Penggunaan istilah ARWAH dalam Bhaisajyaguru vaidurya Sutra ini hanya salah penterjemahan.
Kitab ini diterjemahkan oleh Master XuanZhang pada abad 7 masehi. Beliau mempelajari ajaran Buddha langsung ke tanah India pada saat itu, baik dari tradisi Mahayana maupun dari tradisi nonMahayana. Tidak ada satu pun tradisi yang dipelajari itu mengakui adanya suatu entitas kekal, seperti arwah , roh, atta.
Penterjemah bahasa Indonesia hanya saja tidak memperhatikan bahwa penggunaan kata Arwah berkonotasi sama dengan pengertian agama tetangga. Kata yang tepat dalam terjemahan tersebut adalah Kesadaran (vinnana). Untuk lebih memahaminya, kata arwah dalam definisi Mahayana merujuk pada elemen2 batin saja yang mana tetap merupakan subjek dari ketidak kekalan, bukan kekal seperti halnya anggapan orang bahwa ada arwah/roh yang kekal. Buktinya, arwah dalam Sutra tersebut tidak punya kuasa apa apa terhadap dirinya sendiri sampai menghadapi bahaya hukuman raja yama.
Tetapi utk menghindari kesalah pahaman, pendapat saya, memang sebaiknya terjemahan tersebut diperbaiki. Tapi saya tidak menganggap kata arwah adalah kata yang sama sekali salah, karena hanya beda pengertian saja.
Dalam pemahaman mahayana, ketika seseorang meninggal, panca khanda nya tidak hancur secara langsung, melainkan berproses secara perlahan menuju kehancuran. Berawal dari tubuh fisik (rupa), semua fungsi organ berhenti bekerja, kemudian vedana, sanna, sankhara dan vinnana nya tidak serta merta langsung lenyap, dan itulah yang disebut orang awam sebagai arwah. Bagi seseorang yang memliki karma baik yang besar, dia akan langsung terlahir di alam baik. BAgi yang karma buruknya sangat besar, dia akan langsung terlahir di alam buruk. Sedangkan orang yang karmanya tidak terlalu sangat dominan baik atau buruknya, maka kesadarannya akan tetap bertahan dengan proses perlahan-lahan menuju kehancuran, umumnya berlangsung 49 hari. Dalam sela waktu tersbut, bentuk kesadarannya itu oleh masyarakat umum menyebutnya sebagai arwah. Dalam konteks mahayana menyebutnya sebagai tubuh antara. Secara definitif berbeda sekali dengan pengertian Roh kekal.
Dalam tradisi Theravada, tidak menganut adanya tubuh antara. Ada sekte yang menganut adanya tubuh antara. Mahayana menganut dua-duanya, tergantung kondisi karma (sudah dijelaskan di atas).
Tetapi intinya, saya rasa sudah menjawab pertanyaan rekan2 ,bahwa Mahayana tidak mengenal adanya roh kekal.