//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Di Balik Kisah Pedonor Sumsum Tulang Belakang  (Read 1958 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline F.T

  • Sebelumnya: Felix Thioris, MarFel, Ocean Heart
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 7.134
  • Reputasi: 205
  • Gender: Male
  • • Save the Children & Join with - Kasih Dharma Peduli • We Care About Their Future • There Are Our Next Generation.
Di Balik Kisah Pedonor Sumsum Tulang Belakang
« on: 14 July 2008, 02:33:19 PM »
Di Balik Kisah Pedonor Sumsum Tulang Belakang

  Pada salah satu kolom koran Itali, ada sebuah berita tentang pencarian orang
yang istimewa. 17 Mei 1992 di parkiran mobil ke 5  kota Wayeli, seorang wanita
kulit putih diperkosa oleh seorang kulit hitam. Tak lama kemudian, sang wanita
melahirkan seorang bayi perempuan berkulit hitam. Ia dan suaminya tiba-tiba saja
menerima tanggung jawab untuk memelihara anak ini.Sayangnya, sang bayi kini
menderita leukemia (kanker darah). Dan ia memerlukan transfer sumsum tulang
belakang segera. Ayah kandungnya merupakan satu-satunya penyambung harapan
hidupnya. Berharap agar pelaku pada waktu itu saat melihat berita ini, bersedia
menghubungi Dr. Adely di RS Elisabeth, berita pencarian orang ini membuat
seluruh masyarakat gempar. Setiap orang membicarakannya. Masalahnya adalah
apakah orang hitam ini berani muncul. Padahal jelas ia akan  menghadapi
kesulitan besar. Jika ia berani muncul, ia akan menghadapi masalah hukum, dan
ada kemungkinan merusak kehidupan rumah
tangganya sendiri. Jika ia tetap bersikeras untuk diam, ia sekali lagi membuat
dosa yang tak terampuni.
Bagaimanakah kisah ini akan berakhir?

Seorang anak perempuan yang menderita leukimia ternyata menyimpan suatu kisah
yang memalukan di suatu perkampungan Itali. Martha, 35 thn, adalah wanita yang
menjadi pembicaraan semua orang. Ia dan suaminya Peterson adalah warga kulit
putih, tetapi diantara kedua anaknya, ternyata terdapat satu yang berkulit
hitam. Hal ini menarik perhatian setiap orang di sekitar mereka untuk bertanya,
Martha hanya tersenyum kecil, berkata pada mereka bahwa nenek berkulit hitam,
dan kakeknya berkulit putih, maka anaknya Monika mendapat kemungkinan seperti
ini.

Musim gugur 2002, Monika yang berkulit hitam terus menerus mengalami demam
tinggi. Terakhir, Dr. Adely memvonis Monika menderita leukimia. "Harapan
satu-satunya hanyalah mencari pedonor sumsum tulang belakang yang paling cocok
untuknya." Dokter menjelaskan lebih lanjut. "Diantara mereka yang ada hubungan
darah dengan Monika merupakan cara yang paling mudah untuk menemukan pedonor
tercocok. Harap seluruh anggota keluarga kalian berkumpul untuk menjalani
pemeriksaan sumsum tulang belakang."

Raut wajah Martha berubah, tapi tetap saja seluruh keluarga menjalani
pemeriksaan. Hasilnya tak satu pun yang cocok. Dokter memberitahu mereka, dalam
kasus seperti Monika ini, mencari pedonor yang cocok sangatlah kecil
kemungkinannya. Sekarang hanya ada satu cara yang paling manjur, yaitu Martha
dan suaminya kembali mengandung anak lagi. Dan mendonorkan darah anak untuk
Monika. Mendengar usul ini Martha tiba-tiba menjadi panik, dan berkata tanpa
suara "Tuhan.. kenapa menjadi begini?" Ia menatap suaminya, sinar matanya
dipenuhi ketakutan dan putus asa. Peterson mengerutkan keningnya berpikir. Dr.
Adely berusaha menjelaskan pada mereka, "saat ini banyak orang yang menggunakan
cara ini untuk menolong nyawa para penderita leukimia, lagi pula cara ini
terhadap bayi yang baru dilahirkan sama sekali tak ada pengaruhnya. " Hal ini
hanya didengarkan oleh pasangan suami istri tersebut, dan termenung begitu lama.
Terakhir mereka hanya berkata,
"Biarkan kami memikirkannya kembali."

