//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Menurut Pak Hud jalan mulia beruas 8 itu bisa membawa kebebasan tidak?  (Read 93391 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline williamhalim

  • Sebelumnya: willibordus
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.869
  • Reputasi: 134
  • Gender: Male
Yang mengerti itu cuman pikiran anda. Buat apa??
Kelihatannya anda tetap tidak mengerti. :))

Maaf nyela sedikit...

Kenapa yah, kelihatan kita begitu takut terhadap 'pikiran', seakan2 'pikiran' adalah sebuah momok :)

Sabda Sang Buddha bahwa "Pikiran adalah pelopor" menurut sy tidak terkecuali, juga terhadap pemadaman ego kita, pertama2 akan dipelopori oleh Pikiran dulu, oleh niat. Pemahaman segala sesuatunya (jalan menuju pencerahan) juga oleh pikiran dulu, kemudian praktik, hingga suatu saat EGO kita akan padam. Apakah setelah merealisasi Nibbana, Pikiran akan padam? Saya teringat cerita ketika Sang Buddha mempertimbangkan untuk membabarkan Dhamma ke umat manusia.

Sy pikir, tidak ada masalah sama sekali dengan 'pikiran', yg bermasalah sesungguhnya adalah EGO.

::
Walaupun seseorang dapat menaklukkan beribu-ribu musuh dalam beribu kali pertempuran, namun sesungguhnya penakluk terbesar adalah orang yang dapat menaklukkan dirinya sendiri (Dhammapada 103)

Offline Suchamda

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 556
  • Reputasi: 14
Quote from: willibordus
Sy pikir, tidak ada masalah sama sekali dengan 'pikiran', yg bermasalah sesungguhnya adalah EGO.

Itu karena anda pikir  ;D
Coba kalau tidak anda pikir-pikir, melainkan lihat secara langsung, ego itu sumbernya dari pikiran.

Coba simak reaksi anda waktu anda membaca tulisan saya menjawab kepada sdr.Kelana. Apa yg menggerakkan anda mengomentari sedemikian diatas? (pernyataan yg sama buat sdr.Kelana).

"We don't use the Pali Canon as a basis for orthodoxy, we use the Pali Canon to investigate our experience." -- Ajahn Sumedho

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Kebebasan / pembebasan seperti apakah yang dicapai ? Diam itu padam? Saat ini diam / padam apanya?
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
[at] pak hud & Bro Kainyn,

nah itu dia, definisi JMB8 itu sering kali dibuat oleh kelompok tertentu jadi berbeda dan terdengar ekslusif. coba kita intip dalam sutta

ini ada terjemahan dari SN45.8 Magga-vibhanga Sutta - Sebuah analisa dari sang Jalan oleh bhikkhu Thannisaro
http://dhammacitta.org/tipitaka/sn/sn45/sn45.008.than.html

yah mungkin terdengar khas buddhis karena di "rangkum" oleh sang buddha saja. bisa saja diluaran sana tetap ada. seperti perhitungan phytagoras. tetap ada diluaran sana.

Ya, saya setuju jika JMB 8 adalah hal2 umum. Tapi menurut Pak Hudoyo, sudah tidak umum lagi. Saya sekali lagi, belum pernah lihat rumusan JMB 8 yang dijelaskan oleh Buddha Gotama (mungkin ada yang bisa beri referensi?), hanya membaca dari sumber dhamma lain di mana ada penjelasan samma ditthi termasuk kepercayaan akan kamma; samma vacca termasuk tidak bicara kasar, dll.



Quote from: willibordus
Sy pikir, tidak ada masalah sama sekali dengan 'pikiran', yg bermasalah sesungguhnya adalah EGO.

Itu karena anda pikir  ;D
Coba kalau tidak anda pikir-pikir, melainkan lihat secara langsung, ego itu sumbernya dari pikiran.

Coba simak reaksi anda waktu anda membaca tulisan saya menjawab kepada sdr.Kelana. Apa yg menggerakkan anda mengomentari sedemikian diatas? (pernyataan yg sama buat sdr.Kelana).

