//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Pertanyaan seputar Yakkha!  (Read 16475 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Pertanyaan seputar Yakkha!
« on: 19 August 2010, 06:53:25 PM »
Sebenarnya, dalam Buddhisme, makhluk yakkha, dalam 31 alam kehidupan, termasuk dalam kategori apa? Ada beberapa pertanyaan muncul:

1. Jika yakkha termasuk makhluk rendah, namun mengapa ada beberapa yakkha bisa mencapai kesucian seperti yakkha suciloma, Ālavaka, Hemavata?
2. JIka termasuk makhluk dewa, mengapa sering dikatakan bahwa kelahiran sebagai mereka merupakan akibat perbuatan buruk? Ada beberapa cerita jātaka seperti Sutasomajātaka mengatakan demikian.
3. JIka mereka termasuk makhluk halus, mengapa beberapa mereka makan daging manusia? Contoh, kisah dalam Sutasomajātaka. Adakah kemungkinan mereka sebenarnya manusia? Sebagai informasi saja, dalam Encyclopaedia of Buddhism,ada pendapat bahwa yakkha adalah manusia primitif.
4. JIka mereka manusia, mengapa mereka memilki super normal power layaknya para dewa?

Silahkan yang mau menjawab.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan seputar Yakkha!
« Reply #1 on: 19 August 2010, 06:55:06 PM »
bukankah termasuk dalam alam dewa Catumaharajika?

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Pertanyaan seputar Yakkha!
« Reply #2 on: 19 August 2010, 07:49:52 PM »
Catumaharajika
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan seputar Yakkha!
« Reply #3 on: 19 August 2010, 11:20:59 PM »
coba2 jawab ah
Sebenarnya, dalam Buddhisme, makhluk yakkha, dalam 31 alam kehidupan, termasuk dalam kategori apa? Ada beberapa pertanyaan muncul:

1. Jika yakkha termasuk makhluk rendah, namun mengapa ada beberapa yakkha bisa mencapai kesucian seperti yakkha suciloma, Ālavaka, Hemavata?
2. JIka termasuk makhluk dewa, mengapa sering dikatakan bahwa kelahiran sebagai mereka merupakan akibat perbuatan buruk? Ada beberapa cerita jātaka seperti Sutasomajātaka mengatakan demikian.
3. JIka mereka termasuk makhluk halus, mengapa beberapa mereka makan daging manusia? Contoh, kisah dalam Sutasomajātaka. Adakah kemungkinan mereka sebenarnya manusia? Sebagai informasi saja, dalam Encyclopaedia of Buddhism,ada pendapat bahwa yakkha adalah manusia primitif.
4. JIka mereka manusia, mengapa mereka memilki super normal power layaknya para dewa?

Silahkan yang mau menjawab.

ada kelahiran di alam yg bahagia, ada kelahiran di alam sengsara, tapi ada juga kelahiran di alam bahagia sekaligus menderita, yaitu kelahiran sbg manusia dan para dewa tingkat rendah. dewa tingkat rendah ini termasuk yakkha.
karena secara ruang, yakkha ini masih bersinggungan dengan manusia, jadi masuk akal, jika memiliki budaya yg mirip, misalnya suka makan daging, suka mencuri, matre, dll.
dikatakan terlahir sebagai akibat perbuatan buruk, biasanya jika dibandingkan dengan jasanya yg seharusnya bisa mencapai kelahiran yang lebih tinggi.
dan karena termasuk kelompok dewa, maka wajar kalo punya kesaktian.


Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Pertanyaan seputar Yakkha!
« Reply #4 on: 19 August 2010, 11:58:12 PM »
coba2 jawab ah
Sebenarnya, dalam Buddhisme, makhluk yakkha, dalam 31 alam kehidupan, termasuk dalam kategori apa? Ada beberapa pertanyaan muncul:

1. Jika yakkha termasuk makhluk rendah, namun mengapa ada beberapa yakkha bisa mencapai kesucian seperti yakkha suciloma, Ālavaka, Hemavata?
2. JIka termasuk makhluk dewa, mengapa sering dikatakan bahwa kelahiran sebagai mereka merupakan akibat perbuatan buruk? Ada beberapa cerita jātaka seperti Sutasomajātaka mengatakan demikian.
3. JIka mereka termasuk makhluk halus, mengapa beberapa mereka makan daging manusia? Contoh, kisah dalam Sutasomajātaka. Adakah kemungkinan mereka sebenarnya manusia? Sebagai informasi saja, dalam Encyclopaedia of Buddhism,ada pendapat bahwa yakkha adalah manusia primitif.
4. JIka mereka manusia, mengapa mereka memilki super normal power layaknya para dewa?

Silahkan yang mau menjawab.

ada kelahiran di alam yg bahagia, ada kelahiran di alam sengsara, tapi ada juga kelahiran di alam bahagia sekaligus menderita, yaitu kelahiran sbg manusia dan para dewa tingkat rendah. dewa tingkat rendah ini termasuk yakkha.
karena secara ruang, yakkha ini masih bersinggungan dengan manusia, jadi masuk akal, jika memiliki budaya yg mirip, misalnya suka makan daging, suka mencuri, matre, dll.
dikatakan terlahir sebagai akibat perbuatan buruk, biasanya jika dibandingkan dengan jasanya yg seharusnya bisa mencapai kelahiran yang lebih tinggi.
dan karena termasuk kelompok dewa, maka wajar kalo punya kesaktian.



Biasanya dikatakan bahwa seseorang terlahir di alam dewa karena hasil kamma baiknya, namun sebaliknya dalam literatur Buddhis umumnya disebutkan bahwa kelahiran sebagai yakkha karena hasil perbuatan jahat.

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan seputar Yakkha!
« Reply #5 on: 20 August 2010, 12:12:59 AM »
Biasanya dikatakan bahwa seseorang terlahir di alam dewa karena hasil kamma baiknya, namun sebaliknya dalam literatur Buddhis umumnya disebutkan bahwa kelahiran sebagai yakkha karena hasil perbuatan jahat.

As far as I thought, Yakkha itu makhluk Asura...

Offline Wolvie

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 805
  • Reputasi: 25
Re: Pertanyaan seputar Yakkha!
« Reply #6 on: 20 August 2010, 12:17:33 AM »

As far as I thought, Yakkha itu makhluk Asura...

tapi kalo dari baca2 kesannya Yakkha itu lebih baik (maksudnya lebih mending kelahirannya) daripada asura.

klo nda salah raja Bimbisara setelah meninggal lahirnya jadi Yakkha.

sy juga binun sih banyak yang bilang seh katanya Yakkha= asura, tapi kok kayanya beda juga..

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan seputar Yakkha!
« Reply #7 on: 20 August 2010, 12:23:46 AM »
Raja Bimbisara  terlahir kembalil menjadi Yakkha Janavasabha.

namun kalau melihat gambaran dalam DN 18, http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_18_Janavasabha_Sutta_Walshe
sepertinya jadi Yakkha gak buruk2 amat. masih tetanggaan dgn surga Tavatimsa, mungkin cuma beda kapling.

dalam salah satu catatan kaki, Bhikkhu Bodhi menuliskan.

"7. Yakkha, biasanya dianggap makhluk yang menakutkan seperti siluman atau raksasa. Sebenarnya mereka adalah makhluk ambivalen (seperti yang diusulkan oleh Mrs. Rhys Davids dengan istilah ‘peri’). Persoalan ini dijelaskan secara lengkap oleh Raja Vessavaṇa, yang (seperti yang kita ketahui dalam Sutta ini juga) adalah raja mereka, dalam DN 32.2. Baca juga DN 23.23 dan artikel Yakkha dalam DPPN."

