Mengenai penyebaran dhamma, yang paling mengecilkan hati saya adalah sekarang ini orang tidak mau membaca khotbah Buddha, lebih memilih 'dhamma yang diolah' apakah dalam bentuk menyenangkan, singkat, ringan, atau puitis-filosofis. Berkenaan dengan hal ini, harapan saya tekad pelatihan dari Āṇisutta bisa diketahui orang banyak:
'ye te suttantā tathāgatabhāsitā gambhīrā gambhīratthā lokuttarā suññatappaṭisaṃyuttā, tesu bhaññamānesu sussūsissāma, sotaṃ odahissāma , aññā cittaṃ upaṭṭhāpessāma, te ca dhamme uggahetabbaṃ pariyāpuṇitabbaṃ maññissāmā'"Ketika khotbah perkataan Tathagata yang dalam - dalam maknanya, adi-duniawi, berhubungan dengan kekosongan, diperdengarkan, aku akan mendengar, menyimak, mengarahkan pikiran, menganggap dhamma ini layak dipelajari dan dikuasai."
*Āṇisutta adalah perumpamaan genderang yang nyaring, terdengar sampai 12 yojana. Dengan berlalunya waktu, setiap kali rusak, diperbaiki dengan disisipkan pasak-pasak. Pada akhirnya, genderang itu bahkan tidak lagi bisa didengar oleh orang di balik tirai. Genderang itu adalah perkataan Tathagata, pasak adalah ajaran2 yang bukan perkataan Tathagata namun menyenangkan, bernilai duniawi. Dengan bertambahnya ajaran lain itu, maka akhirnya perkataan Tathagata lenyap, tidak lagi terdengar, persis seperti genderang rusak itu. Dengan adanya buku seperti "In The Buddha's Words" ini, diharapkan 'genderangnya' akan sedikit lebih awet.