Maaf Pak Hud, saya ikut berkomentar
Mungkin saja bisa ada ajaran lain yg mengajarkan jalan beruas 8 tersebut, jadi Buddha tidak mengatakan hanya ajarannya yang benar namun yang benar itu hanyalah ajaran yg ada jalan beruas 8 tsb.
Kelihatannya seperti permainan bahasa...
Tapi it's just my opinion only...
Pak Hud, saya mempunyai pemikiran seperti ini.
Saya pikir, pada suatu saat nanti, dimana orang2 pada keadaan tingkat spiritual tertentu
sadar maupun tak sadar akan menjalani "isi" dari jalur beruas 8 itu..
Bagaimana pendapat bapak?
Bagaimana kalau saya katakan, akhirnya nanti Kristus pasti akan bersemayam dalam hati semua orang, disadari atau tidak?
Itu namanya pandangan 'inklusivistik': mengkooptasi (merangkul) semua agama/ajaran ke dalam agama sendiri, namun agama sendiri tetap ditonjolkan.
Tampaknya Anda berdua masih melekat pada konsep (Jalan Mulia Berfaktor Delapan), terutama rekan Wei.
Begini ya, Anda harus dapat membedakan antara konsep dan kebenaran. Konsep adalah pikiran, sedangkan kebenaran berada di luar pikiran. Kebenaran itu bisa diungkapkan dengan berbagai konsep, kata-kata, paradigma dsb, tergantung pembelajaran & keterkondisian pikiran masing-masing orang. Tapi kata-kata tidak bisa menggantikan kebenaran. The word is not the thing.
Pikiran bisa mencoba memahami kebenaran, itu terjadi dalam setiap agama, termasuk agama Buddha. Tapi kebenaran yang dipahami oleh pikiran selalu bersifat parsial, tidak utuh, karena selalu diwarnai oleh corak tertentu yang tidak universal. Ibarat orang mau mendeskripsikan sebuah gedung dari sudut pandang yang berbeda-beda. Jadi janganlah kebenaran dicocok-cocokkan dengan konsep. Salah-salah, akhirnya konsep menjadi mutlak, menggantikan kebenaran. Di sinilah mulai eksklusivisme dan fanatisme.
Oleh karena itu, menurut hemat saya, pada satu zaman yang sama bisa saja muncul lebih dari satu buddha, lebih dari satu pacceka-buddha (meminjam istilah dari Buddhisme)--maksudnya orang-orang yang mencapai pembebasan dan kebenaran melalui jalannya sendiri, tanpa harus belajar buddha-dhamma--masing-masing dengan ajaran yang secara konseptual berbeda, tapi masing-masing mencapai kebenaran, pembebasan yang sama. Tidak perlu kebenaran yang diungkapkan secara berbeda-beda itu saling bertabrakan bagi orang yang sudah menyelami kebenaran.
Menurut hemat saya, "sabda Sang Buddha" dalam Mahaparinibbana-sutta tsb disisipkan oleh bhikkhu-bhikkhu penghafal Tipitaka sebelum kitab suci itu dituliskan ratusan tahun kemudian. Maksudnya sih baik, menjunjung tinggi ajaran Sang Guru, tapi tidak cocok dengan pencerahan zaman sekarang.
Salam,
hudoyo