//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Dhammacitta Daily  (Read 31017 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline gryn tea

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.203
  • Reputasi: 34
  • Gender: Female
  • SABBE SANKHARA ANICCA
Re: Dhammacitta Daily
« Reply #60 on: 13 October 2013, 10:02:49 AM »


Kisah Dhammarama Thera

Ketika beredar berita di kalangan para murid bahwa Sang Buddha akan mangkat (parinibbana) dalam waktu empat bulan lagi; banyak di antara para bhikkhu puthujjana, yang belum mencapai tingkat kesucian, mengalami tekanan batin, merasa kehilangan. Mereka tidak tahu apa yang akan dilakukannya. Pada umumnya mereka berusaha berada dekat dengan Sang Buddha, tidak ingin bepergian jauh dari Beliau.


Ketika itu ada seorang bhikkhu yang bernama Dhammarama yang tinggal menyendiri dan tidak pergi mendekat kepada Sang Buddha. Perhatian beliau diarahkan pada perjuangannya untuk mencapai tingkat kesucian arahat sebelum Sang Buddha meninggal dunia. Ia melaksanakan meditasi ‘Pandangan Terang’ (Vipassana Bhavana) dengan tekun. Kawan-kawan bhikkhu yang lain tidak mengerti apa harapan beliau dan apa yang sedang dilakukannya, mereka memiliki pengertian keliru perihal kelakukan Bhikkhu Dhammarama itu.


Kawan-kawan bhikkhu tersebut bersama Bhikkhu Dhammarama menemui Sang Buddha, dan mereka berkata kepada Sang Bhagava : “Bhante, bhikkhu ini kelihatan tidak mau peduli, tidak menghormat, dan tidak berbakti kepada Bhante. Ia terlihat menyendiri pada saat para bhikkhu lain sedang berada di dekat Bhante.”


Setelah kawan-kawan bhikkhu itu menceritakan semua pandangannya, Bhikkhu Dhammarama dengan penuh hormat menjelaskan kepada Sang Buddha apa yang sesungguhnya merupakan harapannya, dan juga apa yang telah dilaksanakannya dengan mempraktekkan Vipassana Bhavana.


Sang Buddha sangat puas dan menghargai apa yang telah diungkapkan dan dilakukan oleh Bhikkhu Dhammarama, kemudian berkata : “Anakku Dhammarama, engkau telah berperilaku sangat baik. Seorang bhikkhu yang mencintai dan menghormat kepada-Ku hendaknya berkelakuan seperti engkau. Mereka yang mempersembahkan bunga, pelita, dan dupa kepada-Ku tidaklah benar-benar memberi hormat kepada-Ku. hanya mereka yang melaksanakan Dhamma, ajaran-Ku, adalah benar-benar seseorang yang memberikan hormat kepada-Ku.”


Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 364 berikut :


Seorang bhikkhu yang selalu berdiam dalam Dhamma
dan gembira dalam Dhamma,
yang selalu merenungkan dan mengingat-ingat akan Dhamma,
maka bhikkhu itu tidak akan tergelincir dari Jalan Benar Yang Mulia.


Dhammarama Thera mencapai tingkat kesucian arahat, setelah khotbah Dhamma itu berakhir.


(XXV.Bhikkhu Vagga)




Page facebook
http://www.fb.com/DhammacittaDaily


Instagram
http://instagram.com/dhammacitta


Path
Dhammacitta .org






Bagaikan sekuntum bunga yang indah tetapi tidak berbau harum; demikian pula akan tdk b'manfaat kata-kata mutiara yg diucapkan oleh org yg tdk melaksanakannya

Offline gryn tea

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.203
  • Reputasi: 34
  • Gender: Female
  • SABBE SANKHARA ANICCA
Re: Dhammacitta Daily
« Reply #61 on: 05 November 2013, 04:35:23 PM »








Kisah Kesabaran Kerabat Sang Buddha



Kapilavatthu, kota suku Sakya; dan Koliya, kota suku Koliya, terletak di sisi-sisi sungai Rohini. Petani kedua kota bekerja di ladang yang diairi oleh sungai tersebut. Suatu tahun mereka memperoleh hujan yang tidak cukup, sehingga padi serta hasil panen lainnya mulai layu. Petani di kedua sisi sungai ingin mengalirkan air dari sungai Rohini ke ladang mereka masing-masing. Penduduk Koliya mengatakan bahwa air sungai itu tidak cukup untuk mengairi dua sisi, dan jika mereka dapat melipatgandakan aliran air ke ladang mereka, barulah itu akan cukup untuk mengairi padi sampai menguning.


