//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Menurut ANDA jalan mulia beruas 8 itu bisa membawa kebebasan tidak?  (Read 44736 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline savana_zhang

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 253
  • Reputasi: 6
  • Gender: Male
  • om mani padme hum
Re: Menurut ANDA jalan mulia beruas 8 itu bisa membawa kebebasan tidak?
« Reply #90 on: 15 July 2009, 03:27:37 PM »
               ok,sudah clear
akhirnya diskusi membawa kita pd sebuah kesimpulan mengenai pandangan benar
dan menyatukan kita dalam  dhamma

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menurut ANDA jalan mulia beruas 8 itu bisa membawa kebebasan tidak?
« Reply #91 on: 15 July 2009, 03:49:22 PM »
mungkin saya sebagai orang numpang lewat ikutan,

merealisasikan dhamma [maka] pandangan salah hilang.  (bro kainyn)

pandangan salah hilang [itulah] merealisasikan dhamma. (bro xuvie)

ini bukan maksudnya?



Mengenai hal ini, sepertinya dari awal saya sepaham dengan bro xuvie.
Bantu menjelaskan dari view saya yah.. Menurut kalimat Bro Kain yang kubaca sih selama kita belum merealisasi dhamma (at least Sotapatti) kita masih ada dalam lingkup pandangan2 yg terjerat tsb. Jadi bukan ajaran Buddha yg asli dari Sang Buddha itu sendiri. Buddhistnya, tapi bukan Buddha-Dhammanya. Dan menurut saya, memang begitulah.. Selagi kita belum merealisasi Dhamma, kita masih terikat dlm tataran pandangan2 mengenai atta, loka dan nibbana. Dan pandangan kita biasanya masih terjerat dalam satu atau beberapa dari 62 pandangan tsb.

Yang tidak sepaham hanya tafsiran tulisan bro savana_zhang, tetapi sekarang juga sudah tidak dibahas lagi. 

Offline tula

  • Sahabat
  • ***
  • Posts: 482
  • Reputasi: 24
Re: Menurut ANDA jalan mulia beruas 8 itu bisa membawa kebebasan tidak?
« Reply #92 on: 15 July 2009, 05:35:32 PM »
terus ... apakah ada yg berpandangan salah tp menuju benar ? ada yg berpandangan salah .. dan semakin salah ? ada yg berpandangan menuju benar ... jadi makin salah ? ada yg pandangannya tetep salah ? ada yg ga berpandangan (buta kali ye) ?

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menurut ANDA jalan mulia beruas 8 itu bisa membawa kebebasan tidak?
« Reply #93 on: 15 July 2009, 05:54:20 PM »
terus ... apakah ada yg berpandangan salah tp menuju benar ? ada yg berpandangan salah .. dan semakin salah ? ada yg berpandangan menuju benar ... jadi makin salah ? ada yg pandangannya tetep salah ? ada yg ga berpandangan (buta kali ye) ?

Mungkin saya lebih memilih istilah "pandangan" saja, bukan "pandangan benar/salah".
Ada pandangan yang membuat orang semakin menderita.
Ada juga pandangan yang membuat orang semakin bahagia.

Masing-masing pandangan tersebut, bisa dibagi lagi jadi dua:
-berdasarkan kenyataan
-berdasarkan kepercayaan

Pilihlah yang berdasarkan kenyataan dan membuat anda bahagia.

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Menurut ANDA jalan mulia beruas 8 itu bisa membawa kebebasan tidak?
« Reply #94 on: 15 July 2009, 06:44:46 PM »
Sebenernya daripada dikatakan pandangan salah saya pribadi lebih 'sreg' dg pandangan keliru yah.. :)

Ya, kalau menurut pendapat saya, sesaat orang merealisasi dhamma, saat itu juga semua pandangan kelirunya hancur.
Yup berarti saya dan Bro Kain sepaham soal pandangan benar dan salah tdk mungkin digenggam secara bersamaan.
Selanjutnya jika saya katakan begini:
Nibbana tidak direalisasi dalam kepercayaan thdp Tuhan. Meski seorang yg theist berpotensi utk mencapai nibbana. Tetapi pandangan "theist"nya akan, mau tak mau, harus dia lepaskan - istilahnya 'mengosongkan cangkir' - saat dia mengembangkan pandangan benar dan merealisasi Nibbana.
Apakah Bro Kain sependapat juga? Sekadar catatan, semoga kalimat di atas tdk mengimplikasikan bahwa bila tidak percaya Tuhan pastilah berpandangan benar dan akan merealisasi nibbana.

Pandangan benar/salah di sini, maksud saya adalah konsep pandangan benar/salah yang diklaim sebagian Buddhis sebagai "wajib diketahui untuk mencapai kesucian", di antaranya: 62 pandangan salah dari Brahmajala Sutta, Karma, Paticca Samuppada, 4 satipatthana, tumimbal lahir, 31 alam dan sebagainya.
Sering saya katakan, dalam pikiran ariya, kita sudah tidak mungkin lagi menebak-nebak "apa yang direalisasikan". Kita hanya bisa melihat teorinya saja (dalam hal Sariputta, teorinya kita tahu adalah tilakkhana, tetapi entah apa yang direalisasikan dalam bathinnya).
Dalam kasus Sariputta, yang dikatakan Y.A Assaji padanya hanya 'Segala sesuatu ada karena ada sebabnya' (ye dhamma hetuppabhava). Kasus2 yg lain misalnya seorang thera merealisasi kesucian saat melihat hutan yg terbakar. Atau seorang thera yg mendengar nyanyian seorang anak kecil. Dan masih banyak contoh yg dpt ditemukan lagi.
Dalam Anguttara Nikaya Ghosa Sutta, dikatakan oleh Sang Buddha bahwa pandangan benar timbul karena 2 hal: perkataan orang lain, dan perenungan yg seksama (yoniso manasikara).
Jadi tidak ada syarat dan relevansi utk mengetahui dan menghapal Hukum Karma, Paticca Samuppada, Satipatthana, punabbhava dsb. Tapi saat pandangan benar timbul, pengertian yg sejalan dg Hukum Karma, Paticca Samuppada, Tilakkhana muncul dng sendirinya jika pikiran dan perenungan diarahkan ke arah sana.

