Tentang cetana, kita melakukan secara sadar, terlepas dari terpaksa ataupun tidak. Sepengetahuan/sepemahaman saya, karma tetap berbuah bila perbuatan dilandasi dengan keterpaksaan, ketidaktahuan, keteledoran (misalnya lupa membungkus kabel listrik secara benar, orang lain tersambar listrik hingga cedera).imo, kadarnya akan beda apabila memang disengaja tidak membungkus secara benar dengan ketidaksengajaan.
cetananya lebih cenderung ke perasaan terpaksa karena tuntutan kerja namun tetap dengan sadar bahwa tindakan ini akan mendukung dan mengakibatkan terbunuhnya banyak makhluk hidup.apakah harus om rico yang mengerjakan itu?
istilahnya, tau salah eh dikerjain juga
apakah harus om rico yang mengerjakan itu?
kalo masih ada orang lain, sebaiknya dihindari saja mengerjakannya.
Tentang cetana, kita melakukan secara sadar, terlepas dari terpaksa ataupun tidak. Sepengetahuan/sepemahaman saya, karma tetap berbuah bila perbuatan dilandasi dengan keterpaksaan, ketidaktahuan, keteledoran (misalnya lupa membungkus kabel listrik secara benar, orang lain tersambar listrik hingga cedera).Niat: bantuin beresin kabel supaya orang tidak repot (=baik)
Niat: bantuin beresin kabel supaya orang tidak repot (=baik)nah hayo om sunya.. bagaimana tuh?
pelaksanaan: tidak sengaja/teledor dalam membungkus kabel, sehingga orang lain kesetrum.
Hasil: karma buruk bikin orang kesetrum.
Kok kontradiktif yah? Cetana baik, tapi buah karmanya buruk.
Niat: bantuin beresin kabel supaya orang tidak repot (=baik)
pelaksanaan: tidak sengaja/teledor dalam membungkus kabel, sehingga orang lain kesetrum.
Hasil: karma buruk bikin orang kesetrum.
Kok kontradiktif yah? Cetana baik, tapi buah karmanya buruk.
kalo berpegangan pada ini :
"O bhikkhu, kehendak untuk berbuat (cetana) itulah yang Aku namakan kamma. Sesudah berkehendak, orang lantas berbuat dengan badan jasmani, perkataan, dan pikiran." (Anguttara Nikaya, II: 415).
maka hasil bukanlah masalah, yang menentukan adalah niat awal.
Dulu ada kasus guru sekolah Buddhis menabrak murid sekolahnya. Kita pakai ini sebagai contoh.Iya, berarti kalau teledor, walaupun tidak sengaja, jadi berbuah karma 'kan?
Berita:
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/293576-video--rekaman-cctv-guru-tabrak-18-murid-tk
http://www.tribunnews.com/2012/03/02/kronologi-guru-tk-tabrak-murid-sendiri
http://forum.kompas.com/nasional/69893-diliput-100an-media-asing-guru-tabrak-18-murid-jadi-sorotan-dunia.html
http://metrotvnews.com/read/newsvideo/2012/03/03/146458/Polresta-Medan-Rilis-Video-Mobil-Guru-Menabrak-Siswa/6
http://www.jambi-independent.co.id/jio/index.php?option=com_content&view=article&id=15453:guru-tabrak-murid-tk-18-luka&catid=25:nasional&Itemid=29
http://metropolitan.inilah.com/read/detail/1836535/seorang-guru-tabrak-17-murid-yang-sedang-olah-raga
Niat: Memindahkan mobil (baik, agar lapangan lebih luas).
Pelaksanaan: Teledor dalam berkendaraan, sehingga murid TK yang sedang berolah raga malah tertabrak.
Ada yang berani berkata bahwa guru ini tidak menciptakan karma apa-apa? :)
Ada perbedaan antara sengaja tidak sengaja, dengan teledor/lalai/ceroboh dengan ketekunan (sungguh-sungguh).
Yang pertama itu berkaitan dengan nasib dan kondisi (tidak terduga, tidak diatur/dikendalikan). Yang kedua berhubungan dengan kearifan (prajna/panna/wisdom/kebijaksanaan).
Dalam agama Buddha menekankan pengembangan kearifan dalam menyikapi hidup, sehingga masalah besar bisa diperkecil, masalah kecil bisa ditiadakan atau diminimalisir. Jika alasannya tidak sengaja lalu mengabaikan unsur kelalaian, sepertinya juga tidak arif (hukum pun tetap memproses sebuah tindakan akibat dari kelalaian).
Jadi tolong dibedakan, sengaja tidak sengaja, dan teledor/lalai/ceroboh/slebor. Ini perbedaan cukup kontras.
Salam. _/\_
Iya, berarti kalau teledor, walaupun tidak sengaja, jadi berbuah karma 'kan?
Misalnya ada orang lihat pengemis kelaparan & kehausan, lalu dia berniat baik memberikan susu. Ternyata pengemis itu lactose-intolerant. Begitu minum malah mati. Maka si pemberi susu yang sangat gegabah tidak memastikan dulu itu, menuai karma buruk menyebabkan orang mati.
Intinya niat baik 100% bisa mengakibatkan buah karma buruk.
Kok tetap tidak sesuai dengan kamma = niat?
Saya tidak pernah menulis kamma = niat, rekan Kainyn. Justru saya menuliskan sebaliknya, bahwa niat baik belum tentu menghasilkan karma baik kalau tidak dilandasi dengan kebijaksanaan.
Demikian, semoga jelas. Salam. _/\_
bro Sunya, kita samakan persepsi dulu.
anda setuju kamma = niat?
lepas dari konsep dilandasi atau tidak dilandasi kebijaksanaan.
Dulu ada kasus guru sekolah Buddhis menabrak murid sekolahnya. Kita pakai ini sebagai contoh.yang menyatakan salah itu kan hukum negara om, jelas bukan hukum kamma.
Berita:
http://nasional.news.viva.co.id/news/read/293576-video--rekaman-cctv-guru-tabrak-18-murid-tk
http://www.tribunnews.com/2012/03/02/kronologi-guru-tk-tabrak-murid-sendiri
http://forum.kompas.com/nasional/69893-diliput-100an-media-asing-guru-tabrak-18-murid-jadi-sorotan-dunia.html
http://metrotvnews.com/read/newsvideo/2012/03/03/146458/Polresta-Medan-Rilis-Video-Mobil-Guru-Menabrak-Siswa/6
http://www.jambi-independent.co.id/jio/index.php?option=com_content&view=article&id=15453:guru-tabrak-murid-tk-18-luka&catid=25:nasional&Itemid=29
http://metropolitan.inilah.com/read/detail/1836535/seorang-guru-tabrak-17-murid-yang-sedang-olah-raga
Niat: Memindahkan mobil (baik, agar lapangan lebih luas).
Pelaksanaan: Teledor dalam berkendaraan, sehingga murid TK yang sedang berolah raga malah tertabrak.
Ada yang berani berkata bahwa guru ini tidak menciptakan karma apa-apa? :)
Ada perbedaan antara sengaja tidak sengaja, dengan teledor/lalai/ceroboh dengan ketekunan (sungguh-sungguh).
Yang pertama itu berkaitan dengan nasib dan kondisi (tidak terduga, tidak diatur/dikendalikan). Yang kedua berhubungan dengan kearifan (prajna/panna/wisdom/kebijaksanaan).
Dalam agama Buddha menekankan pengembangan kearifan dalam menyikapi hidup, sehingga masalah besar bisa diperkecil, masalah kecil bisa ditiadakan atau diminimalisir. Jika alasannya tidak sengaja lalu mengabaikan unsur kelalaian, sepertinya juga tidak arif (hukum pun tetap memproses sebuah tindakan akibat dari kelalaian).
Jadi tolong dibedakan, sengaja tidak sengaja, dan teledor/lalai/ceroboh/slebor. Ini perbedaan cukup kontras.
Salam. _/\_
Jangan lupa lho, ketidaktahuan itu juga salah satu unsur pencipta karma (ingat, LDM = Lobha, Dosa dan Moha).Ketidaktahuan (moha) adalah kebodohan batin, bukan tidak tau 1+1=2, dan juga bukan tidak tau bagaimana cara masang kabel listrik yang benar.
Niat baik tidak dilandasi dengan pengetahuan (kebijaksanaan/panna), juga hasilnya tidak akan baik.
Itu pandangan saya. Maaf jika kurang berkenan. Salam. _/\_
Niat pasti menghasilkan karma (entah itu pikiran, ucapan/tulisan, maupun perbuatan).apa bedanya tidak tau yang pertama dan tidak tau yang kedua?
Yang saya sama sekali tidak sependapat: Niat baik menghasilkan karma baik.
Sebenarnya cukup simpel, dalam hal ini ada 4 poin yang kita bahas terkait karma:
1. Ada atau tidak ada niat.
2. Tahu atau tidak tahu.
3. Niat buruk atau baik.
4. Sengaja atau tidak sengaja.
Nah, yang ingin kita ketahui dan bahas bersama, mana yang membuahkan karma 'kan? Bukan begitu?
Poin 1, jika ada niat tentu menghasilkan karma. Dalam hal ini niat = karma.
Kedua, tahu dan tidak tahu, tetap menghasilkan karma. Bermain api tanpa tahu api itu panas, tangan tetap terbakar.
Niat buruk atau baik, hasilnya relatif (seperti kasus guru dan kabel listrik tersebut).
Keempat, sengaja jelas membuahkan karma, dan tidak sengaja (tidak tahu/sadar) jelas tidak membuahkan karma. Ini saya jelaskan dengan contoh menginjak serangga di hal. 1.
Yang agak mirip mungkin poin pertama dan ketiga, dimana poin pertama berbunyi "ada niat", sedangkan poin ketiga membahas niat tersebut baik atau buruk. Disini mungkin perlu ekstra cermat, karena kalau salah maka akan menjadi rancu (salah interpretasi).
Saya kira ini juga yang disalahartikan rekan Kainyn? Semoga demikian. Dan semoga penjelasan ini bisa memperbaiki misinterpretasi tersebut.
Salam. _/\_
yang menyatakan salah itu kan hukum negara om, jelas bukan hukum kamma.
dalam hukum negara, membunuh semut itu bukan kesalahan dan tidak akan dihukum, tapi dalam hukum kamma itu adalah akusala (tindakan salah).
Ketidaktahuan (moha) adalah kebodohan batin, bukan tidak tau 1+1=2, dan juga bukan tidak tau bagaimana cara masang kabel listrik yang benar.
apa bedanya tidak tau yang pertama dan tidak tau yang kedua?
saya bekerja di perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit
setiap tahun ada saja serangan dari hama ulat dan tikus pada tanaman sawit, untuk itu pimpinan kebun merasa perlu membasmi hama2 ini. karena memang serangan hama ini sangat berpengaruh pada hasil perkebunan.
pimpinan kebun lalu membuat order atas pestisida (racun serangga) dan racun tikus, diteruskan pada saya, saya meminta acc atau persetujuan untuk pembelian racun ini pada atasan atau bos, bos bilang segera beli, saya beli, kirim ke lapangan (kebun), pimpinan kebun menerima racun tersebut kemudian memerintahkan karyawan bagian perawatan untuk mengaplikasikannya. yang jelas segera setelah pengaplikasian racun, tidak terhitung serangga/ulat yang mati berikut juga tikus.
pertanyaannya, apa saya berandil terhadap pembunuhan tersebut?
siapa yang paling berat menanggung karma dari pembunuhan tersebut? bos? saya? kepala kebun? karyawan bagian perawatan? atau penjual racun serangga/tikus?
bagaimana pandangan teman2 sekalian?
Ternyata memang pemahaman tentang "Mata Pencaharian Benar" dalam Buddhisme harus diperluas dan diperdalam lagi. Segala usaha (pekerjaan) yang mengakibatkan makhluk lain terganggu, terluka atau terbunuh maka tidak dikategorikan sebagai mata pencaharian yang benar.maaf ingin tanya,
Jika tidak memungkinkan untuk pindah, mungkin saran pertama dapat dipraktekkan (menambah karma baik untuk mengurangi akibat/efek karma buruk yang berbuah kelak).
Tentang cetana, kita melakukan secara sadar, terlepas dari terpaksa ataupun tidak. Sepengetahuan/sepemahaman saya, karma tetap berbuah bila perbuatan dilandasi dengan keterpaksaan, ketidaktahuan, keteledoran (misalnya lupa membungkus kabel listrik secara benar, orang lain tersambar listrik hingga cedera).
Suatu karma tidak berbuah ketika tidak ada niat (cetana). Misalnya kita berjalan dan asyik mengobrol, saat melihat ke bawah baru sadar banyak makhluk kecil (semut dan serangga lain) terinjak mati.
Tindakan selanjutnya, bila sudah tahu (sadar) kita masih melanjutkan (jalan) karena sungkan dengan lawan bicara (misalnya bos kita), maka sejak detik itu juga karma mulai ada (akan berbuah) walau kita terpaksa menginjak semut/serangga tersebut.