Ego memang bersumber dari pikiran. Tapi tidak semua pikiran yang bergerak membentuk Ego. Tidak semua pikiran berhenti itu menghilangkan Ego.
Kalau dilihat dari kisah2 Dhamma, bahkan para Arahat (yang konon sudah tidak ada ego) juga masih berpikir dan bereaksi terhadap semua persepsi indera, sedangkan pertapa tertentu yang bermeditasi menghentikan pikiran, bisa mencapai arupa Jhana tertentu dan terlahir di alam Asannasatta, sementara ego-nya tidak hilang (hanya tertunda).



Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
"Tujuannya adalah sadar"? ... hehehe, 'sadar' jangan dijadikan "tujuan", seperti 'nibbana' adalah tujuan Anda. ... Kalau 'sadar' dijadikan "tujuan", maka Anda tidak akan pernah sadar. ... 'Sadar' itu harus ada SEKARANG, pada SAAT KINI, biarpun hanya sebentar, hanya sementara. ... Dan apa yang 'ada sekarang' tidak bisa dibilang "tujuan". :)

Pak Hud, kalau saya mengatakan seperti Pak Hud katakan: 'sadar' jangan dijadikan "tujuan", berarti saya berbicara mengenai penerapan ’sadar’ itu sendiri. Dan saat ini saya tidak berbicara mengenai penerapan ’sadar’. Saya hanya menjawab pertanyaan yang bersifat puthujjana dengan pikiran puthujjana. Dan saya pun yakin anda menggunakan pikiran puthujjana dan tidak sedang dalam penerapan ’sadar’ alias sedang berteori.  Bahkan sekarang saya meragukan teori anda, Pak Hud. Ketika Pak Hud mengatakan: 'Sadar' itu <b>harus ada</b> SEKARANG, ini menandakan adanya usaha, upaya, ada syarat. Ini bukti bahwa Pak Hud tidak dalam penerapan ’sadar’. Hal ini berbeda dengan teori yang Pak Hud sampaikan di topik MMD.
Terlepas dari itu semua, saya memahami maksud Pak Hud, namun sayang tidak mengena bagi mereka yang masih awam akan hal ini.

Rekan Kelana, Anda tidak mengerti apa artinya 'sadar'. 'Sadar' itu bukan sesuatu yang bisa "diterapkan", tidak ada yang namanya "penerapan sadar"; 'sadar' itu ada atau tidak ada. Orang bisa berbicara dari 'tidak sadar' (berarti menganggap pikirannya, ajaran yang dianutnya, sebagai kebenaran), orang bisa pula berbicara dari 'sadar' (berarti menyadari keterbatasan pikirannya, sehingga tidak melekat kepada pikiran/ajaran)--semua kata-katanya berasal dari keadaan batin yang 'sadar'. Di dalam 'sadar' tidak ada pengertian 'puthujjana' versus 'ariya', suatu dikotomi pikiran yang hanya menghalangi orang untuk 'sadar' pada saat sekarang. Kalau Anda mengaku berbicara sebagai "puthujjana"', maka saya rasa yang Anda maksud adalah Anda mengaku 'tidak sadar'. Saya mengaku berbicara dari 'sadar', karena itu tidak ada lagi dikotomi 'puthujjana' vs 'ariya'; yang ada hanyalah 'sadar' dan 'tidak sadar', sekalipun 'sadar' itu mungkin baru sementara. Anda boleh-boleh saja mengatakan saya "sedang berteori", saya paham sepenuhnya pikiran Anda karena Anda 'tidak sadar'. Anda boleh-boleh saja meragukan "teori saya", yang sebetulnya tidak ada, sehingga keraguan Anda tidak menjadi masalah bagi saya. Kalau Anda melihat bahwa pernyataan saya "sadar itu harus terjadi pada saat sekarang" sebagai adanya "usaha, upaya, syarat", itu bisa dimengerti karena Anda berbicara dari 'tidak sadar', sehingga bagi Anda untuk 'sadar' dari 'tidak sadar' itu perlu "usaha, upaya, syarat", yang sangat sukar. Karena Anda 'tidak sadar', Anda tidak bisa memahami pernyataan saya yang ucapkan dari 'sadar'.

