//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: ASAL & ARTI FRASE "Dari dulu, aku hanya mengajarkan dukkha & lenyapnya dukkha"  (Read 10044 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Utphala Dhamma

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 109
  • Reputasi: 16
  • Semoga semua mahluk berbahagia
:: ASAL MULA DAN ARTI FRASE:
"Oh Anuradha, dari dulu hingga sekarang, aku hanya mengajarkan dukkha dan lenyapnya dukkha" ::

Ungkapan di atas tidak untuk disalahpahami sebagai singkatan dari 4 Kesunyataan Mulia. Untuk mengetahui lebih jelas asal dan maksud frase di atas, kita dapat melihatnya dalam SN 22.86 ANURADHA SUTTA sebagai sutta tempat ditemukannya frase tersebut dan melihat kembali penggunaan sebenarnya frase tersebut dalam SN 5.10 VAJIRA SUTTA sebagai studi perbandingan.
____________________
SN.22.86 Anuradha Sutta, Kandha Vagga Samyutta, berisi tentang pertanyaan Bhikkhu Anuraddha kepada Sang Buddha mengenai bagaimana sang bhikkhu harus menjawab bila ditanya di mana keberadaan Sang Buddha setelah Beliau parinibbana. Sang Buddha lalu bertanya balik pada Bhikkhu Anuradha, apakah sang bhikkhu menganggap masing-masing dari 5 kelompok khandha yakni jasmani, perasaan, persepsi, bentukan-bentukan batin, dan kesadaran (Pancakhandha) adalah TATHAGATA.

"Anuradha, bagaimana menurutmu? Apakah kau menganggap RUPA adalah Tathagata?"

"Bukan, Yang Mulia"

"Apakah kau menganggap VEDANA adalah Tathagata?"

"Apakah kau menganggap SAÑÑA adalah Tathagata?"

"Apakah kau menganggap SANKHARA adalah Tathagata?"

"Apakah kau menganggap VIÑÑANA adalah Tathagata?"

"Bukan, Yang Mulia"
...

Setelah itu Sang Buddha, berkata
"Oh Anuraddha, dari dulu hingga sekarang, aku hanya mengajarkan dukkha dan lenyapnya dukkha"
 
Singkatnya, pesan Sang Buddha pada Bhikkhu Anuraddha saat itu dalam konteks tersebut adalah wanti-wanti Sang Buddha agar Bhikkhu Anuraddha selalu mengingat bahwa Sang Buddha hanya menunjukkan bahwa yang ada semata adalah pancakhandha, yang terkondisi, bersifat anicca, dukkha dan anatta, tidak ada "diri/atta" yang terlibat.
 
Karena terkondisi oleh sebab-sebabnya maka pancakhandha terbentuk (yang ada hanya pancakhandha semata, tanpa suatu personifikasi atau atta). Pancakhandha adalah beban. Ditinjau dari hukum sebab musabab yang saling bergantungan, ... dengan adanya kontak, dimungkinkanlah perasaan; dengan adanya perasaan, dimungkinkanlah adanya nafsu keinginan, ... lalu dimungkinkanlah kemelekatan, dan dukkha pada akhirnya -> Dukkha

Tidak terbentuknya kembali pancakhandha/tiada kelahiran kembali (kasus setelah Sang Buddha parinibbana/mangkat yg menjadi konteks pembahasan pertanyaan Bhikkhu Anuraddha) -> Lenyapnya Dukkha.
____________________
Sekarang mari kita perhatikan frase "dukkha dan lenyapnya dukkha" dalam VAJIRA SUTTA:

Dalam SN 5.10 Vajira Sutta:
...
Mara, dengan tujuan mengganggu dan menteror, mendekat dan bertanya:
"Oleh siapa makhluk itu diciptakan?
Dimana Sang Pencipta berada?
Di mana makhluk diciptakan?
Di mana lenyapnya makhluk?"
...
Bhikkhuni Vajira, seorang Arahat, menjawab:
"Makhluk, kau bilang? Itukah pemikiranmu? Yang ada di sini, hanyalah kumpulan/tumpukan bentukan-bentukan (sankhara) semata. Tidak bisa ditemukan makhluk di tumpukan ini."