Demikian, semoga jelas dan semoga selalu tekun dalam belajar dharma. Salam bahagia selalu untuk rekan Rico. _/\_
maaf ingin tanya,
bagaimana bila membunuh orang sewaktu mabuk karena tidak sengaja ?
apakah boleh dikatakan tidak akan membuahkan kamma karena tidak memiliki niat ?
maaf ingin tanya,
bagaimana bila membunuh orang sewaktu mabuk karena tidak sengaja ?
apakah boleh dikatakan tidak akan membuahkan kamma karena tidak memiliki niat ?
proses bagaimana jalannya karma bukan sesuatu yang dapat dipikirkan.
kalau ada yang tau jalannya karma, mohon jawab saja pertanyaan berikut.
bagaimana hukum karmanya seekor hewan karnivora?
hewan karnivora membunuh seumur hidup,
karma karena membunuh menggunung,
apakah mungkin hewan karnivora dapat terlahir di alam yang lebih bahagia?
hahaha..............
Kalau boleh bertanya balik, benarkah orang mabuk tidak memiliki niat? Setahu saya orang mabuk masih memiliki tendensi walau tidak fokus.kalau boleh bertanya balik, apakah orang yg mabuk itu adalah :
Semoga berbahagia. Salam. _/\_
Dalam dunia hewan yang dominan adalah naluri. Naluri tidak menciptakan karma secara dominan, tidak seperti pikiran (didasari oleh niat, rasa senang tidak senang, direncanakan, dsb).
Ini juga terjadi di forum ini, beberapa orang selalu mengungkapkan ketidaksenangannya terhadap sesuatu, bukan karena sesuatu-nya, tapi karena siapa yang mengetikkannya.
Subyektifitas (ego) yang cenderung menghasilkan karma (senang dan tidak senang terhadap sesuatu yang sifatnya netral/kosong).
kalau boleh bertanya balik, apakah orang yg mabuk itu adalah :
1. manusia g0b0l0k
2. manusia badut
3. manusia belut
4. manusia yg menyalahkan alkohol
?
apakah pengendara mabuk yg membunuh org dgn tabrakan dijalan hukumannya lebih berat dari pada yg gak mabuk ? ohh udah jelas yg mabuk jauh lebih berat....
don't drink n drive!
Yang mengatakan orang mabuk itu tidak memiliki niat bukan saya (mohon dibaca ulang). Salam. _/\_apakah muridnya master sunya yg mengatakan hal tsb ? :P
Ada yang tersindir?
Dua kelompok kegemaran langsung muncul. ;D
Mari kita berdiskusi dengan baik. _/\_
[...]Berarti jika kita melakukan sesuatu secara sadar, dan keburukan terjadi, maka ada karma terjadi walaupun tanpa niat buruk.
Tentang cetana, kita melakukan secara sadar, terlepas dari terpaksa ataupun tidak. Sepengetahuan/sepemahaman saya, karma tetap berbuah bila perbuatan dilandasi dengan keterpaksaan, ketidaktahuan, keteledoran (misalnya lupa membungkus kabel listrik secara benar, orang lain tersambar listrik hingga cedera).
Suatu karma tidak berbuah ketika tidak ada niat (cetana). Misalnya kita berjalan dan asyik mengobrol, saat melihat ke bawah baru sadar banyak makhluk kecil (semut dan serangga lain) terinjak mati.Di sini orang melakukan sesuatu secara sadar (berjalan), dan keburukan terjadi (semut mati), tapi tidak ada karma.
Sepengetahuan/sepemahaman saya, karma tetap berbuah bila perbuatan dilandasi dengan keterpaksaan, ketidaktahuan, keteledoran
[...]Tidak ada niat menabrak, namun murid tertabrak. Berarti ada karma buruk.
Niat: Memindahkan mobil (baik, agar lapangan lebih luas).
Pelaksanaan: Teledor dalam berkendaraan, sehingga murid TK yang sedang berolah raga malah tertabrak.
Ada perbedaan antara sengaja tidak sengaja, dengan teledor/lalai/ceroboh dengan ketekunan (sungguh-sungguh).
Yang pertama itu berkaitan dengan nasib dan kondisi (tidak terduga, tidak diatur/dikendalikan). Yang kedua berhubungan dengan kearifan (prajna/panna/wisdom/kebijaksanaan).
Dalam agama Buddha menekankan pengembangan kearifan dalam menyikapi hidup, sehingga masalah besar bisa diperkecil, masalah kecil bisa ditiadakan atau diminimalisir. Jika alasannya tidak sengaja lalu mengabaikan unsur kelalaian, sepertinya juga tidak arif (hukum pun tetap memproses sebuah tindakan akibat dari kelalaian).
Jadi tolong dibedakan, sengaja tidak sengaja, dan teledor/lalai/ceroboh/slebor. Ini perbedaan cukup kontras.Iya, jadi 'tidak sengaja' ini kontras dengan 'lalai'.
Niat pasti menghasilkan karma (entah itu pikiran, ucapan/tulisan, maupun perbuatan).
Yang saya sama sekali tidak sependapat: Niat baik menghasilkan karma baik.
Sebenarnya cukup simpel, dalam hal ini ada 4 poin yang kita bahas terkait karma:
1. Ada atau tidak ada niat.
2. Tahu atau tidak tahu.
3. Niat buruk atau baik.
4. Sengaja atau tidak sengaja.
Nah, yang ingin kita ketahui dan bahas bersama, mana yang membuahkan karma 'kan? Bukan begitu?
Poin 1, jika ada niat tentu menghasilkan karma. Dalam hal ini niat = karma.
Kedua, tahu dan tidak tahu, tetap menghasilkan karma. Bermain api tanpa tahu api itu panas, tangan tetap terbakar.
Niat buruk atau baik, hasilnya relatif (seperti kasus guru dan kabel listrik tersebut).
Keempat, sengaja jelas membuahkan karma, dan tidak sengaja (tidak tahu/sadar) jelas tidak membuahkan karma. Ini saya jelaskan dengan contoh menginjak serangga di hal. 1.
Yang agak mirip mungkin poin pertama dan ketiga, dimana poin pertama berbunyi "ada niat", sedangkan poin ketiga membahas niat tersebut baik atau buruk. Disini mungkin perlu ekstra cermat, karena kalau salah maka akan menjadi rancu (salah interpretasi).
Saya kira ini juga yang disalahartikan rekan Kainyn? Semoga demikian. Dan semoga penjelasan ini bisa memperbaiki misinterpretasi tersebut.
Salam. _/\_
konsep Kamma-Vipaka, memang gampang2 susah..Sebetulnya menurut saya kamma itu adalah konsep yang hanya perlu diterima sebagai konsep. Yang paling keliru dan sangat banyak terjadi adalah justru upaya-upaya untuk menspekulasikan kamma, seperti bro Willi bilang mencoba menghubungkan "ini" adalah hasil "ini".
Gampangnya:
karena simple sekali, yaitu:
kamma adalah perbuatan yg dilandasi niat
vipaka adalah hasil kamma
Susahnya:
~ dalam perenungan praktiknya, kita sering kesulitan menentukan mana yg kamma dan mana yg vipaka.
Contoh: apakah menangis adalah kamma ataukah vipaka? apakah kesedihan adalah kamma ataukah vipaka? apakah kegembiraan adalah kamma ataukah vipaka? apakah bersenang2 dalam kemewahan adalah kamma ataukah vipaka? ... hal2 begini cukup sulit ditentukan.
~ kedua, kita seringkali tergoda untuk membuat koneksi antara kamma dan vipaka 'ala kita'. Contoh paling jelas adalah kasus 'kabel' ini.
Niat untuk membantu menyambungkan kabel adalah niat baik, artinya jelas: kamma baik. Sedangkan kondisi orang tersengat listrik adalah: vipaka buruk orang tsb. hal ini saja sudah jelas tidak konek.
Tapi Bro..., akibatnya kita akan dituntut. Ok, "dituntut" adalah vipaka jelek kita. Disini perlu diperhatikan baik2: "dituntut krn orang tersengat kabel" penyebab (kamma) terdekatnya bukanlah karena kita berniat membantu orang lain tetapi karena kita ceroboh/tidak piawai dalam menyambung kabel. Kecerobohan adalah penyebab terdekat kita mendapatkan buah buruk akibat perbuatan kita.
Jika mau dilanjutkan lagi, apa penyebab sehingga kita ceroboh? Mungkin karena kebiasan2 jelek yg kita pupuk setiap hari: kebiasaan tidak memeriksa ulang hasil pekerjaan, kebiasaan terburu2, kebiasaan menduga2 tanpa memastikan, dstnya... Kesemua kebiasaan jelek ini suatu waktu, jika kondisinya pas, pasti akan menimbulkan hasil yg jelek pula.... Jadi kesemua kebiasaan jelek ini, yg kita pupuk sendiri, ditambah kamma lampau kita dengan si yg tersengat, atau mungkin juga kondisi2 lainnya yg tidak kita ketahui.. kesemuanya ini mengakibatkan kita dituntut. Jadi penyebab kita dituntut krn kecerobohan kita, sangat banyak dan tidak mungkin ditelusuri secara komplit. Yg dapat kita renungkan saat ini hanyalah penyebab terdekat, yakni: kecerobohan kita yg diakibatkan akumulasi perbuatan kita sendiri.
Bagaimana dengan niat baik kita ingin menolong orang (dgn menyambungkan kabel tsb)? Niat baik ini, tentu suatu saat akan berkontribusi menghasilkan vipaka baik juga... tidak tau pasti apa hasilnya... yah mungkin saja tuntutan dibatalkan keluarga si korban, krn dia mempertimbangkan niat baik kita... nggak bisa dipastikan.
Jadi, akibat kamma dan penyebab vipaka tidak mungkin untuk diketahui secara pasti, namun untuk perenungan kita, kita dapat melihat korelasi terdekat. Sehingga kita tidak akan kebingungan sendiri berasumsi bahwa niat baik bisa menghasilkan buruk, atau kamma terbagi atas lalai dan tidak-sengaja, dan kesimpulan lain yg aneh2 seperti diatas..
::
4. jika kita lihat kabel rusak, kita berusaha perbaiki dengan harapan orang tidak kesetrum, namun ternyata gagal dan tetap menyetrum orang, maka tetap yang ditanam adalah kamma baik untuk menolong sesama
untuk point 4,Kalau untuk 'detail' sebetulnya tergantung batin masing-masing dan bisa sangat variasi. Misalnya bisa juga mau sok tahu, nyari pujian, sok pahlawan, dll, tapi dalam contoh ke 4 itu yang mau saya bahas adalah niat yang baik (murni agar orang lain tidak kesetrum) tapi tidak dilakukan dengan benar. Walaupun hasilnya buruk, karena tindakan dilandasi niat baik, maka kamma yang ditanam adalah kamma bermanfaat dan vipakanya akan berupa kebahagiaan.
selain kamma baik ingin menolong sesama
apakah juga menanam kamma "sok tahu" ?
tidak paham ttg kabel listrik, tapi mencoba mengurus kabel sendiri.
jika niat baik menolong sesama + kebijaksanaan,
mungkin bisa dipertimbangkan
memanggil tukang listrik untuk memperbaiki kabel,
jadi niat baik menolong orang dengan hati2,
dan tidak menimbulkan resiko mencelakaan org karena proses yg ceroboh
NB: thank untuk penjabaran dari bro williamhalim en bro kainyn
sangat membantu memperjelas proses kamma2
punya niat baik untuk memperbaiki kabel listrik-----dapat 1 poin karma baik.jelas tidak adil om, karna yang dicoret itu seharusnya g ada kamma buruk.
sebetulnya kabel itu hanya dikhawatirkan,tapi dibenahi dengan ceroboh/lalai,sehingga justru mencederai orang-----dapat 1 poin karma buruk.
niat untuk membantu teroris dengan tranfer dana-----dapat 1 poin karma buruk.
ada kesalahan/ceroboh ternyata uang ditranfer ke yayasan sosial untuk korban tsunami----tidak dapat karma baik ?
sebuah kecerobohan yang mengakibatkan kerugian mendapat karma buruk.
sebuah kecerobohan yang menghasilkan kebaikan tidak mendapat karma baik.
sepertinya ada kejanggalan,tidak adil ?
jelas tidak adil om, karna yang dicoret itu seharusnya g ada kamma buruk.
memang kamma kayak undian yah pake poin2. :hammer:
Niat Cunda adalah beri Buddha makanan yang terbaik.
Hasilnya sakit perut Buddha kambuh.
Ada karma buruk tertanam di sana?
karena ada tanda tanya di kalimat terakhir,maka pengertiannya adalah ----tidak ada karma buruk.
kalau ini adalah konsep yang ada di ajaran Buddha,tidak perlu di debat lagi.namun dari sudut pandang seorang pemula seperti saya,menjadi agak ragu dan penuh tanda tanya.
alasannya-----
dari sisi manfaat sebagai pelajaran/pendidikan umat, konsep ini ada sisi negatifnya,yaitu umat cenderung tidak belajar untuk meningkatkan ketelitian,kewaspadaan,pengetahuan,wawasan.
masih lebih baik hukum negara(dari sisi pendidikan),kecelakaan yang mengakibatkan adanya korban,walaupun tidak ada unsur sengaja tetap dihukum ,walau lebih ringan dibandingkan dengan yang di sengaja.
maaf ini bukan mau menyangkal,tapi tujuannya untuk menghilangkan rasa ragu.
mohon pencerahannya.
terima kasih.