Saya tidak peduli apakah kata-kata saya "mengena" atau "tidak mengena" bagi orang yang Anda katakan "awam" ('tidak sadar'). Saya percaya kata-kata saya bisa dan terbukti efektif seperti siraman air dingin membangunkan orang-orang yang 'tidak sadar' alias "tidur & bermimpi". Di dunia ini ada sedikit orang yang sudah tipis debu yang menutupi matanya; orang-orang inilah yang akan memahami Kebenaran. Kalau Anda memilih mau "bermimpi" terus, silakan saja.


Quote
Quote
Apa yang Anda katakan itu adalah AJARAN agama Buddha. Jangan dicampuradukkan dengan KEBENARAN. Kebenaran--yang bukan milik Buddha, bukan milik siapa pun--ada di balik 4KM/JMB-8 itu. -- Ketika Sang Buddha mencapai pencerahan, ia melihat apa adanya (yathabhutam nyanadassanam), yaitu KEBENARAN, lalu mengajarkan SESUATU yang kemudian berkembang menjadi agama Buddha dan dikenal sebagai AJARAN 4KM/JMB-8. Tetapi 4KM/JMB-8 itu bukanlah Kebenaran itu. Kebenaran bukanlah rumusannya; karena Kebenaran itu satu dan rumusan kebenaran itu banyak. The word is not the thing. -- Saya pribadi tidak lagi menganut 4KM/JMB-8 sebagai rumusan kebenaran. Saya pribadi merasa lebih cocok dengan sabda Sang Buddha: "Para bhikkhu, saya hanya mengajarkan dukkha dan lenyapnya dukkha." Titik. Tidak ada JMB-8 di situ. Bagi saya, sabda Sang Buddha itu lebih cocok dengan pengalaman vipassana saya; tidak terlalu banyak kata-kata, pikiran digunakan di situ seperti dalam 4KM/JMB-8. -- Bahkan saya lebih cocok lagi dengan sabda Sang Buddha, "Pafra bhikkhu, seperti samudra mempunyai satu rasa yakni rasa asin, begitu pula Dhamma ini mempunyai satu rasa, yakni rasa pembebasan." Dhamma adalah pembebasan, dan pembebasan adalah sadar. Titik. Tidak bertele-tele dengan kata-kata, rumusan, bahasa.

Pertama, dari penjelasan Pak Hud disini, jelas dan menjadi jelas adanya jalan yaitu  AJARAN 4KM/JMB-8 apapun yang Pak Hud istilahkan, apakah rumusan, ajaran dll. Benar bahwa Sang Buddha melihat apa adanya (yathabhutam nyanadassanam), yaitu KEBENARAN lalu mengajarkan SESUATU. Sampai sini nampaknya Pak Hud tidak tegas menjelaskan SESUATU itu apa, tapi dalam Dhammacakkapavatana Sutta jelas Sang Buddha menyampaikan 4KM/JMB-8. Pak Hud tidak memiliki alasan untuk menyanggah bahwa yang disampaikan Sang Buddha kepada 5 petapa itu adalah 4KM/JMB-8. Singkatnya Sang Buddha melihat apa adanya (yathabhutam nyanadassanam) KEBENARAN dan menyampaikannya dengan rumusan-rumusan yaitu 4KM/JMB-8. Jadi 4KM/JMB-8 BUKAN ajaran agama Buddha tetapi PERNYATAAN BUDDHA yang kemudian menjadi pondasi agama Buddha.

Ya, saya berhenti pada "Sang Buddha mengajarkan SESUATU setelah melihat Kebenaran itu", karena saya tidak yakin apa sesungguhnya yang diajarkan Sang Buddha dalam Dhammacakkappavattana-sutta itu, yang ditulis orang berabad-abad setelah diucapkan oleh Sang Buddha. Di banyak sutta yang lain, Sang Buddha mengajarkan: "Para bhikkhu, saya mengajarkan dukkha dan lenyapnya dukkha." Itu saja, tidak pake JMB-8. Yang tidak saya yakini adalah JMB-8 itu. Dalam Bahiya-sutta tidak ada JMB-8 itu. Bagi saya, JMB-8 itu bukan ajaran pokok Sang Buddha, tidak peduli apakah itu kemudian menjadi pondasi Agama Buddha. Di sini keyakinan saya berbeda dengan keyakinan Anda. Saya tidak menelan begitu saja semua ajaran agama Buddha.