Malam kedua, Dr. Adely tengah bergiliran tugas, tiba-tiba pintu ruang kerjanya
terbuka, masuk pasangan suami-istri tersebut. Martha menggigit bibirnya keras,
suaminya Peterson, menggenggam tangannya, dan berkata serius pada dokter.
"Ada suatu hal yang perlu kami beritahukan kepada Anda, Dokter! Tapi harap Anda
berjanji untuk menjaga kerahasiaan ini, karena ini merupakan rahasia kami
suami-istri selama beberapa tahun." Dr. Adely menganggukkan kepalanya.

Lalu mereka bercerita: "10 tahun lalu, Martha ketika pulang kerja telah
diperkosa seorang remaja berkulit hitam. Saat Martha sadar, dan pulang ke rumah
dengan
tergesa-gesa, waktu telah menunjukkan pukul 1 malam. Waktu itu aku bagaikan
gila keluar rumah mencari orang hitam itu untuk membuat perhitungan. Tapi telah
tak ada bayangan orang satu pun. Malam itu kami hanya dapat memeluk kepala
masing-masing menahan kepedihan. Sepertinya seluruh langit runtuh."
Bicara sampai sini, Peterson telah dibanjiri air mata, Ia melanjutkan kembali.
"Tak lama kemudian Martha mendapati dirinya hamil. Kami merasa sangat
ketakutan, kuatir bila anak yang dikandungnya merupakan milik orang hitam
tersebut. Martha berencana untuk menggugurkannya, tapi aku masih mengharapkan
keberuntungan, mungkin anak yang dikandungnya adalah bayi kami. Begitulah, kami
ketakutan menunggu beberapa bulan.
Maret 1993, Martha melahirkan bayi perempuan, dan ia berkulit hitam. Kami
begitu putus asa, pernah terpikir untuk mengirim sang anak ke panti asuhan.
Tapi mendengar suara tangisnya, kami sungguh tak tega. Terlebih lagi
bagaimana pun Martha telah mengandungnya, ia juga merupakan sebuah nyawa. Aku
dan Martha merupakan warga yang taat pada iman kami, pada akhirnya kami
memutuskan untuk memeliharanya, dan memberinya nama Monika."
Mata Dr. Adely juga digenangi air mata. Pada akhirnya ia memahami kenapa bagi
kedua suami istri tersebut kembali mengandung anak merupakan hal yang sangat
menguatirkan. Ia berpikir sambil mengangguk-anggukka n kepala berkata, "Memang
jika demikian, kalian melahirkan 10 anak sekalipun akan sulit untuk mendapatkan
donor yang cocok untuk Monika."
Beberapa lama kemudian, ia memandang Martha dan berkata "Kelihatannya, kalian
harus mencari ayah kandung Monika. Barangkali sumsum tulangnya cocok untuk
Monika. Tetapi, apakah kalian bersedia membiarkan ia kembali muncul dalam
kehidupan
kalian ?"

Martha berkata, "Demi anak, aku bersedia berlapang dada memaafkannya. Bila ia
bersedia muncul menyelamatkannya. Aku tak akan memperkarakannya. "
Dr. Adely merasa terkejut akan kedalaman cinta sang ibu.
Martha dan Peterson mempertimbangkannya baik-baik, sebelum akhirnya memutuskan
memuat berita pencarian ini di koran dengan menggunakan nama
samaran. November 2002, di koran Wayeli termuat berita pencarian ini, seperti
yang digambarkan sebelumnya. Berita ini memohon sang pelaku pemerkosaan waktu
itu berani muncul, demi untuk menolong sebuah nyawa seorang anak perempuan
penderita leukimia! Begitu berita ini keluar, tanggapan masyarakat begitu
menggemparkan. Kotak surat dan telepon Dr. Adely bagaikan meledak saja,
kebanjiran surat masuk dan telepon, orang-orang terus bertanya siapakah wanita
ini. Mereka ingin bertemu dengannya, berharap dapat memberikan bantuan padanya.
Tetapi Martha menolak semua perhatian mereka, ia tak ingin mengungkapkan
identitas sebenarnya, lebih tak ingin lagi identitas Monika sebagai anak hasil
pemerkosaan terungkap. Seluruh media penuh dengan diskusi tentang bagaimana
cerita ini berakhir.

