"Tujuannya adalah sadar"? ... hehehe, 'sadar' jangan dijadikan "tujuan", seperti 'nibbana' adalah tujuan Anda. ... Kalau 'sadar' dijadikan "tujuan", maka Anda tidak akan pernah sadar. ... 'Sadar' itu harus ada SEKARANG, pada SAAT KINI, biarpun hanya sebentar, hanya sementara. ... Dan apa yang 'ada sekarang' tidak bisa dibilang "tujuan".
Pak Hud, kalau saya mengatakan seperti Pak Hud katakan: 'sadar' jangan dijadikan "tujuan", berarti saya berbicara mengenai penerapan ’sadar’ itu sendiri. Dan saat ini saya tidak berbicara mengenai penerapan ’sadar’. Saya hanya menjawab pertanyaan yang bersifat puthujjana dengan pikiran puthujjana. Dan saya pun yakin anda menggunakan pikiran puthujjana dan tidak sedang dalam penerapan ’sadar’ alias sedang berteori. Bahkan sekarang saya meragukan teori anda, Pak Hud. Ketika Pak Hud mengatakan: 'Sadar' itu <b>harus ada</b> SEKARANG, ini menandakan adanya usaha, upaya, ada syarat. Ini bukti bahwa Pak Hud tidak dalam penerapan ’sadar’. Hal ini berbeda dengan teori yang Pak Hud sampaikan di topik MMD.
Terlepas dari itu semua, saya memahami maksud Pak Hud, namun sayang tidak mengena bagi mereka yang masih awam akan hal ini.
Rekan Kelana, Anda tidak mengerti apa artinya 'sadar'. 'Sadar' itu bukan sesuatu yang bisa "diterapkan", tidak ada yang namanya "penerapan sadar"; 'sadar' itu ada atau tidak ada. Orang bisa berbicara dari 'tidak sadar' (berarti menganggap pikirannya, ajaran yang dianutnya, sebagai kebenaran), orang bisa pula berbicara dari 'sadar' (berarti menyadari keterbatasan pikirannya, sehingga tidak melekat kepada pikiran/ajaran)--semua kata-katanya berasal dari keadaan batin yang 'sadar'. Di dalam 'sadar' tidak ada pengertian 'puthujjana' versus 'ariya', suatu dikotomi pikiran yang hanya menghalangi orang untuk 'sadar' pada saat sekarang. Kalau Anda mengaku berbicara sebagai "puthujjana"', maka saya rasa yang Anda maksud adalah Anda mengaku 'tidak sadar'. Saya mengaku berbicara dari 'sadar', karena itu tidak ada lagi dikotomi 'puthujjana' vs 'ariya'; yang ada hanyalah 'sadar' dan 'tidak sadar', sekalipun 'sadar' itu mungkin baru sementara. Anda boleh-boleh saja mengatakan saya "sedang berteori", saya paham sepenuhnya pikiran Anda karena Anda 'tidak sadar'. Anda boleh-boleh saja meragukan "teori saya", yang sebetulnya tidak ada, sehingga keraguan Anda tidak menjadi masalah bagi saya. Kalau Anda melihat bahwa pernyataan saya "sadar itu harus terjadi pada saat sekarang" sebagai adanya "usaha, upaya, syarat", itu bisa dimengerti karena Anda berbicara dari 'tidak sadar', sehingga bagi Anda untuk 'sadar' dari 'tidak sadar' itu perlu "usaha, upaya, syarat", yang sangat sukar. Karena Anda 'tidak sadar', Anda tidak bisa memahami pernyataan saya yang ucapkan dari 'sadar'.
Saya tidak peduli apakah kata-kata saya "mengena" atau "tidak mengena" bagi orang yang Anda katakan "awam" ('tidak sadar'). Saya percaya kata-kata saya bisa dan terbukti efektif seperti siraman air dingin membangunkan orang-orang yang 'tidak sadar' alias "tidur & bermimpi". Di dunia ini ada sedikit orang yang sudah tipis debu yang menutupi matanya; orang-orang inilah yang akan memahami Kebenaran. Kalau Anda memilih mau "bermimpi" terus, silakan saja.