_/\_
appamadena sampadetha

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Menurut ANDA jalan mulia beruas 8 itu bisa membawa kebebasan tidak?
« Reply #95 on: 15 July 2009, 06:51:46 PM »
terus ... apakah ada yg berpandangan salah tp menuju benar ? ada yg berpandangan salah .. dan semakin salah ? ada yg berpandangan menuju benar ... jadi makin salah ? ada yg pandangannya tetep salah ? ada yg ga berpandangan (buta kali ye) ?
Masing-masing pandangan tersebut, bisa dibagi lagi jadi dua:
-berdasarkan kenyataan
-berdasarkan kepercayaan

Pilihlah yang berdasarkan kenyataan dan membuat anda bahagia.

Setuju, membantu menyederhanakan, intinya yg ke-2 adalah secara idealnya berdasarkan ide-ide, angan dan pikiran kita. Sedangkan yg pertama adalah secara realitas. Mau terima atau tidak, kita tetap harus menerima realita juga pada akhirnya.

_/\_
appamadena sampadetha

Offline Nevada

  • Sebelumnya: Upasaka
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.445
  • Reputasi: 234
Re: Menurut ANDA jalan mulia beruas 8 itu bisa membawa kebebasan tidak?
« Reply #96 on: 15 July 2009, 07:06:41 PM »
Quote from: Kainyn_Kutho
Betul, memang ada kontradiksi. Bahkan sesama Buddhis pun, masih ada lain pendapat, bukan?
Bagi saya, asal moralitas bukanlah dari sebuah larangan dan anjuran yang diatur oleh ajaran agama, melainkan berasal dari sebuah kesadaran. Saya pernah diskusi dengan seorang Atheis yang mengatakan bahwa jika seseorang melakukan kebaikan dan menghindari kejahatan hanya karena disuruh oleh agamanya, orang itu tidaklah menjalankan moralitas sesungguhnya, namun hanya anak-anak yang ditakut-takuti dengan neraka, dan diiming-imingi sorga. Saya langsung setuju dengannya. 
Semua kesadaran ini, secara umum, pasti bersesuaian satu dengan lainnya. Intinya adalah tidak merugikan diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

Benar. Moralitas yang sering ditawarkan oleh banyak aliran dan agama lain adalah moralitas dalam konsep. Oleh karenanya banyak konsep moralitas antaragama yang berseberangan maupun bertentangan. Dalam Ajaran Sang Buddha, moralitas ditekankan pada awal pemahaman benar dan pandangan benar terlebih dahulu. Makanya moralitas dalam Buddhadhamma bukanlah suatu konsep yang ditulis dengan harga mati di Tipitaka. Moralitas yang dianjurkan untuk perumah-tangga adalah Pancasila. Dan bila seorang perumah-tangga memiliki kesadaran moral yang baik di dalam Dhamma, dia bisa menjalankan moralitas itu tanpa dipaksa-paksa maupun dianjurkan oleh orang lain. Moralitas adalah tindakan susila yang membedakan antara seorang yang benar-benar hidup atau seorang yang hanya pernah ada.

Kalimat yang cetak tebal itu sudah saya setujui sejak saya pertama kali membaca Pancasila Buddhis. :)


Quote from: Kainyn_Kutho
Ini saya setuju. Menghafalkan & mengerti secara teoritis dan realisasinya adalah hal yang sama sekali berbeda. Ini yang sepertinya tidak akan diakui oleh sebagian besar umat Buddha kalau sebenarnya kita masih "belum tahu apa2". Saya beri contoh yang sangat sederhana. Kita tahu bahwa semua keinginan indriah tidak mengantarkan kita pada pembebasan. Semua juga tahu teorinya. Lalu, mengapa masih sibuk mencari pasangan?

Namun, apakah berarti mengejar kenikmatan indriah secara benar tidak sesuai dengan Buddhisme? Tidak juga. Hanya saja itu sebenarnya membuktikan bahwa kita sendiri belum merealisasikan apa itu "pandangan benar/kebenaran mutlak" tersebut, maka kita masih berputar-putar dalam nafsu yang fana.

Tentu saja. Sebenarnya JMB8 yang diajarkan Sang Buddha adalah Jalan Tengah untuk mencapai Pembebasan. Dalam konteksnya, Jalan ini sebenarnya panduan sistematis untuk orang-orang yang ingin menjalankan kehidupan suci. Namun aplikasinya dapat pula dijalankan oleh para perumah-tangga yang masih ingin menikmati kepuasan indria. Bagi perumah-tangga, JMB8 ini juga menjadi panduan dasar untuk menjalani kehidupan sebagai umat awam, di samping juga melatih diri dalam praktik "Jalan Tengah yang sebenarnya".


