//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Riwayat Agung Para Buddha  (Read 226298 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Kualitas Moral dari Seorang Bakal Buddha
« Reply #75 on: 27 June 2008, 12:41:55 PM »
Bakal Buddha, yang telah menerima ramalan pasti, sangat mudah tergerak oleh welas asih terhadap makhluk lain saat ia melihat mereka yang tidak berdaya dan tidak memiliki perlindungan dalam kesulitan mengarungi kehidupan, yang ditimpa berbagai penderitaan hebat berupa kelahiran, usia tua, sakit, dan kematian; berupa pembunuhan, cacat dan luka; berupa kesulitan mencari nafkah, dan penderitaan makhluk-makhluk di alam sengsara. Karena tergerak oleh welas asih ini, ia menahan penderitaan yang luar biasa menyesakkan dan tak terperihkan seperti memotong tangannya, kakinya, telinganya, dan lain-lain, dicelakai oleh mereka yang buta dan bodoh, dan welas asihnya kepada mereka bertahan selamanya.

Ia melingkupi semua makhluk dengan welas asihnya dengan cara sebagai berikut, “Bagaimanakah aku harus memperlakukan mereka yang jahat kepadaku? Aku adalah seorang yang berusaha memenuhi Kesempurnaan dengan tujuan untuk membebaskan mereka dari kesengsaraan lingkaran kelahiran. Betapa kuatnya Kebodohan! Betapa kuatnya Kemelekatan! Betapa menyedihkan, dikuasai oleh kemelekatan dan kebodohan, mereka bahkan melakukan serangan terhadapku yang sedang berusaha untuk membebaskan semua makhluk. Karena mereka telah melakukan kekejaman ini, mereka akan mengalami kesulitan.

Dengan memancarkan welas asihnya kepada semua makhluk, Ia mencoba mencari cara dan alat yang tepat untuk menolong mereka dan merenungkan, “Karena dikuasai oleh kemelekatan dan kebodohan, mereka dengan keliru menganggap apa yang tidak kekal sebagai sesuatu yang kekal, penderitaan sebagai kebahagiaan, bukan aku sebagai aku, dan yang menyakitkan sebagai sesuatu yang menyenangkan. Dengan cara apakah Aku dapat menolong dan mengeluarkan mereka dari penderitaan yang muncul karena sesuatu penyebab.”

Dalam perenungannya, Bodhisatta melihat bahwa kesabaran (khanti) adalah satu-satunya alat untuk membebaskan makhluk-makhluk dari penjara kehidupan. Ia tidak pernah marah sedikit pun kepada makhluk-makhluk yang bersikap kejam kepadanya yang memotong bagian-bagian tubuhnya, dan lain-lain. Ia berpikir, “Sebagai akibat dari perbuatan jahat yang pernah kulakukan pada masa lampau, aku pantas mengalami penderitaan saat ini. Karena aku telah melakukan kesalahan sebelumnya, aku pantas menerima penderitaan ini sekarang; Akulah yang memulai penderitaan ini.” Demikianlah ia menanggapi kekejaman makhluk lain terhadapnya.

 
Kemudian ia merenungkan lagi, “Hanya dengan kesabaran aku dapat menyelamatkan mereka. Jika aku jahat kepada mereka yang jahat, aku akan menjadi sama dengan mereka; aku tidak ada bedanya dengan mereka. Bagaimana aku dapat membebaskan mereka dari kesengsaraan lingkaran kelahiran? Tidak akan pernah bisa. Oleh karena itu, dengan mengandalkan kekuatan kesabaran yang menjadi dasar bagi semua kekuatan, dan menerima semua perbuatan jahat mereka terhadapku, aku akan sabar; dan dengan cinta kasih dan welas asih sebagai penuntun, aku akan memenuhi Kesempurnaan. Hanya dengan demikian aku dapat mencapai Kebuddhaan. Hanya dengan mencapai Kebuddhaan, aku dapat menyelamatkan semua makhluk dari penderitaan yang ditimbulkan oleh suatu sebab.” Demikianlah ia melihat situasi tersebut sebagaimana adanya.

Setelah merenungkan demikian, Bakal Buddha memenuhi Kesempurnaan demi Kesempurnaannya dengan cara yang unik—Sepuluh Kesempurnaan biasa, Sepuluh Kesempurnaan yang lebih tinggi, dan Sepuluh Kesempurnaan tertinggi, seluruhnya berjumlah tiga puluh, yang merupakan prasyarat bagi Pencerahan (Bodhisambhàra). Pemenuhan Kesempurnaan dilakukan dalam empat cara pengembangan seperti yang telah dijelaskan di atas.