Orang hitam itu akan munculkah?
Jika orang hitam ini berani muncul, akan bagaimanakah masyarakat kita sekarang
menilainya? Akankah menggunakan hukum yang berlaku untuk menghakiminya Haruskah
ia menerima hukuman dan cacian untuk masa lalunya, ataukah ia harus menerima
pujian karena keberaniannya hari ini?
Saat itu berita pencarian juga muncul di Napulese, memporakporandakan perasaan
seorang pengelola toko minuman keras berusia 30 tahun. Ia seorang kulit hitam,
bernama Ajili. 17 Mei 1992 waktu itu, ia memiliki lembaran terkelam merupakan
mimpi terburuknya di malam berhujan itu.
Ia adalah sang peran utama dalam kisah ini. Tak seorang pun menyangka, Ajili
yang sangat kaya raya itu, pernah bekerja sebagai pencuci piring panggilan.
Dikarenakan orang tuanya telah meninggal sejak ia masih muda, ia yang tak pernah
mengenyam dunia pendidikan terpaksa bekerja sejak dini. Ia yang begitu pandai
dan cekatan, berharap dirinya sendiri bekerja dengan giat demi mendapatkan
sedikit uang dan penghargaan dari orang lain. Tapi sialnya, bosnya merupakan
seorang rasialis, yang selalu mendiskrimi- nasikannya. Tak peduli segiat apa pun
dirinya, bos selalu memukul dan memakinya.
17 Mei 1992, merupakan ulang tahunnya ke 20. Ia berencana untuk pulang kerja
lebih awal merayakan hari ulang tahunnya. Siapa menyangka, di tengah kesibukan
ia memecahkan sebuah piring.
Sang bos menahan kepalanya, memaksanya untuk menelan pecahan piring. Ajili
begitu marah dan memukul sang bos, lalu berlari keluar meninggalkan restoran.
Di tengah kemarahannya ia bertekad untuk membalas dendam pada si kulit putih.
Malam berhujan lebat, tiada seorang pun lewat, dan di parkiran ia bertemu
Martha. Untuk membalaskan dendam akibat pendiskriminasian, ia pun memperkosa
sang wanita yang tak berdosa ini.Tapi selesai melakukannya, Ajili mulai panik
dan ketakutan. Malam itu juga ia menggunakan uang ulang tahunnya untuk membeli
tiket KA menuju Napulese,
meninggalkan kota ini.

Di Napulese, ia bertemu keberuntungannya. Ajili mendapatkan pekerjaan dengan
lancar di restoran milik orang Amerika. Kedua pasangan Amerika ini sangatlah
mengagumi kemampuannya, dan menikahkannya dengan anak perempuan mereka, Lina.
Pada akhirnya mereka  juga mempercayainya untuk mengelola toko mereka.
Beberapa tahun ini, ia yang begitu tangkas, tak hanya memajukan bisnis toko
minuman keras ini, ia juga memiliki 3 anak yang lucu. Di mata pekerja lainnya
dan seluruh anggota keluarga, Ajili merupakan bos yang baik, suami yang baik,
ayah yang baik. Tapi hati nuraninya tetap membuatnya tak melupakan dosa yang
pernah diperbuatnya. Ia selalu memohon ampun pada Tuhan dan berharap Tuhan
melindungi wanita yang pernah diperkosanya, berharap ia selalu hidup damai dan
tentram. Tapi ia menyimpan rahasianya rapat-rapat, tak memberitahu seorang pun.
 