Mungkin diajarkan di Jalan Mulia Berunsur Delapan, perhatian Benar yang berarti mengembangkan perhatian dan kesadaran, tidak ceroboh atau lalai.
mungkin juga iya. namun tetap ada pertanyaan.
disatu sisi diajarkan tentang ---perhatian Benar yang berarti mengembangkan perhatian dan kesadaran, tidak ceroboh atau lalai.
namun disisi lain diberitahu----akibat sebuah kelalaian tidak membuahkan karma----ini bisa merendahkan semangat untuk melatih diri.
ini ada kaitan dengan konsep tentang amal/berdana,bagi saya masih cukup misterius.
kalau pendapat saya sendiri,nilai karma dari sebuah perbuatan amal adalah---niat+hasil.
tapi dari konsep Buddha yang penting niat,kurang perhatian terhadap hasil amal,apakah sudah tepat sasaran atau tidak,disini umat tidak dituntut untuk meningkatkan pengetahuan,wawasan.
sama2 amalnya ,tapi alangkah baiknya bila yang kita amalkan itu tepat sasaran---itu amal sempurna.
maaf ini hanya pendapat pribadi saya,bisa bantu dikoreksi?
Tapi Bro..., akibatnya kita akan dituntut. Ok, "dituntut" adalah vipaka jelek kita. Disini perlu diperhatikan baik2: "dituntut krn orang tersengat kabel" penyebab (kamma) terdekatnya bukanlah karena kita berniat membantu orang lain tetapi karena kita ceroboh/tidak piawai dalam menyambung kabel. Kecerobohan adalah penyebab terdekat kita mendapatkan buah buruk akibat perbuatan kita.
Jika mau dilanjutkan lagi, apa penyebab sehingga kita ceroboh? Mungkin karena kebiasan2 jelek yg kita pupuk setiap hari: kebiasaan tidak memeriksa ulang hasil pekerjaan, kebiasaan terburu2, kebiasaan menduga2 tanpa memastikan, dstnya... Kesemua kebiasaan jelek ini suatu waktu, jika kondisinya pas, pasti akan menimbulkan hasil yg jelek pula.... Jadi kesemua kebiasaan jelek ini, yg kita pupuk sendiri, ditambah kamma lampau kita dengan si yg tersengat, atau mungkin juga kondisi2 lainnya yg tidak kita ketahui.. kesemuanya ini mengakibatkan kita dituntut. Jadi penyebab kita dituntut krn kecerobohan kita, sangat banyak dan tidak mungkin ditelusuri secara komplit. Yg dapat kita renungkan saat ini hanyalah penyebab terdekat, yakni: kecerobohan kita yg diakibatkan akumulasi perbuatan kita sendiri.
Bagaimana dengan niat baik kita ingin menolong orang (dgn menyambungkan kabel tsb)? Niat baik ini, tentu suatu saat akan berkontribusi menghasilkan vipaka baik juga... tidak tau pasti apa hasilnya... yah mungkin saja tuntutan dibatalkan keluarga si korban, krn dia mempertimbangkan niat baik kita... nggak bisa dipastikan.
::
ikut tanya juga nih :)) Niat untuk membantu korban bencana tranfer dana..nyasar ke teroris, Bagaimana pandangan Karmanya.?pertanyaan bagus,saya juga ingin tahu jawabannya.
Tadi uda dijelaskan:maaf masih kabur.
dari sisi manfaat sebagai pelajaran/pendidikan umat, konsep ini ada sisi negatifnya,yaitu umat cenderung tidak belajar untuk meningkatkan ketelitian,kewaspadaan,pengetahuan,wawasan.Bisa dijelaskan bagaimana relevansi hukum kamma dengan kecenderungan untuk tidak meningkatkan ketelitian, kewaspadaan, pengetahuan, dan wawasan?
masih lebih baik hukum negara(dari sisi pendidikan),kecelakaan yang mengakibatkan adanya korban,walaupun tidak ada unsur sengaja tetap dihukum ,walau lebih ringan dibandingkan dengan yang di sengaja.Bisa disebutkan kecelakaan yang bagaimana? Apakah seperti orang setir mobil lalu karena hujan mobil selip lindas kucing, maka 'seharusnya' kamma terjadi supaya berikutnya setir mobil lebih hati-hati? Atau bagaimana?
ikut tanya juga nih :)) Niat untuk membantu korban bencana tranfer dana..nyasar ke teroris, Bagaimana pandangan Karmanya.?Kalau dari yang selama ini anda lihat di diskusi ini, menurut pendapat anda sendiri bagaimana?
Bisa dijelaskan bagaimana relevansi hukum kamma dengan kecenderungan untuk tidak meningkatkan ketelitian, kewaspadaan, pengetahuan, dan wawasan?sebuah kelalaian/kecerobohan yang mengakibatkan kerugian bagi pihak lain,bila tidak mendapat karma buruk sama sekali(tanpa sangsi),maka hal demikian cenderung akan diabaikan oleh umat,dalam hal melatih diri untuk meningkatkan kewaspaan,ketelitian.
Bisa disebutkan kecelakaan yang bagaimana? Apakah seperti orang setir mobil lalu karena hujan mobil selip lindas kucing, maka 'seharusnya' kamma terjadi supaya berikutnya setir mobil lebih hati-hati? Atau bagaimana?
ikut tanya juga nih :)) Niat untuk membantu korban bencana tranfer dana..nyasar ke teroris, Bagaimana pandangan Karmanya.?ikut nebeng,
sebuah kelalaian/kecerobohan yang mengakibatkan kerugian bagi pihak lain,bila tidak mendapat karma buruk sama sekali(tanpa sangsi),maka hal demikian cenderung akan diabaikan oleh umat,dalam hal melatih diri untuk meningkatkan kewaspaan,ketelitian.Maksudnya tanpa 'sanksi'?
kecelakaan kereta api yang disebabkan oleh kelalaian penjaga palang pintu untuk menutup jalan kendaraan bermotor,-----salah membaca kode jadwal lewat kereta api,kondisi fisik tidak fit dsb.
ikut nebeng,ya sepertinya ini cocok(bagi saya).
kamma dari niat si pelaku, pikiran si penerima, hasil dari yg di lakukan, mungkin ada lagi. lupa..
karena niatnya membantu tranfer dana tpi nyasar ya ada kamma baik dari niat dan uang yg di trnsfer, karena tidak dapat di gunakan oleh korban bencana ya kammanya dari hasilnya tidak ada..
ikut nebeng,Salah satu tolok ukur perbuatan adalah kondisi pikiran sebelum melakukan, sewaktu melakukan, dan setelah melakukan.
kamma dari niat si pelaku, pikiran si penerima, hasil dari yg di lakukan, mungkin ada lagi. lupa..
karena niatnya membantu tranfer dana tpi nyasar ya ada kamma baik dari niat dan uang yg di trnsfer, karena tidak dapat di gunakan oleh korban bencana ya kammanya dari hasilnya tidak ada..
Maksudnya tanpa 'sanksi'?ya betul maksud saya adalah sanksi.
Berarti mengikuti logika anda, kalau seseorang yang mau transfer dana untuk ngebom 5 tempat publik, lalu salah transfer ke Palang Merah Internasional dan dana itu digunakan untuk menyelamatkan 500 orang, orang itu sudah sepantasnya mendapatkan buah kamma baik.
Pertanyaan saya: menurut anda, apakah seharusnya orang itu mengembangkan kewaspadaan dan ketelitian? Apa alasannya?
Sedikit bocoran: hukum kamma adalah keteraturan sebab akibat yang ditimbulkan oleh niat dalam pikiran. Hukum ini sifatnya netral, tidak pandang bulu, dan tidak mengurusi perkembangan batin orang orang lain.
Saya ambil padanan misalnya hukum gravitasi yang menjelaskan tentang keteraturan massa dan gaya tarik. Jika seseorang memahami hukum gravitasi dan berhasil merancang bagaimana membunuh orang dengan menjatuhkan benda bermassa tertentu dari ketinggian tertentu, apakah cocok kalau dikatakan "hukum gravitasi ini tidak adil dan menyebabkan orang menjadi pembunuh"?
ikut nebeng,_/\_ tanpa niat , tapi mengakibatkan makhuk lain terbunuh oleh kita sendiri, apakah menghasilkan karma buruk?
kamma dari niat si pelaku, pikiran si penerima, hasil dari yg di lakukan, mungkin ada lagi. lupa..
karena niatnya membantu tranfer dana tpi nyasar ya ada kamma baik dari niat dan uang yg di trnsfer, karena tidak dapat di gunakan oleh korban bencana ya kammanya dari hasilnya tidak ada..
_/\_ tanpa niat , tapi mengakibatkan makhuk lain terbunuh oleh kita sendiri, apakah menghasilkan karma buruk?tergantung kasusnya..
ya betul maksud saya adalah sanksi.OK. Menurut anda, apakah orang itu seharusnya mengembangkan perhatian dan ketelitian? Sebab dari kasus ini kita lihat kalau orang itu tidak mengembangkan perhatian dan ketelitian, malah menghasilkan kamma baik, sedangkan jika perhatian dan ketelitian terkembang, malah tidak ada kamma baik dan kamma buruknya bertambah.
keteledoran/kecerobohan bukan hanya mengakibatkan kejelekan tapi bisa juga kebaikan,seperti yang anda contohkan uang donatur teroris masuk ke PMI.
menurut saya pelaku mendapat karma buruk karena niat membantu teroris.tapi uang dia telah (ternyata) menyelamatkan ratusan orang,dia pasti mendapat karma baik.
dalam contoh kasus ini si pelaku mendapat karma buruk dan baik,tapi kadarnya(berat ringan)kita tidak tahu.
hukum alam(termasuk gravitasi) tidak punya kehendak,hanya sebagai alat saja,sama dengan pisau dapur yang berguna tapi juga bisa dipakai membunuh,air yang berguna tapi juga bisa membunuh .----ini sangat adil.bukan sebagai penyebab orang menjadi pembunuh.Betul, demikian pula hukum kamma mengatur perbuatan dan buah dari perbuatan, bukan sebagai penyebab orang menjadi lebih baik atau tidak. Bagaimana orang bersikap adalah tergantung pandangannya masing-masing. Orang tidak percaya hukum kamma pun bisa memutuskan untuk jadi orang yang baik kok.
Perhatikan ini:
Berarti jika kita melakukan sesuatu secara sadar, dan keburukan terjadi, maka ada karma terjadi walaupun tanpa niat buruk.
Lucunya dilanjutkan begini:
Di sini orang melakukan sesuatu secara sadar (berjalan), dan keburukan terjadi (semut mati), tapi tidak ada karma.
Kontradiktif dengan pernyataannya sendiri di atas:
Kemudian membelut ke kasus guru menabrak murid.
Tidak ada niat menabrak, namun murid tertabrak. Berarti ada karma buruk.
Lalu membelut ke kebijaksanaan.
Iya, jadi 'tidak sengaja' ini kontras dengan 'lalai'.
Kalau masak mie instant malam-malam dan tidak sengaja ketiduran sehingga rumah kebakaran, ini tidak ada karma.
Kalau masak mie instant malam-malam dan lalai ketiduran sehingga rumah kebakaran, ini menghasilkan karma.
^:)^
kk gmn bs tau niat guru n tukang kabel itu baik/buruk? Guru n tukang kabel tsb kan bukan sengaja, brarti tidak sengaja donk? Kl yg contoh menginjak nyamuk napa bukan termasuk ceroboh krn ga berjalan hati"?
Disini perlu diperhatikan baik2: "dituntut krn orang tersengat kabel" penyebab (kamma) terdekatnya bukanlah karena kita berniat membantu orang lain tetapi karena kita ceroboh/tidak piawai dalam menyambung kabel. Kecerobohan adalah penyebab terdekat kita mendapatkan buah buruk akibat perbuatan kita.
OK. Menurut anda, apakah orang itu seharusnya mengembangkan perhatian dan ketelitian? Sebab dari kasus ini kita lihat kalau orang itu tidak mengembangkan perhatian dan ketelitian, malah menghasilkan kamma baik, sedangkan jika perhatian dan ketelitian terkembang, malah tidak ada kamma baik dan kamma buruknya bertambah.
Betul, demikian pula hukum kamma mengatur perbuatan dan buah dari perbuatan, bukan sebagai penyebab orang menjadi lebih baik atau tidak. Bagaimana orang bersikap adalah tergantung pandangannya masing-masing. Orang tidak percaya hukum kamma pun bisa memutuskan untuk jadi orang yang baik kok.
niat awal aja sudah tidak benar yaitu makan/minum yang dapat melemahkan kesadaran.terima kasih atas jawabannya..
makanya disarankan menghindari minuman atau makanan yang dapat melemahkan kesadaran.
Kalau boleh bertanya balik, benarkah orang mabuk tidak memiliki niat? Setahu saya orang mabuk masih memiliki tendensi walau tidak fokus.sebenarnya bukan mabuk yg ingin saya tanyakan,
Semoga berbahagia. Salam. _/\_
Anda tidak bisa membedakan antara teledor dan niat baik/jahat?Saya simpulkan dalam pandangan anda, perbuatan yg dilakukan tanpa sengaja tidak menghasilkan kamma sama sekali, bukan begitu ?
