namun hubungan seksual antar suami istri sah yang merupakan kategori pemenuhan hasrat seksual (biologis), tentu saja sah, yang tidak tepat adalah pada lubang yang tidak semestinya.
++++
Monastik tentu saja boleh makan eskrim, namun seorang monastik yg berlatih akan selalu memeriksa batinnya, makan eskrim utk kesenangan doang? kesenangan lidah? untuk kenyang? menerima tawaran umat? memberi kesempatan kepada orang lain utk berbuat dana?
ini tugas wajib dari monstik utk selalu menge-cek batinnya......
kalau umat biasanya juga mau menge-cek batinnya setiap kali berkaitan dengan 5 Sila, tentu saja bagus, ini bisa jadi latihan spiritual yg bagus, kembali lagi, mau melakukannya atau tidak...itu tergantung umat tersebut.
Terima kasih atas penjelasannya.
Lanjut...
Saya sengaja mengutip dua hal diatas karena kedua inti permasalahan ada dipenjelasan tsb, yaitu:
~ sah atau tidak sahnya oral sex
~ Buddhism berpatokan pada 'reaksi batin'
Jadi,
apapun kegiatan yg kita lakukan, dasar penilaiannya adalah
bagaimana batin kita bereaksi terhadap setiap kegiatan yg kita lakukan tsb. Tidak ada sah / tidak sah. Tidak ada juri yg menilai. Yg ada adalah: kamma (perbuatan) dan vipaka (hasil). Yg ada hanyalah aksi dan reaksi.
Kembali pada oral sex, patokannya tetap sama, yaitu:
Bagaimana batin kita bereaksi ketika melakukan hal tsb:
~ Apakah penuh hawa nafsu (lobha)
~ atau hanya sekedar ingin melayani suami,
~ atau melakukan rutinitas tanpa perasaan apapun (pikiran melayang ke hal lainnya saat melakukan oral tsb).
Ketiga hal yg berbeda ini akan memberikan reaksi vipaka yg berbeda pula, meskipun kegiatan secara fisik (kasat mata) adalah sama-sama melakukan oral.
Demikian juga ketika melakukan hubungan suami istri biasa (tidak oral), yg sering dianggap lebih 'sah' ketimbang oral. Kita kembali menilainya dari reaksi batin ketika melakukan hubungan yg 'sah' tsb, yaitu:
~ Apakah melakukannya dengan nafsu yg sangat menggebu2?
~ Atau membayangkan berhubungan dengan orang lain? (ini lobha-nya sangat berat )
~ Atau pikiran penuh kebencian ketika melayani suami melakukan hal tsb? (dosa)
Ketiga variasi batin diatas akan memberikan dampak hasil yg berbeda pula.
Jadi, secara hukum alam (dhamma): tidak ada 'sah atau tidak sah' dalam melakukan suatu hal. Yang ada hanyalah sebab dan akibat tergantung dorongan batin ketika melakukan / menanggapi suatu hal.
Satisampajanna,
Willibordus
::