RAPB 1, pp. 12-13


 :( :'( :'( :)   8-> 8-> 8->
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Apakah Faktor-faktor yang Mengotori Pàrami?

Atas pertanyaan, “Apakah faktor-faktor yang mengotori Pàrami?” jawabannya secara umum adalah: menganggap Pàrami sebagai “aku,” “milikku,” “diriku” karena kemelekatan, keangkuhan, dan pandangan salah adalah penyebab kotornya Pàrami.

Jawaban yang sebenarnya, (dalam masing-masing Pàrami) adalah sebagai berikut:

1.   Berpikir untuk membeda-bedakan antara benda-benda yang didanakan dan antara penerima-penerima dàna adalah penyebab kotornya Kesempurnaan Kedermawanan. (Bodhisatta yang hendak memenuhi Kesempurnaan Kedermawanan harus memberikan dengan tanpa diskriminasi terhadap apa pun yang ia miliki dan siapa pun yang akan menerimanya. Ia tidak boleh memikirkan kualitas dari benda-benda yang akan didanakan tersebut, “Ini terlalu jelek untuk diberikan; ini terlalu bagus untuk disumbangkan;” atau berpikir mengenai si penerima, “Orang ini adalah orang yang tidak bermoral; aku tidak akan memberikan kepadanya.” Pikiran yang membeda-bedakan ini menyebabkan Kesempurnaan Kedermawanan tersebut menjadi tidak murni.

2.   Berpikir untuk mendiskriminasikan antara makhluk-makhluk dan antara situasi tertentu menyebabkan kotornya Kesempurnaan Moralitas. (Kesempurnaan Moralitas harus dipenuhi terlepas dari makhluk dan situasinya, dengan berpikir, “Aku harus menghindari pembunuhan makhluk ini dan itu; aku tidak perlu menghindari pembunuhan makhluk-makhluk lainnya. Aku akan menjalani Moralitas pada situasi ini dan itu, tidak pada situasi lainnya,” pikiran yang membeda-bedakan ini menyebabkan Kesempurnaan Moralitas menjadi tidak murni.

3.   Berpikir bahwa dua jenis sensualitas: objek indria (vatthu kàma) dan kenikmatan indria (kilesa kàma), serta tiga alam kelahiran sebagai sesuatu yang menyenangkan, dan berpikir bahwa mengakhiri sensualitas dan kelahiran sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan adalah penyebab kotornya Kesempurnaan Melepaskan keduniawian.

4.   Pandangan salah tentang “aku,” “milikku” adalah penyebab kotornya Kesempurnaan Kebijaksanaan.

5.   Pikiran yang lamban yang mengarah kepada kemalasan dan kelambanan dan kegelisahan adalah penyebab kotornya Kesempurnaan Usaha

6.   Pikiran yang membeda-bedakan antara diri sendiri dan makhluk lain (orangku dan orang mereka) adalah penyebab kotornya Kesempurnaan Kesabaran.

7.   Mengaku melihat, mendengar, menyentuh dan mengetahui padahal tidak melihat, tidak mendengar, tidak menyentuh dan tidak mengetahui; atau sebaliknya adalah penyebab kotornya Kesempurnaan Kejujuran.

8.   Menganggap bahwa prasyarat Kebuddhaan, Pàrami, càga, cariya adalah tidak bermanfaat sedangkan lawannya adalah bermanfaat adalah penyebab kotornya Kesempurnaan Tekad.

9.   Berpikir siapa yang menguntungkan dan siapa yang tidak (siapa yang bersahabat dan siapa yang tidak bersahabat) adalah penyebab kotornya Kesempurnaan Cinta Kasih.

