01:04 PM »
atas gw ini kerjaannya nulis yak?  ;D buset deh liat dia nulis...panjang banget...
« Last Edit: 18 September 2007, 09:03:32 PM by El Sol »

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: [ask] ADI BUDDHA
« Reply #67 on: 18 September 2007, 09:09:50 PM »
Semangat bodhicitta aja bro, mumpung ada kesempatan berdana.  ^-^
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: [ask] ADI BUDDHA
« Reply #68 on: 18 September 2007, 09:21:54 PM »
btw bro suchamda, itu versi apa yah ceritanya ?
There is no place like 127.0.0.1

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: [ask] ADI BUDDHA
« Reply #69 on: 18 September 2007, 10:54:16 PM »
ANALOGI MIMPI (...sambungan dari tulisan saya sebelumnya)

Adi Buddha dalam penjelasan di atas, sudah dijelaskan muncul karena sikon historikal dan Path Problem yg ditemui oleh aspiran dalam melatih batinnya.
Path Problem itu berkaitan dengan perenungannya terhadap Emptiness/ Kekosongan. Nah untuk memahami kekosongan itu maka disini saya mencoba untuk memberi gambaran bagaimana pencapaian dari tiap2 filosofi tsb tentang pemahamannya tentang realita dan konsepsi.

Seperti pernah kita dengar dari ceramah2 Dharma bahwa hidup ini adalah bagaikan mimpi belaka. Sebenarnya kondisi kita dalam samsara ini adalah bagaikan mimpi, kita semua bermimpi dalam tidur abadi di samsara ini, sedangkan Sang Buddha adalah orang yang telah terbangunkan (awake).
Oleh karena itulah maka coba simak apa yang bisa kita dapatkan dari pengemukaan analogi mimpi ini.

Level 0
Orang di level ini melihat mimpi2nya sebagai real. Ia ketakutan ketika bermimpi macan, dikejar-kejar pembunuh. Dalam mimpinya ia menangis tersedu-sedu kala bermimpi di tinggal pergi kekasihnya. Dalam mimpi ia tertawa terbahak-bahak melihat hal2 yang menyenangkan, ia bernafsu kala melihat wanita-wanita sexy, dsb. Ia menderita dalam mimpinya.
Sayang sekali, walaupun ia bermimpi tapi ia tak sadar bahwa sedang bermimpi. Dalam mimpinya itu ia diombang-ambingkan oleh gejolak emosi, ambisi2 dan kebencian2 yang disebabkan oleh apa yang terjadi dalam khayalan belaka.

Level 1
Orang di level ini merasa ingin membebaskan diri dari mimpi2nya. Dalam mimpinya ia berusaha terbangun dengan segala macam cara, entah mencubiti dirinya, menjambak2 rambutnya, menarik2 lidahnya, menusuk2 tubuhnya, tapi toh ia tak terbangun juga. Segala kelanjutan dari mimpinya tetap menghampirinya, ia pun tetap memiliki ketakutan, kesedihan, kebencian dan kegembiraan yang terus menerus mengikutinya.

Level 2
Orang di level ini mulai menyadari bahwa dengan menyiksa dirinya pun sebenarnya ia sedang membuat sebuah mimpi buruk dalam mimpinya tanpa pernah terlepas dari jerat mimpi itu. Oleh karena itu ia berusaha menempuh jalan moderasi. Ia mencoba untuk mengatur mimpinya agar sebisa-bisanya bermimpi baik daripada bermimpi buruk. Dalam menghadapi godaan2 mimpinya itu ia pun berhati-hati agar mimpinya tidak berlanjut sebagai mimpi yg lebih buruk. Ia mencoba mempelajari hukum2 / aturan2 dunia impian dimana ia melakukan hal2 yang berakibat baik dan menolak melakukan hal2 yang berakibat tidak baik.

Level 3 Shravaka Approach
Orang ini mulai menyadari bahwa semua itu hanya mimpi belaka. Ia mulai bisa melihat mimpi sebagai mimpi. Oleh karena itu, kala bertemu dengan macan atau dikejar2 pembunuh, ia tidak ketakutan karena tahu itu hanya mimpi. Kala bertemu dengan wanita2 sexy menari2, ia pun tak tergoda karena ia tahu bahwa itupun hanyalah mimpi. Ia menyadari bahwa diri yang menderita dalam mimpi ini hanyalah bentukan dari komponen2 nama dan rupa. Dalam mimpinya ia melihat bahwa macan itu terdiri dari kulit, daging, tulang, darah dsb komponen pembentuknya. Pembunuh-pembunuh yang mengejarnya itu tidak lain terdiri dari pancakandha penyusunnya. Gunung, pohon, meja, kursi, istana2 dsb itu tidak lain adalah bentukan dari materi penyusunnya yang terdiri dari atom2 terkecil. Ia menyadari bahwa yang disebut diri itu tiada lain adalah fenomena bentukan2 dari komponen2 penyusunnya. Ia tidak melekat lagi pada 'aku' tapi masih melihat komponen2 bentukan itu sebagai ada. Ia sudah tidak lagi terganggu oleh mimpi itu (baik mimpi baik atau mimpi buruk) tapi ia masih tetap merasakan sakit sebagai sakit, enak sebagai enak walaupun tidak menderita lagi (secara batin) karena tiada kemelekatan lagi terhadap mimpinya. Walaupun ia masih merasa sakit kala dicubit tetapi ia tidak membiarkan pikirannya berkembang menjadi mimpi2 kebencian yang lebih buruk.