Quote from: Kainyn_Kutho
Saya telah melakukan keempat Satipatthana sebelum saya mengenal Buddhisme sama sekali. Dengan begitu saya tidak akan mengklaim menjalankan dhamma harus mengenal Buddhisme terlebih dahulu. Dan saya pun sangat-sangat ragu kalau saya hanya satu-satunya yang demikian. Seperti saya bilang, "benar" atau tidaknya jalan seseorang, bukan dari agamanya, tetapi dari kecenderungan pola pikir dan perilakunya. Menurut saya, hal itulah yang dimaksud "sedikit/banyak debu di matanya".

Jika kita yakin bahwa Buddhisme (baca : Buddhadhamma) adalah Ajaran yang mampu mengantar pada Pembebasan Sejati, maka saya bisa menyatakan bahwa Buddhisme adalah peta. Orang yang membaca peta ini (mengenal Buddhisme), adalah lebih beruntung. Orang yang tidak pernah membaca peta ini bukan berarti tidak bisa mencapai Pembebasan. Dia hanyalah orang yang kurang beruntung karena belum mendapatkan peta ini. Hanya itu saja.

Membaca sekilas kisah Anda, saya berani mendiagnosa bahwa Anda adalah seorang pemikir bebas. Oleh karena itu, saya tentu saja tidak meragukan orang-orang seperti ini bisa mencapai Pembebasan Sejati dengan atau tanpa mengenal Buddhadhamma sekalipun.


Quote from: Kainyn_Kutho
Ini juga saya setuju. Seperti saya katakan, (dari sudut pandang Buddhis,) semua yang melakukan kebenaran, pasti perilakunya bersesuaian dengan JMB 8, walaupun dia sendiri tidak tahu format ajaran JMB 8 atau Buddhisme. Dan kalaupun dia bertemu dengan ajaran itu, pasti akan menyetujuinya.

Betul.


Quote from: Kainyn_Kutho
Membandingkan seseorang dengan objektif memang tidak bertentangan dengan Buddha-dhamma. Jika orang bodoh, ketahuilah dia sebagai bodoh; jika orang bijaksana, ketahuilah dia sebagai bijaksana. Sikap ini juga membantu kita agar jangan bergaul dengan orang bodoh dan sebaliknya, mendekati orang bijaksana. Tetapi kalau mendiskriminasikan seseorang karena kepercayaannya (karena Buddhis, baru bisa mencapai nibbana) saya rasa kurang tepat.

Saya tidak mendiskriminasi seseorang dengan status agamanya; apakah bisa atau tidak mencapai Nibbana. Bahkan menurut saya, saya tidak pernah mengeluarkan pernyataan bernada seperti itu.

Kembali lagi, jika kita memakai kacamata Buddhisme, jika kita yakin bahwa Pembebasan Sejati hanya bisa direalisasi dengan JMB8, maka kita harus mengacu pada Jalan ini. Saya akan menyatakan hal ini dengan tegas, bahwa agama lain di luar Buddhisme tidak mengajarkan "jalan tengah" sebagaimana Jalan Mulia Beruas 8 versi Sang Buddha. Oleh karena itu bagaimana mungkin orang yang masih mempraktikkan ajaran agama lain bisa merealisasi Pembebasan. Ini logikanya. Dan sekali lagi, ini pernyataan yang saya keluarkan dari kacamata Buddhis.

Bisa saja seorang dari agama lain merealisasi Pembebasan. Asalkan dia tidak terdogma oleh agamanya untuk: memercayai surga-neraka saja, meyakini bahwa tujuan hidupnya hanyalah berbuat baik untuk kelak menghuni kediaman indah nun jauh di sana, menganggap filsafat-teoritis adalah sesat karena mempertanyakan Tuhan, menggenggam pandangan bahwa kehidupan suci adalah berbuat baik di dalam agamanya, ataupun mempelajari Ilmu Psikologi dan mengobservasi batinnya secara tendensius (namun terkungkung oleh teoritis semata).

Karena... Orang yang masih menggenggam pandangan-pandangan seperti itu jelas sudah berjalan ke arah 180° dari "tujuan". Kecuali orang-orang itu mampu melepaskan pandangannya dan mulai menapaki JMB8; meski dia tahu atau tidak tentang sistematikanya. Nah kalau sudah begini, orang itu jelas sudah tidak bisa disebut sebagai "umat" dari agamanya. Saya lebih suka menyebut kelompok orang seperti itu sebagai "pemikir bebas".


Quote from: Kainyn_Kutho
Saya tidak akan menyangkal kalau saya berpendapat "Buddhis memang cenderung lebih terbuka dan tidak dogmatis". Tetapi dari pengalaman saya, minoritas di agama lain juga rata-rata begitu. Karena biasanya mereka tidak terlalu mendapatkan tempat di komunitasnya (dikucilkan sebagai setengah sesat), maka kita jarang bertemu dengan mereka. Saya beruntung telah bertemu banyak dari mereka. Karena itu, walaupun hanya 1 di antara 1 juta, saya tetap menghitung itu "ada". Demikian juga mengapa saya katakan bahwa umat lain bisa mencapai kesucian.

Ya, seperti yang sudah saya jelaskan di atas. Jika mereka sampai disebut "setengah sesat", artinya mereka butuh "setengah" lagi untuk benar-benar "sesat" dari agamanya. Setelah itu, mereka bisa berjalan sebagai "pemikir bebas". Dan saya tidak meragukan orang itu kalau dia bisa merealisasi Pembebasan.