Pada sisi lain, penduduk Kapivatthu menolak hal itu, apabila mereka tidak mendapatkan air, dapat dipastikan hasil panen mereka akan gagal, dan mereka akan terpaksa membeli beras orang lain. Mereka mengatakan bahwa mereka tidak siap membawa uang dan barang-barang berharga ke seberang sungai untuk ditukar dengan makanan.


Kedua pihak menginginkan air untuk kebutuhan mereka masing-masing, sehingga tumbuh keinginan jahat. Mereka saling memaki dan menantang. Pertengkaran antar petani itu sampai didengar oleh para menteri negara masing-masing, dan mereka melaporkan kejadian tersebut kepada pemimpin mereka masing-masing, sehingga orang-orang di kedua sisi sungai siap bertempur.


Sang Buddha melihat sekeliling dunia dengan kemampuan batin luar biasa Beliau, mengetahui kerabat-kerabat Beliau pada kedua sisi sungai akan bertempur, Beliau memutuskan untuk mencegahnya. Seorang diri Sang Buddha ke tempat mereka dengan melalui udara, dan segera berada di tengah sungai. Kerabat-kerabat Beliau melihat Sang Buddha, dengan penuh kesucian dan kedamaian duduk di atas mereka, melayang di udara. Mereka meletakkan senjatanya ke samping dan menghormat kepada Sang Buddha.


Kemudian Sang Buddha berkata pada mereka, “Demi keperluan sejumlah air, yang sedikit nilainya, kalian seharusnya tidak mengorbankan hidupmu yang jauh sangat berharga dan tak ternilai. Kenapa kalian melakukan tindakan yang bodoh ini? Jika Saya tidak menghentikan kalian hari ini, darah kalian akan mengalir seperti air di sungai sekarang. kalian hidup dengan saling membenci; kalian akan menderita karena kekotoran batin, tetapi Saya sudah bebas darinya; kalian berusaha memiliki kesenangan hawa nafsu, tetapi Saya sudah tidak berusaha untuk itu.”


Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 197, 198, dan 199 berikut ini :


Sungguh bahagia jika kita hidup tanpa membenci
di antara orang-orang yang membenci;
di antara orang-orang yang membenci,
kita hidup tanpa benci.


Sungguh bahagia jika kita hidup tanpa penyakit
di antara orang-orang yang berpenyakit;
di antara orang-orang yang berpenyakit,
kita hidup tanpa penyakit.


Sungguh bahagia jika kita hidup tanpa keserakahan
di antara orang-orang yang serakah;
di antara orang-orang yang serakah,
kita hidup tanpa keserakahan.


Banyak orang pada waktu itu mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma berakhir.




(XV. Sukha Vagga)


Page
http://www.fb.com/DhammacittaDaily


Instagram

http://instagram.com/dhammacitta









Bagaikan sekuntum bunga yang indah tetapi tidak berbau harum; demikian pula akan tdk b'manfaat kata-kata mutiara yg diucapkan oleh org yg tdk melaksanakannya

Offline allthingmustpass

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 144
  • Reputasi: 11
  • Gender: Male
  • life is suffering
Re: Dhammacitta Daily
« Reply #62 on: 05 November 2013, 05:02:25 PM »
^
Sadhu...Sadhu...Sadhu...

 _/\_

postingan yang sangat bermanfaat, karena hati saya lagi diliputi kilesa sekarang
Do not pursue the past. Do not lose yourself in the future. The past no longer is. The future has not yet come. Looking deeply at life as it is. In the very here and now

Offline gryn tea

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.203
  • Reputasi: 34
  • Gender: Female
  • SABBE SANKHARA ANICCA
Re: Dhammacitta Daily
« Reply #63 on: 24 November 2013, 03:15:22 PM »



