Saya bertanya tentang literatur antar aliran, misalnya Agama Sutra disandingkan dengan Nikaya Pali. Apa yang membuat anda menetapkan "sutta utama" sebagai yang paling dekat dengan kata-kata Buddha?
Awal postingan saya adalah mengomentari aliran burma - menyandingkan sutta/nikaya utama dgn kitab komentar visuddhimagga. Namun sekarang anda melebar membawa2 Agama Sutra yg selevel dgn sutta/nikaya utama (Nikaya Pali). Dari awal saya membandingkan yg tdk selevel, lalu anda membandingkan yg selevel - yg hampir sama, sutta utama juga cuma beda bahasa. Agak tdk nyambung tapi tdk apa2, tetap saya ladeni.
"The āgamas have been compared to the Pali Canon's nikayas by contemporary scholars in an attempt to identify possible changes and root phrasings." [en.wikipedia.org/wiki/Āgama_(Buddhism)#History]
Sutta utama telah dijadikan sbg acuan perbandingan. Itu menandakan sutta utama lebih autentik.
Cukup lucu bagi saya tampaknya anda menganggap "sutta utama" adalah omongan Buddha sedangkan komentar adalah "omongan orang lain yang mengomentari sutta utama", sementara pada kenyataannya baik "sutta utama" dan "komentar" adalah warisan secara oral para bhikkhu di saat yang bersamaan dari sumber yang sama. Bedanya semua yang merupakan khotbah (Buddha ataupun siswa Buddha) dimasukkan ke sutta, dan yang merupakan penjelasan latar belakang dimasukkan ke dalam komentar. Juga sebagian "sutta utama" dan sebagian "komentar" merupakan tambahan belakangan. Tapi baiklah, ini keluar dari topik dan tidak saya bahas.
Pada kenyataannya anda telah memutarbalikkan fakta. Kitab Visuddhimagga sbg contoh kitab komentar, ditulis sekitar 430 masehi, sedangkan sutta utama ada jauh sebelum itu (sekitar 100 sebelum masehi). Anda seenaknya saja mengatakan terjadi di saat yg bersamaan.
Sebelumnya saya sudah pernah mengatakan sutta utama = 4 nikaya utama. Khuddaka Nikaya adalah penambahan belakangan. "
yang merupakan penjelasan latar belakang dimasukkan ke dalam komentar" itu maksudnya yg mana perlu dikemukakan contohnya, supaya tdk ada yg menganggap anda sembarangan bicara.
Bukankah kalau anda juga mengevaluasi diri sendiri, seharusnya tidak terpancing dengan 'kengeyelan' orang lain? Mengapa tampaknya anda gusar dengan kata-katanya? Tapi itu hanya masukan saja yang boleh diabaikan sepenuhnya. Saya tidak ingin membahas konflik antar pribadi kalian.
Saya bukan terpancing tapi mengekspos 'kengeyelan'nya sehingga kelihatan dia cuma bisa cuap2 saja tanpa ada materi objektif, logika pun error. Yah hitung2 buat hiburan juga.
Oh, saya pikir anda pengikut "sutta utama" yang mengajarkan tidak cepat menilai orang. Menarik juga anda bisa menasihati tentang asumsi orang lain terhadap "Komet" namun tidak anda terapkan sendiri.
Oh, saya bukan menilai orang melainkan cuma menulis apa yg terlihat/terjadi. Memang terlihat jelas kan prasangka buruknya dari kata2nya yg bersifat penyerangan karakter.
Oh, jadi pertanyaan "apakah komentator bisa lebih benar dari nara sumber?" adalah jawaban dari masalah menentukan "murni" dan "tidak murni" toh.
Oh, jangan tertawa dulu, anda salah tangkap. Coba baca lagi reply #23. Pertanyaan yg saya maksud bukan itu tetapi pertanyaan yg saya ajukan terakhir dlm topik subforum theravada berjudul pengertian nibbana. Dari sana nanti bisa sampai ke dasarnya kenapa tdk murni (menyimpang).
Mungkin anda harus mulai menyerapi kata-kata Ahok untuk diterapkan pada diri sendiri, janganlah melulu ditujukan ke orang lain. Nampaknya literatur Buddhis yang anda ketahui hanya "Sutta utama" dan "komentar" yah? Maaf, saya tidak tertarik membahas jika hanya itu yang anda ketahui.
Kata-kata Ahok hanya keluar kalau logika pengeyel sampai membuat saya tdk habis pikir, kok bisa tdk dipikir dulu, gitu loh.
Anda malah telah ngawur mengatakan sutta utama dan komentar adalah warisan secara oral para bhikkhu di saat yg bersamaan. Secara fakta historis jelas ngawur. Berarti anda justru tdk tahu literatur budhis mengenai sutta utama dan komentar.
Padahal kalau anda cermati, ambil contoh komentaror sepak bola. Setelah terjadi gol barulah dia berkomentar (golnya cantik, dieksekusi dgn mulus, karena kesalahan antisipasi, dsb), mana bisa terjadi pada saat yg bersamaan.
Ini lebih menjelaskan lagi tentang anda. Tadinya saya pikir anda seorang peneliti yang berwawasan dan mendukung kekritisan terhadap guru-guru aliran tertentu (apakah Myanmar, Thai, Srilanka ataupun lainnya), ternyata hanya seorang fundamentalis "Sutta Utama".
Ya silahkan kalau anda mendukung guru2 aliran tertentu, tdk ada yg melarang anda, sepenuhnya hak dan pilihan anda. Kalau menurut anda saya adalah fundamentalis atau pro "sutta utama", so what gitu loh!
Guru ini mengatakan begini, guru itu mengatakan begitu, silahkan anda ikuti/percaya saja. Guru yg anda dukung mengajarkan tujuan berlabel nibbana, tapi arahnya ternyata ke laut anda pun ke laut saja. Sudah tenggelam di laut pun anda tdk akan menyadarinya.
Lebih cocok anda masuk agama kr****n saja, karena tdk perlu berpikir, tdk perlu mempertanyakan ajaran, tdk perlu kros-cek, tdk perlu memeriksa ajaran. Mudah, anda cukup percaya saja, cukup iya saja - iya tuhan, iya bapa di surga, iya pak pendeta. Kalau Buddha Dhamma sulit, perlu berpikir, perlu menyelidiki ajaran, perlu menganalisa ajaran, perlu memeriksa ajaran, tdk mudah.