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Re: Pertanyaan seputar Yakkha!
« Reply #8 on: 20 August 2010, 12:35:13 AM »
Raja Bimbisara  terlahir kembalil menjadi Yakkha Janavasabha.

namun kalau melihat gambaran dalam DN 18, http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_18_Janavasabha_Sutta_Walshe
sepertinya jadi Yakkha gak buruk2 amat. masih tetanggaan dgn surga Tavatimsa, mungkin cuma beda kapling.

dalam salah satu catatan kaki, Bhikkhu Bodhi menuliskan.

"7. Yakkha, biasanya dianggap makhluk yang menakutkan seperti siluman atau raksasa. Sebenarnya mereka adalah makhluk ambivalen (seperti yang diusulkan oleh Mrs. Rhys Davids dengan istilah ‘peri’). Persoalan ini dijelaskan secara lengkap oleh Raja Vessavaṇa, yang (seperti yang kita ketahui dalam Sutta ini juga) adalah raja mereka, dalam DN 32.2. Baca juga DN 23.23 dan artikel Yakkha dalam DPPN."


Bagaimana dengan cerita Sucilomasutta? Yakkhanya menakutkan.

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Pertanyaan seputar Yakkha!
« Reply #9 on: 20 August 2010, 12:35:30 AM »
Benar. Seingat saya, Raja Bimbisara sudah menjadi seorang Sotapanna sebelum akhirnya meninggal. Seumpanya Yakkha adalah makhluk Asura, maka itu menjadi kontradiksi dimana seorang Sotapanna bisa terlahir ke alam rendah. Menilik dari kasus ini, kita bisa mencoret "makhluk Asura" dari daftar probabilitas. Tapi itu pun kalau memang tidak ada kontradiksi di sini...

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Pertanyaan seputar Yakkha!
« Reply #10 on: 20 August 2010, 12:39:49 AM »
Raja Bimbisara  terlahir kembalil menjadi Yakkha Janavasabha.

namun kalau melihat gambaran dalam DN 18, http://dhammacitta.org/dcpedia/DN_18_Janavasabha_Sutta_Walshe
sepertinya jadi Yakkha gak buruk2 amat. masih tetanggaan dgn surga Tavatimsa, mungkin cuma beda kapling.

dalam salah satu catatan kaki, Bhikkhu Bodhi menuliskan.

"7. Yakkha, biasanya dianggap makhluk yang menakutkan seperti siluman atau raksasa. Sebenarnya mereka adalah makhluk ambivalen (seperti yang diusulkan oleh Mrs. Rhys Davids dengan istilah ‘peri’). Persoalan ini dijelaskan secara lengkap oleh Raja Vessavaṇa, yang (seperti yang kita ketahui dalam Sutta ini juga) adalah raja mereka, dalam DN 32.2. Baca juga DN 23.23 dan artikel Yakkha dalam DPPN."


Bagaimana dengan cerita Sucilomasutta? Yakkhanya menakutkan.

nah ini mungkin bisa menjadi jawabannya, yg karena akibat buruk mungkin adalah yakkha sejenis suciloma, dan yg karena akibat baik adalah yakka janavasabha, sama seperti manusia, ada yg, karena karma baik, terlahir menjadi orang yg rupawan dan kaya, sebaliknya karena karma buruk, terlahir menjadi orang yg buruk rupa dan miskin. jadi yakkha juga seperti juga manusia terdiri dari banyak jenis.

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Pertanyaan seputar Yakkha!
« Reply #11 on: 20 August 2010, 02:52:28 AM »
Menurut saya kata yakkha itu sendiri mengalami peyorasi dari zaman ke zaman. Pada zaman semasa Buddha masih hidup, yakkha itu sendiri identik dengan pengertian makhluk tak kasat mata alias "makhluk halus" yang bisa berarti dewa/i, asura ataupun jenis peta. Mungkin penyederhanaan dilakukan karena orang biasa, atau makhluk itu sendiri tidak tahu apakah dia dewa ini atau asura itu. Pokok'e untuk menggolongkan jenis makhluk itu sepanjang makhluk tersebut bukan manusia.