Quote
Kedua, adalah benar bahwa 4KM/JMB-8 bukanlah KEBENARAN SESUNGGUHnya, tetapi ia adalah JALAN. Oleh karena itu sampai saat ini saya tidak pernah mengatakan bahwa 4KM/JMB-8 adalah KEBENARAN itu sendiri. Tetapi di ujung JALAN itulah KEBENARAN  itu ada. Tanpa memberikan, menerapkannya pada 4KM/JMB-8 orang tidak akan melihat KEBENARAN SESUNGGUHNYA. Jadi Pak Hud salah sasaran jika menganggap saya mencampuradukan. Jadi tetap bagi saya bahwa ada JALAN, dan jalan inilah yang dipertanyakan dalam thread, bukan masalah KEBENARAN tidak sama dengan 4KM/JMB-8, yang justru menegaskan adanya JALAN karena terpisahnya DHAMMA sebagai KEBENARAN dengan 4KM/JMB-8 sebagai Rumusan/JALAN.

Bagi saya, yang ada hanya KEBENARAN, tidak ada JALAN apa pun ("Jalan Buddha", jalan ini, jalan itu) untuk sampai pada KEBENARAN. Bahiya-sutta & Malunkyaputta-sutta adalah sandaran saya. Intisari Empat Kebenaran Mulia itu sendiri adalah KEBENARAN, kebenaran tentang dukkha dan lenyapnya dukkha. Tapi saya tidak menerima ada JALAN yang bisa dipakai oleh si aku untuk mencapai lenyapnya dukkha itu.


Quote
Quote
Silakan. Sikap saya sudah jelas dalam thread ini. Kalau sadar itu terjadi pada saat sekarang, tidak ada tujuan di masa depan, dan tidak ada jalan untuk mencapai tujuan itu.

Yup, dengan demikian Pak Hud tidak menjawab pertanyaan thread yaitu mengenai Jalan tetapi justru mengenai apa itu sadar. Saya tidak tahu motivasi Pak Hud memunculkan post yang dijawab dengan tidak sesuai. Bagi saya OTT, Pak Hud. Sorry. Tapi semoga bermanfaat bagi yang lain.

Silakan Anda menganggap OOT, saya tidak menganggap demikian. Bagi saya justru keberadaan JALAN itu sendiri sebagai ajaran Buddha sudah saya ragukan. Ini jelas saya nyatakan dalam tanggapan saya untuk Rekan Willibordus:
"Saya berpendapat, semua jalan berangkat dari pikiran dan si aku, oleh karena itu, jelas berbeda; bahasa berbeda, rumusan berbeda. ... Tapi semua jalan itu harus runtuh, pikiran & si aku harus diam, agar pencerahan tercapai."
Pernyataan saya itu jelas, tidak ada jalan apa pun yang bisa membebaskan orang.


Quote
Quote
Bila Anda benar-benar mengenali aku, tidak ada lagi konsep-konsep "pandangan benar, pikiran benar, samadhi benar" dll itu, Bahkan tidak ada lagi konsep "BENAR" (SAMMA-) dan "TIDAK BENAR" (MICCHA-). Tidak ada lagi 4KM/JMB-8.