Lanjut Sang Bhikkhuni:
"Seperti halnya bila komponen-komponennya lengkap berkumpul, ada istilah 'kereta'; begitupula halnya bila khandha-khandha hadir berkumpul, maka sebagai perjanjian umum ada istilah 'makhluk'."

"Hanya penderitaan yang mengada menjelma tercipta;
Penderitaan lah yang tercipta dan lenyap;
Tiada apapun melainkan penderitaan yang tercipta.
Tiada apapun melainkan penderitaan yang lenyap."

Menyadari sang bhikkuni mengenalinya, Mara kecewa dan segera menghilang.
____________________

Menarik untuk dicermati bahwa setelah kotbah pertama Sang Buddha, Dhammacakkappavattana Sutta, yang berisi pembabaran Jalan Tengah (yaitu Jalan Mulia Beruas Delapan) dan pembabaran Empat Kesunyataan Mulia (sebagai landasan pengertian benar); kotbah persis yang kedua dari Beliau adalah Anattalakkhana Sutta, kotbah tentang sifat bukan diri (anatta).

Selamat Memperingati Bulan Asadha 2010 _/\_ 


Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Thread di atas sangat menarik. Namun timbul satu pikiran pada saya. Jika kita melihat statement Sang Buddha mengenai dukkha dan lenyapnya dukkha, dua hal yang diajarkan beliau ini hanya berkaitan dengan apa itu penderitaan karena tumimbal lahir di alam samsara dan apa itu lenyapnya penderitaan yang sama. Kedua ajaran ini pada akhirnya hanya mengajarkan bagaimana seseorang bisa terbebas dari penderitaan karena tumimbal lahir. Namun demikian, jika Sang BUddha hanya mengajarkan dua hal ini, mengapa di beberapa sutta, terhadap umat awam, Sang Buddha juga terkadang mengajarkan bagaimana supaya terlahir di alam sorga? Bukankah sorga juga termasuk ikatan penderitaan? Ada yang ingin berkomentar?

Offline Utphala Dhamma

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 109
  • Reputasi: 16
  • Semoga semua mahluk berbahagia
To Peacemind
« Reply #2 on: 16 July 2010, 07:22:38 AM »
Samanera yang baik,
Ungkapan "Dari dulu Aku hanya mengajarkan dukkha dan lenyapnya dukkha" adalah dalam konteks bahwa Sang Buddha hanya mengajarkan bahwa yang ada hanya pancakhandha (yang diliputi dukkha) dan yang tak terbentuknya kembali atau berhenti adalah pancakhandha semata, tidak ada diri/atta yang terlibat dalam pancakhandha.

Dalam mengajarkan Dhamma, Sang Buddha mengetahui dan sangat waspada akan kapasitas batin pendengarnya, melalui kebijaksanaannya yang disertai oleh cinta kasih; sehingga saat Beliau mendorong seseorang untuk terlahir di alam deva, sepertinya Beliau juga mempersiapkan agar batin si pendengar dipenuhi sifat-sifat luhur (termasuk keyakinan baik pada Buddha, Dhamma, maupun Sangha atau ketiganya) sehingga saat terlahir di alam deva dapat mengembangkan batinnya lebih jauh, dan tidak mudah melakukan perbuatan-2 yang menyebabkan kemerosotan batin hingga malah menjerumuskannya di alam menderita kelak gara-gara kelahirannya di alam deva.

Suatu perpaduan antara kebijaksanaan tertinggi dan cinta kasih tak terperi.

Demikian pendapat saya, samanera.

Mettacittena _/\_

Offline Johsun

  • Sebelumnya Jhonson
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.503
  • Reputasi: -3
  • Gender: Male
  • ??
Apakah hdup dan pancakhanda harus disesali, dibenci dan ditangisi??cmiiw
CMIIW.FMIIW.