Pada zaman-zaman berikutnya setelah masa Sang Buddha hidup. Misalnya sejak Milinda Panha mulai direcord hingga sekarang, arti kata yakkha semakin mengalami peyorasi menjadi lebih ke makhluk di alam rendah (Asura, peta, terkadang masih disamakan dengan dewa tingkat rendah) dan bergeser semakin luas mencakup beberapa jenis makhluk kasat mata yang dianggap menjijikkan.

Dan jangan lupakan satu kenyataan bahwa India sendiri pada masa Sang Buddha hidup terdiri dari berbagai macam suku dan kebudayaan. Terkadang bahasa yang digunakan di satu daerah dan kebudayaan akan berbeda dari yang lainnya. Tidaklah mungkin Sang Buddha bersikap kaku menggunakan terminologi yang sama di setiap daerah dan kebudayaan sementara Sang Buddha lebih menekankan pada pengertian dibandingkan terminologi. Ketika semua terminologi yang berbeda tetapi memiliki pengertian sama disatukan dalam kompilasi ajaran Buddha, ini mungkin akan berdampak membingungkan bagi pembaca.

 _/\_
appamadena sampadetha

Offline pannadevi

  • Samaneri
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.960
  • Reputasi: 103
  • Gender: Female
Re: Pertanyaan seputar Yakkha!
« Reply #12 on: 20 August 2010, 08:30:53 AM »
jadi pengin nanya lalu bagaimana dengan Aradhana devata ? dalam paritta itu kita mengundang Yakkha untuk hadir. sedangkan Yakkha sebagaimana yang dipaparkan diatas seperti itu.

mettacittena,

Offline adi lim

  • Sebelumnya: adiharto
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.993
  • Reputasi: 108
  • Gender: Male
  • Sabbe Satta Bhavantu Sukhitatta
Re: Pertanyaan seputar Yakkha!
« Reply #13 on: 20 August 2010, 09:52:23 AM »
Makhluk Yakha itu ada yang prilaku baik dan prilaku buruk.

ATANATIYA SUTTA, terjemahan

Demikianlah yang telah kudengar. Suatu kali Sang Buddha sedang berdiam di Rajagaha di Puncak Burung Nazar, dan keempat Catuhmaharajika beserta dengan sekumpulan besar yakkha , gandhabba, kumbhanda, serta naga. Mereka sedang menjaga dan memelihara keamanan keempat penjuru. Ketika malam telah semakin dekat, mereka pergi mengunjungi Buddha, menerangi seluruh Puncak Burung Nazar dengan cahaya mereka, menghaturkan hormat pada Beliau dan duduk pada satu sisi
Vessavana yang telah duduk pada satu sisi berkata pada Sang Buddha, "Yang Mulia, terdapat beberapa yakkha terkemuka yang tidak meyakini ajaran Anda, sebaliknya ada pula di antara mereka yang memiliki keyakinan.
Demikian pula halnya dengan para yakkha yang berasal dari tingkatan menengah dan rendah, mereka ada yang memiliki keyakinan terhadap Buddha dan ada pula yang tidak. Tetapi, Yang Mulia, sebagian besar yakkha tidak memiliki keyakinan terhadap Yang Mulia.


_/\_
« Last Edit: 20 August 2010, 09:58:04 AM by adi lim »
Seringlah PancaKhanda direnungkan sebagai Ini Bukan MILIKKU, Ini Bukan AKU, Ini Bukan DIRIKU, bermanfaat mengurangi keSERAKAHan, mengurangi keSOMBONGan, Semoga dapat menjauhi Pandangan SALAH.

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Pertanyaan seputar Yakkha!
« Reply #14 on: 20 August 2010, 07:50:13 PM »
Makhluk Yakha itu ada yang prilaku baik dan prilaku buruk.