Pagi hari itu, Ajili berkali-kali membolak-balik koran, ia terus mempertimbang-
kan kemungkinan dirinyalah pelaku yang dimaksud. Sedikit pun ia tak pernah
membayangkan bahwa wanita malang itu mengandung anaknya, bahkan menerima
tanggung jawab untuk memelihara dan menjaga anak yang awalnya bukanlah miliknya.
Hari itu, Ajili beberapa kali mencoba menghubungi nomor telepon Dr. Adely. Tapi
setiap kali, belum sempat menekan habis tombol telepon, ia telah menutupnya
kembali. Hatinya terus bertentangan, bila ia bersedia mengakui semuanya, setiap
orang kelak akan mengetahui sisi terburuknya ini, anak-anaknya tak akan lagi
mencintainya, ia akan kehilangan keluarganya yang bahagia dan istrinya yang
cantik. Juga akan kehilangan penghormatan masyarakat di sekitarnya. Semua yang
ia dapatkan ini berkat kerja kerasnya bertahun-tahun.
Malam itu, saat makan bersama, seluruh keluarga mendiskusikan kasus Martha. Sang
istri, Lina berkata, "Aku sangat mengagumi Martha . Bila aku di posisinya, aku
tak akan memiliki keberanian untuk memelihara anak hasil perkosaan hingga
dewasa. Aku lebih mengagumi lagi suami Martha, ia sungguh pria yang patut
dihormati, tak disangka ia dapat menerima anak yang demikian."
Ajili termenung mendengarkan pendapat istrinya, dan tiba-tiba mengajukan
pertanyaan, "Kalau begitu, bagaimana kau memandang pelaku pemerkosaan itu?"
 "Sedikitpun aku tak akan memaafkannya! !! Waktu itu ia sudah membuat kesalahan,
kali ini juga hanya dapat meringkuk menyelingkupi dirinya sendiri, ia
benar-benar begitu rendah, begitu egois, begitu pengecut! Ia benar-benar seorang
pengecut!" Demikian istrinya menjawab dengan dipenuhi  api kemarahan.
Ajili mendengarkan saja, tak berani mengatakan kenyataan pada istrinya.
Malam itu, anaknya yang baru berusia 5 tahun begitu rewel tak bersedia tidur.
Untuk pertama kalinya Ajili kehilangan kesabaran dan menamparnya. Sang anak
sambil menangis berkata, "Kau ayah yang jahat, aku tak mau peduli kamu lagi. Aku
tak ingin kau menjadi ayahku".

Hati Ajili bagai terpukul keras mendengarnya, ia pun memeluk erat-erat sang anak
dan berkata: "Maaf, ayah tak akan memukulmu lagi. Ayah yang salah, maafkan papa
ya."
Sampai sini, Ajili pun tiba-tiba menangis. Sang anak terkejut dibuatnya, dan
buru-buru berkata padanya untuk menenangkan ayahnya, "Baiklah, kumaafkan. Guru
TK ku bilang, anak yang baik adalah anak yang mau memperbaiki kesalahannya. "
Malam itu, Ajili tak dapat terlelap, merasa dirinya bagaikan terbakar dalam
neraka. Di matanya selalu terbayang kejadian malam berhujan deras itu, dan
bayangan sang wanita. Ia sepertinya dapat mendengarkan jerit tangis wanita itu.
Tak henti-hentinya ia bertanya pada dirinya sendiri : "Aku ini sebenarnya orang
baik, atau orang jahat ?"
Mendengar bunyi napas istrinya yang teratur, ia pun kehilangan seluruh
keberaniannya untuk berdiri. Hari kedua, ia hampir tak tahan lagi rasanya.
Istrinya mulai merasakan adanya ketidakberesan pada dirinya, memberikan
perhatian padanya dengan menanyakan apakah ada masalah. Dan ia mencari alasan
tak enak badan untuk meloloskan dirinya. Pagi hari pada jam kerja, sang karyawan
menyapanya ramah, "Selamat  pagi, manager !" Mendengar itu, wajahnya tiba-tiba
menjadi pucat pasi, dalam hati dipenuhi perasaan tak menentu dan rasa malu. Ia
merasa dirinya hampir menjadi gila saja rasanya.