Apa yang Anda katakan itu adalah AJARAN agama Buddha. Jangan dicampuradukkan dengan KEBENARAN. Kebenaran--yang bukan milik Buddha, bukan milik siapa pun--ada di balik 4KM/JMB-8 itu. -- Ketika Sang Buddha mencapai pencerahan, ia melihat apa adanya (yathabhutam nyanadassanam), yaitu KEBENARAN, lalu mengajarkan SESUATU yang kemudian berkembang menjadi agama Buddha dan dikenal sebagai AJARAN 4KM/JMB-8. Tetapi 4KM/JMB-8 itu bukanlah Kebenaran itu. Kebenaran bukanlah rumusannya; karena Kebenaran itu satu dan rumusan kebenaran itu banyak. The word is not the thing. -- Saya pribadi tidak lagi menganut 4KM/JMB-8 sebagai rumusan kebenaran. Saya pribadi merasa lebih cocok dengan sabda Sang Buddha: "Para bhikkhu, saya hanya mengajarkan dukkha dan lenyapnya dukkha." Titik. Tidak ada JMB-8 di situ. Bagi saya, sabda Sang Buddha itu lebih cocok dengan pengalaman vipassana saya; tidak terlalu banyak kata-kata, pikiran digunakan di situ seperti dalam 4KM/JMB-8. -- Bahkan saya lebih cocok lagi dengan sabda Sang Buddha, "Pafra bhikkhu, seperti samudra mempunyai satu rasa yakni rasa asin, begitu pula Dhamma ini mempunyai satu rasa, yakni rasa pembebasan." Dhamma adalah pembebasan, dan pembebasan adalah sadar. Titik. Tidak bertele-tele dengan kata-kata, rumusan, bahasa.
Pertama, dari penjelasan Pak Hud disini, jelas dan menjadi jelas adanya jalan yaitu AJARAN 4KM/JMB-8 apapun yang Pak Hud istilahkan, apakah rumusan, ajaran dll. Benar bahwa Sang Buddha melihat apa adanya (yathabhutam nyanadassanam), yaitu KEBENARAN lalu mengajarkan SESUATU. Sampai sini nampaknya Pak Hud tidak tegas menjelaskan SESUATU itu apa, tapi dalam Dhammacakkapavatana Sutta jelas Sang Buddha menyampaikan 4KM/JMB-8. Pak Hud tidak memiliki alasan untuk menyanggah bahwa yang disampaikan Sang Buddha kepada 5 petapa itu adalah 4KM/JMB-8. Singkatnya Sang Buddha melihat apa adanya (yathabhutam nyanadassanam) KEBENARAN dan menyampaikannya dengan rumusan-rumusan yaitu 4KM/JMB-8. Jadi 4KM/JMB-8 BUKAN ajaran agama Buddha tetapi PERNYATAAN BUDDHA yang kemudian menjadi pondasi agama Buddha.
Ya, saya berhenti pada "Sang Buddha mengajarkan SESUATU setelah melihat Kebenaran itu", karena saya tidak yakin apa sesungguhnya yang diajarkan Sang Buddha dalam Dhammacakkappavattana-sutta itu, yang ditulis orang berabad-abad setelah diucapkan oleh Sang Buddha. Di banyak sutta yang lain, Sang Buddha mengajarkan: "Para bhikkhu, saya mengajarkan dukkha dan lenyapnya dukkha." Itu saja, tidak pake JMB-8. Yang tidak saya yakini adalah JMB-8 itu. Dalam Bahiya-sutta tidak ada JMB-8 itu. Bagi saya, JMB-8 itu bukan ajaran pokok Sang Buddha, tidak peduli apakah itu kemudian menjadi pondasi Agama Buddha. Di sini keyakinan saya berbeda dengan keyakinan Anda. Saya tidak menelan begitu saja semua ajaran agama Buddha.
Kedua, adalah benar bahwa 4KM/JMB-8 bukanlah KEBENARAN SESUNGGUHnya, tetapi ia adalah JALAN. Oleh karena itu sampai saat ini saya tidak pernah mengatakan bahwa 4KM/JMB-8 adalah KEBENARAN itu sendiri. Tetapi di ujung JALAN itulah KEBENARAN itu ada. Tanpa memberikan, menerapkannya pada 4KM/JMB-8 orang tidak akan melihat KEBENARAN SESUNGGUHNYA. Jadi Pak Hud salah sasaran jika menganggap saya mencampuradukan. Jadi tetap bagi saya bahwa ada JALAN, dan jalan inilah yang dipertanyakan dalam thread, bukan masalah KEBENARAN tidak sama dengan 4KM/JMB-8, yang justru menegaskan adanya JALAN karena terpisahnya DHAMMA sebagai KEBENARAN dengan 4KM/JMB-8 sebagai Rumusan/JALAN.
