hehe ...
Rekan Bond, ... kok ini baru muncul sekarang? ...
Justru itulah yang dipahami oleh mayoritas umat Buddha Theravada tentang
paticca-samuppada, yakni menjelaskan kaitan antara
kamma dalam kehidupan lampau dengan
vipaka dalam kehidupan sekarang, dan kaitan antara
kamma dalam kehidupan sekarang dengan
vipaka dalam kehidupan yang akan datang. ...
Bagaimana pun juga terima kasih Anda telah mengingatkan saya akan pelajaran paticca-samuppada yang saya pelajari 40 tahun yang lalu, ketika saya masih mahasiswa. ...
Nah, dalam hal ini
Pa-Auk Sayadaw BENAR 100%. (Itulah sebabnya saya tidak mau berdebat dengan beliau, ketika Anda sarankan untuk itu.
) ...
Tapi implikasinya apa? ... Implikasinya ialah, kalau Anda
tidak mempunyai abhinna untuk
melihat kehidupan lampau, maka Anda
tidak bisa melihat paticca-samuppada ... kalau Anda tidak bisa melihat paticca-samuppada, maka itu sama dengan Anda
tidak melihat Dhamma ... kalau Anda tidak melihat Dhamma, maka Anda
tidak bisa menjadi Sotapanna (
dhammacakkhu tidak bisa terbuka) ...
apalagi menjadi arahat.
Implikasinya apa lagi? ... Implikasi lain ialah,
para arahat yang tidak memiliki abhinna apa pun ... tidak bisa melihat kehidupan lampau ... tidak melihat paticca-samuppada ... tidak melihat Dhamma (mata-dhamma/dhammacakkhu tidak terbuka) ... berarti
para arahat itu Sotapanna pun belum.
... Apa iya?
Nah, jadi
kita harus mengkaji kembali secara mendasar pemahaman teoretis kita tentang paticca-samuppada ... Siapa yang berani melakukan itu, menentang tradisi yang sudah berurat berakar selama ribuan tahun? ...
Nah, selanjutnya silakan baca kembali tanggapan saya kepada Rekan Kelana yang dimuat sebagai 'Reply #11' ... jauh sebelum Anda menampilkan topik ini. ...
Tanggapan saya itu saya tampilkan kembali di bawah ini.
Salam,
hudoyo
IMO, untuk menembus paticca samuppada kita tidak wajib mengetahui masa depan maupun masa lalu dalam arti melihat kelahiran sebelum dan sesudah. Lagi pula apalah artinya masa depan dan masa lalu itu ketika satu detik yang akan datang dari sekarang adalah masa depan dan satu detik sebelum sekarang adalah masa lalu. Saya melihat bahwa sekarang pun kita mengalami proses paticca samuppada dalam skala kecil.
Ini menarik. ... Saya setuju dengan ini. ...
Dari sini timbul permasalahan: Jadi, kalau untuk menembus paticca-samuppada tidak perlu mengetahui kehidupan masa lampau dan masa depan, maka pelajaran paticca-samuppada yang kita terima secara
tradisional dari para bhante itu tidak lebih dari
pengetahuan analitis, pengetahuan intelektual,
bukan penembusan sama sekali?? ...
Pelajaran paticca-samuppada secara tradisional mengajarkan bahwa paticca-samuppada menjelaskan hubungan antara
tiga kehidupan:
masa lampau (avijja, sankhara),
masa kini (vinnana, nama-rupa, salayatana, phassa, vedana, tanha, upadana, bhava), dan
masa depan (jati, jara-marana).
Kalau paham seperti ini benar, maka implikasinya untuk menembus paticca-samuppada orang harus mampu melihat ke masa lampau dan ke masa depan, sebagaimana dinyatakan oleh
Pa-Auk Sayadaw, seorang
Master jhana.
Dan ini sudah diajarkan turun-temurun di kalangan umat Buddha Theravada.
Baru pada abad ke-20 M muncul sanggahan dari beberapa bhikkhu. Mula-mula dari alm.
Nanavira Thera, seorang bhikkhu yang tinggal menyendiri untuk bermeditasi. Lalu, tidak tanggung-tanggung, dari
Ajahn Buddhadasa Mahathera, seorang Guru vipassana bertaraf internasional. Dua-duanya adalah bhikkhu meditasi. Malah alm. Nanavira Thera, dalam salah satu surat anumertanya, menyatakan sudah terbuka "
Dhammacakkhu"-nya (menjadi Sotapanna).
Kedua bhikkhu itu menyatakan bahwa
kedua belas nidana dari paticca-samuppada akan terlihat--bukan secara
linear--melainkan
secara serentak, saling bergantungan, pada saat kini.
Mereka menekankan salah satu sifat Dhamma, yaitu
'akaliko'. Dalam buku-buku paritta, 'akaliko' diterjemahkan sebagai "tidak lapuk oleh waktu, abadi". Padahal arti sebenarnya dari 'akaliko' adalah
"tanpa waktu" (a-kala), time-less. Artinya tidak ada masa lampau dan masa depan, yang ada adalah
nidana-nidana yang berproses serentak dan saling-bergantungan pada saat kini.
Jadi, menurut pemahaman baru tentang paticca-samuppada ini, orang
tidak perlu memiliki kemampuan untuk melihat kehidupan lampau untuk bisa menembus paticca-samuppada.Pandangan baru tentang paticca-samuppada ini kini telah berkembang luas di kalangan bhikkhu-bhikkhu terpelajar di Barat, di kalangan bhikkhu-bhikkhu di Sri Lanka, dan mulai meluas di Thailand. Memang bhikkhu-bhikkhu Burma "ketinggalan" dalam hal ini.
Di dalam
retret MMD, diskusi tentang 'waktu' merupakan diskusi yang penting. Dalam
keheningan mendalam, di mana pikiran & si aku berhenti, pemeditasi berada pada saat kini terus-menerus, tidak ada masa lampau, tidak ada masa depan.
NB: Salah seorang bhikkhu yang terang-terangan menentang pemahaman 'akaliko' dari paticca-samuppada ini adalah
Ajahn Brahmavamso, seorang
Master jhana.
Salam,
hudoyo