//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Show Posts

This section allows you to view all posts made by this member. Note that you can only see posts made in areas you currently have access to.


Messages - williamhalim

Pages: 1 2 3 4 5 6 [7] 8 9 10 11 12 13 14 ... 192
91
Masa' Dhamma disamakan seminar motivasi, Om Radi? Apakah kebahagiaan dalam dhamma dilandasi oleh sugesti?

betul, Bro..

Kebahagiaan Dhamma didapat dari ketenangan dan kemampuan mengawasi gerak-gerik batin
bukannya dari lepas-kendali euphoria, loncat2 dan teriak "happy!" mensugesti diri

Bahkan Ajahn Chah berujar: Orang yg ketawa gembira kegirangan tiada beda dengan orang gila

::

92
saya juga pernah dalam situasi diajak tepuk tangan saat acara bincang dhamma,buat saya pribadi yg penting di dalam pikiran saya tidak menepuk tangan seekor artis atau atraksi sirkus, dikarenakan bentuk apresiasi bisa beda-beda

beberapa aksi mungkin bisa kebablasan tapi belum tentu semuanya kebablasan  ^:)^


bukan mengajak bertepuk tangan sebagai apresiasi atas pembicaraan yg telah diberikan... ini mah biasa saja, ok lah.

Tapi mengajak umat berteriak "happy!" dengan semangat dan gempita... yg ngajak teriak meloncat2 diatas panggung.. <-- emang biasa juga?

::

93
tidak ada yg abadi, sekarang pun umat buddha sendiri berkurang walau referensi ajaran sudah mulai banyak.. dan kita pun tidak bisa berharap  umat buddha mengikuti jejak para pertapa

nyanyi dan dongeng yg mendidik tidak menutup kemungkinan umat buddha dapat menerima ajaran buddha dengan cara yg mereka minati


OOT  ;D

yup back to topic

tapi bbrp aksi sy nilai sdh kebablasan..

misalnya: berteriak2 "happy!" di panggung sambil meloncat dan bertepuk tangan.. mengajak umat yg menonton juga meneriakkan "happy!" dengan semangat dan gembira...

Sy benar2 tercengang melihat 'kemajuan' ini, makin lama makin mirip tetangga

::

94
Gadget dan Toys / Re: Yang pake Ipon ayo sharing disini.
« on: 14 January 2013, 01:50:47 PM »
- Keeper <--- menyimpan semua passwords, pin, dll dan terbackup otomatis kesemua gadget dan mac kita jika ada keeper juga.. kita amanlah
- Indonesia Kamus (free)
- wayang force (buat beli majalah Macworld <- majalah wajib buat yg pake ipon)
- detik.com <-- buat bacah update berita sambil be'ol
- paper-toss 2, Temple Run <-- permainan santai pembunuh waktu
- IMDb <-- untuk lihat2 film anyar
- Youtube
- Calculator
- iPhone Secrets <-- free app, banyak trick n tips iphone yg kadang kita ga tau..

::

95
Diskusi Umum / Re: Andil dalam membunuh
« on: 14 January 2013, 08:41:49 AM »
Betul, sesuai kesepakatan sebelumnya bahwa karma = niat, memang kelalaian jelas bukan karma pembunuhan (tidak relevan).

Tapi akibat yang dihasilkan dari kelalaian itu, itu yang sebenarnya dipermasalahkan (apalagi sampai menghilangkan nyawa orang lain).

Kalau lalai hanya berhubungan dengan batin ia sendiri, mungkin tidak masalah.

Kalau saya baca dari penjelasan di atas, sepertinya akibat lalai lebih pada sisi internal manusia tersebut (Anda tulis mengembangkan batin tidak bermanfaat).

Anda juga memberi contoh bahwa akibat eksternal yang ia terima (marah berbuah ditinju orang, kelainan seksual berbuah penyakit, dst), dari sudut pandang pelaku.
Ini saya sependapat (bahwa karma yang sesungguhnya memang adalah kondisi batin yang dirasakannya, karena setiap fenomena tidak berkondisi secara hakikat).