10.   Membedakan antara objek indria yang disukai dan yang tidak disukai yang ditemui adalah penyebab kotornya Kesempurnaan Ketenangseimbangan

~RAPB 1, pp. 128-129~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #77 on: 27 June 2008, 03:05:41 PM »

Yumi, sekedar nasehat: teruskan membaca, sebagian pertanyaan anda sebenarnya ada dalam RAPB, hanya mungkin anda belum membaca sampai sana, gak seru dong kalau dikasih bocoran ;D

 _/\_ Hm.. I see..  ;)  Thx, ko Indra..   ^:)^
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #78 on: 27 June 2008, 11:36:56 PM »
Tetapi, kutipan-kutipan yg inspiratif tetap diharapkan loh _/\_

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Merenungkan Kesempurnaan Kedermawanan
« Reply #79 on: 28 June 2008, 09:26:49 PM »
“Harta pribadi seperti tanah, emas, perak, kerbau, sapi, budak perempuan, budak laki-laki, anak, istri, dan lain-lain membawa penderitaan bagi pemiliknya yang menjadi terikat dengannya. Karena mereka merupakan objek kesenangan indria, didambakan oleh orang banyak; dapat dihancurkan atau diambil oleh lima musuh (air, api, raja, maling, dan pewaris yang tidak disukai); mereka dapat menimbulkan pertengkaran dan perselisihan; mereka tidak memiliki inti; memiliki dan menjaga mereka mengharuskan adanya kerugian bagi pihak lain; kehilangan dan kehancurannya membawa penderitaan dan kesedihan, dan lain-lain; karena kemelekatan terhadap benda-benda ini, mereka yang kikir (macchariya) akan terlahir kembali di alam yang penuh penderitaan. Dengan demikian kepemilikan ini membawa banyak penderitaan bagi pemiliknya dalam berbagai cara; memberikan mereka, mengabaikan mereka, melepaskan mereka adalah jalan satu-satunya untuk mencapai kebahagiaan.” Seorang Bodhisatta harus merenungkan demikian dan melatih perhatian agar tidak lengah dalam melakukan perbuatan kedermawanan.
………………………………………………………………………………………………………........................................................
Ia juga harus merenungkan demikian,

“Orang ini telah membantuku dengan memberikan kesempatan melakukan perbuatan mulia; aku harus menggunakan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya;”

“Hidupku akan segera berakhir; aku seharusnya memberi bahkan jika tanpa diminta, (dan aku harus memberikan) lebih banyak lagi jika diminta;”

“Seorang Bodhisatta yang memiliki kecenderungan untuk berdana akan mencari-cari orang untuk menerima dananya; namun dalam hal diriku, penerima dàna datang dengan sendirinya untuk menerima danaku karena jasa dan kebajikanku;”

“Meskipun perbuatan dàna terlihat menguntungkan si penerima, namun sebenarnya akulah yang beruntung;”

“Aku harus memberikan keuntungan kepada semua makhluk-makhluk ini seperti aku memberikan keuntungan kepada diriku sendiri;”

“Bagaimana aku dapat memenuhi Kesempurnaan Kedermawanan jika tidak ada makhluk yang menerima danaku;”

“Aku harus mendapatkan dan mengumpulkan benda-benda hanya untuk mereka yang meminta;”

“Kapankah mereka akan datang atas kemauan mereka sendiri untuk mengambil benda-benda milikku tanpa meminta?;” [at ko indra: ini “diminta” bukan?]

“Bagaimanakah aku dapat membuat diriku agar disayangi oleh mereka yang menerima danaku dan bagaimanakah agar mereka dapat menjadi baik padaku?”;

“Bagaimana agar aku merasa gembira sewaktu dan setelah memberi dàna?”;

“Bagaimana agar penerima dàna datang kepadaku dan keinginan untuk memberi muncul dalam diriku?”;

“Bagaimana agar aku dapat mengetahui pikiran mereka kemudian memberikan (apa yang mereka butuhkan) tanpa mereka minta?”;

“Saat aku memiliki sesuatu untuk diberikan dan si penerima untuk menerima pemberianku, jika aku gagal memberikan, itu adalah kebohongan besar yang kulakukan”;

“Bagaimana agar aku dapat mengorbankan kehidupanku dan anggota tubuhku kepada mereka yang menghendakinya?,” ia harus terus-menerus mengembangkan kecenderungan untuk melakukan dàna.

“Bagaikan seekor serangga (kitaka), meloncat kembali kepada ia yang melepaskannya tanpa merasa takut, akibat baik akan kembali kepada orang yang melakukan dàna dengan murah hati tanpa mengharapkan imbalan.” Dengan merenungkan demikian ia harus mengembangkan pikiran tidak mengharapkan Buah dari apa yang dilakukannya. (Buah di sini maksudnya adalah kebahagiaan duniawi atau surgawi, namun bukan pencapaian Kebuddhaan).