Maaf kepada semuanya jika ada kata-kata yang kurang sopan.
« Last Edit: 15 July 2009, 07:28:39 PM by upasaka »

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menurut ANDA jalan mulia beruas 8 itu bisa membawa kebebasan tidak?
« Reply #97 on: 15 July 2009, 07:53:36 PM »
Nibbana tidak direalisasi dalam kepercayaan thdp Tuhan. Meski seorang yg theist berpotensi utk mencapai nibbana. Tetapi pandangan "theist"nya akan, mau tak mau, harus dia lepaskan - istilahnya 'mengosongkan cangkir' - saat dia mengembangkan pandangan benar dan merealisasi Nibbana. Apakah Bro Kain sependapat juga?
Ya, saya sependapat. Nibbana tidak terealisasi dalam pandangan theis/atheis, juga tidak dalam pandangan atta/anatta, tetapi ketika dia sendiri merealisasi anatta itu sendiri. Ketika ia merealisasinya, maka tanpa perlu menggenggam, juga "mengosongkan cangkir", semua pandangan salah akan menjadi tidak relevan.
Sikap "mengosongkan cangkir" ini biasanya diperlukan pada awal penerimaan "pelajaran". Jika seseorang tidak "mengosongkan cangkir", otomatis ajaran paling berharga juga hanya jadi polusi suara.

Quote
Sekadar catatan, semoga kalimat di atas tdk mengimplikasikan bahwa bila tidak percaya Tuhan pastilah berpandangan benar dan akan merealisasi nibbana.
Kalimat di atas, menurut saya pribadi adalah jelas. Tidak ada implikasi "tidak percaya Tuhan = berpandangan benar".


Quote
Dalam kasus Sariputta, yang dikatakan Y.A Assaji padanya hanya 'Segala sesuatu ada karena ada sebabnya' (ye dhamma hetuppabhava). Kasus2 yg lain misalnya seorang thera merealisasi kesucian saat melihat hutan yg terbakar. Atau seorang thera yg mendengar nyanyian seorang anak kecil. Dan masih banyak contoh yg dpt ditemukan lagi.
Ya, dari yang "normal" sampai yang "abnormal" juga ada. Dari cerita-cerita demikian, saya simpulkan bahwa ajaran yang baik bukanlah yang tanpa cela secara konsep (walaupun menurut saya ajaran Buddhisme juga susah dicari celanya secara konsep), tetapi yang sesuai bagi perkembangan bathin seseorang.


Quote
Dalam Anguttara Nikaya Ghosa Sutta, dikatakan oleh Sang Buddha bahwa pandangan benar timbul karena 2 hal: perkataan orang lain, dan perenungan yg seksama (yoniso manasikara).
Jadi tidak ada syarat dan relevansi utk mengetahui dan menghapal Hukum Karma, Paticca Samuppada, Satipatthana, punabbhava dsb. Tapi saat pandangan benar timbul, pengertian yg sejalan dg Hukum Karma, Paticca Samuppada, Tilakkhana muncul dng sendirinya jika pikiran dan perenungan diarahkan ke arah sana.

Menurut saya, yang dimaksud dalam Ghosa Sutta adalah bahwa dua syarat itu adalah:
-"suara dari luar dunia" (parato Ghoso), yang berarti nasihat dari seorang yang telah "meninggalkan" samsara, atau pengertian yang berhubungan dengan adi-duniawi (Lokuttara)
-perenungan yang seksama, yaitu merealisasi sendiri kebenaran tersebut

Namun terlepas dari tafsiran Ghosa Sutta tersebut, saya mengerti maksudnya bahwa memang tidak ada keharusan pandangan benar harus timbul lewat suatu teori tertentu.


Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menurut ANDA jalan mulia beruas 8 itu bisa membawa kebebasan tidak?
« Reply #98 on: 15 July 2009, 08:51:21 PM »
Saya tidak mendiskriminasi seseorang dengan status agamanya; apakah bisa atau tidak mencapai Nibbana. Bahkan menurut saya, saya tidak pernah mengeluarkan pernyataan bernada seperti itu.

Ini bukan ditujukan kepada siapapun. Hanya saja maksud saya mendiskriminasikan orang berdasarkan moralitas dan kebijaksanaan, justru diperlukan.
Kalau seseorang menilai orang lain "Buddhist" dan "non-Buddhist" dari moralitas dan kebijaksanaan, itu adalah hal yang bermanfaat. Dengan begitu, bisa bergaul dan belajar dari yang bijaksana dan menghindari perbuatan bodoh. Sebaliknya kalau orang menilai dari seberapa banyaknya teori Buddhisme (atau agama lain apapun) yang dikuasai, maka itu kurang tepat.


Quote
Kembali lagi, jika kita memakai kacamata Buddhisme, jika kita yakin bahwa Pembebasan Sejati hanya bisa direalisasi dengan JMB8, maka kita harus mengacu pada Jalan ini. Saya akan menyatakan hal ini dengan tegas, bahwa agama lain di luar Buddhisme tidak mengajarkan "jalan tengah" sebagaimana Jalan Mulia Beruas 8 versi Sang Buddha. Oleh karena itu bagaimana mungkin orang yang masih mempraktikkan ajaran agama lain bisa merealisasi Pembebasan. Ini logikanya. Dan sekali lagi, ini pernyataan yang saya keluarkan dari kacamata Buddhis.
Sepanjang yang saya temukan sih, memang belum ada yang selaras sepenuhnya dengan JMB 8. Paling-paling "nyerempet2" sebagian saja.