Tapi (saya yakin kita semua menyoroti), yang dibicarakan 'kan adalah dampak sosial, yakni korban-korban yang berjatuhan akibat fenomena batin yang kurang bermanfaat tersebut (kurang waspada atau lalai, sering marah, kelainan secara seksual). Bila diperjelas, kurang lebih seperti ini:
1. Batin kurang bermanfaat lalai membuahkan korban akibat ketidakwaspadaannya (contohnya korban laka-lantas).
2. Sering marah akibatnya orang lain jadi tersinggung atau merasa susah hati akibat dimarahi.
3. Kelainan seksual berbuah isterinya jadi ikut kena penyakit, dst.

Walau sudah ada jawabannya, saya coba minta sudut pandang Anda (bukan mau menyusahkan, hanya memperjelas saja).

Oke, salam bahagia untuk Anda. Terima kasih.  _/\_

Betul,

Karena kamma-vipaka adalah dari sudut si pelaku; ia yg berbuat, ia yg menanggung akibatnya..

Sedangkan berbagai kejadian yg timbul setelahnya, sy cenderung tidak melihatnya sebagai semata2 vipaka si pelaku, tapi hanya sebagai kondisi sebab-akibat yg wajar terjadi... yg penyebabnya mungkin kamma si pelaku, juga penyebab2 lainnya yg saling mengkondisikan...

Misalnya kasus seseorang yg marah2 dan akhirnya ia dipukul.
'A memukul B' adalah suatu kondisi yg sedang terjadi, penyebabnya bermacam2, mungkin:
- A krn kecenderungan batinnya mengakibatkan ia mudah tersulut dan marah2 dgn kejadian sepele dan asal tuduh
- B yg dari pagi hatinya sedang dongkol, gampang tersulut oleh kemarahan A
- beberapa teman lain yg mengompori
- hari yg panas di tepi jalan menyulut kondisi semakin panas
- makanan yg dimakan si A atau B, mungkin minum alkohol, who knows?
Jadi, semua penyebab yg tidak kita ketahui ini saling menyulut menimbulkan pemukulan... Saya -kembali- memandang semua kejadian ini hanyalah sebagai "kondisi saja"

Jika semata2 disebut A yg marah2 sebagai penyebab perkelahian tsb, dalam kondisi lain, marah2 si A bisa jadi tidak menimbulkan perkelahian, harus ditunjang faktor lainnya baru kondisi tsb bisa terjadi...

Juga sama dengan sambil bbm-an, ceroboh menabrak orang... Bukan semata2 krn supirnya bbm-an, mesti ditunjang juga oleh faktor2 lainnya: ada yg menyeberang tiba2, kondisinya pas lagi bbm-an, mobil kencang, dstnya... Banyak kasus, sedang bbm-an (jelas kamma buruk) malah tidak menabrak orang kan?

Padahal, kamma buruk pasti menghasilkan vipaka buruk... Jadi, sy cenderung berpikiran kamma-vipaka akan berbuah pasti di batin masing2, suatu saat jika kondisinya pas, kamma akan berbuah... dalam bentuk penderitaan / kebahagiaan di batin masing2...

Bentukan2 / kejadian2 luar hanyalah kondisi2 sebab-akibat yg saling bergantungan yg selalu berubah...


Demikain pandangan saya, Salam Bahagia juga...


::



96
Diskusi Umum / Re: Andil dalam membunuh
« on: 14 January 2013, 08:05:04 AM »
saya sangat setuju dengan ini..
saya sangat meragukan istilah "niat" sebagai satu2nya pembentuk kamma..

bisa kasih contoh apa pembentuk kamma yg lain selain niat (cetana)?

Quote
karena pada kenyataannya banyak sekali tindakan yg tanpa niat buruk namun berakhir buruk..

ini sudah kita bahas panjang lebar di bbrp postingan diatas...
intinya kita seringkali rancu antara cetana (niat/batin pendorong suatu tindakan) dengan harapan (sasaran/goal) dan juga seringkali kesulitan menentukan mana yg kamma, mana yg vipaka dan juga kondisi2 biasa sebab akibat yg terkadang kita anggap sebagai vipaka. Bahkan menyebut Vipaka aj masih sering salah tersebut kamma.