Kisah Seorang Bhikkhu Muda Yang Tidak Puas


Suatu saat, ada seorang bhikkhu muda di Vihara Jetavana. Suatu hari gurunya mengirim bhikkhu itu ke vihara lain untuk belajar. Ketika ia sedang pergi, ayahnya jatuh sakit dan meninggal dunia tanpa diketahui bhikkhu muda itu. Tetapi ayahnya meninggalkan uang seratus kahapana kepada saudara lelakinya, paman bhikkhu muda itu. Pada saat bhikkhu muda kembali, pamannya menceritakan tentang kematian ayahnya dan tentang uang seratus kahapana yang ditinggalkan untuknya. Mulanya, ia berkata bahwa ia tidak memerlukan uang tersebut. Kemudian ia berpikir bahwa mungkin lebih baik kembali pada kehidupan berumahtangga, dan akibatnya ia menjadi tidak puas dengan kehidupan seorang bhikkhu. Pelan-pelan ia mulai kehilangan ketertarikan pada hidupnya dan juga kehilangan berat badannya. Ketika para bhikkhu yang lain tahu tentang hal ini, mereka membawanya menghadap Sang Buddha.
Sang Buddha bertanya kepadanya bahwa apakah benar ia merasa tidak bahagia dengan kehidupannya sebagai seorang bhikkhu dan apakah ia memiliki modal untuk memulai kehidupan sebagai seorang berumahtangga.
Ia menjawab benar dan ia memiliki uang seratus kahapana untuk memulai kehidupannya. Kemudian Sang Buddha menjelaskan kepadanya bahwa ia akan membutuhkan makanan, pakaian, perabot rumah tangga, dua ekor lembu jantan, bajak-bajak, pangkur-pangkur, pisau-pisau, dan lain sebagainya, sehingga uang tunai seratus itu akan sangat sulit menutupi biaya-biaya tersebut.
Kemudian Sang Buddha berkata kepadanya bahwa bagi kehidupan manusia tidak akan pernah cukup, tidak terkecuali bagi kehidupan raja dunia yang dapat mendatangkan hujan uang atau mutiara, sejumlah kekayaan lainnya dan harta karun pada setiap saat.
Lebih lanjut, Sang Buddha menceritakan sebuah cerita tentang Mandatu, raja dunia, yang menikmati kebahagiaan hidup surgawi di alam surga Catumaharajika dan Tavatimsa secara bersamaan untuk waktu yang lama. Setelah menghabiskan waktu yang lama di surga Tavatimsa, suatu hari Mandatu berkeinginan untuk menjadi satu-satunya penguasa surga Tavatimsa , daripada membagi kekuasaan dengan Sakka. Tapi pada saat itu, keinginannya tidak dapat dipenuhi dan serta merta ia menjadi tua dan lemah, ia kembali ke alam manusia dan tidak lama kemudian ia meninggal dunia.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 186 dan 187 berikut ini :
Bukan dalam hujan emas
dapat ditemukan kepuasan nafsu indria.
Nafsu indria hanya merupakan kesenangan sekejap
yang membuahkan penderitaan.

Bagi orang bijaksana yang dapat memahami,
hal itu tidak membuatnya bergembira
bila mendapat kesenangan surgawi sekalipun.
Siswa Sang Buddha Yang Maha Sempurna bergembira
dalam penghancuran nafsu-nafsu keinginan.



Bhikkhu muda mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.


Page
http://www.fb.com/DhammacittaDaily


Instagram
http://instagram.com/dhammacitta
Bagaikan sekuntum bunga yang indah tetapi tidak berbau harum; demikian pula akan tdk b'manfaat kata-kata mutiara yg diucapkan oleh org yg tdk melaksanakannya

Offline gryn tea

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.203
  • Reputasi: 34
  • Gender: Female
  • SABBE SANKHARA ANICCA
Re: Dhammacitta Daily
« Reply #64 on: 03 February 2014, 02:11:31 PM »




Kisah Bhikkhu-bhikkhu yang Berjumlah Banyak

Terdapatlah seorang perempuan yang sangat kaya bertempat tinggal di kota Kuraraghara, kira-kira berjarak 120 yojana dari kota Savatthi. Ia mempunyai seorang putera yang telah menjadi bhikkhu, namanya Sona. Pada suatu kesempatan, bhikkhu Sona berjalan melewati kota kelahirannya.

Pada waktu bhikkhu Sona pulang menuju Vihara Jetavana, ia bertemu dengan ibunya, dan ibunya mengundang bhikkhu Sona untuk menerima sejumlah besar persembahan. Mengetahui bhikkhu Sona dapat menguraikan Dhamma dengan baik, ibunya juga memohon bhikkhu Sona untuk membabarkan Dhamma kepadanya dan orang-orang lain di kota kelahirannya itu.

Bhikkhu Sona menerima permohonan tersebut. Ibunya membangun sebuah bangsal Dhamma yang dapat menampung banyak orang untuk mendengarkan khotbah Dhamma. Ibu itu juga mengundang banyak teman, tetangga, dan anggota keluarganya untuk hadir dalam pembabaran Dhamma tersebut. Ibu kaya itu meninggalkan rumahnya yang hanya dijaga oleh seorang perempuan pembantu rumah tangga.

Ketika pembabaran Dhamma sedang berlangsung, datanglah kawanan pencuri yang berjumlah sangat banyak ke rumah ibu kaya itu. Pemimpin dari kawanan pencuri itu sengaja pergi ke bangsal Dhamma, tempat pembabaran Dhamma sedang berlangsung, dan pemimpin itu berada dekat serta memperhatikan gerak-gerik si ibu kaya. Dengan melakukan hal itu sang pemimpin bermaksud agar dapat memberi kabar kepada anak buahnya untuk segera melarikan diri apabila ibu kaya itu pulang ke rumahnya.