~RAPB1, pp. 100-102~

Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Sikap Batin Pada Saat Dàna
« Reply #80 on: 28 June 2008, 09:33:07 PM »
Jika penerima dàna adalah orang disayangi, ia harus merasa gembira dengan merenungkan, “Seseorang yang kusayangi meminta sesuatu dariku”;

jika penerima dàna adalah orang yang netral, ia harus merasa gembira dengan merenungkan, “Dengan memberikan dàna ini, ia akan berteman baik denganku,”

jika penerima dàna adalah orang yang memusuhinya, ia harus merasa lebih gembira dengan merenungkan, “Musuhku meminta sesuatu dariku, dengan dàna ini semoga ia menjadi teman baikku.”

Demikianlah ia harus memberikan dàna kepada orang yang netral atau kepada musuh dengan cara yang sama seperti ia berdana kepada orang yang ia sayangi dengan penuh welas asih yang didahului oleh cinta kasih.
------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ketika Berada Dalam Kesulitan Besar

Jika seseorang yang bercita-cita mencapai Kebuddhaan merasa begitu terikat dengan objek yang akan didanakan, sehingga tidak mungkin melepaskan karena keserakahan, ia harus merenungkan,

“Engkau, orang baik, bercita-cita mencapai Kebuddhaan, saat engkau memutuskan untuk mencapainya, untuk menolong makhluk-makhluk, tidakkah seharusnya engkau rela memberikan tubuhmu serta perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan dengan mengorbankan tubuhmu serta buah yang dihasilkan. Sebaliknya, engkau bahkan terikat dengan objek-objek eksternal; seperti mandi seekor gajah. Jadi engkau tidak seharusnya terikat dengan objek apa pun.”
(Binatang-binatang lain mandi untuk membersihkan tubuhnya. Gajah mandi bukan untuk membersihkan tubuhnya, melainkan untuk menghancurkan pucuk-pucuk dan batang-batang bunga teratai. Bagaikan gajah yang mandi dengan percuma, kemelekatan terhadap objek-objek eksternal juga sama percumanya, tidak akan membawa menuju Kebuddhaan).

Ibarat sebatang pohon obat-obatan; mereka yang membutuhkan akarnya, akan mengambil akarnya; mereka yang membutuhkan kulit batang, batang, dahan, daun, bunga, dan buahnya, mengambil apa pun yang mereka butuhkan. Meskipun akar, batang, daun, dan bagian-bagian lainnya diiris, dipetik dan diambil, pohon obat tersebut tidak pernah terganggu oleh pikiran “mereka telah mengambil milikku.”

Demikian pula halnya, Bodhisatta harus merenungkan, “Aku, yang telah berusaha keras demi kesejahteraan makhluk-makhluk, tidak akan berpikiran buruk sedikit pun juga dalam melayani makhluk lain melalui tubuh yang menyedihkan dan menjijikkan ini. Empat unsur, apakah internal (tubuh) maupun eksternal (dunia luar) semuanya akan mengalami pembusukan, dan tercerai-berai; tidak ada bedanya unsur internal dan unsur eksternal. Karena tidak adanya perbedaan tersebut, keterikatan terhadap jasmani, dengan berpikir “ini milikku, ini adalah aku, ini diriku” ternyata hanyalah ilusi atau khayalan belaka. Dengan demikian, tanpa memedulikan tanganku, kakiku, mataku, dagingku, dan darahku, seperti halnya objek-objek eksternal, aku harus siap mendanakan seluruh tubuhku, dengan berpikir, “Kepada siapa pun yang menginginkan tubuhku, silakan ambil.”
……………………………………………………………………………………………………............................................................

~RAPB1, pp. 102-103~

Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Bagaimana Mendanakan Benda-benda Eksternal?
« Reply #81 on: 28 June 2008, 09:37:14 PM »
Saat seorang Bodhisatta mendanakan objek-objek eksternal, Beliau memberikan apa pun yang diperlukan kepada yang mememerlukannya. Saat Beliau tahu bahwa seseorang sedang memerlukan sesuatu Beliau akan memberikannya bahkan dengan tanpa diminta, apalagi jika diminta. Saat memberikan dàna, Beliau melakukannya dengan bebas dan tanpa paksaan, tanpa syarat apa pun.

