Saya punya beberapa jawaban untuk Anda, walaupun
saya belum berkeluarga
Dalam kasus Anda, setiap hari istri berdoa tapi belum
juga ada harapan atau apapun yang, kelihatannya, terkabul.
Padahal, pada saat istri Anda berdoa, ia sedang memulai
menanam karma baik lewat ucapan, perbuatan dan pikiran.
Setidaknya, ketiga gerbang perbuatannya (ucapan, perbuatan,
pikiran) tidak sedang melakukan perbuatan jahat.
Pada saat seseorang berdoa, yang selanjutnya bisa dipahami
sebagai membaca paritta, liamkeng, membaca mantra, sutra,
dll, ucapan seseorang sedang mengucapkan sesuatu yang
baik karena sutra/paritta/mantra isinya adalah pesan2 kebaikan.
Demikian juga perbuatannya yang secara fisikiah, ia sedang
tidak melakukan perbuatan buruk. Dan yang terakhir adalah
pikirannya yang mana pada saat membaca paritta/sutra/mantra,
pikiran seseorang diarahkan ke hal-hal dan harapan2 yang baik.
Berdoa di sini jangan diartikan sebagai meminta-minta dengan
siapapun, "namun" membaca dan mengulang kembali apa yang
pernah dikotbahkan oleh Sang Bhagava, Sang Guru Buddha
yang telah mencapai penerangan sempurna. Hal ini perlu saya
tekankan lebih dulu.
Dengan demikian, karma (perbuatan) baik Anda/istri
sesungguhnya sedang mulai ditanam sedikit demi sedikit, tapi
belum berbuah. Setiap hari karma itu terus ditanam dan ditanam
lewat pembacaan paritta/sutta/mantra, meskipun belum berbuah.
Seperti menanam tetumbuhan. Biji yang ditanamkan di tanah
tidak akan langsung tumbuh dalam beberapa hari saja supaya
menjadi tanaman besar, namun butuh waktu beberapa bulan
hingga ia bisa tumbuh besar. Demikian juga dengan karma baik
yang Anda/istri tanam setiap harinya, belum berbuah karena
belum waktunya.
Nah, pada saat istri Anda mulai mengikuti dan lama kelamaan
tertarik dengan "tetangga" barunya, dapat diasumsikan bahwa
"buah" karma baik yang ditanam selama membaca paritta/sutta/
mantra itu sudah saatnya berbuah, maka sedikit demi sedikit
harapanpun terkabul. Sebenarnya prinsip kerja hukum karma
sangat simple dan dapat dijelaskan dgn sangat masuk akal.
Tidak perlu ada bantuan makhluk Adikuasa apapun yang turut
campur tangan dalam hal ini karena hukum karma adalah hukum
alam semesta yang universal yang mencakupi makhluk apapun,
suka atau tidak suka, tau ataupun tidak tau.
Oleh sebab itu, saudara, jangan memaksa istri Anda. Sudah
semestinya Anda memberikan pandangan yang benar tentang
Buddhisme kepada istri Anda. Namun, Anda sendiri harus
mengerti terlebih dahulu mengenai pemahaman/ajaran Buddha.
Untuk pemahaman mengenai Buddhisme, sebaiknya, kalau
mau cepat, bisa dikonsultasikan/ditanyakan langsung kepada
rekan2 Anda sendiri yang pengetahuan Buddhis nya baik untuk
menjadi teman bertanya Anda. Atau dapat menghubungi rekan2
Vihara terdekat yang juga mengerti Buddhisme dengan baik.
Kalau setiap hari Buddhisme itu hanya dilaksanakan sebagai
hal-hal yang berbau ritual saja, misalnya, hanya puja bhakti
minggu, puja bhakti hari-hari besar, tapi tanpa ikut acara-acara
lain yang justru lebih bermanfaat, misalnya ceramah Dharma,
latihan meditasi, atau forum-forum agama Buddha, saya rasa
percuma saja karena pemahaman mengenai Buddhisme nya
juga tidak diperhatikan.
Mulailah dari diri sendiri, kemudian berikan pemahaman
tentang Buddhisme yang benar kepada istri. Semoga keluarga
kembali harmonis, sejahtera dan bahagia.