Sekali lagi saya sampaikan Pak Hud, saya sebagai seorang puthujjana , tidak sedang menerapkan ’sadar’, kecuali mungkin Pak Hud sekarang sedang (menggunakan) ’sadar’. Tapi jika (menggunakan) ’sadar’ mengapa masih mempermasalahkan (terganggu) dengan pernyataan ”ada jalan.”, masih mempermasalahkan keberadaan ”konsep-konsep "pandangan benar, pikiran benar, samadhi benar" dengan berusaha mengatakan tidak ada 4KM/JMB-8. Ketika dinyatakan ADANYA JALAN mengapa menolak. ::)

Saya memang berbicara dari 'sadar', di mana tidak ada dikotomi "puthujjana" vs "ariya", yang ada hanyalah 'sadar' dan 'tidak sadar', sekalipun 'sadar' itu baru sementara. Saya menolak adanya JALAN apa pun (bukan hanya Buddhis, tapi juga "jalan Keristen", "jalan Krishnamurti", "jalan MMD" dll). Kalau saya mempermasalahkan "jalan" (yang Anda tafsirkan sebagai "terganggu", hehehe ... yang terganggu siapa dengan pernyataan siapa, Anda atau saya?), itu tidak lain karena saya ingin menyiramkan air dingin kepada orang-orang yang bermimpi di forum ini. Beberapa orang sudah menyatakan 'sadar' kepada saya.


Quote
Quote
Perkara 'narkoba', silakan saja main-main dengan narkoba. Saya tidak.

Narkoba dalam kedokteran pun tidak digunakan untuk main-main, Pak Hud, tetapi dengan penggunaan yang hati-hati untuk kasus-kasus tertentu. Bagi Pak Hud mungkin tidak perlu, tapi mungkin orang lain perlu. Bagi saya menggeneralisasikan sesuatu adalah wujud dari AKU yang tidak melihat dan menerima perbedaan apa adanya.
Yaa... bagaimana ya Pak Hud...kadangkala beberapa orang yang sedang menggunakan narkoba tidak sadar bahwa ia telah menggunakan narkoba sehingga mengatakan:  ’Saya tidak’ menggunakan. :)
Selanjutnya saya tidak bisa berkomentar lagi karena bagi saya ternyata sudah beda bahasan dan akhiran.
 _/\_

Rekan Kelana, silakan saja Anda menginsinuasikan bahwa saya "menggunakan narkoba tapi tidak sadar", bahwa saya "menggeneralisasikan sesuatu sebagai wujud dari Aku" (padahal apa yang saya katakan adalah FAKTA, bukan generalisasi). Tidak apa-apa buat saya, kok; Anda kan berbicara dari 'tidak sadar' (menurut Anda, dari "puthujjana").

Salam,
hudoyo
« Last Edit: 28 July 2008, 02:20:05 PM by hudoyo »

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
 [at] Kaynin:
thanks bro. saya sih punya "pembenaran" versi sendiri hehehe, jgn disini nanti oot lagi.
Saya pernah baca di sutta lain, tapi tidak ingat. Yang saya ingat hanya di Dhammapada Atthakata, Brahmana Vagga, 408. Untuk "status" sebagai "yang paling dicintai devata", disebutkan dalam Anguttara Nikaya I, 14, Etadaggavagga.


Quote
Ya, saya setuju jika JMB 8 adalah hal2 umum. Tapi menurut Pak Hudoyo, sudah tidak umum lagi. Saya sekali lagi, belum pernah lihat rumusan JMB 8 yang dijelaskan oleh Buddha Gotama (mungkin ada yang bisa beri referensi?), hanya membaca dari sumber dhamma lain di mana ada penjelasan samma ditthi termasuk kepercayaan akan kamma; samma vacca termasuk tidak bicara kasar, dll.
disini boss, http://dhammacitta.org/tipitaka/sn/sn45/sn45.008.than.html
« Last Edit: 28 July 2008, 01:09:31 PM by Sumedho »
There is no place like 127.0.0.1

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
[at] pak hud & Bro Kainyn,
nah itu dia, definisi JMB8 itu sering kali dibuat oleh kelompok tertentu jadi berbeda dan terdengar ekslusif. coba kita intip dalam sutta
ini ada terjemahan dari SN45.8 Magga-vibhanga Sutta - Sebuah analisa dari sang Jalan oleh bhikkhu Thannisaro
http://dhammacitta.org/tipitaka/sn/sn45/sn45.008.than.html
yah mungkin terdengar khas buddhis karena di "rangkum" oleh sang buddha saja. bisa saja diluaran sana tetap ada. seperti perhitungan phytagoras. tetap ada diluaran sana.