Perlu kita luruskan, krn hal ini sangat penting. Jangan kita sampai salah beranggapan bahwa niat baik belum tentu menghasilkan kamma baik dan sebaliknya. Perlu kita renungkan dan pastikan bahwa: niat baik pasti kamma baik dan niat buruk pasti kamma buruk.

Persis seperti yg Buddha sampaikan.


Quote
semisal dalam kisah yg diutarakan di milinda panha

Walaupun orang tsb tidak bermaksud membakar ladang, api tsb membakar ladang

Cerita ini sesungguhnya untuk mengilustrasikan batin-jasmani sama/tidak dan pertanggungjawaban batin baru thp batin sebelumnya. Ilustrasi yg mirip misalnya tentang tidak mungkin bisa menyeberangi sungai yg sama untuk ke-2 kalinya. Semua contoh ini menunjukkan bahwa batin dan jasmani kita berubah setiap saat namun tetap ada tanggung jawab atas perbuatan sebelumnya.

Jika kita membahas apakah yg menyebabkan ladang terbakar?
maka jawabannya bisa: kecerobohan meninggalkan api menyala (kamma buruk), angin yg meniup api ke ladang, ladang sendiri yg mudah terbakar, tidak adanya hujan, sepinya orang2 disekitar, dstnya....

Jadi, sy cenderung menganggap "terbakarnya ladang adalah suatu kondisi sebab akibat saja"... kondisi begini terjadi disekeliling kita dan setiap detik mengalami perubahan....

Quote
IMO Niat mungkin menghasilkan kamma, tapi yang jadi faktor penentu adalah efek dari perbuatan itu, bukan sekedar niat saja

Buddhisme menitik beratkan pada NIAT yg melandasi suatu perbuatan,
Bukan pada hasil perbuatan

Sangat banyak sutta soal ini, mis: tanpa tau menginjak semut, maka tidak ada kamma pembunuhan.
Kalo menitik beratkan pada hasil-perbuatan, tentu akan kena kamma-pembunuhan toh?
Kenyataannya kamma kita tergantung niat kita, kalo nggak ada cetana, maka tidak ada kamma

::

97
Biasanya acara Kathina atau semacamnya juga dihadiri mayoritas umat awam, dan mereka juga perlu acara bersifat hiburan.

Jika acara seperti itu diminimalisir hiburannya, umat yang datang lagi akan berkurang (imbasnya perkembangan agama Buddha jadi menurun).

Kalau pendapat saya pribadi, sebaiknya jika bhikkhu ingin disiplin menjalankan Vinaya, bisa menanyakan dahulu agenda acara sebelum menghadirinya.

Prinsipnya, jika kita tidak boleh lihat, kita yang tidak hadir (bukan pengunjungnya yang ikut-ikutan peraturan tertentu).


Bukannya lebih cocok, panitia yg mengatur jadual acara agar Bhikkhu tidak 'terjebak' di suguhan tsb?
Seringnya tari2an disuguhkan di saat2 break, Bhante sedang istirahat atau duduk, dan para gadis tari memulai adegannya...

Bhikkhu juga tidak pada kapasiatasnya untuk terlalu memilih dan mengatur acara, ini yg menurut sy perlu disosialisasikan sering2 agar kita paham dan bisa menyokong kehidupan sangha dengan benar

::


98
Mohon bantuan rekan2 untuk memberikan sutta yg lengkap pada yg di bold dibawah ini...

Quote
Suatu kali, di Rajagaha ada keramaian yang diadakan di atas gunung. Kelompok bhikkhu Chabbaggiya pergi melihat keramaian itu. Penduduk desa mencela dan mengkritik perbuatan mereka: ‘ Kenapa para samana sakyaputta itu pergi melihat orang-orang menari, menyanyi dan main musik seperti layaknya perumah tangga yang senang bersuka ria menikmati nafsu duniawi. ‘ ……………..

Mendengar itu, Sang Buddha memerintahkan untuk mengadakan pertemuan Sangha. Lalu bertanya kepada para bhikkhu: ‘ Wahai para bhikkhu, terdengar berita bahwa bhikkhu Chabbaggiya pergi menonton keramaian, orang menari, menyanyi dan main musik. ‘ ……………..

‘ Wahai para bhikkhu, seorang bhikkhu tak layak pergi menonton keramaian, orang menari,menyanyi dan main musik. Barang siapa melakukan itu, melanggar vinaya dukkata.'