Setelah berhari-hari memeriksa hati nuraninya, Ajili tak dapat lagi terus diam
saja, ia pun menelepon Dr. Adely. Ia berusaha sekuat tenaga menjaga suaranya
supaya tetap tenang, "Aku ingin mengetahui keadaan anak malang itu."
Dr. Adely memberitahunya, keadaan sang anak sangat parah. Dr.Adely menambahkan
kalimat terakhirnya berkata, "Entah apa ia dapat menunggu hari kemunculan ayah
kandungnya." Kalimat terakhir ini menyentuh hati Ajili yang paling
dalam, suatu perasaan hangat sebagai sang ayah mengalir keluar, bagaimana pun
anak itu juga merupakan darah dagingnya sendiri ! Ia pun membulatkan tekad untuk
menolong Monika. Ia telah melakukan kesalahan sekali, tak boleh kembali
membiarkan dirinya meneruskan kesalahan ini.
Malam hari itu juga, ia pun mengobarkan keberaniannya sendiri untuk memberitahu
sang istri tentang segala rahasianya. Terakhir ia berkata, "Sangatlah mungkin
bahwa aku adalah ayah Monika. Aku harus menyelamatkannya. "
Lina sangat terkejut, marah dan terluka, mendengar semuanya, ia berteriak marah,
"Kau PEMBOHONG !”
Malam itu juga ia membawa ketiga anak mereka, dan lari pulang ke rumah ayah
ibunya. Ketika ia memberitahu mereka tentang kisah Ajili, kemarahan kedua
suami-istri tersebut dengan segera mereda. Mereka adalah dua orang tua yang
penuh pengalaman hidup, mereka menasehatinya, "Memang benar, kita patut marah
terhadap segala tingkah laku Ajili di masa lalu. Tapi pernahkah kamu memikirkan,
ia dapat mengulurkan dirinya untuk muncul, perlu berapa banyak keberanian besar.
Hal ini membuktikan bahwa hati nuraninya belum sepenuhnya terkubur. Apakah kau
mengharapkan seorang suami yang pernah melakukan kesalahan tapi kini bersedia
memperbaiki dirinya, ataukah seorang suami yang selamanya menyimpan kebusukan
ini didalamnya ?"
Mendengar ini Lina terpekur beberapa lama. Pagi-pagi di hari kedua, ia langsung
kembali ke sisi Ajili, menatap mata sang suami yang dipenuhi penderitaan, Lina
menetapkan hatinya berkata, "Ajili, pergilah menemui Dr. Adely! Aku akan
menemanimu !"

3 Februari 2003, suami istri Ajili, menghubungi Dr. Adely. 8 Februari, pasangan
tersebut tiba di RS Elisabeth, demi untuk pemeriksaan DNA Ajili. Hasilnya Ajili
benar-benar adalah ayah Monika. Ketika Martha mengetahui bahwa orang hitam
pemerkosanya itu pada akhirnya berani memunculkan dirinya, ia pun tak dapat
menahan air matanya. Sepuluh tahun ini ia terus memendam dendam kesumat
terhadap Ajili, namun saat ini ia hanya dipenuhi perasaan terharu. Segalanya
berlangsung dalam keheningan. Demi untuk melindungi pasangan Ajili dan pasangan
Martha, pihak RS tidak mengungkapkan dengan jelas identitas mereka semua pada
media, dan juga tak bersedia mengungkapkan keadaan sebenarnya. Mereka hanya
memberitahu media bahwa ayah kandung Monika telah ditemukan.
Berita ini mengejutkan seluruh pemerhati berita ini. Mereka terus-menerus
menelepon, menulis surat pada Dr. Adely, memohon untuk dapat menyampaikan
kemarahan  mereka pada orang hitam ini, sekaligus penghormatan mereka padanya.
Mereka berpendapat, "Barangkali ia pernah melakukan tindak pidana, namun saat
ini ia seorang pahlawan!"