Offline lykim176

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 236
  • Reputasi: 7
  • Gender: Male
Apakah hdup dan pancakhanda harus disesali, dibenci dan ditangisi??cmiiw
pancakkhandha = dukkha & hidup = dukkha. dukkha dalam 3 tahap dan 12 pandangan sebaiknya diterima sebagai kebenaran. nah kalo sebab dukkhanya baru di kikis... jadi dukkha bukan buat ditangisi atau dibenci, gak ada gunanya, malah nambah dukkha lagi.
Dunia tidak runtuh dari langit

Offline Johsun

  • Sebelumnya Jhonson
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.503
  • Reputasi: -3
  • Gender: Male
  • ??
Dukkha dlm 12 pandangan 3 tahap maksudnya?
CMIIW.FMIIW.

Offline marcedes

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.528
  • Reputasi: 70
  • Gender: Male
  • May All Being Happinesssssssss
Samanera yang baik,
Ungkapan "Dari dulu Aku hanya mengajarkan dukkha dan lenyapnya dukkha" adalah dalam konteks bahwa Sang Buddha hanya mengajarkan bahwa yang ada hanya pancakhandha (yang diliputi dukkha) dan yang tak terbentuknya kembali atau berhenti adalah pancakhandha semata, tidak ada diri/atta yang terlibat dalam pancakhandha.

Dalam mengajarkan Dhamma, Sang Buddha mengetahui dan sangat waspada akan kapasitas batin pendengarnya, melalui kebijaksanaannya yang disertai oleh cinta kasih; sehingga saat Beliau mendorong seseorang untuk terlahir di alam deva, sepertinya Beliau juga mempersiapkan agar batin si pendengar dipenuhi sifat-sifat luhur (termasuk keyakinan baik pada Buddha, Dhamma, maupun Sangha atau ketiganya) sehingga saat terlahir di alam deva dapat mengembangkan batinnya lebih jauh, dan tidak mudah melakukan perbuatan-2 yang menyebabkan kemerosotan batin hingga malah menjerumuskannya di alam menderita kelak gara-gara kelahirannya di alam deva.

Suatu perpaduan antara kebijaksanaan tertinggi dan cinta kasih tak terperi.

Demikian pendapat saya, samanera.

Mettacittena _/\_
jawaban yg GOOD...
reputasi datang... :D

pada inti nya memang terdapat pada ANATTA...ketika ANATTA bisa di tembus maka penderitaan jg lenyap saat itu juga....itulah sebabnya para ariya begitu berbahagia..
Ada penderitaan,tetapi tidak ada yang menderita
Ada jalan tetapi tidak ada yang menempuhnya
Ada Nibbana tetapi tidak ada yang mencapainya.

TALK LESS DO MOREEEEEE !!!

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Samanera yang baik,
Ungkapan "Dari dulu Aku hanya mengajarkan dukkha dan lenyapnya dukkha" adalah dalam konteks bahwa Sang Buddha hanya mengajarkan bahwa yang ada hanya pancakhandha (yang diliputi dukkha) dan yang tak terbentuknya kembali atau berhenti adalah pancakhandha semata, tidak ada diri/atta yang terlibat dalam pancakhandha.

Dalam mengajarkan Dhamma, Sang Buddha mengetahui dan sangat waspada akan kapasitas batin pendengarnya, melalui kebijaksanaannya yang disertai oleh cinta kasih; sehingga saat Beliau mendorong seseorang untuk terlahir di alam deva, sepertinya Beliau juga mempersiapkan agar batin si pendengar dipenuhi sifat-sifat luhur (termasuk keyakinan baik pada Buddha, Dhamma, maupun Sangha atau ketiganya) sehingga saat terlahir di alam deva dapat mengembangkan batinnya lebih jauh, dan tidak mudah melakukan perbuatan-2 yang menyebabkan kemerosotan batin hingga malah menjerumuskannya di alam menderita kelak gara-gara kelahirannya di alam deva.

Suatu perpaduan antara kebijaksanaan tertinggi dan cinta kasih tak terperi.

Demikian pendapat saya, samanera.