Quote
Bisa saja seorang dari agama lain merealisasi Pembebasan. Asalkan dia tidak terdogma oleh agamanya untuk: memercayai surga-neraka saja, meyakini bahwa tujuan hidupnya hanyalah berbuat baik untuk kelak menghuni kediaman indah nun jauh di sana, menganggap filsafat-teoritis adalah sesat karena mempertanyakan Tuhan, menggenggam pandangan bahwa kehidupan suci adalah berbuat baik di dalam agamanya, ataupun mempelajari Ilmu Psikologi dan mengobservasi batinnya secara tendensius (namun terkungkung oleh teoritis semata).

Karena... Orang yang masih menggenggam pandangan-pandangan seperti itu jelas sudah berjalan ke arah 180° dari "tujuan". Kecuali orang-orang itu mampu melepaskan pandangannya dan mulai menapaki JMB8; meski dia tahu atau tidak tentang sistematikanya. Nah kalau sudah begini, orang itu jelas sudah tidak bisa disebut sebagai "umat" dari agamanya. Saya lebih suka menyebut kelompok orang seperti itu sebagai "pemikir bebas".

Kalau menurut saya, yang "berjalan ke arah 180° dari nibbana" adalah yang melanggar moralitas. Kalau untuk ide-ide dan kepercayaan doktriniah yang tidak melanggar sila, saya rasa tidak terlalu masalah.
Misalnya jika menahan diri dari pembunuhan, nanti dapet sorga, itu sama saja dengan mengharapkan kamma baik. Yang masalah adalah jika ia memang menganut pembunuhan itu tidak apa-apa atau bahkan perlu.

Ya, pemikir bebas (free thinker) ini biasa dikenali dari pengetahuan spiritual-religius yang lumayan, namun hidupnya sekuler dan bermoral.


Untuk hal-hal lainnya, saya setuju dengan pendapat Bro Upasaka.

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Menurut ANDA jalan mulia beruas 8 itu bisa membawa kebebasan tidak?
« Reply #99 on: 15 July 2009, 10:59:31 PM »
Ya, saya sependapat. Nibbana tidak terealisasi dalam pandangan theis/atheis, juga tidak dalam pandangan atta/anatta, tetapi ketika dia sendiri merealisasi anatta itu sendiri. Ketika ia merealisasinya, maka tanpa perlu menggenggam, juga "mengosongkan cangkir", semua pandangan salah akan menjadi tidak relevan.
Sikap "mengosongkan cangkir" ini biasanya diperlukan pada awal penerimaan "pelajaran". Jika seseorang tidak "mengosongkan cangkir", otomatis ajaran paling berharga juga hanya jadi polusi suara.
Sekarang lebih lanjut lagi, menurut Bro Kain apakah setelah merealisasi dhamma, anatta, bahkan lebih jauh lagi, nibbana, apakah orang tersebut masih memercayai adanya Tuhan?

Menurut saya, yang dimaksud dalam Ghosa Sutta adalah bahwa dua syarat itu adalah:
-"suara dari luar dunia" (parato Ghoso), yang berarti nasihat dari seorang yang telah "meninggalkan" samsara, atau pengertian yang berhubungan dengan adi-duniawi (Lokuttara)
-perenungan yang seksama, yaitu merealisasi sendiri kebenaran tersebut

Namun terlepas dari tafsiran Ghosa Sutta tersebut, saya mengerti maksudnya bahwa memang tidak ada keharusan pandangan benar harus timbul lewat suatu teori tertentu.
Soal suara dari luar dunia, itu pun masih belum jelas yah. Masing2 pihak punya interpretasi tersendiri. Argumen seperti pendapat Bro Kain dan counter-argumennya sendiri ada di accesstoinsight di bagian sutta tsb. Tapi dari cerita ttg Thera yg mencapai Arahat mendengar nyanyian seorang anak kecil seperti kejadian petapa Gotama yg mendengar nyanyian dari pemetik kecapi, saya kira cukup jelas hanya ada 'suara' anak kecil tsb pada waktu itu. :)

_/\_
appamadena sampadetha

Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Re: Menurut ANDA jalan mulia beruas 8 itu bisa membawa kebebasan tidak?
« Reply #100 on: 16 July 2009, 08:31:12 AM »
terus ... apakah ada yg berpandangan salah tp menuju benar ? ada yg berpandangan salah .. dan semakin salah ? ada yg berpandangan menuju benar ... jadi makin salah ? ada yg pandangannya tetep salah ? ada yg ga berpandangan (buta kali ye) ?

dear tula

sebenarnya di DC udah pernah ada artikel mengenai Miccha Ditthi (pandangan salah/keliru) di :
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=1281.0;wap2

berikut saya quote :

Quote
MICCHA DITTHI
By : Selamat Rodjali

ARTI
Miccha = salah, keliru, menyesatkan ke jalan yang salah.
Ditthi = pandangan.

KARAKTERISTIK
Melakukan interpretasi terhadap sesuatu secara tidak bijaksana / tidak adil.

FUNGSI
Melakukan pra-anggap.

MANIFESTASI
Interpretasi atau kepercayaan yang salah / keliru / menyesatkan ke jalan yang salah.