Bila dilihat sepintas lalu, betapa usilnya para perumah tangga mencampuri urusan para bhikkhu. Kenapa mereka tidak membiarkan saja apa yang diperbuat oleh para bhikkhu. Toh ada Sang Buddha yang bertanggung jawab atas pendidikan para bhikkhu. Beliau bisa tahu dengan mata dewa-Nya segala perbuatan para bhikkhu.

Namun, yang dilakukan para perumah tangga itu sebenarnya merupakan bentuk kepedulian mereka terhadap kebaikan para bhikkhu dan kebaikan BuddhaSasana. Pada pandangan mereka, bhikkhu adalah sosok yang patut dihormat, bhikkhu adalah pertapa yang tingkah lakunya seharusnya berbeda dengan para perumah tangga. Pergi menonton keramaian, menonton tari-tarian, menonton orang menyanyi dan main musik, apalagi ikut menyanyi, main gitar dan mengarang lagu bukanlah perbuatan yang baik bagi para bhikkhu. Bukan pula perbuatan yang baik bila seorang bhikkhu menonton sepak bola, film silat, dan lain-lain di TV. Itu semua termasuk yang dilarang oleh Sang Buddha.

sumber: http://chanyan.wordpress.com/2010/04/29/sila-perumah-tangga-dan-bhikkhu/

Dan pertanyaan selanjutnya: Pantaskah kita menyajikan tari-tarian untuk ditonton saat acara tsb juga dihadiri oleh Bhikkhu?

Karena hal tsb sering dilakukan dan selama ini sy kuatir dan selalu berpendapat bahwa menyajikan tontonan tarian, drama atau pertunjukkan sejenis dalam acara2 Buddhis yg dihadiri oleh Bhante adalah suatu perbuatan yg "kurang paham" yg akan menyulitkan si Bhante dlm menjalankan disiplinnya dan menjaga vinaya-nya. Benar apa tidak, mari kita diskusikan agar menjadi lebih jelas dan semoga bermanfaat untuk kita semua dalam usaha menopang kehidupan para Sangha...

 _/\_

::

99
Diskusi Umum / Re: Andil dalam membunuh
« on: 13 January 2013, 11:02:04 AM »
ada hal yg masih menjadi renungan sy:

begini:
bahwa kamma sesungguhnya adalah cetana.
Cetana (niat yg mendorong suatu perbuatan) inilah kamma yg sesungguhnya
Cetana adalah batin.
Menanam batin pasti akan berbuah dalam bentuk batin juga.
Sehingga sy masih merenungkan bahwa Kamma-Vipaka sesungguhnya adalah Kamma-Vipaka dalam bentuk batin.
Dan bentukan2 luar, vipaka baik-buruk yg selama ini kita lihat misalnya: kaya, miskin, tertabrak, selamat, terpegang kabel, kena tsunami, selamat tsunami, lulus ujian, tidak lulus ujian, dstnya adalaha: hanya kondisi saja, bukan vipaka dalam artian sebenarnya.

Kembali lagi:
Kamma-vipaka dalam artian batin. Menanam kamma dalam batin, berbuah vipaka dalam bentukan batin juga.
Contohnya:
~ Kita menanam kamma, misalnya: sering marah2, maka kita buah seketikanya adalah batin kita terbentuk menjadi mudah marah, dan buah nantinya tergantung kondisi. Jika kondisinya pas, kemarahan tsb akan timbul (saat marah, kita menderita dalam batin).

Akibat kemarahannya, mis: ia ditinju orang, atau bermasalah hukum, sy cenderung lebih melihatnya hanya sebagai kondisi yg menghampiri ketimbang vipaka. Krn vipaka sesungguhnya adalah kemampuan batinnya untuk menerima kondisi yg datang tsb.