Teledor itu kelalaian, berhubungan dengan ketidakbijaksanaan. Dalam teledor tidak ada niat baik ataupun jahat.
hehehe kata poin hanya untuk menunjukkan perolehan sesuatu.saya rasa jawabannya udah diuraikan sangat jelas oleh om kainyn. :)
berarti hasil akhir sebuah kebaikan maupun keburukan,yang tanpa disengaja/tanpa niat ,tidak mendapat karma apapun.seperti itukah?
trim pencerahannya.rekan Hemayanty.
kok masih panjang yah bukan soal ini pernah di bahas di tempat lain bahkan ada contoh sutta cerita tentang pemburu yang pergi berburu dan setiap pagi sang istri yang sudah mencapai tingkat kesucian menyiapkan peralatan berburu sang suami dan sang Buddha sudah menerang kan dengan jelas sang istri tersebut tidak mendapat karma buruk karena melakukan tugas nya sebagai seorang istri pemburu.Menarik :)). Berarit Om Rico aman. ;D
Menarik :)). Berarit Om Rico aman. ;D
Istri pemburu itu sudah mencapai kesucian (perbuatan sudah tidak dilandasi kehendak/niat, hanya kiriya). _/\_hanya arahat yang perbuatannya tidak dilandasi cetana lagi, sotapanna masih....
Memang menakjubkan melihat sepak terjang orang yang merasa diri tahu segalanya dan mengoreksi sana-sini, ternyata kosong melompong.
Menarik :)). Berarit Om Rico aman. ;D
Istri pemburu itu sudah mencapai kesucian (perbuatan sudah tidak dilandasi kehendak/niat, hanya kiriya). _/\_
Belut lagi, belut lagi.
Awalnya bilang pencapaian kesucian tidak pakai cetana, sekarang membelut "ariya beda dengan umat awam".
Udah salah yah bilang aja salah, susah amat sih?
Rekan Kainyn yang baik, silakan kutip saja tulisan tersebut bila ada. Saya tunggu. :)Oh sorry, maksudnya yang sudah mencapai kesucian.
Salam bahagia untuk Anda. Selamat berakhir pekan. _/\_
Istri pemburu itu sudah mencapai kesucian (perbuatan sudah tidak dilandasi kehendak/niat, hanya kiriya). _/\_
Dengan LDM, orang selalu mencerca dan merendahkan, bukan melihat sisi positif dari sebuah komentar (tulisan).
Tulisan saya di atas dibuat hanya semata mengingatkan bahwa orang dalam cerita sudah mencapai kesucian, tidak sama dengan umat awam. Tentang asumsi bahwa dia sudah arahat, hanya didasarkan pada teori Buddhisme sendiri (dari 4 jenis kesucian, hanya arahat yang terbebas dari penciptaan karma baru, karena tindakan sudah tidak dilandasi cetana/kehendak).
Hal kecil begini dipermasalahkan, padahal klarifikasi dari rekan Will sudah cukup untuk menambahkan (memperjelas).
Diskusi dharma seharusnya bersifat mencerahkan, bukan mencari kesalahan kecil orang lain dan dijadikan bahan debat.
Salam. Semoga berbahagia. _/\_
Oh sorry, maksudnya yang sudah mencapai kesucian.
Memang menakjubkan melihat sepak terjang orang yang merasa diri tahu segalanya dan mengoreksi sana-sini, ternyata kosong melompong.
Anda sedang bicara tentang diri Anda?
_/\_
Yang sudah mencapai kesucian, lalu saya beri tanda kurung perbuatan sudah tidak dilandasi niat atau kehendak 'kan?Masa' sih anda demikian dungu sehingga orang sudah mengaku salah tulis disebut membelut?
Saya asumsikan demikian karena hanya arahat yang tidak menghasilkan karma lagi, karena dalam cerita itu disebutkan dia tidak menghasilkan karma buruk (menurut Sang Buddha).
Apa ini usaha membelut juga (dalam istilah Anda)?
Sudahlah, yang penting Anda senang, bagi saya itu sudah cukup.
Salam bahagia. _/\_
Menarik :)). Berarit Om Rico aman. ;D
Masa' sih anda demikian dungu sehingga orang sudah mengaku salah tulis disebut membelut?
Benar-benar tak tertolong.
Tentang, istri si pemburu, tadinya bro Sunya mengira ia sudah Arahat ya? Bukan sotapanna?
Tentang asumsi bahwa dia sudah arahat, hanya didasarkan pada teori Buddhisme sendiri (dari 4 jenis kesucian, hanya arahat yang terbebas dari penciptaan karma baru, karena tindakan sudah tidak dilandasi cetana/kehendak).
Saya asumsikan demikian karena hanya arahat yang tidak menghasilkan karma lagi, karena dalam cerita itu disebutkan dia tidak menghasilkan karma buruk (menurut Sang Buddha).
:backtotopic:hei jangan keburu ditutup,problem saya belum terpecahkan.
jadi setelah ngolor ngidul sampai 6 halaman, kisah saya terlupakan kayaknya :'( :'( :'( :'(
jadinya saya ambil kesimpulan sendiri saja.
makasih sudah hadir di thread saya dan makasih atas masukan2nya
tinggal saya sendiri yang harus bijak menyaringnya.
case closed
_/\_
hei jangan keburu ditutup,problem saya belum terpecahkan.
mungkin cara saya menulis kurang tepat atau salah,sehingga menjadi polemik berkepanjangan.
saya coba meluruskan dari awal-----
problem saya----
Masalah intinya adalah,saya mendengar dan membaca dari sumber ajaran Buddha,bahwa perbuatan yang tanpa didasari oleh niat dari pelaku,misalnya---lalai,ceroboh,tidak sengaja,nyasar dan istilah lainnya,semua tidak mendapat karma(baik maupun buruk)---inilah poinnya.
Jadi melalui forum ini/thread ini saya mencari kebenaran tentang konsep tersebut diatas, saya tidak ingin berdebat,karena saya tidak memiliki modal untuk berdebat.
Jadai kalau ya katakan ya,kalau tidak(maksudnya konsep diatas salah) katakan tidak.dan yang benar seperti apa?
Kalau saya ditanya,memangnya kalau konsep diatas BENAR, kenapa ?
Jawab saya adalah-----saya tidak ingin menyalahkan yang sudah dianggap benar.
Tapi hal itu menjadi hambatan bagi saya untuk menjadi mantap di ajaran Buddha.
Saya lebih memilih paham saya semula,yaitu semua tindakan baik ada niat atau tanpa niat pasti memiliki resiko(bisa baik bisa buruk).
Kadar resiko menjadi lebih besar bila tindakan itu disertai niat.
Karena konsep demikian lebih bermanfaat bagi umat,misalnya saat saya mendidik anak,tujuannya adalah memberi pelajaran agar lebih hati2 atau waspada dalam melakukan sesuatu.
Saya lebih cocok seperti hukum di dunia nyata,misalnya pemain sepak bola yang men-takling lawan, bila taklingnya salah,maka wasit akan menilai----di sengaja langsung kartu merah,tidak disengaja kartu kuning,----pemberian kartu kuning untuk mendidik pemain tersebut agar lebih ber-hati2.
Demikian penjelasan saya,semoga saya bisa mendapatkan info yang benar tentang hal ini.
salam
Saya lebih memilih paham saya semula,yaitu semua tindakan baik ada niat atau tanpa niat pasti memiliki resiko(bisa baik bisa buruk).
Kecerobohan berhubungan dengan ketidakarifan (belum cukup belajar), dan sedangkan niat berhubungan dengan maksud (tendensi) baik ataupun buruk.
Disini perlu diperhatikan baik2: "dituntut krn orang tersengat kabel" penyebab (kamma) terdekatnya bukanlah karena kita berniat membantu orang lain tetapi karena kita ceroboh/tidak piawai dalam menyambung kabel. Kecerobohan adalah penyebab terdekat kita mendapatkan buah buruk akibat perbuatan kita.
begini om hadi, sejauh yang saya pahami segala perbuatan melalui pikiran, ucapan dan badan jasmani yang di dahului kehendak itulah perbuatan yang menimbulkan karma (baik dan buruk).dari awal mengikuti thread ini,saya juga punya pikiran sama dengan anda,yaitu ingin mengetahui ----apakah yang anda lakukan itu membuahkan karma buruk?
untuk hal2 mengenai sengaja atau tidak sengaja, lalai, ceroboh atau tepat dilaksanakan, dll itulah yang didiskusikan teman2 dalam thread ini.
cuman saya lihat sepertinya bakal jadi diskusi yang panjang dan melelahkan, jika hasil akhirnya menjadi kesimpulan bermanfaat itu akan sangat baik. namun jika jadi ajang debat rasanya saya sebagai TS sebaiknya meminta teman2 untuk mengakhirinya saja.
tujuan saya buka thread ini hanya bermaksud bertanya apakah dapat ditentukan siapa yang paling bertanggung jawab atas pembunuhan hama tanaman seperti contoh kasus (real) yang saya berikan. dan apakah dapat di sebut yang satu menaman karma lebih berat dan yang lainnya menanam karma relatif ringan, mengingat masing memiliki perannya sendiri sesuai pekerjaannya.
itu saja.
semua tindakan baik/jahat tentu menimbulkan resiko (baik dan buruk), apa sengaja/tidak dengan kehendak atau tanpa kehendak, resiko itu pasti ada. atau lebih tepat kita sebut konsekwensi perbuatan.
contoh, pegang besi panas, tentu tangan akan melepuh, lepas dari apa orang yang melakukan hal tersebut sengaja atau tidak, menyadari atau tidak bahwa itu adalah besi panas, memiliki pengetahuan/tidak bahwa itu besi panas, dll namun yang menjadi pertanyaannya apakah tangan melepuhnya adalah hasil (vipaka) dari perbuatannya memegang besi panas? atau itu adalah hasil buah kamma lain di masa sebelumnya (jika ternyata dia memegang besi panas tersebut tanpa sengaja/tanpa niat) ?
menurut yang saya pahami, seseorang tidaklah seharusnya menghabiskan waktu dan tenaga menebak2 apa kondisi ini adalah hasil atau akibat dari karma ini? itu? karena hal tersebut hanya berakhir dengan tebakan saja, tidak ada yang tau mana yang benar-benar tepat (kecuali seorang sammasambuddha)
yang pasti, ketika hasilnya/buah karmanya menyenangkan tentu adalah berasal dari karma baik. jika hasilnya/buah karmanya tidak menyenangkan tentu adalah berasal dari karma jahat.
demikian yang saya pahami.
:backtotopic:Kalo masih blom closed, saya mau berpendapat sedikit.
jadi setelah ngolor ngidul sampai 6 halaman, kisah saya terlupakan kayaknya :'( :'( :'( :'(
jadinya saya ambil kesimpulan sendiri saja.
makasih sudah hadir di thread saya dan makasih atas masukan2nya
tinggal saya sendiri yang harus bijak menyaringnya.
case closed
_/\_
dari awal mengikuti thread ini,saya juga punya pikiran sama dengan anda,yaitu ingin mengetahui ----apakah yang anda lakukan itu membuahkan karma buruk?
setelah panjang lebar berapa halaman,dari penjelasan para senior,saya mengambil kesimpulan,bahwa menurut ajaran Buddha anda terbebas dari karma buruk,seperti tulisan rekan Hemayanti bahwa anda bebas.
dari situ saya tersentak,apakah ini sudah BENAR MENURUT VERSI AJARAN BUDDHA?-----sesuatu tindakan yang tidak didasari oleh niat tidak mendapat karma atau tidak membuahkan karma.
itu inti masalahnya.
jadi saya tunggu hasil akhir dari diskusi ini,apa finalnya?
saya sangat membutuhkan hasil akhirnya,karena berkaitan dengan kemantapan keyakinan saya dan untuk mengarahkan anak2 saya dalam menjalani kehidupan ini,.
tentang resiko dari sebuah tindakan----
resiko bisa diganti dengan kata konsekuensi,kalau yang anda contohkan memegang besi panas,dan contoh saya tentang pemain bola yang kena kartu kuning/merah, semua itu adalah konsekuensi dalam pandangan umum atau hukum nyata atau akibat yang direk/langsung.,
namun yang perlu lebih dijelaskan adalah konsekuesni yang tidak nyata ,maksudnya dari sisi karma,karena berbuahnya sebuah karma belum tentu langsung,bisa dikemudian hari bahkan bisa berbuah di kehidupan yang akan datang,lebih dalam lagi---karma yang berbuah bisa dalam bentuk apapun,misalnya membunuh tidak berarti suatu saat akan terbunuh.