SEBAB TERDEKAT
Ketidakmauan untuk mengunjungi para suciwan, karena mengunjungi para suciwan
mengkondisikan untuk mendengarkan Dhamma yang mencegah bercokolnya
pandangan keliru di dalam batin.

PENGERTIAN UMUM
Pandangan keliru yang muncul dalam bentuk kekeliruan dalam memahami, yaitu
menginterpretasikan sesuatu dalam cara yang bertentangan dengan kenyataan.
Di dalam konteks hal yang tidak baik / tidak benar (akusala dhamma), istilah
miccha ditthi seringkali hanya disebutkan sebagai ditthi.

PENGELOMPOKAN PANDANGAN DALAM PIKIRAN
1. Pikiran yang bersekutu dengan pandangan salah (ditthigatasampayutta)
2. Pikiran yang tidak bersekutu dengan pandangan salah (ditthigatavippayutta)
3. Pikiran yang bersekutu dengan pandangan benar (nanasampayutta)
4. Pikiran yang tidak bersekutu dengan pandangan benar (nanavippayutta)

SEBAB TERPERINCI YANG MENIMBULKAN MICCHA DITTHI
1. Mempunyai kebiasaan berpandangan salah (ditthijjhasayata)
2. Suka bergaul dengan orang yang mempunyai pandangan salah (ditthi
vippannapuggalasevanata)
3. Tidak suka belajar Dhamma (saddhammavimukhata)
4. Suka berpikir pada hal-hal yang salah (micchavitakkabahulata)
5. Tidak mempertimbangkan secara adil / bijaksana (ayoniso ummujjanam)

Tiga pandangan salah yang seringkali disinggung di dalam Sutta Pitaka, adalah:
1. Natthika ditthi = pandangan nihilisme, yang menolak kehidupan setelah kematian.
2. Akiriya ditthi = pandangan yang menolak manfaat perbuatan, yang mengklaim
bahwa perbuatan-perbuatan tidak akan berpengaruh.
3. Ahetuka ditthi = pandangan yang menolak penyebab sesuatu, mengklaim bahwa tidak ada sebab / kondisi yang menyebabkan kekotoran / kesucian mahluk. Mahluk-mahluk kotor ataupun suci karena nasib, kebetulan atau kebutuhan.

Di dalam Anguttara Nikaya, Tikanipata, dinyatakan ada 3 jenis akiriya ditthi yang berbahaya, yaitu:
1. Pubbekata-hetu ditthi, yang berpandangan bahwa segala sesuatu yang dialami
sekarang ini disebabkan hanya oleh perbuatan lampau.
2. Issaranimmana-hetu-ditthi, yang berpandangan bahwa segala sesuatu yang
dialami sekarang ini disebabkan oleh ciptaan mahluk adi-kodrati tertentu.
3. Ahetu-appaccaya-ditthi, yang berpandangan bahwa segala sesuatu yang dialami sekarang ini tidak disebabkan atau dikondisikan, melainkan ada dengan sendirinya.

Di dalam sutta yang sama, Sang Buddha menyatakan bahwa pandangan di atas tidak benar, dengan cara memberikan argumen sebagai berikut:

Bagi siapa saja yang berpandangan bahwa :
1. dikarenakan perbuatan lampau, atau
2. karena ciptaan mahluk adi kodrati tertentu atau
3. tidak disebabkan oleh perbuatan,
seseorang menjadi
a) pembunuh
b) pencuri,
c) pelaku perzinahan,
d) pendusta,
e) pemfitnah,
f) penguncar kata kasar,
g) penguncar pembicaraan yang tak bermanfaat,
h) serakah,
i) berniat jahat dan
j) berpandangan salah
maka tidak akan ada manfaatnya lagi keinginan untuk berbuat, upaya untuk berbuat, tidak diperlukan lagi melakukan ini atau itu, atau menghindari diri dari berbuat sesuatu.
Oleh karena itu kebutuhan untuk berbuat atau tidak berbuat tidak ditemukan lagi
eksistensinya di dalam kebenaran, hidup tidak berumah tangga menjadi tidak ada
artinya lagi.

Pandangan salah selalu berhubungan dengan pikiran yang terikat (pikiran lobha).

Beberapa contoh nyata yang umum dijumpai, antara lain:

1. kemelekatan terhadap upacara dan ritual yang dianggap membawa ke kesucian
(silabataparamasa). Misalnya pandangan bahwa cukup dengan sembahyang bisa menjadi suci.

2. kemelekatan terhadap konsep aku / kepemilikan / inti kekal (sakkayaditthi), misalnya pandangan bahwa “Ini milikku”, “Ini aku”, “Hanya ajaran ini yang benar dan kekal”

3. kemelekatan terhadap pandangan kekekalan (sassataditthi), misalnya pandangan bahwa setelah mati akan tetap sama atau bersatu secara kekal dengan mahluk agung tertentu yang dipraanggap kekal / abadi di alam tertentu atau

4. kemelekatan terhadap pandangan kemusnahan (ucchedaditthi), misalnya pandangan bahwa setelah kematian ini tidak ada apa-apa lagi (pandangan kaum materialis).