~ seseorang yg hiper seks, misalnya. Sering meluapkan hawa nafsunya ke tempat2 pelacuran atau masturbasi. Kegiatan ini adalah Lobha, kamma yg tidak bermanfaat. Saat melakukannya, buahnya seketika adalah batinnya ter-upgrade semakin lobha (tanha-seks) tsb, batinnya semakin terjerat dan semakin mudah muncul kehausan tanha tsb. Ini saja sudah menyulitkannya. Kemudian buah nantinya adalah: saat kondisinya menunjang, tanha ini akan mudah timbul, ia akan gelisah, mencari pelampiasan, tidak tenang dsbnya... artinya ia menderita untuk mendapatkan keinginannya tsb yg telah terbentuk semakinkuat sbelumnya. Artinya ia menderita dalam bentuk batin.

Jikalau: ia terkena penyakit seksual atau keluarganya berantakkan akibat ulahnya ini, sy cenderung berpikir sebagai kondisi saja. Bagaimana batinnya menghadapi kondisi ini adalah kamma-vipaka sesungguhnya. Apakah ia sangat menderita atau makin melampiaskan lagi...

Sejauh ini masih menjadi bahan renungan sy saja

::

100
Diskusi Umum / Re: Andil dalam membunuh
« on: 13 January 2013, 10:43:25 AM »
Baik, jika begitu bisa disimpulkan bahwa unsur lalai tidak membuahkan karma?

Kalau mengemudi sambil berkirim pesan dengan ponsel, lalu mengakibatkan nyawa orang melayang, juga bukan termasuk menghasilkan karma buruk?

Maksimal (setahu saya dari pendapat Kainyn dan kawan-kawan), hanya menanam dan menerima karma ketidakpedulian?

Apakah benar seperti ini? Mohon konfirmasinya.

Salam.  _/\_

Jadi,

Kelalaian pastilah kamma buruk-Akusala Kamma (yg akan menimbulkan vipaka buruk juga).
Cuma saja, kelalaian bukanlah kamma-pembunuhan

::

101
Diskusi Umum / Re: Andil dalam membunuh
« on: 13 January 2013, 10:38:33 AM »

Tapi dalam kasus keteledoran, sama sekali tidak ada ide-ide pikiran bahwa perbuatan yang dilakukannya bisa membahayakan atau menciderai makhluk lain.

Apakah ini tidak menimbulkan karma (buruk)?

Contoh: Menyiram api dengan bensin, sehingga mengakibatkan orang kehilangan rumah dan harta benda. Dalam kepanikan, bisa saja orang teledor mengambil bensin atau minyak tanah yang disangka adalah air. Apa tindakan seperti ini tidak membuahkan karma buruk?

Juga contoh kabel dan guru yang menabrak murid, niat si subyek sesungguhnya relatif baik, yakni mau memudahkan pihak lain. Tapi karena teledor (lalai), lalu berbuah jadi bencana (malapetaka).


rekan Sunya...

Harapan = suatu kondisi yg kita inginkan. Harapan bersifat PASIF
sedangkan
Kamma = perbuatan yg didahului oleh cetana. Kamma~Cetana bersifat AKTIF

Selanjutnya kita bahas KETELEDORAN
Contohnya adalah: memasang kabel yg tidak benar sehingga orang lain celaka.
Pertanyaannya:
Apakah Keteledoran = kamma atau bukan

Sebenarnya pembahasan ini sudah lumayan detil dan memasuki ranah Abhidhamma dengan tabel citta-cetasika (tabel faktor2 batin).. Untuk sampai disini mungkin masih bisa, namun jika terus dilanjutkan akan makin sangat detil nanti bisa2 sampai ke bulatan2 citta tiap milidetik itu... klu itu sy sudah angkat tangan.. Bro mesti baca sendiri buku2 Abhdihamma mulai dari yg simple hingga ke yg ribet  :))

Memasang kabel tidak dengan benar, mengerjakan ujian dengan terburu-buru, meletakkan barang sembarangan, mengemudi dengan tidak hati2... semua ini dalam bahasa sehari2 kita sebut keteledoran atau kecerobohan. Namun dalam Buddhisme, kita perlu melihat sedikit lebih detil, faktor batin apakah yg terjadi saat kita melilitkan kabel tsb sehingga hasilnya bisa tidak bagus begitu, apakah mungkin:
- batin tidak konsentrasi ?
- batin gelisah ?
- batin malas (memeriksa kembali hasil pekerjaan) ?
- ketidakpahaman ?
Semua batin2 yg tidak bermanfaat ini tergolong dalam kelompok batin Akusala-Kamma.
Lawannya adalah batin2 yg bermanfaat (Kusala-kamma) mis: konsentrasi, mahir, tenang, dstnya..

Ini kita lihat dari kamma yg dibuat oleh si pelilit kabel atau si supir yg lalai menabrak orang. Si Subjek tidak ada niat untuk membunuh, sehingga tentu saja mereka tidak menanam kamma-pembunuhan. Tapi tetap saja mereka menanam kamma-buruk dlm format lain (lihat salah satu yg diatas tsb, atau gabungannya: tidak-konsen, gelisah, ketidakpahaman, dstnya...), dan menuai vipaka-buruk akibat kamma-buruk tsb.

Dan kemudian, dari sisi si orang yg terpegang kabel jelek tsb, sehingga terluka atau terbunuh. Kenyataannya adalah orang ini memegang kabel yg terbuka. Terbukanya kabel mungkin saja krn digigit tikus, kena panas matahari, atau pemasangan yg ceroboh tadi. Jadi, bukan berarti si tikus menjadi pembunuh, atau matahari yg menjadi pembunuh, ataupun si pemasang kabel yg menjadi pembunuh. Ini adalah kecerobohan si pemegang kabel dari sisi lain lagi. Ia sedang mendapatkan kondisi tertentu...

Mungkin mudah memahami untuk orang2 yg ceroboh memegang kabel sehingga terluka, atau ceroboh menyeberang sehingga tertabrak truk. Kita akan mudah menerima penjelasan bahwa si supir truk melakukan kamma-tidak waspada dan si penyeberang melakukan kamma-tidak waspada juga sehingga masing2 menerima vipaka-buruk akibat kamma-buruk mereka masing2.... Memahami kamma-vipaka akan mejadi lebih sulit jika kasusnya seperti ini, misalnya:

- menunggu di halte bus, tiba2 mobil nyelonong dan orang tsb ketabrak
(logikanya, dia tidak melakukan kamma jelek apapun, hanya sedang menunggu bus. Hal yg wajar toh?)
- orang2 dan bayi yg sedang berada di aceh, tiba2 kena tsunami
(mereka tidak sedang melakukan kamma jelek apapun saat itu, kok bisa ketimpa vipaka jelek?)

Buddha telah menjelaskan bahwa mengetahui persis penyebab suatu vipaka (kamma-vipaka), adalah acinteyya. Pertanyaan yg sangat sulit bagi kondisi pikiran kita sekarang. Oleh krn itu untuk contoh2 kasus gak-jelas diatas tsb, sy cenderung berpikiran bahwa:
- ada penyebab lampau kamma mereka2 tsb yg tidak kita ketahui
- juga, segala sesuatu yg menimpa kita adalah KONDISI, sy sering tidak melihatnya sebagai baik atau buruk. Saya cenderung melihatnya sebagai kondisi saja. Dan bagaimana sy menanggapi kondisi ini, itulah yg akan menjadi kamma baik atau buruk sy selanjutnya.

Jadi, ambil contoh kasus tsunami aceh tadi.
Saya cendrung berpikir bahwa tsunami aceh tidak dilihat dari vipaka buruk yg menimpa mereka, tapi dilihat hanya sebagai kondisi saja, sebab akibat biasa saja. Ada hukum alam, pergerakan lempeng, mengakibatkan ombak besar meluber, menghatam rumah2, subjek memilih untuk ke aceh, dstnya... bertemunya kondisi2 dan pilihan2. Nah, pointnya adalah di masing2 individu yg menanggapi kondisi tsb: Apakah tidak bisa menerima, hingga stress gila? Apakah bisa menerima dan berusaha bangkit? Apakah berkeluh kesah terus tiada habisnya, menyalahkan tuhan? Apakah menerima sebagai hukuman dari tuhan? Yah bermacam2 kamma baru yg terbentuk dari kondisi yg sesungguhnya netral tsb.

Sama seperti kasus orang yg kena kabel yg dipasang teledor tsb. Sy cenderung menganggap kena sengatan kabel tsb sebagai kondisi saja (tidak baik-tidak buruk), Sy lebih fokus ke bagaimana si korban menanggapi kondisinya tsb: Apakah marah2 (yg menambah penderitaannya)? Ataukah berusaha tenang dan konsen ke penyembuhannya? Atau lebih bagus lagi mulai memikirkan untuk memeriksa kelayakan kabel2 lainnya? Atau dendam berat dan mencari kambing hitam?...

Demikian renungan saya atas pertanyaan rekan Sunya...

Anumodana,
 _/\_

::



102
Diskusi Umum / Re: Andil dalam membunuh
« on: 12 January 2013, 06:36:57 PM »
:backtotopic:

Teringat suatu ketika, seorang bhante pernah ditanya, "Bagaimana dengan Robin Hood, apakah perbuatannya benar ditinjau dari ajaran Buddha?"

Bhante itu menjawab, "Niatnya baik tapi caranya tidak benar. Menolong orang miskin itu adalah niat/pikiran yang baik. Direalisasikan dengan cara mencuri, ini yang tidak benar."

Saya kurang lebih sependapat dengan jawaban bhante tersebut.

Bhante tersebut bukan saya lho.

 _/\_

Sering Terjadi salah paham antara harapan dan niat. Bahasa Indonesia dan Inggris seringkali tidak mampu menerjemahkan dengan tepat apa yg disampaikan Sutta2.

Cetana adalah "batin pendorong (=niat) yg mendahului suatu perbuatan"

Sy pikir ada kacau balau antara HARAPAN dan NIAT...

Kasus Robinhood:

VISI (PASIF):
- Ingin rakyat miskin tertolong > ini adalah kondisi yg diharapkan

MISI (AKTIF):
- melakukan pencurian > niat jelek-kamma jelek
- membagikan hasil curian ke rakyat miskin (berdana) > niat baik, kamma baik

Jadi, tidak ada niat baik, kamma jelek kan?

Tetap yg ada: niat baik, kamma baik dan niat jelek, kamma jelek

Dan Bhante tsb sudah menjelaskan yg benar, anda yg salah menangkapnya.
Bhante menjelaskan niat/pikiran si Robinhood (visi-nya) adalah baik, hanya direalisasikan (realisasi adalah misi/tindakan, yg ada cetana-kamma) dengan cara yg salah

Anda menangkap visi sebagai cetana dan misi sebagai kamma...ya, weis makanya jadi kacau begini...
preteli secara moment per moment, jangan lihat secara general

::



103
Diskusi Umum / Re: Andil dalam membunuh
« on: 12 January 2013, 06:22:17 PM »
Ini masalah sosiologi anak.

Banyak orang tua mengira, mendidik anak dengan niat baik saja sudah cukup. Anak melakukan kesalahan kerap dibentak, dimarahi atau disakitii (secara mental walaupun fisik).

Orang tua mengira, cara dan metode tidaklah penting, yang penting niat saya baik: Mendidik anak.

Apakah hal di atas benar?

:)

Tak jarang, bila saja mau jujur, terkadang di antara kita ada yang berpendapat orang tua kita kurang bijaksana, salah di sisi ini dan keliru disana, serta yang lainnya.

Tidak jarang juga, karena salah didik atau metodenya yang keliru, anak jadi terjebak dalam pergaulan salah dan tidak mendengar apa kata orang tuanya.

Ini yang sering kita hadapi. Benar? :)

Karena itu, bila cara dan kecakapan dalam melakukan sesuatu tidak penting, yang penting niat, maka lihatlah banyak hasil yang tidak optimal yang bisa kita amati.

Niat baik, ditambah pengetahuan (kebijaksanaan) dalam melakukan, adalah yang terbaik.
Dijamin hasilnya jauh lebih baik dari sekedar berniat baik.

Salam.  _/\_

Dari contoh yg anda berikan diatas, bisa saya simpulkan terjadi miskomunikasi disini.

Kembali ke penjelasan awal saya, bahwa konsep Kamma-Vipaka kelihatan mudah, namun sungguh sulit dalam perenungan mana yg kamma dan mana yg vipaka. Hingga di diskusi ini terjadi juga kebingungan menentukan antara tindakan dan niat yg mendahuluinya.

Rekan Sunya memberi contoh sbb:
1. ingin anak menjadi berbakti: niat baik
2. dengan cara marah2 dan maen pukul: perbuatan salah
Jadi dengan korelasi ini, disimpulkan bahwa: Niat baik, kamma jelek.

Ini yg saya jelaskan diawal, bahwa kita seringkali tergoda untuk menghubungkan kamma-vipaka ala kita (dalam kasus ini cetana-kamma ala kita)..

Padahal, kedua hal diatas tidak dapat dikatakan cetana dan kamma yg sama. Kedua contoh yg diambil rekan Sunya tsb seharusnya adalah sbb:
1. ingin anak menjadi berbakti: adalah TUJUAN baik
2. dengan cara marah2 dan maen pukul: adalah CARA salah
Jadi sebenarnya bukan Niat Baik diikuti oleh Kamma Buruk, melainkan Tujuan yg baik diikuti oleh cara yg salah.

Godaan mis-korelasi ini sering sekali terjadi, Kita cenderung menghubung2kan hal yg general. Seyogyanya pengamatan harus dilatih moment-per-moment. Dalam bbrp kasus, intisari Ajaran Abhidhamma dapat membantu menginspirasi kita untuk mengubah konsep berpikir kita dari yg selama ini 'justifikasi-general' menjadi 'pengamatan moment-per-moment'. Krn menurut teori Abhidhamma 1 jentikan kita terdapat moment pikiran sekian trilyun detik (termasuk didalamnya cetana-kamma yg sangat banyak), teori ini mungkin ya-mungkin tidak, dan mungkin hanya dpt terbukti bagi yg memasuki jhana ke sekian, namun setidaknya bagi kita dpt menginspirasi usaha pengamatan batin kita menjadi lebih detil.

Kembali ke contoh diatas, mana cetana-kamma yg sesungguhnya (atau tepatnya, yg lebih detil-lah):

1. ingin anak menjadi berbakti: TUJUAN BAIK(Harapan yg baik)
1.1 Jika kita MELEKATI harapan anda ini, dan kenyataannya anak anda menjadi tidak berbakti nanti, anda akan sangat menderita
1.2 sangat banyak faktor yg menentukan apakah HARAPAN kita ini bisa terealiasai atau tidak, Mis: kemampuan kita mendidik, kondisi lingkungan, keuangan, makanan, keluarga, sekolah, dstnya... semua saling mengkondisikan (meski pengkondisi dominan adalah "cara kita mendidik")

dan point ke 2 berikut adalah kondisi yg sama sekali berbeda dengan kondisi pertama diatas

2. Kita memukul anak
2.1 NIAT untuk memukul objek: NIAT jelek
2.2 terjadi pemukulan objek: KAMMA jelek
Dapat dilihat, KAMMA JELEK Selalu sama dengan NIATnya..

Jadi yg benar adalah:

Kegiatan memukul anak, niatnya memang untuk "memukul anak"
bukan oleh ingin anak menjadi berbakti, krn keinginan ini sesungguhnya adalah harapan, bukan cetana

::

104
Diskusi Umum / Re: Andil dalam membunuh
« on: 12 January 2013, 05:33:06 PM »


Wah, saya menulis sudah cukup jelas, ada dua klausul:
1. Niat pasti menghasilkan karma (entah itu pikiran, ucapan/tulisan, maupun perbuatan).
2. Yang saya sama sekali tidak sependapat: Niat baik menghasilkan karma baik.

Masa belum dipahami? Mohon kejelasannya dimana belum dipahami.


Rekan Sunya,

Pernyataan anda yg saya bold merah tersebut bukankah bertentangan langsung dengan Ajaran Buddha.

Buddha mengatakan: "cetanam bhikkhave kammam vadaami ...." (Para Bhikkhu, NIAT inilah yg kunyatakan sebagai KAMMA) ...dstnya...

Niat (yg mendahului suatu tindakan) adalah Kamma.
Niat Baik adalah kamma baik, niat jahat adalah kamma jahat.

Pernyatan ini sangat jelas dan terang benderang, kenapa anda bisa berpendapat lain, rekan Sunya?

::


105
bukan cuan di sponsor, Bang, tapi promotornya

Oh, betul.
Bisa jadi.

::

Pages: 1 2 3 4 5 6 [7] 8 9 10 11 12 13 14 ... 192
anything