Sang Buddha lahir pada tahun 623 Sebelum Era Umum dan ada versi ke dua yang menyatakan 563 SEU
Sang Buddha hidup hingga 80 tahun, Parinibbana pada tahun 543 SEU atau versi ke dua = 483 SEU
Di Sutta dikatakan jika bhikkhuni tidak masuk Sangha maka kemurnian Dhamma Vinaya adalah 1.000 namun karena bhikkhuni ada di zaman Sang Buddha maka kemurnian Ajaran Buddha adalah 500 tahun. (Sang Buddha tidak mengatakan Dhamma akan lenyap; buktinya Empat Kesunyatan Mulia dan Jalan Mulia Berunsur Delapan masih utuh dengan sempurna hingga sekarang.)
Di Mahaparinibbana Sutta dikatakan selama Jalan Mulia Berunsur Delapan masih ada dan dipraktikkan, dunia ini tidak akan kosong dari Arahat (tidak mungkin tidak ada yang mencapai Arahat).
Kitab Komentar Ceylon menyatakan setelah Sang Buddha Parinibbana maka ada 1.000 tahun (456 Era Umum) untuk dapat mencapai Arahat 6 abhinna, 1.000 tahun (tahun 1456) arahat yang terbebaskan melalui kebijaksanaan, 1.000 tahun (tahun 2456) Anagami (tidak ada lagi Arahat); 1.000 tahun (tahun 3456) Sakadagami; 1.000 tahun (tahun 4456) Sotapanna.
Jika dihitung dari versi ke dua maka tinggal tambahkan 60 tahun, tetap saja di zaman sekarang tidak ada lagi Arahat, namun Anagami masih bisa dicapai dengan sisa 400 tahun lebih.
Namun versi Komentar Burma mengatakan bahwa setiap 500 tahun setelah Sang Buddha Parinibbana maka ada 500 tahun (45 SEU) untuk menjadi Arahat yang lengkap abhinna, 500 tahun (456 Era Umum) untuk Arahat yang terbebaskan dengan kebijaksanaan, 500 tahun (tahun 956) Anagami (tidak ada lagi Arahat); 500 tahun (tahun 1456) Sakadagami; 500 tahun (tahun 1956) Sotapanna. Kemudian kembali lagi 500 tahun (tahun 2456) untuk menjadi Arahat yang lengkap abhinna, 500 tahun (tahun 2956) untuk Arahat yang terbebaskan dengan kebijaksanaan, 500 tahun (tahun 3456) Anagami (tidak ada lagi Arahat); 500 tahun (tahun 3956) Sakadagami; 500 tahun (tahun 4456) Sotapanna.
Jika dilihat dari pernyataan kitab Komentar Burma, maka seharusnya tahun 1957 sudah ada Arahat. Namun, jika kita gunakan versi ke dua dari kelahiran Sang Buddha hingga Parinibbana maka kita akan mendapatkan tahun 2016 (ditambah 60).
Artinya kemunculan Arahat seharusnya sudah ada pada tahun 2016.
Kemungkinan yang bisa terjadi adalah:
1. Berdasarkan versi Sri Lanka maka yang pencapaian paling tinggi adalah Anagami
2. Berdarakan versi Burma maka Arahat masih memungkinkan hingga tahun 2956 (sekarang tahun 2017)
3. Versi Burma jika menggunakan tahun Sang Buddha Parinibbana adalalah 543 SEU maka seharusnya ada Arahat di tahun 1957 (60 tahun telah berlalu, tidak ada jejak kemunculan Arahat).
4. Namun jika kita gunakan versi Sang Buddha Parinibbana di tahun 483 SEU maka Arahat memungkinkan muncul di tahun 2016.
Jika kita lihat, kemungkinan nomor 4 cukup meyakinkan karena kita lihat di zaman ini banyak sekali yang meragukan pencapaian sotapanna karena tahun 2016 itu akhir pencapaian sotapanna atau mungkin beberapa tahun sebelum memang sudah agak kosong, atau dengan kata lain, 500 tahun sebelumnya dari tahun sekarang sebenarnya tidak ada sakadagami hingga anagami dan arahat, yang ada sotapanna dan setelah lewat lebih dari 250 tahun, sotapanna sudah mulai berkurang. Dan lagi, kita lihat perkembangan Buddhisme di tahun sekarang mulai maju, jadi kemungkinan nomor 4 cukup meyakinkan. Orang sekarang gencar mengahapal sutta banyak-banyak saking gencarnya mereka mengabaikan 4 Kesunyatan Mulia, lebih mementingkan di luar itu padahal, Ajaran Buddha cukup singkat, hanya Empat Kesunyatan Mulia. Inilah yang seharunya dikejar, dijadikan prioritas utama. Bukan berarti yang lainnya tidak penting, yang lainnya seharunya dijadikan sekunder. Empat Kesunyatan Mulia harus dijadikan prioritas untuk dipelajari, kemudian dipraktekkan.
Jika nomor 4 sesuai fakta maka seharusnya sudah ada Arahat yang memiliki 6 abhinna, 8 pencapaian atau mungkin bisa menunggu beberapa tahun lagi karena baru mulai masuk ERA ARAHAT!_/\_
Mo share salah satu Theragāthā favorit gw... :3
###
Thag 16.10 Pārāpariyattheragāthā
Sewaktu sang petapa mempraktikkan jhāna,
Duduk dalam keterasingan, terpusat,
Di hutan yang penuh dengan bunga,
Pemikiran ini muncul padanya:
“Perilaku para bhikkhu
Masa kini tampaknya berbeda
Dengan ketika Sang Raja Dunia,
Yang terbaik di antara manusia, masih ada.