 _/\_  :lotus:

Hal yg harus dipahami mengenai miccha ditthi ini adalah :
Quote
Pandangan salah selalu berhubungan dengan pikiran yang terikat (pikiran lobha)

Berdasar pernyataan diatas, mari dilihat pertanyaan anda satu persatu :
1. apakah ada yg berpandangan salah tp menuju benar ? BISA, kalau dia mau belajar utk mengurangi kemelekatannya terlebih dahulu

2. ada yg berpandangan salah .. dan semakin salah ? Ini yg paling banyak karena sifat dari miccha ditthi adalah melekat pada moha, jadi kalau dia ga mau menyadari kemelekatannya itu, dia akan makin salah

3. ada yg berpandangan menuju benar ... jadi makin salah ? BISA, kalau pandangan benarnya itu dilekati. Ini pernah dibahas mengenai scholar yg meremehkan praktisi krn dianggap tidak tahu teori, dan sebaliknya praktisi yg merendahkan scholar krn dianggap cuma teoritis thok

4. ada yg pandangannya tetep salah ? Ada, yaitu mereka yg ga makin fanatik, pun ga berusaha utk mengurangi kemelekatan

5. ada yg ga berpandangan : sayangnya ga ada, bro...... pandangan salah mengenai atta ini mempengaruhi sangat banyak hal dalam kehidupan kita

Semoga bs bermanfaat

metta  _/\_

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menurut ANDA jalan mulia beruas 8 itu bisa membawa kebebasan tidak?
« Reply #101 on: 16 July 2009, 11:52:39 AM »
Sekarang lebih lanjut lagi, menurut Bro Kain apakah setelah merealisasi dhamma, anatta, bahkan lebih jauh lagi, nibbana, apakah orang tersebut masih memercayai adanya Tuhan?
:) Pendapat saya pribadi, kalau orang yang sudah merealisasi dhamma ditanya begitu, maka seperti saya ditanya orang "Percaya ama Batman ga?"


Quote
Soal suara dari luar dunia, itu pun masih belum jelas yah. Masing2 pihak punya interpretasi tersendiri. Argumen seperti pendapat Bro Kain dan counter-argumennya sendiri ada di accesstoinsight di bagian sutta tsb. Tapi dari cerita ttg Thera yg mencapai Arahat mendengar nyanyian seorang anak kecil seperti kejadian petapa Gotama yg mendengar nyanyian dari pemetik kecapi, saya kira cukup jelas hanya ada 'suara' anak kecil tsb pada waktu itu. :)

Ya, karena ini sutta pendek (yang tidak ada konteksnya), sangat susah mencari interpretasi yang tepat.
Mengapa saya tidak setuju itu sebagai "suara dari luar" secara sederhana? Karena jika memang demikian tafsirannya, maka orang tuli tidak bisa merealisasi dhamma. Menurut saya tidak begitu. Dalam Milinda Panha, ada 15 kondisi mahluk tidak bisa merealisasi dhamma, tetapi ketulian bukan salah satunya.

Saya belum menemukan kisah orang tuli yang mencapai magga-phala, tetapi saya pernah menemukan kisah seseorang menembus dhamma dengan bantuan Buddha tanpa pembicaraan sama sekali. Kisahnya di Tittha Jataka, seorang bhikkhu yang diberikan gambaran bunga indah yang perlahan-lahan layu, ia mengembangkan pandangan terang dan mencapai Arahatta. (Berbeda dengan Ratu Khema yang setelah melihat gambaran wanita perlahan menjadi tua dan mati, ia kemudian diberikan petunjuk oleh Buddha. Tetapi bhikkhu dalam kisah ini, "ditinggalkan" sendirian oleh Buddha dan ia sendiri mengembangkan pandangan terang.) Dengan demikian, saya menafsirkan bahwa "suara dari luar" itu adalah panduan/nasihat yang berhubungan dengan lokuttara, bukan suara sebagai objek pendengaran.


Offline markosprawira

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 6.449
  • Reputasi: 155
Re: Menurut ANDA jalan mulia beruas 8 itu bisa membawa kebebasan tidak?
« Reply #102 on: 16 July 2009, 12:31:58 PM »
Kondisi penembusan hakekat yg sesungguhnya hanya bisa dicapai oleh mahluk tihetuka yaitu mahluk yg terlahir dengan akar/hetu aLobha, aDosa dan aMoha

Jika dari "patisandhi" sudah ada 10 cacat yaitu 1 - 5 cacat pada panca indera, sisanya adalah kelainan pada intelektual dan kelainan seksual
Salah satu cacat dari ke-10 cacat diatas saja, sudah membuat mahluk itu sebagai ahetuka sugati puggala dan tentunya tidak bisa mencapai penembusan hakekat yg sesungguhnya

Demikian juga dengan mahluk dvihetuka dimana mahluk ini kekurangan akar aMoha sehingga tidak memungkinkan utk dapat merealisasi nibbana dalam kehidupan ini
Namun jika terus berlatih dan setelah meninggal, dia patisandhi sebagai tihetuka puggala, tentunya dia bisa merealisasi nibbana

semoga bermanfaat

metta

Offline Jerry

  • Sebelumnya xuvie
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.212
  • Reputasi: 124
  • Gender: Male
  • Suffering is optional.. Pain is inevitable..
Re: Menurut ANDA jalan mulia beruas 8 itu bisa membawa kebebasan tidak?
« Reply #103 on: 16 July 2009, 06:39:27 PM »
:) Pendapat saya pribadi, kalau orang yang sudah merealisasi dhamma ditanya begitu, maka seperti saya ditanya orang "Percaya ama Batman ga?"
Ok. Berarti saya menyimpulkan kita sependapat mengenai ini. :)

Ya, karena ini sutta pendek (yang tidak ada konteksnya), sangat susah mencari interpretasi yang tepat.
Mengapa saya tidak setuju itu sebagai "suara dari luar" secara sederhana? Karena jika memang demikian tafsirannya, maka orang tuli tidak bisa merealisasi dhamma. Menurut saya tidak begitu. Dalam Milinda Panha, ada 15 kondisi mahluk tidak bisa merealisasi dhamma, tetapi ketulian bukan salah satunya.