Jika tersedia cukup objek yang akan didanakan, Beliau akan memberikannya kepada si penerima sebanyak yang diperlukan. Tetapi jika tidak tersedia cukup banyak, Beliau akan membagi (dalam porsi yang sama) apa-apa yang dapat dibagi dan kemudian memberikannya.

Yang perlu dicatat. Dalam memberikan dàna, Beliau tidak memberikan benda-benda yang dapat membahayakan makhluk-makhluk lain seperti senjata atau racun, Beliau juga tidak memberikan banda-benda yang tidak bermanfaat yang dapat menyebabkan kelalaian dan sebagai objek main-main.

Kepada penerima yang sedang sakit, Beliau tidak memberikan makanan dan minuman yang tidak sesuai, Beliau memberikan hanya apa yang sesuai dan dalam jumlah yang tepat.

Demikian pula, jika diminta, Beliau memberikan kepada perumah tangga apa yang baik untuk perumah tangga dan kepada bhikkhu apa yang baik untuk bhikkhu. (Beliau tidak memberikan kepada perumah tangga, benda-benda yang selayaknya diberikan kepada bhikkhu dan sebaliknya.) Dan Beliau memberikan dàna tanpa menyusahkan mereka yang dekat dengannya seperti ibunya, ayahnya dan sanak saudaranya, teman-temannya, anaknya, istrinya, budak, dan pekerjanya.

Jika Beliau menjanjikan dàna yang bagus, Beliau tidak akan memberikan sesuatu yang tidak bagus. Beliau tidak memberi dengan mengharapkan keuntungan, kehormatan, kemasyhuran atau imbalan; atau mengharapkan manfaat seperti kelahiran yang baik, kaya dan makmur, namun semata-mata hanya untuk tujuan mencapai Kebuddhaan. Beliau memberikan dàna hanya dengan satu-satunya tujuan, yaitu Kebuddhaan.

Beliau tidak memberikan dàna karena membenci si penerima atau benda yang didanakan. Bahkan jika si penerima bertindak kejam dan mencaci-makinya, Beliau tidak memberikannya dengan cara tidak sopan (seolah-olah sedang membuang sampah) dan dengan jengkel; Beliau selalu memberi dengan sopan, pikiran yang tenang, dan penuh welas asih. Kedermawanannya benar-benar bebas dari kepercayaan bahwa dukungan dengan sorak-sorai adalah menguntungkan, tetapi sehubungan dengan keyakinan yang kukuh terhadap hukum kamma dan akibatnya.

Beliau memberi dàna, tanpa mengharapkan agar si penerima menghargai dan menghormatinya; tanpa tujuan untuk membohongi atau menyebabkan perpecahan, Beliau memberikan dengan pikiran yang murni. Beliau tidak menggunakan kata-kata yang kasar dan menghina, atau mencibir dan cemberut; Beliau memberi dengan kata-kata yang manis dan penuh kasih, senyum di wajahnya dan dengan penuh ketenangan.

Jika keterikatan atau kemelekatan terhadap objek tertentu muncul dengan kuat dalam dirinya karena kualitas benda yang baik, atau karena sudah dipakai dalam waktu yang lama, atau karena sifat keserakahan yang ingin memiliki, Bodhisatta waspada terhadap keserakahan ini, dan segera menaklukkannya, dan mencari penerima sampai Beliau menemukannya dan memberikan benda tersebut.
 

Misalkan pada saat Beliau hendak memakan makanan yang hanya cukup untuk satu orang kemudian datang orang lain yang meminta makanan tersebut; dalam situasi seperti itu, seorang Bodhisatta tidak akan berpikir dua kali untuk melupakan makanannya dan dengan segera memberikan makanan tersebut kepada yang meminta seperti yang dilakukan oleh Bodhisatta Akitti yang bijaksana. (Bodhisatta dalam salah satu kehidupannya terlahir sebagai seorang Brahmana terkemuka di Bàranasã bernama Akitti yang mendanakan seluruh kekayaannya, kemudian Beliau mengundurkan diri ke dalam hutan; di hutan itu Beliau melanjutkan membagi-bagikan semua miliknya yang baru diperolehnya bahkan di saat Beliau tidak memiliki makanan kecuali daun-daun kara.)

