Saya tidak membaca semua komen di sini, tapi mohon maaf.. ikut nimbrung nih. Menurut saya, pada hakekatnya, tidak ada 'being / makhluk / diri (satta) dalam pañcakkhandha. Yang ada hanyalah pañcakkhandha. Namun dalam bahasa dunia, kita harus menggunakan istilah 'being, diri, makhluk atau satta, meskipun untuk para arahat sekalipun. Ini bisa dilihat dari Vajirāsutta, Samyuttanikāya. Dlm sutta ini, ketika Mara menanyakan ke bhikkhuni Vajirā siapakah yang menciptakan makhluk, Bhikkhuni Vajirā menjawab sebagai berikut:
"Why now do you assume 'a being (satta)'?
Mara, is that your speculative view?
This is a heap of sheer formations:
Here 'no being' is found".
"Just as, with an assemblage of parts,
the word 'chariot' is used,
so when the aggregates (khandhā) exist,
there is the convention (sammuti) 'a being'.
Dua syair di atas menunjukkan bahwa pada hakekatnya tidak ada makhluk. Yang ada hanyalah pañcakkhandha. Namun secara konvensionil, makhluk itu ada jika lima khandhā ada. Menurut kitab komentar, syair pertama merujuk pada paramatthasacca, sedangkan syair kedua sammutisacca.
Meskipun pada hakekatnya / menurut paramatthasacca tidak ditemukan 'makhluk' dan yang ada hanya makhluk secara konvensionil terutama jika ada gabungan pañcakkhandhā, manusia yang masih terikat dengan kekotoran batin memiliki kecenderungan bahwa 'makhluk' benar-benar ada. Ketika di sana ada kemelekatan terhadap lima khandha, di sana ada kecenderungan pikiran bahwa 'makhluk / diri / aku / satta' benar-benar ada. Namun jika tidak ada kemelekatan terhadap lima khandhā, kecenderungan ini pun lenyap. Kondisi batin ini sudah dicapai oleh para arahat. Karena hal inilah, Sattasutta dikhotbahkan oleh Sang Buddha kepada Radha. Kesimpulannya adalah pada hakekatnya tidak ada makhluk. Yang ada hanya makhluk secara konvensionil (sammuti) ketika lima khandhā eksis. Ini telah dijelaskan dalam Vajirāsutta. Dalam Radhasutta, yang disebut makhluk adalah kecenderungan pikiran yang masih diliputi oleh kemelekatan terhadap lima khandhā. Jika ada kemelekatan terhadap lima khandhā, meskipun pada hakekatnya tidak ada yang bisa dianggap sebagai makhluk, seseorang masih memiliki kecenderungan bahwa makhluk adalah benar adanya. Sebaliknya, jika tidak ada kemelekatan terhadap lima khandhā, seseorang tidak akan memiliki kecenderungan pikiran semacam ini.
Mettacittena,