Mahayana sekarang adalah aliran campur aduk, benarkah? Pertanyaan ini berdasarkan pada indikasi campur aduknya literatur yang digunakan oleh Mahayana sekarang. Salah satu sinyalnya adalah pernyataan salah satu anggota forum:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=20758.msg363754#msg363754Mahayana menerima semua aliran Buddhis Sravakayana tanpa terkecuali, sehingga Dharmapada yang dipakai pun bisa dari Mahisasaka bisa dari Sarvastivada bisa dari Theravada.
Jika menerima semua aliran Buddhis Sravakayana tanpa terkecuali, ini berarti segala ajarannya yang terkandung di dalamnya juga diterima, termasuk yang ada di dalam Kanon Pali yang merupakan “transmigrasi” kitab-kitab Sthaviravada. Jadi jelas di sini ada campur aduk ajaran baik dari Mahasamghika dengan segala alirannya dan Sthaviravada dengan segala alirannya termasuk Theravada.
Alih-alih menerima akan adanya campur aduk literatur, jutru menyatakan campur aduk tersebut sebagai tahapan-tahapan Mahayana. Sebuah jawaban klise Mahayanis yang memposisikan ajaran non--Mahayana hanya sebagai pondasi dari “singgasana megah” ajaran Mahayana. Apakah benar demikian? Ternyata tidak juga.
Mari kita ambil satu kata yang ada di banyak literatur Buddhis, yaitu Arahat. Sudah menjadi rahasia umum bahwa ada perbedaan dalam tingkat spiritual antara Arahat ala Mahayana dengan Arahat ala non-Mahayana /Sravakayana (diwakilkan oleh Theravada)
Dalam Mahayana, batin seorang Arahat masih belum bersih sempurna dan masih bisa dilahirkan kembali.
Sedangan Theravada, batin seorang Arahat telah bersih sempurna dan tidak lagi dilahirkan.
Jika dikatakan Mahayana menerima semua aliran Buddhis Shravakayana tanpa terkecuali, ini berarti Mahayanis harus menerima kebenaran bahwa Arahat sebagai pencapaian tertinggi dan sekaligus menerima kebenaran bahwa Arahat sebagai pencapaian yang bukan tertinggi. Kenyataannya???
Jika Mahayana menerima semua aliran Buddhis Shravakayana termasuk literaturnya antara lain yaitu Dhammapada (jika Dhammapada dianggap sebagai bagian dari ajaran Sravakayana), maka seharusnya juga menerima semua sifat seorang Arahat seperti yang tertuang dalam Dhammapada VII, Arahantavagga, antara lain: tidak ada perjalanannya (tidak dilahirkan lagi), begitu juga dalam Sona Sutta. Sedangkan dalam Saddharmapundarika Sutra jelas dikatakan Arahat Sariputra, masih bisa menjadi Padmaprabha Tathagata.
Jika ditanya: Lalu mana yang benar? Apakah mungkin untuk menjawab bahwa 2-2nya benar? karena kebenaran itu hanya ada 1. Dan ini bukanlah bentuk dari tahapan-tahapan berpikir karena keduanya saling bertolak belakang dan tidak saling menopang.
Masalah Arahat hanyalah satu kasus, mungkin ada kasus lainnya lagi.
Alasan Mahayana menerima semua aliran Buddhis Sravakayana karena adanya “Theravadin Mahayana" di Sri Lanka seperti catatan Xuanzang ketika berkunjung ke pusat Theravada di Srilanka, perlu dipertanyakan kebenarannya dan merupakan alasan yang menggelikan. (
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=20758.msg363754#msg363754 )
Dalam sejarah, Xuanzang tidak pernah ke Sri Lanka. Meskipun ia pernah mendengar mengenai Chi-sse-tseu (Ceylon). Perjalanannya hanya sampai di tenggara India, di Kanchipuram. (
http://www.drben.net/files/China/Source_Materials/China_Maps/Historic_Maps/Tang_Dynasty/xuanzang-travels-mapBT.jpg). Berbeda dengan Faxian yang memang mencapai Sri Lanka dan menetap selama sekitar 2 tahun.
Dalam catatannya mengenai Sri Lanka berasal dari kisah-kisah yang ia dengar dari masyarakat setempat (India) karena hubungan antara India dan Sri Lanka, terutama kisah seorang yang disebut Deva Bodhisattva yang datang dari Sri Lanka ke India.
(Sbr: Da-Tang Xiyu Ji : Translator: Samuel Beal, Oxford University).
Dan pertemuannya dengan beberapa bhikkhu Sinhala dari Sri Lanka yang sedang mengungsi di selatan India karena adanya wabah. (
http://people.chinese.cn/whcs/xuanzang/article/p6en.html).
Tidak ada secara jelas dalam catatan Xuanzang bahwa terdapat “Theravadin Mahayana". Theravadin Mahayana" adalah sekelompok Theravadin yang juga mengadopsi ajaran Mahayana. Yang ada adalah mereka yang mempelajari 2 tradisi (mempelajari bukan berarti mempraktikkan). Meskipun dipaksa ada “Theravadin Mahayana" , maka konteksnya menjadi berbeda karena yang ada adalah “Theravadin Mahayana" bukan “Mahayanis Theravada”. “Sedangkan yang dibicarakan adalah mengenai Mahayana. Ini sudah keluar dari konteks.
Jadi argumen bahwa Mahayana menerima semua aliran Buddhis Sravakayana, sebagai jawaban bahwa Mahayana yang sekarang bukanlah aliran campur aduk, adalah sangat lemah, cenderung omong kosong.
Kini Mahayanis dihadapkan pada 2 pilihan:
1. Apakah tetap membuat Mahayana sebagai aliran campur aduk karena mencampurkan literatur berbagai tradisi meskipun bertolak belakang dan bukan suatu bentuk tahapan pemikiran? Dan tetap menyontek literatur dari tradisi lain yang dianggapnya sama dan tetap sesumbar mengatakan Mahayana menerima semua aliran Buddhis Sravakayana, meskipun kenyataannya tidak demikian?
2. Atau apakah sebaliknya, menjadi aliran mandiri yang tidak sesumbar mengatakan “menerima semua aliran Sravakayana” dan berusaha menggali terus literatur –literatur “asli” Mahayana sebagai pedoman dan pemecah solusi?
Evam