Ketika pembantu rumah tangga si ibu kaya mengetahui banyak pencuri datang memasuki rumah majikannya, ia segera melaporkan hal itu kepada si ibu kaya, tetapi si ibu hanya menjawab: “Biarkan pencuri-pencuri itu mengambil seluruh uangku, saya tidak peduli, tetapi engku jangan kemari lagi, jangan mengganggu saya saat saya sedang mendengar Dhamma. Engkau sebaiknya kembali saja.”

Pembantu rumah tangga itu kembali ke rumah majikannya. Kemudian pembantu rumah tangga itu melihat para pencuri sedang mengambil barang-barang berharga terbuat dari perak milik majikannya. Pembantu rumah tangga itu kembali pergi menemui si ibu kaya di bangsal Dhamma, memberitahukan apa yang sedang dilakukan oleh para pencuri. Tetapi, pembantu rumah tangga itu mendapatkan jawaban yang sama seperti semula. Ia pulang kembali ke rumah majikannya.

Selanjutnya pembantu rumah tangga melihat para pencuri sedang mengambil barang-barang emas dan permata milik majikannya. Ia pergi kembali melaporkan hal itu kepada majikannya. Saat itu si ibu mengatakan : “O sayang, biarkanlah pencuri-pencuri itu mengambil apa yang mereka sukai; mengapa engkau datang kemari lagi dan mengganggu saya saat sedang mendengarkan Dhamma ? Mengapa engkau tidak pulang dan tinggal di rumah saja seperti apa yang sudah saya katakan padamu ? Janganlah engkau mengganggu kembali mendekati saya dan mengatakan perihal barang-barang atau pencuri-pencuri itu lagi.”

Pemimpin para pencuri yang berada dekat dengan si ibu itu mendengarkan semua perkataan yang sudah diucapkan oleh si ibu, dan ia benar-benar mengagungi keyakinan ibu itu terhadap Dhamma. Kata-katanya juga menjadikan dirinya berpikir, “Jika kami mengambil barang-barang orang yang bijaksana seperti ibu ini, kami benar-benar akan terkutuk, kehidupan kami akan mengalami kehancuran, dan bisa jadi badan kami akan hancur berkeping-keping.”

Pemimpin itu memperoleh penerangan batin, segera ia pergi ke rumah si ibu dan menyuruh anak buahnya untuk mengembalikan seluruh barang milik si ibu yang telah mereka ambil. Kemudian ia mengajak pengikut-pengikutnya ke tempat si ibu berada. Ibu itu sedang mendengarkan Dhamma dengan sepenuh hati di bangsal Dhamma.

Sona Thera mengakhiri pembabaran Dhamma-nya ketika hari menjelang pagi hari. Ia turun dari tempat pembabaran Dhamma (Dhamma-asana), dan menuju ke tempat duduk yang telah disediakan.

Pemimpin para pencuri mendekati si ibu kaya, perempuan bijaksana, memberi hormat kepadanya dan memperkenalkan dirinya. Ia juga mengatakan kepada si ibu bahwa ia bersama kawan-kawannya telah memasuki rumah si ibu dan mengambil barang-barang berharga tetapi ia telah mengembalikan seluruh barang itu sesudah ia mendengar kata-kata si ibu kepada pembantu rumah tangganya yang melaporkan kejadian pencurian itu. Sang pemimpin beserta para pengikutnya memohon si ibu untuk memaafkan segala perbuatan buruk yang telah mereka lakukan.

Selanjutnya mereka memohon kepada Sona Thera untuk diterima sebagai anggota Pasamuan Bhikkhu (Sangha). Setelah mereka ditahbiskan menjadi bhikkhu, sembilan ratus bhikhhu baru itu menjadi bimbingan meditasi dari Sona Thera, dan mereka pergi ke hutan untuk melatih diri bermeditasi di tengah-tengah kesunyian.

Dari jarak 120 yojana, Sang Buddha mengetahui kisah para bhikkhu itu, dan memberikan sinar kebijaksanaan kepada mereka sehingga seolah-olah Beliau berada di tengah-tengah mereka.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 368 sampai dengan 376 berikut :

Apabila seorang bhikkhu hidup dalam cinta kasih,
dan memiliki keyakinan terhadap ajaran Sang Buddha,
maka ia akan sampai pada keadaan damai (nibbana),
yang merupakan berhentinya hal-hal yang berkondisi (sankhara).

O bhikkhu, kosongkanlah perahu (tubuh) ini.
Apabila telah dikosongkan maka perahu ini akan melaju dengan pesat.
Setelah memutuskan nafsu keinginan dan kebencian,
maka engkau akan mencapai nibbana.