Level 4 Cittamatrin Approach
Orang dalam level ini bermimpi yang sama, tetapi ia menyadari bahwa segala macam impiannya itu tiada lain terbentuk dari substansi pikirannya sendiri. Jadi, macan, pembunuh2, wanita2 sexy , gunung, istana, meja, kursi  dsb tiada lain adalah perwujudan dari substansi pikirannya sendiri. Macan, pembunuh, dll itu tidak ada tapi pikirannya ada. Meskipun demikian, ia tetap mengalami rasa sakit sebagai sakit, senang sebagai senang dari apa yang dihasilkan dari ciptaan pikirannya sendiri itu meskipun ia tidak tergoncang lagi oleh fenomena2 bentukan itu.

Level 5 Madhyamaka Approach
Ia melihat bahwa dalam mimpinya itu sebenarnya semuanya adalah kekosongan. Baik macan, pembunuh, wanita2 sexy itu pun tiada lain adalah kekosongan. Komponen2 pembentuk macan, pancakandha, 4 unsur dasar, bahkan pikirannya sendiri pun itu sebenarnya adalah kekosongan belaka. Walaupun ia bermimpi tentang api, tapi ia menyadari bahwa tiada hakikat dari ke-api-an itu, oleh karena itu, api itu tidak membakar sesuatu apa pun. Demikian juga sebenarnya tiada juga pembunuh, tiada yang mengejar, tiada yang di bunuh. Bahkan mimpinya itu sendiri pun sebenarnya juga adalah kekosongan. Dalam mimpi ini bahkan dia melihat bahwa pikirannya yang berpikir bahwa "ini adalah mimpi" itu pun adalah kekosongan. Segala konsep2 yang sehalus apa pun disingkirkannya. Segala sesuatunya ditinjau dari kebenaran absolut adalah kekosongan, meskipun demikian dalam tataran relatif (mimpi) semua itu memang muncul dalam penampakan yang mengada. Dengan penolakannya terhadap segala sesuatu bentukan mental itu, ia mendapatkan kedamaian.


Level 6 Buddha Nature / Mahamudra Approach
Dalam contoh yang lain maka penekanan ditempatkan pada hakikat ke-ilusi-an dari penampakan mimpi. Dari sudut pandang orang di level 6 ini maka ia menyadari bahwa segala macam fenomena mimpinya itu muncul dari suatu kualitas pikiran dasariah yang mampu mengenali suatu obyek (luminosity). Tapi hakikat dari pikiran itu sendiri sebenarnya adalah kosong. Meskipun demikian, pikiran ini bisa memunculkan mimpi baik maupun mimpi buruk, bahkan melanjutkan impian itu walaupun manakala kita sudah menyadarinya sebagai mimpi belaka. Jadi semua itu terjadi baik disadari maupun tidak disadari. Dengan cara itulah maka hakikat luminosity (Clear Light) dari sifat hakiki pikiran inilah yang menjadi dasar bagi samsara, yaitu manakala kita tidak menyadarinya; atau sebagai nirvana, yaitu manakala kita menyadari hakikat basic nature-nya.
Baik manakala pikiran itu sadar ataupun tidak sadar tentang hakikat basic naturenya itu, nature itu sendiri tidak berubah (nature inilah yg disebut Buddha Nature). Sifatnya adalah kekosongan, baik kekosongan dari bentukan2 imajinasi maupun dari sifat ketergantungan dari yang lain. Meskipun demikian, selama Pikiran Kebijaksanaan (Jnana) yang bersifat non-konseptual dan non-arising ini tidak dikenali, maka seakan2 fenomena ketergantungan (dependent nature) seolah-olah muncul, menciptakan mimpi yang mana membuat seolah-olah ada dunia diri vs dunia luar diri yang berinteraksi dengan inner mind. Dari kebingungan ini maka segala ide tentang diri vs bukan diri, kemelekatan, kebencian, dan segala macam konsep dan gangguan emosional akan terbentuk dalam mimpi itu. Tapi apabila kesadaran tentang hakikat nature itu terbangunkan
maka segala macam impi itu akan terlihat sebagai permainan pikiran belaka, yang walaupun terus berlangsung tetapi tidak menciptakan gejolak emosi / pikiran sama sekali.