Saya belum menemukan kisah orang tuli yang mencapai magga-phala, tetapi saya pernah menemukan kisah seseorang menembus dhamma dengan bantuan Buddha tanpa pembicaraan sama sekali. Kisahnya di Tittha Jataka, seorang bhikkhu yang diberikan gambaran bunga indah yang perlahan-lahan layu, ia mengembangkan pandangan terang dan mencapai Arahatta. (Berbeda dengan Ratu Khema yang setelah melihat gambaran wanita perlahan menjadi tua dan mati, ia kemudian diberikan petunjuk oleh Buddha. Tetapi bhikkhu dalam kisah ini, "ditinggalkan" sendirian oleh Buddha dan ia sendiri mengembangkan pandangan terang.) Dengan demikian, saya menafsirkan bahwa "suara dari luar" itu adalah panduan/nasihat yang berhubungan dengan lokuttara, bukan suara sebagai objek pendengaran.
Yup, pernah baca cerita tsb. Yah memang susah dicari padanan tepat dari 'parato ghoso' tapi interpetasi saya ttg 2 kondisi tsb adlh:
1. objek. Entah gambaran visual, suara, ide atau apapun itu.
2. perenungan yg seksama. Yg paling punya andil. Sedikit yg saya tahu tentang Zen Buddhism yg sejalan dg hal ini adl bahwa dlm Zen kondisi tercapainya satori sangat terbantu dng ditunjang meditasi yg konsisten. Tetapi tercapainya satori bukan saat bermeditasi melainkan kapan saja seperti saat menulis kaligrafi, menuangkan teh, singkatnya, menjalankan aktivitas sehari-hari (objek apapun). Sehingga ketika seorang Guru Zen ditanya, 'apakah sang jalan itu?' Guru Zen tsb menjawab 'pikiran sehari-hari.' (perenungan seksama oleh pikiran atas objek apapun tsb)

_/\_
appamadena sampadetha

Offline K.K.

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 8.851
  • Reputasi: 268
Re: Menurut ANDA jalan mulia beruas 8 itu bisa membawa kebebasan tidak?
« Reply #104 on: 17 July 2009, 08:52:44 AM »
:) Pendapat saya pribadi, kalau orang yang sudah merealisasi dhamma ditanya begitu, maka seperti saya ditanya orang "Percaya ama Batman ga?"
Ok. Berarti saya menyimpulkan kita sependapat mengenai ini. :)
Tambahan. Bukan berarti jawabannya "tidak ada" (ataupun "ada"), tetapi itu sudah menjadi pertanyaan yang tidak relevan dan hanya bisa dijawab masing-masing orang, sesuai dengan keterkondisiannya. Tetapi kalau anda tanyakan ke saya kira-kira apakah seorang yang merealisasi dhamma masih menyertakan "Tuhan" dalam segala perilakunya, seperti berdoa, bersyukur, minta pertolongan/petunjuk, dan lain-lain, menurut saya adalah "tidak".



Quote
Yup, pernah baca cerita tsb. Yah memang susah dicari padanan tepat dari 'parato ghoso' tapi interpetasi saya ttg 2 kondisi tsb adlh:
1. objek. Entah gambaran visual, suara, ide atau apapun itu.
2. perenungan yg seksama. Yg paling punya andil. Sedikit yg saya tahu tentang Zen Buddhism yg sejalan dg hal ini adl bahwa dlm Zen kondisi tercapainya satori sangat terbantu dng ditunjang meditasi yg konsisten. Tetapi tercapainya satori bukan saat bermeditasi melainkan kapan saja seperti saat menulis kaligrafi, menuangkan teh, singkatnya, menjalankan aktivitas sehari-hari (objek apapun). Sehingga ketika seorang Guru Zen ditanya, 'apakah sang jalan itu?' Guru Zen tsb menjawab 'pikiran sehari-hari.' (perenungan seksama oleh pikiran atas objek apapun tsb)
Ya, kurang lebih selaras dengan Zen & satori ini. JMB 8 (termasuk di dalamnya perhatian & konsentrasi/samadhi) adalah yang membantu mengkondisikan seseorang mencapai pembebasan. Tetapi pembebasan itu sendiri tidaklah "terletak" di suatu paham atau konsep, termasuk JMB 8 itu sendiri.
Ada beberapa pihak yang merasa telah "praktik" setelah mengikuti meditasi tertentu, dan orang lain hanya teori.
Bagi saya, seseorang berpraktik dhamma adalah dalam kehidupan sehari-hari, momen demi momen. Itulah dhamma yang universal; bukan jika pernah meditasi tertentu, atau mahir teori agama tertentu, seseorang dikatakan mempraktikkan "sang jalan". Lalu apakah berarti meditasi dan teori tidak perlu? Tentu saja perlu. Namun hendaknya bermeditasi dan berteori sewajarnya, jangan sampai berlebihan. 

Jadi kembali ke topik utama, JMB 8 itu mendukung seseorang mencapai kebebasan, tetapi "letak" kebebasan itu sendiri adalah tergantung keterkondisian masing-masing individu, dan bisa di mana pun juga, tidak selalu di JMB 8.


 

anything