Kalo masih blom closed, saya mau berpendapat sedikit.
ya memang ada baiknya om kita pelajari dulu hal2 yang memang membuat kita ragu, tidak gesa2 mengambil kesimpulan. namun di thread ini kira2 saya memiliki sedikit pengertian berdasarkan masukan2 dari rekan2 senior.Dalam sebuah pertandingan sepak bola.
namun saya bukan tipe orang yang akan terikat pada satu titik permasalahan dan mengabaikan permasalahan lainnya, maksud saya dalam thread ini jikapun saya tidak mempunyai jawaban yang memuaskan hal ini tidak mengganggu jalan hidup saya. masih banyak hal lain lagi yang bisa saya pelajari dan lakukan.
intinya apakah saya memiliki porsi karma atau tidak pada contoh kasus real yang saya tanyakan pada awal thread, saya cukup menyadarinya sebagai bagian dari dukkha dalam kehidupan ini. ya inilah konsekuensi dari kehidupan.
silahkan bang :))OK d. ;D
Dalam sebuah pertandingan sepak bola.
2 pemain dari masing2 kesebelasan,berlari kencang dari arah yang berlawanan,menuju satu titik tepat jatuhnya bola dari atas.
Benturan keras terjadi,pemain A jatuh pingsan,dan akhirnya meninggal dunia .
Pemain B ternyata selamat dari benturan itu.
Wasit tidak memberi kartu kuning atau merah,karena dianggap sebagai benturan yang tanpa disengaja,dan tidak ada yang bisa disalahkan.
Suatu saat pemain B di tanya oleh wartawan: bagaimana perasaan anda setelah mendengar berita kematian si A.
apa jawaban si B ? ------di bawah ini ada beberapa kemungkinan jawaban, coba di simak lebih bijak jawaban yang mana?
1,itu merupakan sebuah resiko pemain sepak bola,soal kematiannya mungkin sudah takdirnya.
2,tidak ada perasaan apa2,karena saya tidak punya niat sedikitpun untuk melukai dia .karena saya tidak punya niat jahat maka saya lepas tanggung jawab,dan tidak merasa ada beban sama sekali.itu keyakinan saya.----niat saya cuma menjemput dan menyundul bola.
3,saya sangat menyesal sekali dengan kejadian itu,walaupun sebetulnya saya tidak punya niat untuk sebuah benturan keras,tapi seandainya saya bisa lebih waspada,pada saat lari kencang menuju titik jatuhnya bola,dan saya lebih teliti menguasai medan,mungkin benturan itu bisa dihindari,karena benturan itu sangat keras sekali..dan sangat berbahaya. Ini pelajaran buat saya.
Rekan Rico ditanya oleh temannya:
hai Rico,bagaimana perasaan mu tentang pembunuhan hama yang dilakukan oleh perusahaanmu,kan kamu juga ikut memberi order pembelian obat pembasmi hama?
Saya siapkan beberapa jawaban buat Rico,coba simak jawban mana yang lebih bijak?
1,tidak ada perasaan apa apa,saya cuma melaksanakan tugas saya sebagai karyawan,dan pekerjaan itu tidak melawan hukum.
2,tidak masalah,tidak ada beban sama sekali,karena dari keyakinanku sebuah tindakan baru ada karma kalau disertai niat tidak baik,dalam hal ini niat membunuh hama, saya tidak punya niat dan saya tidak berhadapan langsung dengan hama2 itu.
3,saya prihatin dan ada rasa ikut bersalah,kenapa pembunuhan hama ini perlu terjadi dan berulang ulang terus,dan saya terlibat didalamnya, dan sedihnya saya tidak mampu menghentikan pembantaian ini.dengan rasa bersalah ini saya termotivasi untuk mengganti dengan lebih banyak berbuat kebaikan,.dan semoga suatu saat kemajuan teknology bisa menyelesaikan konflik bathin ini,bukan untuk kejadian saya (perusahaan ini) tapi lebih luas lagi, mungkin hama tidak perlu lagi dibunuh.
OK d. ;D
IMO, kamma buruk bukan tidak ada, tapi tentu mesti dilihat dalam hal apa, dan bagaimana intesitasnya, sebab 2 orang yang sama-sama membunuh dengan tangannya sendiri, kamma yang dihasilkan bisa sangat berbeda.
Balik ke standard dasar pembunuhan:
-mengetahui makhluk
-niat membunuh
-melakukan usaha pembunuhan
-makhluk terbunuh
Kalau dilihat dari sini, sudah jelas bagian Bang Rico ga lengkap untuk memenuhi kriteria. Apakah perbuatan minta ACC racun tikus adalah perbuatan yang menyebabkan tikus mati? Begitu minta ACC (terlepas disetujui atau tidak), langsung tikus2 mati? Saya pikir tidak yah. Ditambah lagi faktor niat, apakah memang dalam pikiran meniatkan pembunuhan? Ini cuma bisa dijawab diri sendiri.
Jadi dilihat dari sini, tidak ada pembunuhan dilakukan oleh Bang Rico.
Tapi mengetahui ada niatan pembunuhan, ikut andil dalam usaha pembunuhan, walaupun tidak secara langsung membunuh, ada kamma buruknya. Makin kecil andil, makin kecil pula kekuatan niat, sehingga kekuatan kamma yang tertanam juga berpengaruh. Dan yang terakhir adalah faktor keterpaksaan, ini yang mengecilkan nilai kamma (apakah baik ataupun buruk). Namanya orang terpaksa itu ga punya niat melakukan, tapi akhirnya terdorong melakukan karena faktor luar, jadi semakin terpaksa, semakin kecil kammanya; semakin rela/bersenang hati, semakin besar kammanya.
Jadi dirangkum:
-kamma membunuh tidak ada
-kamma mendukung perbuatan buruk bisa jadi ada, tapi karena keterpaksaan nilainya jadi kecil, didukung dengan keterlibatan yang tidak langsung yang makin melemahkan.
Tidak perlu menyesal dan khawatir, kadang memang orang terkondisi demikian. Diusahakan dan ditekadkan saja agar di masa depan bisa lepas sama sekali dari hal tersebut. Selama ada usaha & tekad, pasti akan berbuah (walaupun entah kapan).
Di samping itu, jangan lupa banyak berbuat baik. Kalau untuk yang ini, baiknya berlandaskan pandangan benar, terlibat langsung, bijaksana (kena sasaran), dan bahagia dalam melakukan (ga terpaksa), kebalikan dari yang tadi.
4. jika kita lihat kabel rusak, kita berusaha perbaiki dengan harapan orang tidak kesetrum, namun ternyata gagal dan tetap menyetrum orang, maka tetap yang ditanam adalah kamma baik untuk menolong sesama
dst...
Jadi kamma baik atau buruk dilihat dari niat, bukan dari hasil perbuatan. Sama juga orang mo transfer duit ke teroris untuk bikin bom, namun karena lalai/teledor/tidak sengaja, ternyata salah nomor rekening, transfer ke Palang Merah Internasional, maka tetap yang ditanam adalah kamma buruk.
Untunglah... ada perbaikan dari pernyataan sebelumnya:Anda sedang mengigau? Pernyataan saya yang duluan sama sekali tidak bertentangan dengan yang belakangan.
Semoga berbahagia. _/\_
kalau dalam kisah Tambadathika, sebenarnya dia juga menanam kamma buruk loh... ;DIya, betul, memang bukan berarti lepas dari kamma buruk sama sekali. Tapi yang mengecilkan nilainya di sini adalah karena ia mengerjakan atas dasar perintah dan keterpaksaan (karena tidak punya pekerjaan lain).
tapi keterlibatannya dalam membunuh itu kan langsung, yaitu memenggal kepala kriminal, kalau dalam kasus om rico agak berbeda karena tidak langsung menyemprotkan pembasmi hamanya... ;D
Anda sedang mengigau? Pernyataan saya yang duluan sama sekali tidak bertentangan dengan yang belakangan.
Kalau niat meracuni tikus tapi ternyata salah beli racun dan para tikus sehat-sehat saja, tetap saja yang ditanam kamma buruk.
Rekan Kainyn, Anda tidak bisa berbicara tanpa menyerang personal ya?Saya hanya tanya mengigau kok anda yang "sudah tidak punya emosi" sensitif sekali merasa diserang?
Belajarlah berkomunikasi dengan baik. Dalam diskusi jika sebuah pendapat salah atau keliru, cukup berikan klarifikasi atau bantahan. Dengan mengeluarkan argumen di luar substansi malah menunjukkan ketidaksopanan kita dalam berdiskusi.
Itu cuma sekedar saran, dan mungkin juga tidak diterima lagi seperti biasanya. Biarlah begitu. _/\_
Tentang pendapat Anda, berdasarkan teori karma, tentunya yang bersangkutan belum melakukannya (ingat 4 syarat karma berbuah: ada obyek/makhluk, ada niat baik/buruk, ada usaha/perbuatan, dan ada hasil dari perbuatan). Kalau baru berkehendak meracuni, membeli racun, melakukan upaya pembasmian, dan tikus sehat-sehat saja, tentunya belum termasuk karma yang lengkap. Kalau karma pikiran, itu beda lagi konteks pembahasannya (karma pikiran, tanpa melakukan upaya beli racun pun, sudah menghasilkan vipaka/akibat).Hehehe
Termasuk pada kasus kabel dan transfer dana teroris yang masuk ke PMI, sebenarnya mereka hanya melakukan karma pikiran. Karma pikiran tidak terkait (berkorelasi) secara langsung dengan perbuatan. Ini bisa dicek/dipelajari lewat guru abidhamma, saya tidak kompeten untuk menjelaskan.
Sekian. Semoga dipahami.
Salam. _/\_
Niat pasti menghasilkan karma (entah itu pikiran, ucapan/tulisan, maupun perbuatan).
Yang saya sama sekali tidak sependapat: Niat baik menghasilkan karma baik.
Saya hanya tanya mengigau kok anda yang "sudah tidak punya emosi" sensitif sekali merasa diserang?
:))
Hehehe
Saya mah dari awal memang bilang niat itu adalah kamma.
NIAT benerin kabel (=baik), walaupun hasilnya ada orang mati, tetap kamma baik yang ditanam.
NIAT transfer dana ke teroris (=buruk), walaupun hasilnya malah PMI yang dapat, tetap kamma buruk yang ditanam.
Yang bilang niat tidak sama dengan kamma yah cuma anda sendiri di sini.
Saya tanya, jika logika Anda seperti itu: Jadi orang tidak punya emosi (misalnya Buddha atau Arahat), boleh diserang?Justru saya sangat paham, makanya saya tidak minat bertanya.
Pikiran, ucapan maupun tulisan yang menyerang pribadi adalah tidak sopan dan tidak beretika, terlepas dari yang diserang itu tersinggung atau tidak. Masa hal demikian Anda tidak paham? Sopan santun, cuma itu kata kuncinya.
Bila ada yang menegur Anda karena berbicara terlalu keras saat rapat, bukan berarti telinga orang itu sensitif atau merasa diserang. Pahami norma dan etika, itu saja.
Wah, saya menulis sudah cukup jelas, ada dua klausul:
1. Niat pasti menghasilkan karma (entah itu pikiran, ucapan/tulisan, maupun perbuatan).
2. Yang saya sama sekali tidak sependapat: Niat baik menghasilkan karma baik.
Masa belum dipahami? Mohon kejelasannya dimana belum dipahami.
Terima kasih. _/\_
Betul, dari sekian postingan saya sudah mendiferensiasikan perbedaan antara kecerobohan dan niat, tapi tampaknya sulit dibedakan.
Kecerobohan berhubungan dengan ketidakarifan (belum cukup belajar), dan sedangkan niat berhubungan dengan maksud (tendensi) baik ataupun buruk.
Tentang kecenderungan membuat asumsi koneksi sebuah perbuatan dengan hasilnya, biarlah yang menulis yang menyadarinya. Tulisan saya netral, tapi disimpulkan sesuai keinginannya. Baiknya, semua terekam jelas di hal. 1:
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,23701.msg431796.html#msg431796
Dia sendiri yang menyimpulkan membungkus kabel = baik, lalu mencampuradukkan antara kelalaian dan niat baik/buruk. Ketika merasa ada kerancuan (yang berasal dari asumsi sendiri), makhluk lain yang disalahkan (disebut sebagai binatang/hewan).
Biarlah semua demikian. Memang demikian adanya.
Salam. :)
_/\_
Tapi niat baik belum tentu kamma baik.
NIAT benerin kabel (=baik), walaupun hasilnya ada orang mati, tetap kamma baik yang ditanam.
NIAT transfer dana ke teroris (=buruk), walaupun hasilnya malah PMI yang dapat, tetap kamma buruk yang ditanam.
Maaf kk aku ms ga ngerti, jd niat baik tp kl ceroboh maka dpt karma buruk aja y, ga ad karma baiknya?
Wah, saya menulis sudah cukup jelas, ada dua klausul:
1. Niat pasti menghasilkan karma (entah itu pikiran, ucapan/tulisan, maupun perbuatan).
2. Yang saya sama sekali tidak sependapat: Niat baik menghasilkan karma baik.
Masa belum dipahami? Mohon kejelasannya dimana belum dipahami.
Ini masalah sosiologi anak.
Banyak orang tua mengira, mendidik anak dengan niat baik saja sudah cukup. Anak melakukan kesalahan kerap dibentak, dimarahi atau disakitii (secara mental walaupun fisik).
Orang tua mengira, cara dan metode tidaklah penting, yang penting niat saya baik: Mendidik anak.
Apakah hal di atas benar?
:)
Tak jarang, bila saja mau jujur, terkadang di antara kita ada yang berpendapat orang tua kita kurang bijaksana, salah di sisi ini dan keliru disana, serta yang lainnya.