Jubah mereka hanya untuk menutupi bagian pribadi,
Dan untuk melindungi dari dingin dan angin;
Mereka makan secukupnya,
Puas dengan apapun yang diberikan.
Apakah halus atau kasar,
Sedikit atau banyak,
Mereka makan hanya sekedar untuk bertahan hidup,
Tanpa serakah atau rakus.
Mereka tidak sangat menginginkan
Benda-benda kebutuhan hidup,
Seperti tonik dan kebutuhan lainnya,
Seperti mereka menginginkan akhir kekotoran.
Di dalam hutan, di bawah pepohonan,
Di dalam gua kecil dan besar,
Berkomitmen pada keterasingan,
Mereka hidup dengan itu sebagai tujuan akhir.
Mereka terbiasa dengan hal-hal sederhana,
Dan mudah dilayani,
Lembut, batin mereka tidak membandel,
Tak tercela, tak banyak bicara,
Batin mereka terarah pada tujuan.
Dengan cara inilah mereka menginspirasi keyakinan,
Dalam gerakan, cara makan, dan praktik mereka;
Tata-laku mereka halus
Bagaikan aliran minyak.
Dengan berakhirnya segala kekotoran,
Para bhikkhu senior itu sekarang telah merealisasikan nibbāna;
Mereka adalah para meditator besar dan penolong besar—
Sedikit yang seperti mereka pada masa kini.
Dengan berakhirnya
Prinsip-prinsip kebaikan dan pemahaman yang baik,
Ajaran Sang Penakluk,
Yang penuh dengan kualitas-kuliatas baik, telah hancur berantakan.
Sekarang adalah musim
Bagi Prinsip-prinip buruk dan kekotoran.
Mereka yang siap untuk keterasingan
Adalah apa yang tersisa dari Dhamma sejati.
Ketika mereka tumbuh, kekotoran-kekotoran
Menguasai banyak orang;
Mereka bermain-main dengan orang-orang dungu, aku percaya,
Bagaikan setan bermain-main dengan orang-orang gila.
Dikuasai oleh kekotoran-kekotoran,
Mereka berlarian kesana-kemari
Di antara penyebab-penyebab kekotoran,
Seolah-olah mereka menyatakan perang dengan diri mereka sendiri.
Setelah meninggalkan Dhamma sejati,
Mereka saling berdebat;
Mengikuti pandangan-pandangan salah
Mereka berpikir, ‘Ini lebih baik.’
Mereka meninggalkan harta kekayaan,
Anak-anak, dan istri untuk meninggalkan keduniawian;
Tetapi kemudian mereka melakukan apa yang seharusnya tidak mereka lakukan,
Demi sesendok kecil dana makanan.
Mereka makan hingga perut mereka penuh,
Dan kemudian mereka berbaring telentang untuk tidur.
Ketika mereka terjaga kembali, mereka terus berbicara,
Jenis pembicaraan yang dicela Sang Guru.
Menghargai segala seni dan keterampilan,
Mereka berlatih di dalamnya;
Tidak tenang dalam batin,
Mereka berpikir, ‘Ini adalah tujuan dari kehidupan pertapaan’.
Mereka memberikan tanah, minyak, dan bedak,
Air, tempat tinggal, dan makanan
Untuk para perumah tangga,
Mengharapkan lebih dari itu sebagai imbalan.
Serta tusuk-gigi, buah kawista,
Bunga-bunga, makanan,
Dana makanan yang telah dimasak,
Buah mangga dan kemloko.
Dalam hal pengobatan mereka seperti dokter,
Dalam hal bisnis seperti perumah tangga,
Dalam hal riasan seperti pelacur,
Dalam hal kekuasaan seperti raja
Kecurangan, tipuan,
Saksi palsu, kelicikan:
Mengunakan banyak rencana,
Mereka menikmati benda-benda materi.
Berpura-pura, memikirkan cara, dan merencanakan,
Dengan cara ini
Mereka menimbun banyak harta kekayaan
Demi penghidupan mereka.
Mereka mengumpulkan komunitas
Demi bisnis daripada demi Dhamma.
Mereka mengajarkan Dhamma kepada orang lain
Demi perolehan, bukan demi tujuan.
Mereka yang di luar Saṅgha
Bertengkar demi harta Saṅgha.
Mereka tidak tahu malu, dan tidak peduli
Bahwa mereka hidup dari harta orang lain.
Beberapa orang yang mencukur rambut
Dan mengenakan jubah luar,
Tidak menekuni praktik,
Melainkan hanya ingin dihormati,
Tergila-gila dengan harta dan penghormatan.
Ketika sudah terjadi seperti ini,
Tidaklah mudah pada masa kini
Untuk merealisasikan apa yang belum direalisasikan,
Atau mempertahankan apa yang telah direalisasikan.
Seseorang yang dengan perhatian ditegakkan
Dapat berjalan tanpa sepatu
Bahkan di tanah berduri;
Itu adalah bagaimana seorang bijaksana berjalan di desa.
Dengan mengingat para meditator masa lalu,
Dan mengingat perilaku mereka;
Bahkan di kemudian hari,
Adalah masih mungkin untuk merealisasikan tanpa-kematian.”
Itu adalah apa yang Sang Petapa, yang indria-indriaNya
Terkembang sempurna, katakan di hutan pepohonan sāla.
Orang suci itu, Sang Bijaksana, telah merealisasikan nibbāna:
Mengakhiri kelahiran kembali ke dalam kehidupan apapun juga.https://suttacentral.net/id/thag16.10