Putuskanlah lima kelompok belenggu pertama (dari sepuluh belenggu),
dan singkirkanlah lima kelompok kedua dari sepuluh belenggu).
Serta kembangkan lagi lima kekuatan (keyakinan, perhatian, semangat,
konsentrasi, dan kebijaksanaan) secara sempurna.
Apabila seorang bhikkhu telah bebas dari lima belenggu,
maka ia disebut seorang “Penyeberang Arus” (sotapanna).

Bersemadilah, O bhikkhu! Jangan lengah!
Jangan biarkan pikiranmu diseret
oleh kesenangan-kesenangan indria!
Jangan karena lengah maka engkau harus
menelan bola besi yang membara!
Dan jangan karena terbakar maka engkau meratap,
“O, hal ini sungguh menyakitkan!”

Tak ada samadi dalam diri orang yang tidak memiliki kebijaksanaan.
Dan tidak ada kebijaksanaan dalam diri orang yang tidak bersamadi.
Orang yang memiliki samadi dan kebijaksanaan
sesungguhnya sudah berada di ambang pintu Nibbana.

Apabila seorang bhikkhu pergi ke tempat sepi,
telah menenangkan pikirannya,
dan telah dapat melihat Dhamma dengan jelas,
akan merasakan kegembiraan yang
belum pernah dirasakan oleh orang-orang biasa.

Bila seseorang dapat melihat dengan jelas
akan timbul dan lenyapnya kelompok kebidupan (khandha),
maka ia akan merasakan kegembiraan dan ketentraman batin.
Sesungguhnya, bagi mereka yang telah mengerti
tak akan ada lagi kematian.

Pertama-tama inilah yang harus dikerjakan
oleh seorang bhikkhu yang bijaksana, yaitu :
Mengendalikan indria-indria, merasa puas dengan apa yang ada,
menjalankan peraturan-peraturan (patimokkha),
serta bargaul dengan teman kehidupan suci (sabrahmacari)
yang rajin dan bersemangat.

Hendaklah ia bersikap ramah dan sopan tingkah lakunya.
Karena merasa gembira
dalam menjalankan hal-hal tersebut,
maka ia akan bebas dari penderitaan.

Setiap akhir satu syair di atas dibabarkan, seratus dari sembilan ratus bhikkhu mencapai tingkat kesucian arahat.

Dhammapada
(XXV. Bhikkhu Vagga)

page
http://www.fb.com/DhammacittaDaily

Instagram
http://instagram.com/dhammacitta
Bagaikan sekuntum bunga yang indah tetapi tidak berbau harum; demikian pula akan tdk b'manfaat kata-kata mutiara yg diucapkan oleh org yg tdk melaksanakannya

Offline gryn tea

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.203
  • Reputasi: 34
  • Gender: Female
  • SABBE SANKHARA ANICCA
Re: Dhammacitta Daily
« Reply #65 on: 02 March 2014, 12:29:22 PM »



Dhammacitta Daily
Sumedha ( Therigatha - 73 )

SUMEDHA - PENGANTIN YANG ENGGAN

Dulu saya adalah Putri Sumedha
Anak perempuan Raja Koncha
Terampil dalam Ajaran-Ajaran Sang Buddha
Saya memandang dunia ini dengan mata kebijksanaan

Pada hari pernikahanku,
Saya mendengar genderang dan seruling
Mengumandangkan datangnya pengantin pria
Anikadattha-raja Varanavathi,
Dia adalah pilihan orang tuaku.

Saya menghadap orang tuaku,
mantap sampai kepada intinya,
Saya memberitahu mereka;
'Bebaskanlah saya dari ikatan-ikatan kehidupan duniawi,
Keinginanku adalah mencapai tanpa-kematian - pantai tanpa-kelahiran
Yang dipuji oleh Sang Buddha.

Saya tidak peduli pada kesenangan jasmani yang hanya sekejap;
Jika para makhluk surgawi pun tidak mengalami kebahagiaan yang abadi,
Apa pula yang bisa dikatakan tentang ikatan dan kekayaan duniawi?
Semuanya tidak-kekal, semuanya akan berakhir dengan kematian.

Hanya orang tolol yang bergembira dalam kesenangan jasmani.
Bagaikan memegang ular di kepalanya.
Lepaskanlah; dan ia menggigit. Seperti itu pula
Mereka yang mencari kesenangan indera
Dihancurkan oleh apa yang mereka cari.

Tubuh, ucapan, dan pikiran yang tak-terkendali
Membawa menuju kesengsaraan;
Dan orang tolol bersukacita,
Mata pedang memang berkilau, bersinar, terang
Tetapi siapa yang akan menekan ke sisi badannya?