10 Februari, kedua pasangan Martha dan suami memohon untuk dapat bertemu muka
langsung dengan Ajili. Awalnya Ajili tak berani untuk menemui mereka, namun
pada permohonan ketiga Martha, ia pun menyetujui hal ini. 18 Februari, dalam
ruang tertutup dan dirahasiakan di RS, Martha bertemu langsung dengan Ajili.
Ajili baru saja memangkas rambutnya, saat ia melihat Martha, langkah kakinya
terasa sangatlah berat, raut wajahnya memucat. Martha dan suaminya melangkah
maju, dan mereka bersama-sama saling menjabat tangan masing-masing, sesaat
ketiga orang tersebut diam tanpa suara menahan kepedihan, sebelum akhirnya air
mata mereka bersama-sama mengalir. Beberapa waktu kemudian, dengan suara serak
Ajili berkata, "Maaf... mohon maafkan aku! Kalimat ini telah terpendam dalam
hatiku
selama 10 tahun. Hari ini akhirnya aku mendapat kesempatan untuk mengatakannya
langsung kepadamu." Martha menjawab, "Terima kasih kau dapat muncul.
Semoga Tuhan memberkati, sehingga sumsum tulang belakangmu dapat menolong
putriku".

19 Februari, dokter melakukan pemeriksaan sumsum tulang belakang Ajili.
Untungnya, sumsum tulang belakangnya sangat cocok bagi Monika. Sang dokter
berkata dengan antusias, "Ini suatu keajaiban !"

22 Februari 2003, sekian lama harapan masyarakat luas akhirnya terkabulkan.
Monika menerima sumsum tulang belakang Ajili, dan pada akhirnya Monika telah
melewati masa kritis. Satu minggu kemudian, Monika boleh keluar RS dengan sehat
walafiat. Martha dan suami memaafkan Ajili sepenuhnya, dan secara khusus
mengundang Ajili dan Dr. Adely datang ke rumah mereka untuk merayakannya.
Tapi hari itu Ajili tidak hadir, ia memohon agar Dr. Adely membawa suratnya bagi
mereka. Dalam suratnya ia menyatakan penyesalan dan rasa malunya berkata,
"Aku tak ingin kembali mengganggu kehidupan tenang kalian. Aku berharap
Monika berbahagia selalu hidup dan tumbuh dewasa bersama kalian. Bila kalian
menghadapi kesulitan bagaimana pun, harap hubungi aku, aku akan berusaha sekuat
tenaga untuk membantu kalian".
"Saat ini juga, aku sangat berterima kasih pada Monika, dari dalam lubuk hatiku
terdalam, dialah yang memberiku kesempatan untuk menebus dosa. Dialah yang
membuatku dapat memiliki kehidupan yang benar-benar bahagia pada separoh usiaku
selanjutnya. Ini adalah hadiah yang ia berikan padaku !"
 
***
 
Komentar Italia Post
Terkadang dosa-dosa masa lalu kita masih terus membayangi kita. Walaupun mungkin
kita sudah bahagia dengan kehidupan kita yang sekarang, tetapi selalu
saja terbayang  dosa-dosa masa lalu kita. Yang menjadi bahan renungan dari
cerita ini : Jika pada saatnya Tuhan membuka kesempatan bagi aku untuk meminta
maaf atas segala dosa-dosaku, apakah aku akan berani seperti Ajili ini untuk
mengakui semua dosa-dosaku, walaupun dengan taruhan aku akan kehilangan
semuanya. Tuhan itu begitu baik ... pada saat Dia mengetahui bahwa kita masih
menderita akan dosa-dosa masa lalu kita, Dia membuka jalan bagi kita untuk
meminta maaf dan membersihkan hati kita, yang memungkinkan kita untuk menyambut
masa depan tanpa ada rasa terbeban lagi dalam hati kita.
 
Regards
 
 
Live as you were to die tomorrow
Learn as you were to live forever.
(Mahatma Gandhi)


Save the Children & Join With :
Kasih Dharma Peduli ~ Anak Asuh
May all Beings Be Happy


Contact Info : Kasihdharmapeduli [at] yahoo.com

 

anything