Tidak jarang juga, karena salah didik atau metodenya yang keliru, anak jadi terjebak dalam pergaulan salah dan tidak mendengar apa kata orang tuanya.
Ini yang sering kita hadapi. Benar? :)
Karena itu, bila cara dan kecakapan dalam melakukan sesuatu tidak penting, yang penting niat, maka lihatlah banyak hasil yang tidak optimal yang bisa kita amati.
Niat baik, ditambah pengetahuan (kebijaksanaan) dalam melakukan, adalah yang terbaik.
Dijamin hasilnya jauh lebih baik dari sekedar berniat baik.
Salam. _/\_
:backtotopic:
Teringat suatu ketika, seorang bhante pernah ditanya, "Bagaimana dengan Robin Hood, apakah perbuatannya benar ditinjau dari ajaran Buddha?"
Bhante itu menjawab, "Niatnya baik tapi caranya tidak benar. Menolong orang miskin itu adalah niat/pikiran yang baik. Direalisasikan dengan cara mencuri, ini yang tidak benar."
Saya kurang lebih sependapat dengan jawaban bhante tersebut.
Bhante tersebut bukan saya lho.
_/\_
Bab I-YAMAKA VAGGA (Syair Berpasangan)Apakah Cakkhupala Thera menanam kamma buruk karena kelalaiannya?
Syair 1 (I:1. Kisah Cakkhupala Thera )
Suatu hari, Cakkhupala Thera berkunjung ke Vihara Jetavana untuk melakukan penghormatan kepada Sang Buddha. Malamnya, saat melakukan meditasi jalan kaki, sang thera tanpa sengaja menginjak banyak serangga sehingga mati. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali serombongan bhikkhu yang mendengar kedatangan sang thera bermaksud mengunjunginya. Di tengah jalan, di dekat tempat sang thera menginap mereka melihat banyak serangga yang mati.
"Iiih, mengapa banyak serangga yang mati di sini ?" seru seorang bhikkhu. "Aah, jangan jangan ...," celetuk yang lain. "Jangan-jangan apa?" sergah beberapa bhikkhu. "Jangan-jangan ini perbuatan sang thera!" jawabnya. "Kok bisa begitu?" tanya yang lain lagi. "Begini, sebelum sang thera berdiam di sini, tak ada kejadian seperti ini. Mungkin sang thera terganggu oleh serangga-serangga itu. Karena jengkelnya ia membunuhinya."
"Itu berarti ia melanggar vinaya, maka perlu kita laporkan kepada Sang Buddha!" seru beberapa bhikkhu. "Benar, mari kita laporkan kepada Sang Buddha, bahwa Cakkhupala Thera telah melanggar vinaya," timpal sebagian besar dari bhikkhu tersebut.
Alih-alih dari mengunjungi sang thera, para bhikkhu itu berubah haluan, berbondong-bondong menghadap Sang Buddha untuk melaporkan temuan mereka, bahwa ‘Cakkhupala Thera telah melanggar vinaya !’
Mendengar laporan para bhikkhu, Sang Buddha bertanya, "Para bhante, apakah kalian telah melihat sendiri pembunuhan itu ?"
"Tidak Bhante," jawab mereka serempak.
Sang Buddha kemudian menjawab, "Kalian tidak melihatnya, demikian pula Cakkhupala Thera juga tidak melihat serangga-serangga itu, karena matanya buta. Selain itu Cakkhupala Thera telah mencapai kesucian arahat. Ia telah tidak mempunyai kehendak untuk membunuh."
Apakah Cakkhupala Thera menanam kamma buruk karena kelalaiannya?
Apakah Cakkhupala Thera menanam kamma buruk karena kelalaiannya?
[...]om rico, bagaimana caranya seseorang memegang besi panas secara tidak sengaja?
contoh, pegang besi panas, tentu tangan akan melepuh, lepas dari apa orang yang melakukan hal tersebut sengaja atau tidak, menyadari atau tidak bahwa itu adalah besi panas, memiliki pengetahuan/tidak bahwa itu besi panas, dll namun yang menjadi pertanyaannya apakah tangan melepuhnya adalah hasil (vipaka) dari perbuatannya memegang besi panas? atau itu adalah hasil buah kamma lain di masa sebelumnya (jika ternyata dia memegang besi panas tersebut tanpa sengaja/tanpa niat) ?
[...]
dari awal mengikuti thread ini,saya juga punya pikiran sama dengan anda,yaitu ingin mengetahui ----apakah yang anda lakukan itu membuahkan karma buruk?mungkin saya lupa, bisa tolong diingatkan om hadi, kapan saya menuliskan begitu?
setelah panjang lebar berapa halaman,dari penjelasan para senior,saya mengambil kesimpulan,bahwa menurut ajaran Buddha anda terbebas dari karma buruk,seperti tulisan rekan Hemayanti bahwa anda bebas.
dari situ saya tersentak,apakah ini sudah BENAR MENURUT VERSI AJARAN BUDDHA?-----sesuatu tindakan yang tidak didasari oleh niat tidak mendapat karma atau tidak membuahkan karma.
itu inti masalahnya.
jadi saya tunggu hasil akhir dari diskusi ini,apa finalnya?
saya sangat membutuhkan hasil akhirnya,karena berkaitan dengan kemantapan keyakinan saya dan untuk mengarahkan anak2 saya dalam menjalani kehidupan ini,.
tentang resiko dari sebuah tindakan----nah itulah acinteyya.
resiko bisa diganti dengan kata konsekuensi,kalau yang anda contohkan memegang besi panas,dan contoh saya tentang pemain bola yang kena kartu kuning/merah, semua itu adalah konsekuensi dalam pandangan umum atau hukum nyata atau akibat yang direk/langsung.,
namun yang perlu lebih dijelaskan adalah konsekuesni yang tidak nyata ,maksudnya dari sisi karma,karena berbuahnya sebuah karma belum tentu langsung,bisa dikemudian hari bahkan bisa berbuah di kehidupan yang akan datang,lebih dalam lagi---karma yang berbuah bisa dalam bentuk apapun,misalnya membunuh tidak berarti suatu saat akan terbunuh.
bagaimana kalau pada suatu ketika kita melihat suatu kejadian tindak kekerasan seseorang terhadap orang lain,untuk ke 4 kalinya :
ketika melihat kejadian itu,
kita hanya diam dan melihat saja,
tidak terlintas niat menolong,
juga tidak terlintas niat untuk tidakmenolong,
pertanyaannya,
apakah sikap diam tersebut dapat menimbulkan karma?
hahaha.....
Sebetulnya menurut saya kamma itu adalah konsep yang hanya perlu diterima sebagai konsep. Yang paling keliru dan sangat banyak terjadi adalah justru upaya-upaya untuk menspekulasikan kamma, seperti bro Willi bilang mencoba menghubungkan "ini" adalah hasil "ini".
Kamma adalah niat. Keputusan untuk tidak peduli adalah niat. Lari dari tanggung jawab adalah niat. Namun sesuatu yang tidak diketahui, yang tidak disengaja, bukanlah niat.
Jadi dalam kasus kabel:
1. jika kita lihat kabel di tempat umum yang kita tahu bisa nyetrum, kita cuek aja dan ada orang kesetrum, kita tidak menanam kamma menyetrum orang, tapi kita menanam kamma ketidak-pedulian.
2. jika kita lihat kabel di tempat umum yang kita tahu bisa nyetrum, kita biarkan dan berharap ada orang kesetrum, maka kita menanam kamma bersenang atas penderitaan orang.
3. jika kita adalah tukang kabel yang tahu ada kabel ga bener, kita cuek aja tapi tanpa niat agar orang lain kesetrum, maka kita menanam kamma ketidak-pedulian dan lari dari tanggung jawab
4. jika kita lihat kabel rusak, kita berusaha perbaiki dengan harapan orang tidak kesetrum, namun ternyata gagal dan tetap menyetrum orang, maka tetap yang ditanam adalah kamma baik untuk menolong sesama
dst...
Jadi kamma baik atau buruk dilihat dari niat, bukan dari hasil perbuatan. Sama juga orang mo transfer duit ke teroris untuk bikin bom, namun karena lalai/teledor/tidak sengaja, ternyata salah nomor rekening, transfer ke Palang Merah Internasional, maka tetap yang ditanam adalah kamma buruk.
Cerita ini yang saya kutip di awal-awal, tapi tidak detil. ;Drule 2 dan 3 sama saja:
Kalau menurut saya, kasus di atas bukan karena lalai, karena:
1. Beliau tidak bisa melihat.
2. Karena tidak bisa melihat (terlepas dari dia sudah arahat atau belum), otomatis niat untuk menginjak serangga tidak ada.
3. Karena tidak ada niat, otomatis tidak ada akibat (vipaka).
Bagaimana menurut Anda? Mohon pendapatnya. :)
Kalau lalai (seperti contoh yang sudah ada) hingga mengakibatkan orang lain celaka itu bagaimana? Menghasilkan karma atau tidak menurut pandangan Anda?
Salam bahagia selalu. _/\_
[...]saya tambahkan sedikit om. :)
Balik ke standard dasar pembunuhan:
-mengetahui makhluk
-niat membunuh
-melakukan usaha pembunuhan
-makhluk terbunuh
[...]
hei jangan keburu ditutup,problem saya belum terpecahkan.om hadi ini cukup aneh, minta penegasan tapi tetap bersikukuh dengan pandangannya. ;D
mungkin cara saya menulis kurang tepat atau salah,sehingga menjadi polemik berkepanjangan.
saya coba meluruskan dari awal-----
problem saya----
Masalah intinya adalah,saya mendengar dan membaca dari sumber ajaran Buddha,bahwa perbuatan yang tanpa didasari oleh niat dari pelaku,misalnya---lalai,ceroboh,tidak sengaja,nyasar dan istilah lainnya,semua tidak mendapat karma(baik maupun buruk)---inilah poinnya.
Jadi melalui forum ini/thread ini saya mencari kebenaran tentang konsep tersebut diatas, saya tidak ingin berdebat,karena saya tidak memiliki modal untuk berdebat.
Jadai kalau ya katakan ya,kalau tidak(maksudnya konsep diatas salah) katakan tidak.dan yang benar seperti apa?
Kalau saya ditanya,memangnya kalau konsep diatas BENAR, kenapa ?
Jawab saya adalah-----saya tidak ingin menyalahkan yang sudah dianggap benar.
Tapi hal itu menjadi hambatan bagi saya untuk menjadi mantap di ajaran Buddha.
Saya lebih memilih paham saya semula,yaitu semua tindakan baik ada niat atau tanpa niat pasti memiliki resiko(bisa baik bisa buruk).
Kadar resiko menjadi lebih besar bila tindakan itu disertai niat.
Karena konsep demikian lebih bermanfaat bagi umat,misalnya saat saya mendidik anak,tujuannya adalah memberi pelajaran agar lebih hati2 atau waspada dalam melakukan sesuatu.
Saya lebih cocok seperti hukum di dunia nyata,misalnya pemain sepak bola yang men-takling lawan, bila taklingnya salah,maka wasit akan menilai----di sengaja langsung kartu merah,tidak disengaja kartu kuning,----pemberian kartu kuning untuk mendidik pemain tersebut agar lebih ber-hati2.
Demikian penjelasan saya,semoga saya bisa mendapatkan info yang benar tentang hal ini.
salam
bagaimana kalau pada suatu ketika kita melihat suatu kejadian tindak kekerasan seseorang terhadap orang lain,niat itu pasti selalu ada....
ketika melihat kejadian itu,
kita hanya diam dan melihat saja,
tidak terlintas niat menolong,
juga tidak terlintas niat untuk tidakmenolong,
pertanyaannya,
apakah sikap diam tersebut dapat menimbulkan karma?
hahaha.....
untuk ke 4 kalinya :
"O bhikkhu, kehendak untuk berbuat (cetana) itulah yang Aku namakan kamma. Sesudah berkehendak, orang lantas berbuat dengan badan jasmani, perkataan, dan pikiran." (Anguttara Nikaya, II: 415).
apakah pada saat berdiam itu muncul pikiran2?
kalo saja disana muncul pikiran buruk, berpegang pada kata2 Sang Buddha artinya telah tertanam satu kamma buruk melalui pikiran.
pikiran buruk itu misalnya : hm... tau rasa, siapa suruh jahat, rasain lu dikeroyok, semoga cepat KO!
sebetulnya ini pernah dijelaskan juga oleh om kainyn di posting sebelumnya:
secara sosial,seperti yang telah disebutkan om williamhalim, itu adalah sebab terdekat, tapi tidak ada seorang manusia biasa yang dapat memastikan bahwa sangsi yang anda terima itu adalah buah dari apa yang anda lakukan saat itu.
bila anda melihat orang lain mengalami kesulitan lantas anda diam,
dan sikap tidak peduli anda itu diketahui oleh orang lain,
biasanya anda akan mendapatkan balasan berupa sangsi sosial,
pada saat anda menghadapi kesulitan,
orang2 yang mengetahui sikap anda yang biasanya tidak peduli dengan kesulitan orang lain,
akan mengambil sikap tidak peduli dengan kesulitan anda.
apakah hal demikian dapat dikatakan karma?
perdefinisi karma = hukum sebab akibat,
sikap diam tanpa niat apapun,
dapat diartikan sebagai sikap tidak peduli oleh masyarakat dalam kehidupan sosial
hahaha.............
rule 2 dan 3 sama saja:
2. niat (buruk) untuk mencelakai orang tidak ada
3. karena tidak ada niat otomatis tidak ada akibat (buruk)
yang ada hanya niat baik untuk memperbaiki kabel
Tapi dalam kasus keteledoran, sama sekali tidak ada ide-ide pikiran bahwa perbuatan yang dilakukannya bisa membahayakan atau menciderai makhluk lain.