Ibu, Ayah, biarkanlah saya meninggalkan kehidupan duniawi,
Hentikan musik upacara pernikahan itu, itu bukan untukku,
Biarlah saya pergi mencari jalan kedamaian
Untuk membebaskan diri dari kelahiran dan kematian,
Serta berjuang.

Kesenangan apa yang dapat saya peroleh dalam tubuh yang penuh kotoran ini?
Keyakinan apa yang saya punya dalam gerakan yang memperkuat kelahiran
Bila pikiranku telah terarah pada jalan yang diambil para bijak,
Yang bajik, tanpa-nafsu, dan tenang?

Saya akan berpuasa sampai mati sebelum menyerah,
Jadi hentikan musik pernikahan itu dan biarkanlah saya sendiri.'

Orangtuaku yang panik tidak mau mendengarku
Mereka memohon sambil berlutut dan menangis.
"Engkau dijanjikan untuk seorang raja, gadis tolol,
Dia tampan, berkuasa, dan sangat mencintaimu.
Mengapa menyia-nyiakan kemudaanmu dalam jubah kafan yang kasar?
Jika kain-kain sutera menunggu bentukmu yang belia?"

'Bentukku, katamu? Tubuhku?
Wadah terbungkus kulit yang penuh dengan kotoran bau yang sering meresap kedalam sari-sari busuk yang menyengat ini?
Apakah selendang sutera akan menekan bau itu? Kotoran itu?

Saya menolak sangkar berkulit ini, makanan belatung ini, gumpalan daging yang menjadi makanan burung nasar, bahkan kalian pun akan menolak barang berantakan yang menjijikkan ini ketika ia mati tergeletak seperti sebatang kayu.

Kalian akan membawa -tubuh- ini ke rumah mayat
Kemudian kalian pun mandi agar bebas dari bau menyengat dari -tubuh- ini, yang sekarang mayat.
Ibu, Ayah, apakah kalian masih akan memelukku?

Apa yang disebut tubuh ini hanyalah satu wadah kotoran
Semuanya melapuk, tak satu pun yang tidak berubah dalam proses menjadi bau. Dan orang tolol memanjakan apa yang tersembunyi dibalik bungkusnya, seandainya saja mereka dapat membalik tubuh ini yang didalam berada di luar..

Mengapa memaksaku mencari kesenangan-kesenangan daging jasmani?
Bila saya percaya bahwa daging ini menjijikkan, busuk
Dan membawa mereka yang merindukan api sensual
Menuju kelahiran-kelahiran, kerusakan, dan kematian tanpa-henti.'

Kemudian saya mendengar musik menggelegar dan berputar,
Gembreng ditepukkan dalam kegirangan yang menggilakan,
Genderang menghasilkan harmoni yang tidak selaras, Raja Anikadhatta telah tiba!

Saya menutup pintu dan memotong rambut hitamku yang panjang dengan pedang yang ditinggalkan ayahku karena tergesa-gesa, saya menutup mata dan masuk dengan bahagia ke dalam tingkat penyerapan penuh yang pertama.

Anikadhatta, megah dengan mahkota dan permata
Menaiki anak tangga; wewangian, karangan bunga, musik, tarian mendahului dia; saya duduk merenungkan mayat-mayat yang menjijikkan, gembung, tergerogoti, dipenuhi belatung, busuk.

Raja, yang melihat pengantinnya gundul, duduk bersila, menerawang dalam pemikiran, berkata
"Kerajaanku adalah milikmu, nikmatilah kekayaannya, berdanalah, jadilah luhur, tetapi menikahlah dengan saya hari ini."

Dan Sumedha menjawab
'Kaisar Mandhatu dari cerita kuno berpesta pora dalam semua kesenangan yang dikenal manusia, tetapi apakah dia puas? Tidak. Dia mati sebagai orang yang merindukan lebih banyak lagi. Kesenangan sensual membosankan, kosong, sekejap, tidak pernah terpenuhi. Itu adalah racun yang menggerogoti hati dan pikiran; suatu mimpi, khayalan belaka, jubah pinjaman, api, tombak, kepala ular yang menggigit ketika dilepas.

Tak satu pun dalam kehidupan ini yang saya sebut milikku, bahkan tidak juga tubuh ini. Apalagi barang-barang dan kekayaan dunia. Saya tidak punya apa-apa untuk diberikan kepadamu; tidak tubuh tidak pikiran, silakan pergi, Anikadhatta, hentikan musik itu dan pergilah.

Kepalaku terbakar, waktuku tinggal sedikit. Kelapukan dan kematian datang terengah-engah, bergegas mendekat, saya harus menemukan jalannya, saya harus membebaskan ikatan yang menghasilkan kelahiran untuk memenangjan kematian satu kali terakhir ini.