ATANATIYA SUTTA, terjemahan

Demikianlah yang telah kudengar. Suatu kali Sang Buddha sedang berdiam di Rajagaha di Puncak Burung Nazar, dan keempat Catuhmaharajika beserta dengan sekumpulan besar yakkha , gandhabba, kumbhanda, serta naga. Mereka sedang menjaga dan memelihara keamanan keempat penjuru. Ketika malam telah semakin dekat, mereka pergi mengunjungi Buddha, menerangi seluruh Puncak Burung Nazar dengan cahaya mereka, menghaturkan hormat pada Beliau dan duduk pada satu sisi
Vessavana yang telah duduk pada satu sisi berkata pada Sang Buddha, "Yang Mulia, terdapat beberapa yakkha terkemuka yang tidak meyakini ajaran Anda, sebaliknya ada pula di antara mereka yang memiliki keyakinan.
Demikian pula halnya dengan para yakkha yang berasal dari tingkatan menengah dan rendah, mereka ada yang memiliki keyakinan terhadap Buddha dan ada pula yang tidak. Tetapi, Yang Mulia, sebagian besar yakkha tidak memiliki keyakinan terhadap Yang Mulia.


_/\_

Dari Atanatiya Sutta ini sudah jelas bahwa yakkha adalah makhluk dewa tingkat rendah pengikut Vessavana, salah satu raja dewa dari Catummaharajika. Penjelasan DPN tentang Yakkha memberikan penjelasan lebih rinci:

Quote
    * Yakkha

A class of non human beings generally described as amanussā. They are mentioned with Devas, Rakkhasas, Dānavas, Gandhabbas, Kinnaras, and Mahoragas (? Nāgas) (E.g., J.v.420).

In other lists (E.g., PvA. 45, 55) they range immediately above the Petas; in fact, some of the happier Petas are called Yakkhas. Elsewhere (E.g., A.ii.38) they rank, in progressive order, between manussā and gandhabbā. They are of many different kinds: spirits, ogres, dryads, ghosts, spooks. In the early records, yakkha, like nāgā, as an appellative, was anything but depreciative. Thus not only is Sakka, king of the gods, so referred to (M.i.252; J.iv.4; DA.i.264), but even the Buddha is spoken of as a yakkha in poetic diction (M.i.386). Many gods, such as Kakudha, are so addressed (S.i.54).

According to a passage in the Vimānavatthu Commentary, (VvA.333) which gives illustrations, the term is used for Sakka, the Four Regent Gods (Mahārājāno), the followers of Vessavana, and also for puriso (individual soul?). In the scholiast to the Jayadissa Jātaka (J.v.33), the figure of the hare in the moon is also called yakkha. Of these above named, the followers of Vessavana appear to be the Yakkhas proper. The term yakkha as applied to purisa is evidently used in an exceptionally philosophical sense as meaning "soul" in such passages as ettāvatā yakkhassa suddhi (SN.vs.478), or ettāvat' aggam no vadanti h' ekā, yakkhassa suddhim idha pānditāse (SN.vs.875).

In the Niddesa (MNid.282), yakkha is explained by satta, nara, mānava, posa, puggala, jīva, jagu, jantu, indagu, manuja. The last term is significant as showing that yakkha also means "man."