Apakah ini tidak menimbulkan karma (buruk)?
Contoh: Menyiram api dengan bensin, sehingga mengakibatkan orang kehilangan rumah dan harta benda. Dalam kepanikan, bisa saja orang teledor mengambil bensin atau minyak tanah yang disangka adalah air. Apa tindakan seperti ini tidak membuahkan karma buruk?
Juga contoh kabel dan guru yang menabrak murid, niat si subyek sesungguhnya relatif baik, yakni mau memudahkan pihak lain. Tapi karena teledor (lalai), lalu berbuah jadi bencana (malapetaka).
Baik, jika begitu bisa disimpulkan bahwa unsur lalai tidak membuahkan karma?
Kalau mengemudi sambil berkirim pesan dengan ponsel, lalu mengakibatkan nyawa orang melayang, juga bukan termasuk menghasilkan karma buruk?
Maksimal (setahu saya dari pendapat Kainyn dan kawan-kawan), hanya menanam dan menerima karma ketidakpedulian?
Apakah benar seperti ini? Mohon konfirmasinya.
Salam. _/\_
Menarik :)). Berarit Om Rico aman. ;DBuat rekan Hemayanti,maaf sebesar besarnya,saya alpa,setelah saya periksa ,yang menyatakan aman itu rekan Khiong.
om hadi ini cukup aneh, minta penegasan tapi tetap bersikukuh dengan pandangannya. ;Dterima kasih diingatkan, tapi sampai tgl 11/1,saat rekan Rico ingin menutup thread,saya belum paham betul,hehe maklumlah kemampuan otak sudah tidak bisa diajak kompromi.belum mudeng 100%.
mungkin sudah lupa atau bagaimana, saya kutip lagi deh apa yang pernah dituliskan om kainyn, sejauh ini saya cukup sependapat dengan ini:
Baik, jika begitu bisa disimpulkan bahwa unsur lalai tidak membuahkan karma?menurut anda bagaimana??
Kalau mengemudi sambil berkirim pesan dengan ponsel, lalu mengakibatkan nyawa orang melayang, juga bukan termasuk menghasilkan karma buruk?
Maksimal (setahu saya dari pendapat Kainyn dan kawan-kawan), hanya menanam dan menerima karma ketidakpedulian?
Apakah benar seperti ini? Mohon konfirmasinya.
Salam. _/\_
- menunggu di halte bus, tiba2 mobil nyelonong dan orang tsb ketabrak
(logikanya, dia tidak melakukan kamma jelek apapun, hanya sedang menunggu bus. Hal yg wajar toh?)
- orang2 dan bayi yg sedang berada di aceh, tiba2 kena tsunami
(mereka tidak sedang melakukan kamma jelek apapun saat itu, kok bisa ketimpa vipaka jelek?)
Cuma saja, kelalaian bukanlah kamma-pembunuhan
menurut anda bagaimana??
itu kan logikanya anda.. :P
Saya dalam posisi bertanya (ada tanda tanya di akhir setiap kalimat tersebut).untuk apa mempertanyakan logika yang anda buat sendiri???
Salam. _/\_
untuk apa mempertanyakan logika yang anda buat sendiri???
nah lho?? :P
Saya tidak melihat ada logika yang saya buat.1. anda salah orang, itu william yang satunya lagi
Saya paham penjelasan Anda tentang pendekatan analisa karma lewat momen ke momen, serta diferensiasi aksi pikiran pasif dan aktif. Maka saya tindak lanjuti untuk meminta konfirmasi, jadi unsur lalai tidak membuahkan karma? Dan Anda sebut itu adalah logika yang saya buat.
Oke, bagaimana pun terima kasih untuk penjelasan sebelumnya.
Salam. _/\_
Cerita ini yang saya kutip di awal-awal, tapi tidak detil. ;D
Kalau menurut saya, kasus di atas bukan karena lalai, karena:
1. Beliau tidak bisa melihat.
2. Karena tidak bisa melihat (terlepas dari dia sudah arahat atau belum), otomatis niat untuk menginjak serangga tidak ada.
3. Karena tidak ada niat, otomatis tidak ada akibat (vipaka).
rule 2 dan 3 sama saja:
2. niat (buruk) untuk mencelakai orang tidak ada
3. karena tidak ada niat otomatis tidak ada akibat (buruk)
1. anda salah orang, itu william yang satunya lagi
2.
om rico, bagaimana caranya seseorang memegang besi panas secara tidak sengaja?
kecuali terpegang atau tersentuh, dan dalam pandangan saya, itu bukan kamma, tapi vipaka.
bukan sebab, tapi akibat.
sebab adalah sesuatu yang dapat kita dikendalikan / putuskan. (kalau seseorang memutuskan untuk memegang besi panas, berarti ada cetana disana, dia tau atau tidak tahu itu panas, disana tetap ada cetana untuk memegang, dan itu adalah sebab, bukan akibat)
akibat adalah sesuatu yang tidak dapat dikendalikan dan tidak dapat dihindari. (kalau seseorang tidak mau memegang besi panas, lalu oleh temannya dilempari dan ternyata sudah menghindar tapi tetap kena, itu adalah akibat yang tidak bisa ia hindari)
kemudian yang dibold itu menurutku gak ada kaitannya dengan cetana, tapi lebih ke tahu dan tidak tau (samma ditthi / miccha ditthi), kita ambil contoh misalnya membunuh makhluk hidup, terlepas dari seseorang tahu atau tidak tahu itu adalah perbuatan salah, membunuh makhluk hidup tetap adalah tindakan salah yang akan membuahkan hasil yang merugikan, untuk orang yang tahu maupun yang tidak tahu, serta tidak mau tahu, pura2 tidak tahu, dsb.
“Apa yang terlahir kembali itu, Nagasena?’
“Batin dan jasmani.”
“Apakah batin dan jasmani yang ini juga yang terlahir kembali?”
“Bukan, tetapi oleh batin dan jasmani inilah maka perbuatan-perbuatan dilakukan, dan oleh karena perbuatan-perbuatan itulah maka batin dan jasmani yang lain terlahir kembali. Walaupun demikian, batin dan jasmani itu tidak begitu saja terlepas dari hasil perbuatan sebelumnya.”
“Berikanlah ilustrasi.”
“Seperti halnya api yang dinyalakan seseorang. Setelah merasa hangat, mungkin orang itu pergi meninggalkan dalam keadaan menyala.
Andaikan saja api tersebut kemudian menjalar dan membakar ladang orang lain, lalu pemilik ladang itu menyeretnya ke hadapan raja serta menuntut orang yang menyalakan api tersebut.
Bila dia berkata, ‘Baginda yang mulia, saya tidak membakar ladang orang ini. Api yang saya tinggalkan itu berbeda dengan api yang membakar ladang orang ini. Saya tidak bersalah’, apakah dia patut dihukum?”
“Tentu saja, karena tak peduli apa pun yang dia katakan, api itu berasal dari api sebelumnya.”
“Demikian juga, O baginda, oleh batin dan jasmani ini perbuatan-perbuatan dilakukan, dan oleh karena perbuatan-perbuatan itu maka batin dan jasmani baru akan terlahir kembali; tetapi batin dan jasmani tersebut tidak begitu saja terlepas dari hasil perbuatan sebelumnya.”
saya sangat setuju dengan ini..Secara hukum negara kemungkinan besar orang itu akan mendapatkan hukuman, tapi tentu tidak serta merta begitu saja, dari pihak yang berwajib tentu harus melakukan penelitian apakah itu memang faktor kesengajaan ingin membakar ladang orang lain, ataukah hanya kelalaian saja ketika meninggalkan api dalam keadaan menyala.
saya sangat meragukan istilah "niat" sebagai satu2nya pembentuk kamma..
karena pada kenyataannya banyak sekali tindakan yg tanpa niat buruk namun berakhir buruk..
semisal dalam kisah yg diutarakan di milinda panha
Walaupun orang tsb tidak bermaksud membakar ladang, api tsb membakar ladang
IMO Niat mungkin menghasilkan kamma, tapi yang jadi faktor penentu adalah efek dari perbuatan itu, bukan sekedar niat saja
saya sangat setuju dengan ini..
saya sangat meragukan istilah "niat" sebagai satu2nya pembentuk kamma..
karena pada kenyataannya banyak sekali tindakan yg tanpa niat buruk namun berakhir buruk..
semisal dalam kisah yg diutarakan di milinda panha
Walaupun orang tsb tidak bermaksud membakar ladang, api tsb membakar ladang
IMO Niat mungkin menghasilkan kamma, tapi yang jadi faktor penentu adalah efek dari perbuatan itu, bukan sekedar niat saja
om rico, bagaimana caranya seseorang memegang besi panas secara tidak sengaja?
kecuali terpegang atau tersentuh, dan dalam pandangan saya, itu bukan kamma, tapi vipaka.
bukan sebab, tapi akibat.
sebab adalah sesuatu yang dapat kita dikendalikan / putuskan. (kalau seseorang memutuskan untuk memegang besi panas, berarti ada cetana disana, dia tau atau tidak tahu itu panas, disana tetap ada cetana untuk memegang, dan itu adalah sebab, bukan akibat)
akibat adalah sesuatu yang tidak dapat dikendalikan dan tidak dapat dihindari. (kalau seseorang tidak mau memegang besi panas, lalu oleh temannya dilempari dan ternyata sudah menghindar tapi tetap kena, itu adalah akibat yang tidak bisa ia hindari)
kemudian yang dibold itu menurutku gak ada kaitannya dengan cetana, tapi lebih ke tahu dan tidak tau (samma ditthi / miccha ditthi), kita ambil contoh misalnya membunuh makhluk hidup, terlepas dari seseorang tahu atau tidak tahu itu adalah perbuatan salah, membunuh makhluk hidup tetap adalah tindakan salah yang akan membuahkan hasil yang merugikan, untuk orang yang tahu maupun yang tidak tahu, serta tidak mau tahu, pura2 tidak tahu, dsb.
Betul, sesuai kesepakatan sebelumnya bahwa karma = niat, memang kelalaian jelas bukan karma pembunuhan (tidak relevan).
Tapi akibat yang dihasilkan dari kelalaian itu, itu yang sebenarnya dipermasalahkan (apalagi sampai menghilangkan nyawa orang lain).
Kalau lalai hanya berhubungan dengan batin ia sendiri, mungkin tidak masalah.
Kalau saya baca dari penjelasan di atas, sepertinya akibat lalai lebih pada sisi internal manusia tersebut (Anda tulis mengembangkan batin tidak bermanfaat).
Anda juga memberi contoh bahwa akibat eksternal yang ia terima (marah berbuah ditinju orang, kelainan seksual berbuah penyakit, dst), dari sudut pandang pelaku.
Ini saya sependapat (bahwa karma yang sesungguhnya memang adalah kondisi batin yang dirasakannya, karena setiap fenomena tidak berkondisi secara hakikat).
Tapi (saya yakin kita semua menyoroti), yang dibicarakan 'kan adalah dampak sosial, yakni korban-korban yang berjatuhan akibat fenomena batin yang kurang bermanfaat tersebut (kurang waspada atau lalai, sering marah, kelainan secara seksual). Bila diperjelas, kurang lebih seperti ini:
1. Batin kurang bermanfaat lalai membuahkan korban akibat ketidakwaspadaannya (contohnya korban laka-lantas).
2. Sering marah akibatnya orang lain jadi tersinggung atau merasa susah hati akibat dimarahi.
3. Kelainan seksual berbuah isterinya jadi ikut kena penyakit, dst.
Walau sudah ada jawabannya, saya coba minta sudut pandang Anda (bukan mau menyusahkan, hanya memperjelas saja).
Oke, salam bahagia untuk Anda. Terima kasih. _/\_
Niat Cunda adalah beri Buddha makanan yang terbaik.
Hasilnya sakit perut Buddha kambuh.
Ada karma buruk tertanam di sana?
Anehnya bagi penganut "kamma != niat" tidak ada yang jawab pertanyaan sederhana ini:gak ada om, malah kamma baik.
Niat Cunda adalah beri Buddha makanan yang terbaik.
Hasilnya sakit perut Buddha kambuh.
Ada karma buruk tertanam di sana?
gak ada om, malah kamma baik.