Kematian sudah selalu menjadi pemenang, berzaman-zaman, saya yang terkalahkan; selalu mati, selalu lahir untuk diperangkap dalam pelukannya yang beku. Tidak ada kekayaan maupun kehidupan yang telah menyelamatkanku dari cakar-cakarnya yang tak diharapkan.

Begitu banyak ibu, begitu banyak ayah, begitu banyak suami, yang sudah saya punyai dalam perjalanan panjang melalui kehidupan-kehidupan, siapa yang mengambil semuanya? Siapa yanh memisahkan mereka dariku? Kematian yang kejam. Dan saya menangis setiap kali kehilangan. Air mata untuk mengisi samudera, darah untuk membasahi seluruh bumi telah ditumpahkan atas namaku.

Wahai peminang agung, Ayah Bunda, dengarlah permohonanku, jangan pernah memanjakan tubuh ini, barang kotor yang memperkaya kuburan, hewan yang selalu rakus, yang tak pernah puas ini.

Kembangkan kewaspadaan_ dan engkau akan melihat keadaan dari hal-hal sebagaimana adanya. Jangan biarkan kegembiraan duniawi mengalahkan keadaan kebahagiaan ini.
Dalam kehidupan yang tanpa-nafsu, tanpa apa-apa.'

Anikadhatta pun teryakinkan, dia menapak kesamping dan memohon kepada orangtuanya : "Biarkan dia, biarkan dia menemukan pembebasan yang hanya dapat kita nikmati didalam apa yang dia temukan."

Sumedha_ dengan restu orangtuanya hari itu melepaskan jeratan-jeratan pengantin untuk jubah kuning sederhana.
Dia kenakan dengan keanggunan kerendahan hati, dan hidup menjadi Pemenang Kematian _ Yang Tidak Kembali Lagi pada waktunya..



Instagram
http://instagram.com/dhammacitta

Page
http://www.fb.com/DhammacittaDaily

Bagaikan sekuntum bunga yang indah tetapi tidak berbau harum; demikian pula akan tdk b'manfaat kata-kata mutiara yg diucapkan oleh org yg tdk melaksanakannya

Offline gryn tea

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.203
  • Reputasi: 34
  • Gender: Female
  • SABBE SANKHARA ANICCA
Re: Dhammacitta Daily
« Reply #66 on: 16 March 2014, 01:15:15 PM »


Kisah Chattapani, Seorang Umat Awam

Seorang umat awam bernama Chattapani yang merupakan seorang Anagami tinggal di Savatthi. Pada suatu kesempatan, Chattapani menghadap Sang Buddha di Vihara Jetavana mendengarkan khotbah Dhamma dengan penuh hormat dan penuh perhatian.

Ketika itu Raja Pasenadi juga sedang mengunjungi Sang Buddha. Chattapani tidak berdiri sebab dia berpikir bahwa berdiri berarti dia memberikan hormat kepada raja bukan kepada Sang Buddha. Raja menganggap hal ini adalah suatu penghinaan dan melanggar suatu paraturan. Sang Buddha mengetahui pemikiran Raja Pasenadi; maka Beliau memuji Chattapani, yang sangat baik dalam Dhamma dan juga telah mencapai tingkat kesucian Anagami.

Mendengar hal ini, Raja Pasenadi sangat terpesona dan memberikan penghormatan kepada Chattapani.

Pada pertemuan berikutnya, raja bertemu dengan Chattapani dan berkata, “Anda sangat pandai; dapatkah anda datang ke istana dan memberikan pelajaran Dhamma kepada dua orang istriku?” Chattapani menolak tetapi beliau menyarankan untuk meminta izin kepada Sang Buddha agar menugaskan seorang bhikkhu untuk memberikan pelajaran Dhamma. Raja menghampiri Sang Buddha dan menceritakan maksudnya. Sang Buddha memerintahkan Ananda untuk memberikan pelajaran Dhamma secara teratur kepada Ratu Mallika dan Ratu Vasabhakhattiya di istana.

Setelah beberapa waktu, Sang Buddha bertanya kepada Ananda tentang kemajuan dari kedua orang ratu tersebut. Ananda menjawab bahwa Ratu Mallika mendengarkan Dhamma dengan sungguh-sungguh sedangkan Vasabhakhattiya tidak sungguh-sungguh belajar Dhamma. Mendengar ini Sang Buddha berkata bahwa Dhamma akan memberikan manfaat bagi seseorang yang mempelajarinya dengan sungguh-sungguh, penuh hormat, dan penuh perhatian serta rajin mempraktekkan apa yang telah dipelajari.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 51 dan 52 berikut :

Bagaikan sekuntum bunga yang indah tetapi tidak berbau harum;
demikian pula akan tidak bermanfaat kata-kata mutiara yang diucapkan oleh orang yang tidak melaksanakannya.

Bagaikan sekuntum bunga yang indah serta berbau harum;
demikian pula sungguh bermanfaat kata-kata mutiara yang diucapkan oleh orang yang melaksanakannya.


(IV. Puppha Vagga)

Page
http://www.fb.com/DhammacittaDaily

Instagram
http://instagram.com/dhammacitta
Bagaikan sekuntum bunga yang indah tetapi tidak berbau harum; demikian pula akan tdk b'manfaat kata-kata mutiara yg diucapkan oleh org yg tdk melaksanakannya

Offline gryn tea

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.203
  • Reputasi: 34
  • Gender: Female
  • SABBE SANKHARA ANICCA
Re: Dhammacitta Daily
« Reply #67 on: 23 March 2014, 07:35:46 PM »
Kisah Seekor Induk Babi Muda

Suatu kesempatan, ketika Sang Buddha sedang berpindapatta di Rajagaha, ia melihat seekor induk babi muda yang kotor dan Beliau tersenyum. Ketika ditanya oleh Ananda, Sang Buddha menjawab, “Ananda, babi ini dulunya adalah seekor ayam betina dimasa Buddha Kakusandha. Karena ia tinggal di dekat ruang makan di suatu vihara, ia biasa mendengar pengulangan teks suci dan khotbah Dhamma. Ketika ia mati, ia dilahirkan kembali sebagai seorang putri.

Suatu ketika, saat pergi ke kakus, sang Putri melihat belatung dan ia menjadi sadar akan sifat yang menjijikkan dari tubuh. Ketika ia meninggal dunia, ia dilahirkan kembali di alam Brahma sebagai brahma puthujjana; tetapi kemudian karena beberapa perbuatan buruknya, ia dilahirkan kembali sebagai babi betina. Ananda ! Lihat, karena perbuatan baik dan perbuatan buruk tidak ada akhir dari lingkaran kehidupan.”

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair 338 sampai dengan 343 berikut ini :

Sebatang pohon yang telah ditebang
masih akan dapat tumbuh dan bersemi lagi
apabila akar-akarnya masih kuat
dan tidak dihancurkan.
Begitu pula selama akar nafsu keinginan tidak dihancurkan,
maka penderitaan akan tumbuh berulang kali.

Apabila tiga puluh enam nafsu keinginan
di dalam diri seseorang mengalir deras
menuju objek-objek yang menyenangkan,
maka gelombang pikiran yang penuh nafsu
akan menyeret orang yang memiliki
pandangan salah seperti itu.

Di mana-mana mengalir arus (=nafsu-nafsu keinginan);
di mana-mana tanaman menjalar tumbuh merambat.
Apabila engkau melihat tanaman menjalar
(=nafsu keinginan) tumbuh tinggi,
maka harus kau potong akar-akarnya
dengan pisau (=kebijaksanaan).

Dalam diri makhluk-makhluk timbul rasa senang mengejar objek-objek indria,
dan mereka menjadi terikat pada keinginan-keinginan indria.
Karena cenderung pada hal-hal yang menyenangkan
dan terus mengejar kenikmatan-kenikmatan indria,
maka mereka menjadi korban kelahiran dan kelapukan.

Makhluk-makhluk yang terikat pada nafsu keinginan,
berlarian kian kemari seperti seekor kelinci yang terjebak.
Karena terikat erat oleh belenggu-belenggu dan ikatan-ikatan,
maka mereka mengalami penderitaan untuk waktu yang lama.

Makhluk-makhluk yang terikat oleh nafsu-nafsu keinginan,
berlarian kian kemari seperti seekor kelinci yang terjebak.
Karena itu seorang bhikkhu yang menginginkan kebebasan diri,
hendaknya ia membuang segala nafsu-nafsu keinginannya.

(XXIV. Tanha Vagga)


Instagram
http://instagram.com/dhammacitta

Page
http://fb.com/DhammacittaDaily

Bagaikan sekuntum bunga yang indah tetapi tidak berbau harum; demikian pula akan tdk b'manfaat kata-kata mutiara yg diucapkan oleh org yg tdk melaksanakannya

Offline gryn tea

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.203
  • Reputasi: 34
  • Gender: Female
  • SABBE SANKHARA ANICCA
Re: Dhammacitta Daily
« Reply #68 on: 01 June 2015, 11:49:34 AM »
Bagaikan sekuntum bunga yang indah tetapi tidak berbau harum; demikian pula akan tdk b'manfaat kata-kata mutiara yg diucapkan oleh org yg tdk melaksanakannya

 

anything