Mettacittena _/\_

Jadi bisa disimpulkan bahwa meskipun Sang Buddha mengajarkan jalan untuk terlahir di alam sorga beliau masih mengajarkan bagaimana seseorang bisa lepas dari penderitaan karena di samping mengajarkan jalan ke sorga beliau juga mengajarkan sifat-sifat luhur sehingga ia yang terlahir di alam sorga masih tetap mengembangkan batinnya yang nantinya mendukung pencapaian nibbāna. CMIIW.

Btw, meskipun Sang BUddha sering kali mengajarkan jalan menuju kelahiran di alam sorga, seingat saya (mungkin saya salah), saya belum pernah menemukan satu referensi di mana Sang BUddha secara terang2an meminta dan menasehati seseorang untuk terlahir di alam sorga, kecuali dalam Sigalovādasutta di mana Sang BUddha mengatakan salah satu kewajiban para samana dan brahmana untuk menunjukkan jalan ke sorga. Umumnya, Sang BUddha hanya menunjukkan jalan ke sorga, tapi tidak mengatakan, 'Hayo anda lakukan ini dan itu supaya terlahir di alam sorga". Jika ini benar, apakah ini juga berhubungan dengan prinsip Sang Buddha bahwa apa yang diajarkan beliau hanya penderitaan dan lenyapnya penderitaan?

Metta.

Offline Peacemind

  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 970
  • Reputasi: 74
Dukkha dlm 12 pandangan 3 tahap maksudnya?

Mungkin yang dimaksud adalah penembusan  Empat Kesunyataan Mulia yang terdiri dari 3 tahap dan 12 pandangan. Bisa dilihat dalam Dhammacakkappavattanasutta.

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Apakah hdup dan pancakhanda harus disesali, dibenci dan ditangisi??cmiiw
pancakkhandha = dukkha & hidup = dukkha. dukkha dalam 3 tahap dan 12 pandangan sebaiknya diterima sebagai kebenaran. nah kalo sebab dukkhanya baru di kikis... jadi dukkha bukan buat ditangisi atau dibenci, gak ada gunanya, malah nambah dukkha lagi.
Kurang setuju Ko Lykim.. :)
Pancakkhandha tidak sama dengan dukkha. Kemelekatan terhadap pancakkhandha itulah dukkha. Demikian pula dengan hidup. Dalam Dhammacakkappavattana Sutta dikatakan mengenai apa itu dukkha?
Quote
Now this, monks, is the noble truth of stress: Birth is stressful, aging is stressful, death is stressful; sorrow, lamentation, pain, distress, & despair are stressful; association with the unbeloved is stressful, separation from the loved is stressful, not getting what is wanted is stressful. In short, the five clinging-aggregates are stressful.
Ajaran Buddha bukan ajaran bersifat pesimistis yang mengajarkan hidup adalah dukkha, ataupun optimistis yang menyatakan hidup adalah kebahagiaan. Tetapi realistis karena mengakui bahwa momen-momen di atas merupakan dukkha.

Sukhi hotu,
_/\_
appamadena sampadetha

Offline Mahadeva

  • Sebelumnya: raynoism
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 602
  • Reputasi: 10
  • Gender: Male
memang benar kok buddha mengajarkan dukkha dan akhir dukkha. perkataan buddha ini sudah mencakup 4 KM. Mengajarkan akhir dukkha sudah pasti membahas sebab2 dukkha juga dan memberi tahu kalau ada akhir dari dukkha sudah pasti buddha juga memberi tahu jalan mengakhiri dukkha.

kalau mau diganti buddha mengajarkan sukha dan akhir dari sukha, juga nda masalah.(keren banget ya kedengarannya). Tapi umunya istilah dukkha yang dipakai.

memang benar lahir di alam sorga juga penderitaan karena, tahu bahwa ntar mati lagi, kita aja saat refreshing bareng keluarga dan begitu senangnya bisa bareng2, dalam pikiran akan terbesit "suatu saat kita sekeluarga pasti terpisah,kita pun tidak bisa kumpul seneng2 kayak gini."

dokter yang senang sekali karena sudah berhasil nyelamatin pasiennya dari maut, " pasien ini sembuh tapi suatu saat dia pasti sakit lagi, kalaupun bisa aku sembuhin lagi, dia tetap akan tua lalu mati, aku sendiri pun tua" ha4

nibbana itu non dualitas,  jadi yang bilang ajaran buddha itu pesimis jelas keliru.
kalau ada yang bilang ajaran buddha itu ajaran buddha, itu baru bener

Offline morpheus

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.750
  • Reputasi: 110
  • Ragu pangkal cerah!
kalau mau diganti buddha mengajarkan sukha dan akhir dari sukha, juga nda masalah.(keren banget ya kedengarannya). Tapi umunya istilah dukkha yang dipakai.
uhuhuhuhu....  :'(
* I'm trying to free your mind, Neo. But I can only show you the door. You're the one that has to walk through it
* Neo, sooner or later you're going to realize just as I did that there's a difference between knowing the path and walking the path

Offline fabian c

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 2.095
  • Reputasi: 128
  • Gender: Male
  • 2 akibat pandangan salah: neraka atau rahim hewan
Thread di atas sangat menarik. Namun timbul satu pikiran pada saya. Jika kita melihat statement Sang Buddha mengenai dukkha dan lenyapnya dukkha, dua hal yang diajarkan beliau ini hanya berkaitan dengan apa itu penderitaan karena tumimbal lahir di alam samsara dan apa itu lenyapnya penderitaan yang sama. Kedua ajaran ini pada akhirnya hanya mengajarkan bagaimana seseorang bisa terbebas dari penderitaan karena tumimbal lahir. Namun demikian, jika Sang BUddha hanya mengajarkan dua hal ini, mengapa di beberapa sutta, terhadap umat awam, Sang Buddha juga terkadang mengajarkan bagaimana supaya terlahir di alam sorga? Bukankah sorga juga termasuk ikatan penderitaan? Ada yang ingin berkomentar?

Samanera yang saya hormati,
Saya bependapat hampir sama dengan bro Utphala, tidak setiap orang memiliki kapasitas untuk bisa mencicipi Dhamma (mencapai Magga-Phala), beberapa diantara mereka yang mendengar ada yang hanya bisa dibantu ke alam dewa, bahkan ada beberapa yang sudah dibantu juga tetap akan terlahir di alam rendah (misalnya Devadatta).

Bagi mereka yang terlahir di alam dewa umumnya kapasitas batin mereka (kecerdasan dsbnya) ikut berubah bertambah baik, sehingga otomatis lebih kondusif untuk perkembangan batin selanjutnya. Dan mereka bisa mengembangkan lebih lanjut batinnya atau bahkan dapat mencicipi Dhamma yang tak bisa mereka dapatkan sewaktu masih sebagai manusia.

 ^:)^

« Last Edit: 16 July 2010, 04:52:44 PM by fabian c »
Tiga hal ini, O para bhikkhu dilakukan secara rahasia, bukan secara terbuka.
Bercinta dengan wanita, mantra para Brahmana dan pandangan salah.

Tiga hal ini, O para Bhikkhu, bersinar secara terbuka, bukan secara rahasia.
Lingkaran rembulan, lingkaran matahari serta Dhamma dan Vinaya Sang Tathagata

Offline Edward

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.968
  • Reputasi: 85
  • Gender: Male
  • Akulah yang memulai penderitaan ini.....

Samanera yang saya hormati,
Saya bependapat hampir sama dengan bro Utphala, tidak setiap orang memiliki kapasitas untuk bisa mencicipi Dhamma (mencapai Magga-Phala), beberapa diantara mereka yang mendengar ada yang hanya bisa dibantu ke alam dewa, bahkan ada beberapa yang sudah dibantu juga tetap akan terlahir di alam rendah (misalnya Devadatta).

Bagi mereka yang terlahir di alam dewa umumnya kapasitas batin mereka (kecerdasan dsbnya) ikut berubah bertambah baik, sehingga otomatis lebih kondusif untuk perkembangan batin selanjutnya. Dan mereka bisa mengembangkan lebih lanjut batinnya atau bahkan dapat mencicipi Dhamma yang tak bisa mereka dapatkan sewaktu masih sebagai manusia.

 ^:)^



mo tanya, apakah bearti seorang sammasambuddha juga memiliki batasan? bukankah katanya seorang sammasambuddha memiliki pengetahuan yang sangat luas?

Ow iya, dan apakah dengan terlahir di alam dewa memiliki kondisi yang lebih pas untuk mencicipi dhamma? Karena yg saya tangkap, terlahir di alam dewa terkesan menjadi lebih baik...
“Hanya dengan kesabaran aku dapat menyelamatkan mereka....."

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D

Samanera yang saya hormati,
Saya bependapat hampir sama dengan bro Utphala, tidak setiap orang memiliki kapasitas untuk bisa mencicipi Dhamma (mencapai Magga-Phala), beberapa diantara mereka yang mendengar ada yang hanya bisa dibantu ke alam dewa, bahkan ada beberapa yang sudah dibantu juga tetap akan terlahir di alam rendah (misalnya Devadatta).

Bagi mereka yang terlahir di alam dewa umumnya kapasitas batin mereka (kecerdasan dsbnya) ikut berubah bertambah baik, sehingga otomatis lebih kondusif untuk perkembangan batin selanjutnya. Dan mereka bisa mengembangkan lebih lanjut batinnya atau bahkan dapat mencicipi Dhamma yang tak bisa mereka dapatkan sewaktu masih sebagai manusia.

 ^:)^



mo tanya, apakah bearti seorang sammasambuddha juga memiliki batasan? bukankah katanya seorang sammasambuddha memiliki pengetahuan yang sangat luas?

Ow iya, dan apakah dengan terlahir di alam dewa memiliki kondisi yang lebih pas untuk mencicipi dhamma? Karena yg saya tangkap, terlahir di alam dewa terkesan menjadi lebih baik...
jangankan di alam dewa, di alam manusia aja ada yang terlahir di kondisi keluarga yang menunjang untuk mencicipi Dhamma dengan berbagai fasilitas, ada juga yang terlahir malah di medan perang atau medan yang tidak mendukung untuk mencicipi dhamma, mungkin alam dewa lebih bagus setingkat ;D
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Jadi bisa disimpulkan bahwa meskipun Sang Buddha mengajarkan jalan untuk terlahir di alam sorga beliau masih mengajarkan bagaimana seseorang bisa lepas dari penderitaan karena di samping mengajarkan jalan ke sorga beliau juga mengajarkan sifat-sifat luhur sehingga ia yang terlahir di alam sorga masih tetap mengembangkan batinnya yang nantinya mendukung pencapaian nibbāna. CMIIW.

Btw, meskipun Sang BUddha sering kali mengajarkan jalan menuju kelahiran di alam sorga, seingat saya (mungkin saya salah), saya belum pernah menemukan satu referensi di mana Sang BUddha secara terang2an meminta dan menasehati seseorang untuk terlahir di alam sorga, kecuali dalam Sigalovādasutta di mana Sang BUddha mengatakan salah satu kewajiban para samana dan brahmana untuk menunjukkan jalan ke sorga. Umumnya, Sang BUddha hanya menunjukkan jalan ke sorga, tapi tidak mengatakan, 'Hayo anda lakukan ini dan itu supaya terlahir di alam sorga". Jika ini benar, apakah ini juga berhubungan dengan prinsip Sang Buddha bahwa apa yang diajarkan beliau hanya penderitaan dan lenyapnya penderitaan?

Metta.
Mirip dengan apa yang pernah kita diskusikan, Sam; bahwa sepertinya Sang Buddha hanya mengajarkan dukkha dan terhentinya dukkha kepada orang yang memang sedang mencari jalan menuju terhentinya dukkha. Namun bila Sang Buddha berkesempatan memberikan pengajaran pada seseorang yang tidak berminat pada pencarian jalan tersebut, maka yang diajarkan Beliau hanyalah seputar moralitas.

Dalam hal ini, saya melihat bahwa keputusan Sang Buddha ini tepat. Sebab dengan adanya orang-orang yang mengembangkan moralitas, tentunya lingkungan akan menjadi kondusif bagi orang-orang yang berlatih untuk menuju terhentinya dukkha. Jadi pengajaran inti yang ditekankan Sang Buddha sebenarnya memang dukkha dan terhentinya dukkha.

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..

Samanera yang saya hormati,
Saya bependapat hampir sama dengan bro Utphala, tidak setiap orang memiliki kapasitas untuk bisa mencicipi Dhamma (mencapai Magga-Phala), beberapa diantara mereka yang mendengar ada yang hanya bisa dibantu ke alam dewa, bahkan ada beberapa yang sudah dibantu juga tetap akan terlahir di alam rendah (misalnya Devadatta).

Bagi mereka yang terlahir di alam dewa umumnya kapasitas batin mereka (kecerdasan dsbnya) ikut berubah bertambah baik, sehingga otomatis lebih kondusif untuk perkembangan batin selanjutnya. Dan mereka bisa mengembangkan lebih lanjut batinnya atau bahkan dapat mencicipi Dhamma yang tak bisa mereka dapatkan sewaktu masih sebagai manusia.

 ^:)^



mo tanya, apakah bearti seorang sammasambuddha juga memiliki batasan? bukankah katanya seorang sammasambuddha memiliki pengetahuan yang sangat luas?

Kalau boleh membantu menjawab.. Pertanyaan mengenai batasan -- apakah sang Buddha terbatas atau tidak terbatas -- tidaklah tepat dalam konteks ini, karena sang Buddha hanya akan mengajarkan dhamma sesuai kondisi yang tepat. Sebuah kondisi yang tepat bukan dikondisikan oleh beliau semata, melainkan tergantung pada si pendengar/penanya pula, termasuk tempat dan waktu yang tepat untuk mengajarkan dhamma.

Sang Buddha pernah memberi analogi seorang yang mengetahui Varanasi dengan sangat baik dan dapat menunjukkan arah baik dari timur, selatan, barat atau utara menuju ke Varanasi dengan mahir. Sang Buddha hanyalah ibarat orang ini yang menunjukkan jalan menuju Varanasi pada orang yang hendak berkunjung ke Varanasi. Sampai atau tidaknya penanya ke Varanasi, bukanlah kesalahan dari sang penuntun jalan melainkan tergantung pada kemauan dan kemampuan si penanya jalan. Dalam hal inilah tergantung pada penanya/pendengar. Ketika pendengar memiliki aspirasi untuk mencapai kehidupan bahagia sebagai perumah tangga, sang Buddha membabarkan dhamma yang menuntun pada kebahagiaan perumah tangga. Dengan catatan, meski menuntun pada kebahagiaan perumah tangga, jika dilanjutkan kebahagiaan ini kondusif untuk menuju pada kebahagiaan yang lebih halus dan lebih luhur lagi. Sedangkan ketika pendengar memiliki aspirasi dan kemampuan mencapai kebahagiaan yang lebih luhur barulah sang Buddha membabarkan dhamma yang kondusif menuntun pada kebahagiaan lebih luhur itu. Mengajarkan dhamma untuk mencapai Nibbana pada orang yang masih melekat kuat pada kesenangan inderawi bagai menaruh daging rendang di atas sendok, sendok tidak akan dapat menikmati kelezatan daging.

Seorang samma-sambuddha sepengetahuan saya bukanlah memiliki pengetahuan yang sangat luas dalam artian beliau maha mengetahui dan maha melihat yang setiap saat dalam kondisi apapun -- berdiri, berjalan, duduk, tidur -- pengetahuan dan penglihatan tanpa henti muncul padanya. Melainkan, apapun itu yang beliau inginkan untuk diketahui, dengan mengarahkan mata surgawi yang termurnikan ke arah itu maka penglihatan dan pengetahuan akan muncul padanya. Demikianlah seorang samma-sambuddha mengetahui. Dalam konteks inilah, seorang samma-sambuddha tidak memiliki batasan.

Semoga membantu

_/\_
« Last Edit: 18 July 2010, 07:23:52 PM by Jerry »
appamadena sampadetha

 

anything