4.42. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada Yang Mulia Ānanda: ‘Mungkin saja, Ānanda, Cunda si pandai besi merasa menyesal, dengan berpikir: “Adalah kesalahanmu, sahabat Cunda, karena kecerobohanmu sehingga Tathāgata mencapai Nibbāna akhir setelah memakan makanan yang engkau persembahkan!” Tetapi penyesalan Cunda dapat diatasi dengan cara ini: “Itu adalah jasamu, sahabat Cunda, karena perbuatan baikmu sehingga Tathāgata mencapai Nibbāna akhir setelah memakan makanan yang engkau persembahkan! Karena, sahabat Cunda, aku telah mendengar dan memahami dari mulut Sang Bhagavā sendiri, bahwa dua persembahan ini menghasilkan buah yang [136] besar, akibat yang sangat besar, lebih berbuah dan lebih bermanfaat daripada persembahan lainnya. Apakah dua ini? Pertama adalah persembahan yang setelah memakannya, Sang Tathāgata mencapai Penerangan Sempurna, dan yang lainnya adalah yang setelah memakannya, Beliau mencapai unsur-Nibbāna tanpa sisa saat meninggal dunia. Kedua persembahan ini adalah yang lebih berbuah dan lebih bermanfaat dari semua persembahan lainnya. Perbuatan Cunda ini mendukung umur panjang, penampilan yang baik, kebahagiaan, kemasyhuran, alam surga, dan kekuasaan.” Demikianlah, Ānanda, cara mengatasi penyesalan Cunda.’
-Dari DN.16. Mahaparinibbanasutta-
Begitu "ceroboh" Cunda ini, namun apakah kammanya buruk? Sama sekali tidak, sebab niatnya sepenuhnya baik.
sudah sepuluh halaman lebih dan belum ada yang menyinggung niyama-niyama lainnya? ini baru menyentuh kamma niyama.Kalau mau bahas ke konsep niyama lain, akan jadi sangat rumit sekali, karena memang semua hukum ini saling interaksi, sementara kamma niyama saja sudah tidak bisa 'dilihat', apalagi interaksinya dengan hukum lain. Paling seperti biasa, hanya bisa disederhanakan dalam konsep saja.
ayo diskusi di lanjutkan.
berarti sama dengan si orang yang benerin kabel, dengan niat yang sungguh baik, namun layaknya cunda yang 'ceroboh'?Betul, persis sama.
berarti sama dengan si orang yang benerin kabel, dengan niat yang sungguh baik, namun layaknya cunda yang 'ceroboh'?
Tapi niat baik belum tentu kamma baik.
NIAT benerin kabel (=baik), walaupun hasilnya ada orang mati, tetap kamma baik yang ditanam.
NIAT transfer dana ke teroris (=buruk), walaupun hasilnya malah PMI yang dapat, tetap kamma buruk yang ditanam.
Begitu "ceroboh" Cunda ini, namun apakah kammanya buruk? Sama sekali tidak, sebab niatnya sepenuhnya baik.
Tapi niat baik belum tentu kamma baik.
Rekan Kainyn, saya mohon konfirmasinya terkait dua postingan ini:Kalau kutip setengah2 yah begitu jadinya.
Jadi, niat sama dengan karma atau tidak?
Mohon diperjelas. Terima kasih. _/\_
[...]
Wah, saya menulis sudah cukup jelas, ada dua klausul:
1. Niat pasti menghasilkan karma (entah itu pikiran, ucapan/tulisan, maupun perbuatan).
2. Yang saya sama sekali tidak sependapat: Niat baik menghasilkan karma baik.
Masa belum dipahami? Mohon kejelasannya dimana belum dipahami.
Terima kasih. _/\_
Justru saya sangat paham, makanya saya tidak minat bertanya.
Ada niat ada kamma.
Tapi niat baik belum tentu kamma baik.
bisa kasih contoh apa pembentuk kamma yg lain selain niat (cetana)?
ini sudah kita bahas panjang lebar di bbrp postingan diatas...
intinya kita seringkali rancu antara cetana (niat/batin pendorong suatu tindakan) dengan harapan (sasaran/goal) dan juga seringkali kesulitan menentukan mana yg kamma, mana yg vipaka dan juga kondisi2 biasa sebab akibat yg terkadang kita anggap sebagai vipaka. Bahkan menyebut Vipaka aj masih sering salah tersebut kamma.
Perlu kita luruskan, krn hal ini sangat penting. Jangan kita sampai salah beranggapan bahwa niat baik belum tentu menghasilkan kamma baik dan sebaliknya. Perlu kita renungkan dan pastikan bahwa: niat baik pasti kamma baik dan niat buruk pasti kamma buruk.
Persis seperti yg Buddha sampaikan.
Cerita ini sesungguhnya untuk mengilustrasikan batin-jasmani sama/tidak dan pertanggungjawaban batin baru thp batin sebelumnya. Ilustrasi yg mirip misalnya tentang tidak mungkin bisa menyeberangi sungai yg sama untuk ke-2 kalinya. Semua contoh ini menunjukkan bahwa batin dan jasmani kita berubah setiap saat namun tetap ada tanggung jawab atas perbuatan sebelumnya.
Jika kita membahas apakah yg menyebabkan ladang terbakar?
maka jawabannya bisa: kecerobohan meninggalkan api menyala (kamma buruk), angin yg meniup api ke ladang, ladang sendiri yg mudah terbakar, tidak adanya hujan, sepinya orang2 disekitar, dstnya....
Jadi, sy cenderung menganggap "terbakarnya ladang adalah suatu kondisi sebab akibat saja"... kondisi begini terjadi disekeliling kita dan setiap detik mengalami perubahan....
Buddhisme menitik beratkan pada NIAT yg melandasi suatu perbuatan,
Bukan pada hasil perbuatan
Sangat banyak sutta soal ini, mis: tanpa tau menginjak semut, maka tidak ada kamma pembunuhan.
Kalo menitik beratkan pada hasil-perbuatan, tentu akan kena kamma-pembunuhan toh?
Kenyataannya kamma kita tergantung niat kita, kalo nggak ada cetana, maka tidak ada kamma
::
Sehubungan dengan hal Kamma ini Buddha bersabda sebagai berikut: "O para Bhikkhu, kehendak untuk berbuat (cettana) itulah yang Aku namakan Kamma, Sesudah berkehendak orang lantas berbuat dengan badan jasmani, perkataan dan pikiran.
bisa kasih contoh apa pembentuk kamma yg lain selain niat (cetana)?maafkan karena saya salah menulis "satu2nya pembentuk kamma" seharusnya "satu2nya penentu hasil kamma" ^:)^
Perlu kita luruskan, krn hal ini sangat penting. Jangan kita sampai salah beranggapan bahwa niat baik belum tentu menghasilkan kamma baik dan sebaliknya. Perlu kita renungkan dan pastikan bahwa: niat baik pasti kamma baik dan niat buruk pasti kamma buruk.Saya kurang setuju, karena buat saya sangat tidak logis hanya mengandalkan niat orang mendapatkan kamma baik atau buruk tanpa perbuatan
Jadi, sy cenderung menganggap "terbakarnya ladang adalah suatu kondisi sebab akibat saja"... kondisi begini terjadi disekeliling kita dan setiap detik mengalami perubahan....mungkin saja :)
Sangat banyak sutta soal ini, mis: tanpa tau menginjak semut, maka tidak ada kamma pembunuhan.ini juga karena kesalahan saya dalam memfokuskan permasalahan, saya lagi2 mencampur adukkan kamma dan vipakka ^:)^
Kalo menitik beratkan pada hasil-perbuatan, tentu akan kena kamma-pembunuhan toh?
Kenyataannya kamma kita tergantung niat kita, kalo nggak ada cetana, maka tidak ada kamma
4.42. Kemudian Sang Bhagavā berkata kepada Yang Mulia Ānanda: ‘Mungkin saja, Ānanda, Cunda si pandai besi merasa menyesal, dengan berpikir: “Adalah kesalahanmu, sahabat Cunda, karena kecerobohanmu sehingga Tathāgata mencapai Nibbāna akhir setelah memakan makanan yang engkau persembahkan!” Tetapi penyesalan Cunda dapat diatasi dengan cara ini: “Itu adalah jasamu, sahabat Cunda, karena perbuatan baikmu sehingga Tathāgata mencapai Nibbāna akhir setelah memakan makanan yang engkau persembahkan! Karena, sahabat Cunda, aku telah mendengar dan memahami dari mulut Sang Bhagavā sendiri, bahwa dua persembahan ini menghasilkan buah yang [136] besar, akibat yang sangat besar, lebih berbuah dan lebih bermanfaat daripada persembahan lainnya. Apakah dua ini? Pertama adalah persembahan yang setelah memakannya, Sang Tathāgata mencapai Penerangan Sempurna, dan yang lainnya adalah yang setelah memakannya, Beliau mencapai unsur-Nibbāna tanpa sisa saat meninggal dunia. Kedua persembahan ini adalah yang lebih berbuah dan lebih bermanfaat dari semua persembahan lainnya. Perbuatan Cunda ini mendukung umur panjang, penampilan yang baik, kebahagiaan, kemasyhuran, alam surga, dan kekuasaan.” Demikianlah, Ānanda, cara mengatasi penyesalan Cunda.’ini menarik sekali,
-Dari DN.16. Mahaparinibbanasutta-
dalam konteks ini, niat baik namun usaha buruk menghasilkan kamma baik kah ? :whistle:
Saya merasa ini hanya sebagai penghiburan.. :)
Dalam kasus Cunda yang menyajikan makanan terakhir ini, gw pikir yang benar adalah :saya setuju,
niat baik - usaha baik - menghasilkan kamma baik.
Kan sudah diterangkan langsung oleh Sang Buddha, sudah gamblang dan jelas sehingga tidak perlu berspekulasi lagi. Sakit yang diderita Beliau karena keputusan sendiri untuk parinibbana dalam 3 bulan sejak percakapan terakhir dengan Mara.
Apakah seorang Sammasambuddha biasa berbasa-basi menghibur ataukah berbicara kebenaran mutlak?
Sesuatu yang sudah jelas gamblang terang benderang dikatakan Buddha ya seperti itulah apa adanya.
_/\_
saya setuju,Yang menentukan hasil kamma bukan hanya niat. Objek penderita dan integrasi kamma lain juga menentukan hasil dari satu kamma yang ditanam. E.g. niat sama dilakukan ke objek yang lebih mulia, hasilnya lebih berlimpah; niat yang sama bisa terdukung, terhalang, atau terpotong oleh kamma yang lain, sehingga hasilnya berbeda. Jadi memang yang menentukan hasil atau buah kamma, memang bukan semata-mata niat.
Menurut saya ini adalah niat baik dan usaha baik..
sebenarnya saya quote tulisan itu, karena tulisan itu digunakan oleh rekan lain untuk mengatakan kalau hanya niat yg menentukan hasil kamma..
terima kasih
_/\_
Yang menentukan hasil kamma bukan hanya niat. Objek penderita dan integrasi kamma lain juga menentukan hasil dari satu kamma yang ditanam. E.g. niat sama dilakukan ke objek yang lebih mulia, hasilnya lebih berlimpah; niat yang sama bisa terdukung, terhalang, atau terpotong oleh kamma yang lain, sehingga hasilnya berbeda. Jadi memang yang menentukan hasil atau buah kamma, memang bukan semata-mata niat.sungguh menakjubkan!
Namun yang disampaikan dalam konsep kamma adalah niat/kamma baik akan berbuah dalam bentuk kebahagiaan, dan niat buruk akan berbuah dalam bentuk penderitaan. Tidak ada niat baik yang berbuah dalam bentuk penderitaan atau sebaliknya.
(Poinnya: Tidak benar bahwa hanya biji yang menentukan tumbuhnya pohon, namun kondisi tanah dan cuaca juga berpengaruh. Hanya saja tanam nangka tidak akan tumbuh jadi kaktus.)
Itu adalah konsep dasarnya. Lebih lanjut, dalam kenyataannya, kamma yang kita lakukan bisa berpengaruh pada matangnya kamma-kamma lain sehingga secara kasat mata kita melihat konsekwensi dari perbuatan baik tidak selalu baik, dan juga sebaliknya.
Misalnya kita berusaha bela kebenaran tapi kehilangan pekerjaan.
Membela kebenaran adalah niat baik yang akan berakibat baik, kehilangan pekerjaan adalah buah kamma buruk dari perbuatan entah apa di masa lampau, namun berbuahnya kamma buruk ini terkondisi matang oleh keputusan kita untuk berbuat baik.
Contoh lain adalah korupsi (niat buruk) membuahkan kekayaan (hasil baik). Korupsi tetap akan berakibat buruk entah bagaimana dan kapan, sementara kekayaan adalah buah kamma baik di masa lalunya yang terkondisi matang oleh perbuataan buruknya.
sungguh menakjubkan!;D ;D
sudah diuraikan sangat jelas oleh om kainyn. :)
;D ;Deh, itu langsung dari sumbernya loh. :P
:P
eh, itu langsung dari sumbernya loh. :Psalah yak.... :))
sungguh menakjubkan!Soal "menegakkan apa yang roboh" dan lain-lain itu urusan Big Boss, saya cuma nyontek.
sudah diuraikan sangat jelas oleh om kainyn. :)
Soal "menegakkan apa yang roboh" dan lain-lain itu urusan Big Boss, saya cuma nyontek.nah saya juga nyontek, semoga bisa dapat 100 nanti hasil ujiannya. ^-^
Teruskan baca suttanya!
:jempol: