Dari sutta tersebut, kita bisa memetik apa yang diajarkan Sang Buddha. Sang Buddha mengajarkan bahwa dunia yang kita tempati sekarang ini beserta surga-surga kammadhatu akan mengalami pembentukan dan kehancuran secara berkala. Pada saat terjadinya kehancuran bumi kita ini , yang oleh ajaran agama-agama samawi disebut sebagai “kiamat”, para makhluk yang berdiam di alam yang lebih rendah akan terlahir kembali di alam Surga Abhassara ( Sanskrit : Abhasvara ), surga tertinggi di Jhana II ( surga ke-12 bila dihitung dari surga tingkat pertama di alam Kammadhatu ).
Setelah berlalunya waktu yang sangat lama sekali, tiga surga di alam Jhana I muncul kembali, dan seorang dewa Abhassara mati serta terlahir kembali di alam ini sebagai Maha-Brahma ( surga ke-9 bila dihitung dari surga tingkat pertama di alam Kammadhatu ).
Karena lamanya ia sendirian disana, ia merasa kesepian dan menginginkan kehadiran makhluk lain. Tak lama kemudian, harapannya terpenuhi, semata-mata hanya karena para dewa Abhassara lainnya mati dan terlahir kembali di alam Brahma, karena karma-karma mereka sendiri, dan kemudian menjadi para Menteri dan Dewan Brahma.
Karena Maha-Brahma tidak mengingat kehidupannya yang sebelumnya, maka ia berpikir, “ Aku adalah Brahma, Maha-Brahma,… Maha-Tahu, Pengendali, Tuhan, Pembuat, Pencipta… makhluk lainnya yang ada disini adalah ciptaan-Ku.”. Para Menteri dan Dewan Brahma serta para pengikutnya setuju dengan kesimpulan yang keliru ini.
Dan ketika beberapa di antara mereka mati dan terlahir kembali sebagai manusia, ada beberapa banyak dari mereka yang meninggalkan kehidupan perumah tangga, dan menempuh hidup sebagai Petapa / seorang Brahmana, lalu mereka mengembangkan kemampuannya untuk mengingat kehidupan sebelumnya, dan karenanya mengajarkan bahwa Maha-Brahma adalah Pencipta yang kekal dari semua makhluk.
TEGURAN SANG BUDDHA TERHADAP “SANG-MAHA-PENCIPTA/KUASA”
Dalam sutta-sutta Buddha ditunjukkan bahwa Sang Buddha pernah memberi “teguran”, menunjukkan kekeliruan para Brahma yang keliru memahami dirinya sebagai “Awal-Mula, Pencipta-Langit-dan-Bumi, Yang-Maha-Kuasa “. Dalam Samyutta-Nikaya, Bab Buku dengan Syair ( Sagathavagga ), bagian Brahmasamyutta, dikisahkan Sang Buddha mengingatkan kekeliruan pandangan salah seorang Brahma yang menganggap bahwa alam Brahma sebagai “ Yang-Kekal-Abadi, Yang-Mutlak, Tiada-Kematian, dll. “. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Savatthi di Hutan Jeta, Taman Anathapindika. Pada saat itu, muncul suatu pandangan-salah , pandangan spekulatif dalam benak salah seorang Brahma, yang bernama Brahma-Baka ;
“ Ini adalah kekal, Ini adalah stabil, ini abadi, ini Mutlak, ini tidak bisa hancur. Sungguh, inilah tempat orang tidak terlahir, tidak menjadi tua, tidak mati, tidak berlalu, dan tidak terlahir kembali ; dan tidak ada jalan keluar yang lebih tinggi daripada ini. “
Setelah mengetahui isi hati Brahma Baka dan pandangan-salah yang muncul tersebut, dalam sekejap mata Sang Buddha lenyap dari hutan Jeta dan muncul kembali di alam Brahma. Brahma-Baka melihat Sang Buddha datang dari kejauhan dan berkata kepada Beliau ;
“ Mari Yang Mulia ! Selamat datang, Yang Mulia ! Sudah lama sekali, Yang Mulia, sejak engkau menyempatkan datang kemari. Sungguh, Yang Mulia, INI ADALAH KEKAL, INI STABIL, INI ABADI, INI LENGKAP, INI TIDAK BISA HANCUR. SUNGGUH , INILAH TEMPAT ORANG TIDAK-TERLAHIR, TIDAK MENJADI TUA, TIDAK MATI , TIDAK BERLALU, DAN TIDAK TERLAHIR KEMBALI ; DAN TIDAK ADA JALAN KELUAR YANG LEBIH TINGGI DARIPADA INI. “
“ Sayang, tuan, Brahma Baka terbenam di dalam ketidak-tahuan ! Sayang, tuan, Brahma Baka terbenam di dalam ketidak-tahuan ! Sepanjang dia akan mengatakan apa yang sebenarnya tidak kekal sebagai kekal , dan akan mengatakan apa yang sebenarnya tidak stabil sebagai stabil , dan akan mengatakan apa yang sebenarnya tidak abadi sebagai abadi , dan akan mengatakan apa yang sebenarnya tidak lengkap sebagai lengkap , dan akan mengatakan apa yang sebenarnya bisa hancur sebagai tidak bisa hancur , dan dengan mengacu pada [suatu alam] di mana orang terlahir, menjadi tua, mati, berlalu, dan terlahir kembali, akan mengatakan demikian : “ Sungguh, inilah tempat orang tidak terlahir, tidak menjadi tua, tidak mati, tidak berlalu, dan tidak terlahir kembali” ; dan ketika ada jalan keluar yang lebih tinggi dari ini, akan mengatakan , “ Tidak ada jalan keluar yang lebih tinggi daripada ini. “
Lalu terjadilah dialog panjang antara Brahma-Baka dengan Sang-Buddha. Brahma-Baka meminta Sang Buddha untuk menjelaskan duduk perkaranya, dan menjelaskan bagaimana hal-ihwal Brahma-Baka bisa sampai di alam itu, yang ia anggap sebagai alam “Yang-Kekal-Abadi, Tanpa-Kematian , Yang-Mutlak “. Sang Buddha lalu menjelaskan semuanya dengan mendetail, sebab-sebab apa Brahma-Baka kini terlahir dialam “Ketuhanan” tersebut, dan akan berapa lama ia tinggal disitu, siapakah dulunya Brahma-Baka ini, dan apa hubungannya Brahma-Baka ini dengan Sang Buddha pada kehidupan lampaunya, Sang Buddha juga mampu mengetahui kehidupan masa kini Brahma Baka tersebut. Karena penjelasan Sang Buddha yang sangat dalam dan luas , mendetail itu, Brahma-Baka akhirnya mengakui kebenaran Sang Buddha dan berkata :
“ Pastilah Engkau tahu rentang kehidupanku ini ; Yang lain-lain engkau pun tahu, jadi Engkau adalah SANG-BUDDHA. Demikianlah keagunganmu yang terang benderang ini menyinari bahkan alam Brahma. “
Kemudian, kisah yang lain adalah kisah dimana Sang Buddha beserta keempat muridnya, Y.M. Mahamoggallana, Y.M. Mahakassapa, Y.M. Mahakappina, Y.M. Anuruddha, menaklukan satu Brahma yang lain yang penuh kesombongan karena menganggap dirinya lebih tinggi daripada yang lain. Di Savatthi, pada waktu itu muncul pandangan-salah yang sangat spekulatif pada satu Brahma :
“ Tidak ada petapa atau Brahmana yang bisa datang kemari ! “
Dengan kekuatan batinnya Sang Buddha mengerti isi hati satu Brahma itu, dan dalam sekejap Sang Buddha lenyap dari hutan Jeta dan muncul kembali di alam Brahma. Sang Buddha duduk bersila di udara diatas Brahma itu, setelah masuk kedalam samadhi dengan pokok-pemusatan perhatian ; api.
Pada saat itu Y.M. Mahamoggallana bertanya-tanya, “ Dimanakah Sang Buddha berdiam pada saat ini ? “ Dengan kemampuan mata-dewa, Y.M. Mahamoggallana melihat Sang Buddha sedang duduk bersila di udara di atas Brahma itu, setelah masuk ke dalam samadhi objek api. Mengetahui hal ini, Y.M. Mahamoggallana segera menyusul Sang Buddha, lenyap dari hutan Jeta, dan muncul di alam Brahma, kemudian menempatkan diri di bagian timur dan duduk bersila di udara di atas Brahma itu – walaupun lebih rendah dari Sang Buddha -, setelah sebelumnya masuk samadhi dengan objek api juga.
Selanjutnya disusul oleh Y.M. Mahakassapa yang menempatkan diri di bagian selatan, Y.M. Mahakappina yang menempatkan diri di bagian barat, Y.M. Anuruddha yang menempatkan diri di bagian utara. Kesemuanya duduk bersila lebih rendah dari Sang Buddha.
Y.M. Magamoggallana pun lalu menegur Brahma tersebut dengan syair berikut
“ Hari ini , sahabat, apakah engkau masih memegang pandangan itu, Pandangan yang tadinya kamu pegang ? Apakah engkau melihat kecermelangan Yang Melampaui kecemerlangan di alam Brahma ? “
Brahma tersebut menjawab :
“ Saya tidak lagi memegang pandangan itu Yang Mulia, Pandangan yang tadinya saya pegang. Memang saya melihat kecemerlangan yang melampaui kecemerlangan di alam Brahma. Hari ini bagaimana munkin saya mempertahankan, “ AKU ADALAH KEKAL ABADI ? “
Setelah membangkitkan rasa kemendesakan pada Brahma itu, kemudian dalam sekejap Sang Buddha lenyap dari alam Brahma tersebut dan kembali di hutan Jeta.
Lalu Brahma itu berbicara kepada satu anggota kelompoknya ;
“ Ayo, tuan, datangilah Y.M. Mahamoggallana dan katakan kepadanya : “ Tuan Mahamoggallana , adakah siswa Sang Buddha lainnya yang sekuat dan sehebat Tuan Moggallana, Kassapa, Kappina dan Anuruddha ? “
Anggota kelompok Brahma itu menurutinya dan lalu mendatangi Y.M. Mahamoggallana. Y.M. Mahamoggallana kemudian berkata kepada anggota kelompok Brahma itu dengan syair :
“ Sungguh banyak siswa Sang Buddha yang merupakan Arahat dengan noda-noda yang telah hancur, pemilik tiga-pengetahuan dengan kekuatan-kekuatan batin, yang terampil dalam jalan pikiran orang lain. “
Mendengar jawaban tersebut, para Brahma itu terkagum-kagum dan turut bersuka-cita karenanya.
Dan sesungguhnya, disamping kisah-kisah dalam sutta-sutta tersebut, masih banyak lagi kisah-kisah bagaimana Sang Buddha membimbing para Brahma yang memiliki pandangan salah yang menganggap dirinya adalah “Yang-Mutlak, Pencipta-Alam-Semesta, Yang-Maha-Kuasa “. Dan atas bimbingan Sang Buddha, para Brahma yang berpandangan-salah itupun akhirnya memahami kekeliruannya.
sumber : kaskus