Bagi saya, yang ada hanya KEBENARAN, tidak ada JALAN apa pun ("Jalan Buddha", jalan ini, jalan itu) untuk sampai pada KEBENARAN. Bahiya-sutta & Malunkyaputta-sutta adalah sandaran saya. Intisari Empat Kebenaran Mulia itu sendiri adalah KEBENARAN, kebenaran tentang dukkha dan lenyapnya dukkha. Tapi saya tidak menerima ada JALAN yang bisa dipakai oleh si aku untuk mencapai lenyapnya dukkha itu.
Silakan. Sikap saya sudah jelas dalam thread ini. Kalau sadar itu terjadi pada saat sekarang, tidak ada tujuan di masa depan, dan tidak ada jalan untuk mencapai tujuan itu.
Yup, dengan demikian Pak Hud tidak menjawab pertanyaan thread yaitu mengenai Jalan tetapi justru mengenai apa itu sadar. Saya tidak tahu motivasi Pak Hud memunculkan post yang dijawab dengan tidak sesuai. Bagi saya OTT, Pak Hud. Sorry. Tapi semoga bermanfaat bagi yang lain.
Silakan Anda menganggap OOT, saya tidak menganggap demikian. Bagi saya justru keberadaan JALAN itu sendiri sebagai ajaran Buddha sudah saya ragukan. Ini jelas saya nyatakan dalam tanggapan saya untuk Rekan Willibordus:
"Saya berpendapat, semua jalan berangkat dari pikiran dan si aku, oleh karena itu, jelas berbeda; bahasa berbeda, rumusan berbeda. ... Tapi semua jalan itu harus runtuh, pikiran & si aku harus diam, agar pencerahan tercapai."
Pernyataan saya itu jelas, tidak ada jalan apa pun yang bisa membebaskan orang.
Bila Anda benar-benar mengenali aku, tidak ada lagi konsep-konsep "pandangan benar, pikiran benar, samadhi benar" dll itu, Bahkan tidak ada lagi konsep "BENAR" (SAMMA-) dan "TIDAK BENAR" (MICCHA-). Tidak ada lagi 4KM/JMB-8.
Sekali lagi saya sampaikan Pak Hud, saya sebagai seorang puthujjana , tidak sedang menerapkan ’sadar’, kecuali mungkin Pak Hud sekarang sedang (menggunakan) ’sadar’. Tapi jika (menggunakan) ’sadar’ mengapa masih mempermasalahkan (terganggu) dengan pernyataan ”ada jalan.”, masih mempermasalahkan keberadaan ”konsep-konsep "pandangan benar, pikiran benar, samadhi benar" dengan berusaha mengatakan tidak ada 4KM/JMB-8. Ketika dinyatakan ADANYA JALAN mengapa menolak.
Saya memang berbicara dari 'sadar', di mana tidak ada dikotomi "puthujjana" vs "ariya", yang ada hanyalah 'sadar' dan 'tidak sadar', sekalipun 'sadar' itu baru sementara. Saya menolak adanya JALAN apa pun (bukan hanya Buddhis, tapi juga "jalan Keristen", "jalan Krishnamurti", "jalan MMD" dll). Kalau saya mempermasalahkan "jalan" (yang Anda tafsirkan sebagai "terganggu", hehehe ... yang terganggu siapa dengan pernyataan siapa, Anda atau saya?), itu tidak lain karena saya ingin menyiramkan air dingin kepada orang-orang yang bermimpi di forum ini. Beberapa orang sudah menyatakan 'sadar' kepada saya.
Perkara 'narkoba', silakan saja main-main dengan narkoba. Saya tidak.
Narkoba dalam kedokteran pun tidak digunakan untuk main-main, Pak Hud, tetapi dengan penggunaan yang hati-hati untuk kasus-kasus tertentu. Bagi Pak Hud mungkin tidak perlu, tapi mungkin orang lain perlu. Bagi saya menggeneralisasikan sesuatu adalah wujud dari AKU yang tidak melihat dan menerima perbedaan apa adanya.
Yaa... bagaimana ya Pak Hud...kadangkala beberapa orang yang sedang menggunakan narkoba tidak sadar bahwa ia telah menggunakan narkoba sehingga mengatakan: ’Saya tidak’ menggunakan.
Selanjutnya saya tidak bisa berkomentar lagi karena bagi saya ternyata sudah beda bahasan dan akhiran.
Rekan Kelana, silakan saja Anda menginsinuasikan bahwa saya "menggunakan narkoba tapi tidak sadar", bahwa saya "menggeneralisasikan sesuatu sebagai wujud dari Aku" (padahal apa yang saya katakan adalah FAKTA, bukan generalisasi). Tidak apa-apa buat saya, kok; Anda kan berbicara dari 'tidak sadar' (menurut Anda, dari "puthujjana").
Salam,
hudoyo