------

Mudah2an apa yang saya tuliskan ini dapat dijadikan sebuah bahan pengkajian lebih lanjut tentang mengapa konsep Buddha Nature itu sampai muncul, dan bisa melihat apa perbedaanya dalam hal pengertiannya terhadap emptiness dari masing2 pendekatan itu.

Sori bila kurang jelas, but it is very very hard to write this indeed!!...(phew...)

Salam,
Suchamda
« Last Edit: 19 September 2007, 09:17:37 AM by Suchamda »
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: [ask] ADI BUDDHA
« Reply #70 on: 19 September 2007, 05:23:57 AM »
sepertinya ini hasil pemikiran dan kesimpulan bro suchamda sendiri yah.
???
There is no place like 127.0.0.1

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: [ask] ADI BUDDHA
« Reply #71 on: 19 September 2007, 06:43:35 AM »
Nunggu Bhante Upaseno Ngejelasin....

Masih Gak ngerti Gua ???
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: [ask] ADI BUDDHA
« Reply #72 on: 19 September 2007, 09:13:19 AM »
Quote
sepertinya ini hasil pemikiran dan kesimpulan bro suchamda sendiri yah.

Sulit mengatakannya bro.
Level2 itu adalah upaya kausalya saya untuk menjelaskan. Tapi dasar dari pemikiran ini saya dapatkan dari buku-buku Buddhism terutama dari buku vajrayana. Meskipun demikian , krn saya cross study maka pelajaran yg saya dapatkan bukan berarti tidak di cross-reference dari sumber2 Theravada dan Mahayana yang lainnya.
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Re: [ask] ADI BUDDHA
« Reply #73 on: 19 September 2007, 10:24:13 AM »
Hmmmm....

Pertama-tama, banyak anumodana ke Bro Suchamda yg telah mau repot2 menulis panjang lebar tentang level2 pencerahan plus disambung lagi dengan level2 awakening.

Terus terang, untuk level2 yg tertinggi, belum terbayangkan oleh saya, mungkin untuk saat ini saya hanya bisa mengerti level yg paling sederhana saja, yaitu: pengikisan lobha, dosa, dan moha.

Atau Bro, jangan2 level yg paling sederhana ini adalah inti segala2nya...???

::

Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Re: [ask] ADI BUDDHA
« Reply #74 on: 19 September 2007, 10:45:03 AM »
Quote
Atau Bro, jangan2 level yg paling sederhana ini adalah inti segala2nya...

I dunno.
Saya dapat berkata "maybe". Tapi itu adalah terlalu dini untuk menyimpulkan sesuatu yang kita belum selidiki benar2.

Yang penting saat ini adalah kita praktekkan apa yang bisa kita lakukan. Saya sendiri fokus pada praktek samatha - vipassana. Pembelajaran cross-reference itu sekedar untuk melengkapi dan untuk membantu pengembangan wawasan pluralistik di masyarakat buddhist. Melalui praktek dasar ini, saya rasa perkembangan meditasi kita akan menghasilkan insight2 yang progressive utk menuju pemahaman yg lebih tinggi secara otomatis.

Apa yg saya kemukakan tersebut, sekedar untuk menjawab pertanyaan sehubungan dengan Adi Buddha. Penjabaran yang berlanjut semakin kompleks tersebut adalah untuk membukakan wawasan pembaca, karena saya melihat adanya indikasi sikap keras kepala dari sebagian member yang
- tidak mencoba untuk empati dari sudut pandang realita yg terjadi dalam sejarah.
- berindikasi mereduksi permasalahan Adi Buddha ini secara terlalu simplistik, seakan-akan sekedar politik di masa orba , menyamakan Adi Buddha dengan Tuhan personal yg bersifat atta, dsb.
- tendensi untuk membawa persoalan Adi Buddha ini ke perpecahan sektarianisme.

Saya harap, dengan memahami secara menyeluruh ini, kalian bisa melihat kedalaman dan kekayaan asset buddhism dari berbagai tradisi dan untuk kemudian menghargainya sebagai mana adanya. Pilihan anda dimana akan memfokuskan diri dalam praktek itu adalah urusan anda pribadi. Tetapi dalam wacana kebersamaan sudah selayaknya kita tidak terburu-buru untuk menghakimi, apalagi dari kondisi minimnya pengetahuan kita, baik secara intelektual maupun ekperiensial.
« Last Edit: 19 September 2007, 10:59:00 AM by Suchamda »
"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

 

anything