Saya sudah membaca isi Maggavibhanga-sutta, yang juga terdapat dalam banyak sutta. Jelas sekali isi sutta itu merupakan intisari ajaran Buddha dan TIDAK TERDAPAT dalam ajaran lain.

Tidak perlu berbicara secara abstrak, tolong, di dalam agama-agama & ajaran-ajaran spiritual yang ada di dunia ini, silakan tunjukkan, lengkap dengan referensinya, mana yang merumuskan jalannya sebagai JMB-8 selain Buddhisme ?

Quote
seperti keadaan "Diam"  "Tanpa Aku" yg dijabarkan JK, terdengar JK sekali dan diluar sana tetap ada walaupun tidak tahu jk

Ini benar, karena kata 'diam' & 'tanpa aku' itu tidak pernah diidentikkan secara eksklusif dengan ajaran JK, tidak seperti JMB-8 yang di mana pun di dunia ini selalu diidentikkan dengan ajaran Buddha. Jadi 'diam', 'tanpa aku' itu bersifat universal (juga terdapat di dalam Buddhisme); lain dengan JMB-8 yang bersifat eksklusif Buddhis.

hudoyo

Maksud saya, memang yg mengajarkan hanya Sang Buddha, tetapi pencerahan bukan hanya milik yang Ber-AGAMA Buddha, atau khusus menjalankan explisit, bisa saja implisit tanpa pengetahuannya dahulu. Oh iya dan juga saya tidak bilang di agama lain diajarkan JMB8 koq.

Hmmm btw saya sekata dengan pak hud jga loh.

Quote
Satu-satunya yang mengajar JMB-8 hanya Sang Buddha. Mungkin jarang orang yang mencapai (tanpa bantuan guru) kebebasan sempurna, dan lebih jarang lagi yang mengajarkannya, tapi bukan tidak ada di luar Sang Buddha
There is no place like 127.0.0.1

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Kenapa yah, kelihatan kita begitu takut terhadap 'pikiran', seakan2 'pikiran' adalah sebuah momok :)

Sabda Sang Buddha bahwa "Pikiran adalah pelopor" menurut sy tidak terkecuali, juga terhadap pemadaman ego kita, pertama2 akan dipelopori oleh Pikiran dulu, oleh niat. Pemahaman segala sesuatunya (jalan menuju pencerahan) juga oleh pikiran dulu, kemudian praktik, hingga suatu saat EGO kita akan padam. Apakah setelah merealisasi Nibbana, Pikiran akan padam? Saya teringat cerita ketika Sang Buddha mempertimbangkan untuk membabarkan Dhamma ke umat manusia.

Sy pikir, tidak ada masalah sama sekali dengan 'pikiran', yg bermasalah sesungguhnya adalah EGO.

::

Tidak ada yang takut pada pikiran kok, karena pikiran itu selalu ada dalam diri puthujjana dan penting untuk hidup di masyarakat dunia.

"Pikiran adalah pelopor" (Dhammapada 1,2) itu menceritakan keadaan batin di dalam Samsara ini. 'Pikiran' selalu mendahului setiap perbuatan baik dan perbuatan tidak baik. Tetapi kalau orang mau bebas, dia harus bebas dari pikirannya, bebas dari perbuatan baik dan perbuatan tidak baik.

Untuk melihat bagaimana kaitan 'pikiran' dengan 'pembebasan', bacalah lebih dulu dengan teliti sebelum bicara tentang 'pikiran' Mulapariyaya-sutta (MN 1), di mana Sang Buddha jelas-jelas membedakan proses pikiran seorang "puthujjana", "sekha" dan "arahat". Dalam batin puthujjana, setiap rangsangan yang datang dari luar atau bawah sadar selalu ditanggapi oleh 'ma~n~nati" (konseptualisasi) yang berlanjut sebagai "berpikir". Di dalam batin arahat tidak ada lagi konseptualisasi dan pikiran. Begitulah teori 'pikiran' dalam Buddhisme, yang diperkuat oleh psikologi modern.