The cult of yakkhas seems to have arisen primarily from the woods and secondarily from the legends of sea faring merchants. To the latter origin belong the stories connected with vimānas found in or near the sea or in lakes. The worship of trees and the spirits inhabitating them is one of the most primitive forms of religion. Some, at least, of the yakkhas are called rukkha devatā (E.g., J.iii.309, 345; Pv.i.9; PvA.5) (spirits of trees), and others bhummadevatā, (PvA.45,55) (spirits of the earth), who, too, seem to have resided in trees. Generally speaking, the Yakkhas were decadent divinities, beings half deified, having a deva's supernormal powers, particularly as regards influencing people, partly helpful, partly harmful. They are sometimes called devatā (E.g., S.i.205), or devaputta (E.g., PvA. 113, 139). Some of these, like Indakūta and Suciloma, are capable of intelligent questioning on metaphysics and ethics. All of them possess supernatural powers; they can transfer themselves at will, to any place, with their abodes, and work miracles, such as assuming any shape at will. An epithet frequently applied is mahiddhika (E.g., Pv.ii.9; J.vi.118). Their appearance is striking as a result of former good kamma (Pv.i.2, 9; ii.11; iv.3, etc.). They are also called kāmakāmī, enjoying all kinds of luxuries (Pv.i.3), but, because of former bad kamma, they are possessed of odd qualities, thus they are shy, they fear palmyra leaf and iron. Their eyes are red and they neither wink nor cast a shadow. J.iv.492; v.34; vi.336, 337; these various characteristics are, obviously, not found in all Yakkhas. The Yakkhas are evidently of different grades -  as is the case with all classes of beings – the highest among them approximate very nearly to the devas and have deva-powers, the lowest resemble petas. The Yakkhas are specially mentioned as being afraid of palm leaves (J.iv.492).

Their abode is their self created palace, which is anywhere, in the air, in trees, etc. These are mostly ākasattha (suspended in the air), but some of them, like the abode of ālavaka, are bhumattha (on the ground) and are described as being fortified (SNA.i.222). Sometimes whole cities   e.g., ālakamandā   stand under the protection of, or are inhabited by, Yakkhas.

In many respects they resemble the Vedic Pisācas, though they are of different origin. They are evidently remnants of an ancient demonology and have had incorporated in them old animistic beliefs as representing creatures of the wilds and the forests, some of them based on ethnological features. (See Stede: Gespenstergeschichten des Petavatthu v.39ff ).

In later literature the Yakkhas have been degraded to the state of red eyed cannibal ogres. The female Yakkhas (Yakkhinī) are, in these cases, more fearful and evil minded than the male. They eat flesh and blood (J.iv.549; v.34); and devour even men (D.ii.346; J.ii.15ff.) and corpses (J.i.265). They eat babies (J.v.21; vi.336) and are full of spite and vengeance (DhA.i.47; ii.35f.). The story of Bhūta Thera is interesting because his elder brothers and sisters were devoured by a hostile Yakkha, so the last child is called Bhūta to propitiate the Yakkha by making him the child's sponsor!

Ordinarily the attitude of the Yakkhas towards man is one of benevolence. They are interested in the spiritual welfare of the human beings with whom they come in contact and somewhat resemble tutelary genii. In the Atānātiya Sutta (D.iii.194f), however, the Yakkha king, Vessavana, is represented as telling the Buddha that, for the most part, the Yakkhas believe neither in the Buddha nor in his teachings, which enjoin upon his followers abstention from various evils and are therefore distasteful to some of the Yakkhas. Such Yakkhas are disposed to molest the followers of the Buddha in their woodland haunts. Cp. the story of the Yakkha who wished to kill Sāriputta (Ud.iv.4). But the Mahā Yakkhas (a list in D.iii.204f), the generals and commanders among Yakkhas, are always willing to help holy men and to prevent wicked Yakkhas from hurting them. Among Yakkhas are some beings who are sotāpannas -  e.g., Janavasabha, Suciloma and Khara (s.v.). Some Yakkhas even act as messengers from another world, and will save prospective sinners from committing evil (Pv.iv.1). The case of the Yakkha Vajirapāni is of special interest. D.i.95. The Commentary (DA.i.264) says he is not an ordinary Yakkha, but Sakka himself.

He is represented as a kind of mentor, hovering in the air, threatening to kill Ambattha, if he does not answer the Buddha's question the third time he is asked. In many cases the Yakkhas are "fallen angels" and come eagerly to listen to the word of the Buddha in order to be able to rise to a higher sphere of existence   e.g., Piyankaramātā and Punabbasumātā, and even Vessavana, listening to Velukandakī Nandamātā reciting the Parāyana Vagga (A.iv.63). At the preaching of the Mahāsamaya Sutta (q.v.) many hundreds of thousands of Yakkhas were present among the audience.