Selanjutnya, dalam sutta yang sama dinyatakan bahwa pikiran itu menciptakan diri/atta. Tanpa pikiran tidak ada diri/atta. Sehingga dapat dikatakan, secara praktis pikiran itu sinonim dengan diri/atta.

Tentang bagaimana seorang arahat/buddha berpikir, tidak perlu kita bicarakan karena kita tidak akan pernah tahu sebelum sampai ke sana. Yang jelas dari pernyataan Buddha di atas, dalam batin arahat/buddha tidak ada lagi konseptualisasi, tidak ada diri/atta (bukan cuma "EGO" yang dipahami oleh orang awam).
« Last Edit: 28 July 2008, 01:30:40 PM by hudoyo »

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Kebebasan / pembebasan seperti apakah yang dicapai ? Diam itu padam? Saat ini diam / padam apanya?

Itulah kalau pikiran diumbar saja, ia bertanya "kebebasan" seperti apa? Yang "padam/diam" apanya?
Padahal yang perlu disadari adalah pikiran itu sendiri, termasuk pikiran yang bertanya itu.
Kalau pikiran ini bisa berhenti/diam, Anda akan tahu sendiri seperti apa 'kebebasan' itu, seperti apa diam/padam itu.
Kalau pikiran belum berhenti, maka bertanya seperti itu ibarat anak anjing yang berputar-putar mengejar ekornya sendiri. Gak pernah dapat.

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Ego memang bersumber dari pikiran. Tapi tidak semua pikiran yang bergerak membentuk Ego. Tidak semua pikiran berhenti itu menghilangkan Ego.
Kalau dilihat dari kisah2 Dhamma, bahkan para Arahat (yang konon sudah tidak ada ego) juga masih berpikir dan bereaksi terhadap semua persepsi indera, ...

Menurut Mulapariyaya-sutta, pikiran SELALU menciptakan DIRI/atta, menciptakan dualitas SUBYEK-OBYEK.
Di lain pihak, menurut sutta yang sama, seorang yang bebas, tidak lagi membuat pikiran seperti yang kita kenal sekarang dan yang diuraikan dalam sutta itu.
Tentang bagaimana "proses pikiran" seorang arahat, hal itu tidak bisa disamakan dengan proses pikiran puthujjana. Ini saya tidak tahu, dan saya rasa Anda pun tidak tahu.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
hehehehe ada yang mengartikan "diam" itu tidak melakukan apa2 lho pak :))
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
hehehehe ada yang mengartikan "diam" itu tidak melakukan apa2 lho pak :))

Betul sekali, Rekan Ryu. Tapi itu salah. :)

Sang Buddha berkata: "Aku sudah lama berhenti. Kamulah yang masih terus berlari. Apa yang kamu cari?" Apakah Sang Buddha bermalas-malas saja selama 45 tahun setelah tercerahkan? :)

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Ego memang bersumber dari pikiran. Tapi tidak semua pikiran yang bergerak membentuk Ego. Tidak semua pikiran berhenti itu menghilangkan Ego.
Kalau dilihat dari kisah2 Dhamma, bahkan para Arahat (yang konon sudah tidak ada ego) juga masih berpikir dan bereaksi terhadap semua persepsi indera, ...

Menurut Mulapariyaya-sutta, pikiran SELALU menciptakan DIRI/atta, menciptakan dualitas SUBYEK-OBYEK.
Di lain pihak, menurut sutta yang sama, seorang yang bebas, tidak lagi membuat pikiran seperti yang kita kenal sekarang dan yang diuraikan dalam sutta itu.
Tentang bagaimana "proses pikiran" seorang arahat, hal itu tidak bisa disamakan dengan proses pikiran puthujjana. Ini saya tidak tahu, dan saya rasa Anda pun tidak tahu.

Ya, saya tentu saja tidak tahu.  :) Yang saya definisikan pikirannya tetap bergerak adalah karena selama belum parinibbana, mereka masih berbicara, masih bereaksi terhadap kata2 dan sebagainya, yang tentu saja masih merupakan proses pikiran.
Mengenai bagaimana pikirannya berproses dan keadaan bathinnya, tentu saja tidak bisa dibahas.



Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
[at] Kaynin:
thanks bro. saya sih punya "pembenaran" versi sendiri hehehe, jgn disini nanti oot lagi.
Saya pernah baca di sutta lain, tapi tidak ingat. Yang saya ingat hanya di Dhammapada Atthakata, Brahmana Vagga, 408. Untuk "status" sebagai "yang paling dicintai devata", disebutkan dalam Anguttara Nikaya I, 14, Etadaggavagga.


Quote
Ya, saya setuju jika JMB 8 adalah hal2 umum. Tapi menurut Pak Hudoyo, sudah tidak umum lagi. Saya sekali lagi, belum pernah lihat rumusan JMB 8 yang dijelaskan oleh Buddha Gotama (mungkin ada yang bisa beri referensi?), hanya membaca dari sumber dhamma lain di mana ada penjelasan samma ditthi termasuk kepercayaan akan kamma; samma vacca termasuk tidak bicara kasar, dll.
disini boss, http://dhammacitta.org/tipitaka/sn/sn45/sn45.008.than.html


Kalo ini bos :

[156] 13. "Apakah itu, Bhagava?" "Mahali, dalam satu kasus, seorang bhikkhu, setelah meninggalkan tiga belenggu, menjadi seorang Pemenang-Arus, tidak akan jatuh ke dalam kondisi sengsara, kokoh berada di jalan menuju Pencerahan. Kemudian, seorang bhikkhu yang telah meninggalkan tiga belenggu, dan telah melemahkan keserakahan, kebencian dan kebodohannya, menjadi seorang Yang-Kembali-Sekali yang, setelah kembali ke alam ini satu kali lagi, akan mengakhiri penderitaan. Kemudian, seorang bhikkhu yang telah meninggalkan lima belenggu yang lebih rendah dan terlahir kembali secara spontan7 [di alam yang tinggi] dan, tanpa jatuh dari alam itu, mencapai pencerahan. Kemudian lagi, seorang bhikkhu melalui padamnya kekotoran-kekotoran mencapai pembebasan bathin yang tanpa kekotoran dalam kehidupan ini juga, pembebasan melalui kebijaksanaan, yang ia capai dengan pandangan terangnya sendiri. Itu adalah hal-hal lain yang lebih tinggi dan lebih sempurna daripada yang ini, yang oleh karenanya para bhikkhu menjalankan kehidupan suci di bawahKu."

14. "Bhagava, adakah jalan, adakah metode untuk mencapai hal-hal ini?" "Ada jalan, Mahali, ada metode." [157] "Dan Bhagava, apakah jalan itu, apakah metode itu?"

"Yaitu, Jalan Mulia Berfaktor Delapan, yaitu, Pandangan Benar, Pikiran Benar; Ucapan Benar, Perbuatan Benar, Penghidupan Benar; Usaha Benar, Perhatian Benar dan Konsentrasi Benar. Ini adalah jalan, ini adalah cara untuk mencapai hal-hal ini."

http://dhammacitta.org/tipitaka/dn/dn.06.0.wlsh.html
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline hudoyo

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.919
  • Reputasi: 20
Ya, saya tentu saja tidak tahu.  :) Yang saya definisikan pikirannya tetap bergerak adalah karena selama belum parinibbana, mereka masih berbicara, masih bereaksi terhadap kata2 dan sebagainya, yang tentu saja masih merupakan proses pikiran.
Mengenai bagaimana pikirannya berproses dan keadaan bathinnya, tentu saja tidak bisa dibahas.

Perlu dibedakan antara 'pikiran' (thought, thinking) dan 'batin' (mind).
Batin seorang arahat sebelum meninggal tentu saja tetap bergerak, tapi apa yang menggerakkan kita tidak tahu.
Yang jelas bukan "pikiran" (konseptualisasi, berpikir, ma~n~nati) sebagaimana dijelaskan oleh Sang Buddha dalam Mulapariyaya-sutta. Kalau seorang arahat berbicara, "bereaksi" (sebetulnya bukan bereaksi, karena arahat bebas dari hukum sebab-akibat), itu bukan dari aku, bukan dari pikiran yang kita kenal.