It has been pointed out (Stede, op. cit) that the names of the Yakkhas often give us a clue to their origin and function. These are taken from (a) their bodily appearance   e.g., Kuvannā, Khara, Kharaloma, Kharadāthika, Citta, Cittarāja, Silesaloma, Sūciloma and Hāritā; (b) their place of residence, attributes of their realms, animals, plants, etc.   e.g., Ajakalāpaka, ālavaka (forest dweller), Uppala, Kakudha (name of plant), Kumbhīra, Gumbiya, Disāmukha, Yamamoli, Vajira, Vajirapāni or Vajirabāhu, Sātāgira, Serīsaka; (c) qualities of character, etc.   e.g., Adhamma, Katattha, Dhamma, Punnaka, Māra, Sakata; (d) embodiments of former persons   e.g., Janavasabha (lord of men= Bimbisāra), Dīgha, Naradeva, Pandaka, Sīvaka, Serī.

Vessavana (q.v.) is often mentioned as king of the Yakkhas. He is one of the four Regent Gods, and the ātānātiya Sutta (D.iii.199ff) contains a vivid description of the Yakkha kingdom of Uttarakuru, with its numerous cities, crowds of inhabitants, parks, lakes and assembly halls. Vessavana is also called Kuvera, and the Yakkhas are his servants and messengers. They wait upon him in turn. The Yakkhinīs draw water for him, and often are so hard worked that many die in his service. E.g., J.iv.492. Mention is also made (e.g., DA.ii.370) of Yakkhadāsīs who have to dance and sing to the devas during the night. Early in the morning they drink a cup of toddy (surā) and go off into a deep sleep, from which they rise betimes in the evening ready for their duties.

No one, apparently, is free from this necessity of waiting upon the king   even Janavasabba has to run errands for Vessavana (D.ii.207). Among the duties of Vessavana is the settling of disputes between the devas, and this keeps him (J.vi.270) much occupied. In this work he is helped by the Yakkhasenāpati, whose business it is to preside over the courts during eight days of each mouth (SNA.i.197). The Yakkhas hold regular assemblies on Manosilātala on the Bhagalavatīpabbata (SNA.i.187; cp. D.iii.201 and DA.iii.967). As followers of Kuvera, lord of riches, the Yakkhas are the guardians and the liberal spenders of underground riches, hidden treasures, etc., with which they delight men. E.g., Pv.ii.11; PvA.145; Pv.iv.12; PvA.274. These were seven yakkhas who guarded the wealth of Jotiyasetthi (DhA.iv.208f.).

It is difficult to decide whether the Yakkhas, who are the aborigines of Ceylon (Lankā), were considered human or non human. Kuvenī, one of their princesses, and her maid, can both assume different forms, but Vijaya marries Kuveni and has two children by her. (Cp. Vin.iii.37; iv. 20; where sexual intercourse with a Yakkha is forbidden). The Yakkhas are invisible, and Vijaya is able to kill them only with the help of Kuveni (Mhv.vii.36); but their clothes are found fit for Vijaya and his followers to wear (Mhv.vii.38). Again, Cetiyā (q.v.) could make herself invisible and assume the form of a mare, but Pandukābhaya lived with her for four years and she gave him counsel in battle. Later, when he held festivities, he had the Yakkha Cittarāja on the throne beside him (Mhv.x.87). In all probability these Yakkhas were originally considered as humans, but later came to be confused with non humans. Their chief cities were Lankāpura and Sirīsavatthu.

The commonly accepted etymology of Yakkha is from the root yaj, meaning to sacrifice. Thus: yajanti tattha balim upaharantī ti yakkha (VvA.224), or pūjanīyabhāvato yakkho, ti uccati (VvA.333).
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

 

anything