Jika ada yang meminta anaknya, istrinya, budaknya, dan lain-lain, Beliau pertama-tama akan mengemukakan maksud tindakan dàna yang akan dilakukan; jika si peminta merasa puas dan bahagia, barulah Beliau akan mendanakannya, kepada siapa pun yang dengan senang hati membantunya memenuhi Pàramã. Namun Beliau tidak akan memberikan dàna tersebut jika Beliau mengetahui bahwa yang memintanya itu bukan manusia, melainkan raksasa atau siluman.

Demikian pula Beliau tidak akan memberikan kerajaannya kepada mereka yang dapat membawa bahaya dan penderitaan kepada rakyatnya, tetapi Beliau akan mendanakan kepada mereka yang melindungi rakyatnya dengan cara yang baik dan benar.

Demikianlah dàna objek-objek eksternal dilakukan.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------

Dua Tujuan Melakukan Dàna

Dalam mengorbankan bagian-bagian tubuhnya atau seluruh tubuhnya, Bodhisatta memiliki dua tujuan:
(i) memenuhi keinginan si penerima agar ia menikmati apa yang ia perlukan, dan
(ii) agar menjadi terampil dalam melakukan kebajikan dalam memenuhi Kesempurnaan dengan memberikan dengan murah hati tanpa sedikit pun merasa melekat terhadap objek yang diberikan.

~RAPB 1, pp. 134-137~
Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Yumi

  • Sebelumnya snailLcy
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.353
  • Reputasi: 123
  • Gender: Female
  • Good morning, Sunshine..
Dhamma Dàna
« Reply #82 on: 28 June 2008, 09:38:38 PM »
Pemberian Dhamma (Dhamma dàna) maksudnya adalah memberikan Dhammà ramana (satu dari enam objek indria). Sesuai dengan perkataan, “oja, pàna, jãvita adalah termasuk Dhamma dàna), Dhamma dàna dilakukan melalui makanan bergizi, minuman, dan kehidupan.

Penjelasan lebih lanjut:

Setelah mempersiapkan benda-benda seperti mentega, ghee, dan lain-lain, yang bergizi tinggi (oja), dengan mempertimbangkan hanya gizinya, adalah dhamMàramana, kemudian merenungkan, “Aku akan memberikan dàna dhaMàramana; ini adalah dàna dhamMàramana dariku,” kemudian ia memberikan dàna, mentega, ghe, dan lain-lain;

atau memberikan delapan jenis minuman (pàna) yang terbuat dari buah-buahan dan akar-akaran;

atau dengan merenungkan, “ini adalah dàna kehidupan” dengan memberikan benda-benda untuk menunjang kehidupan seperti makanan, dan lain-lain.
atau dengan memanggil dokter untuk mengobati orang sakit atau terluka;
atau dengan menghancurkan jala ikan, sangkar burung, perangkap-perangkap;
atau membebaskan mereka yang berada dalam kurungan, atau membuat pengumunan sambil memukul genderang, “berburu binatang tidak diizinkan; tidak boleh memperdagangkan ikan dan daging”, berusaha melindungi makhluk-makhluk hidup oleh diri sendiri atau dengan mengajak orang-orang lain.

Dàna semacam ini disebut Dàna Dhamma (Dhamma dàna).

Bodhisatta mengabdikan semua perbuatan-perbuatan bajik yang telah dijelaskan di atas demi kebahagiaan dan kesejahteraan makhluk-makhluk di seluruh dunia, hingga mereka mencapai Nibbàna;. pengabdiannya adalah untuk memenuhi persyaratan demi mencapai Pencerahan Sempurna, demi cita-citanya yang tidak pernah pudar (chanda), usaha (viriya), konsentrasi (samàdhi), kebijaksanaan (panna), dan Pembebasan (vimutti) sampai akhirnya Arahatta-Phala.
 

Dalam memenuhi Kesempurnaan Kedermawanan, Bodhisatta mengembangkan persepsi ketidakkekalan sehubungan dengan kehidupannya dan sehubungan dengan harta kekayaannya, Beliau menganggap harta kekayaan ini juga milik orang-orang lain juga. Beliau secara terus menerus mengembangkan rasa welas asih kepada semua makhluk. Dalam memenuhi welas asih ini, Beliau mengumpulkan sari kebajikan yang berguna untuk mencapai kekayaan. Bagaikan seseorang yang rumahnya terbakar, ia pergi dengan membawa harta kekayannya ke tempat yang aman, demikian pula Bodhisatta menyelamatkan dirinya dan aset-asetnya dari istana megah di tiga alam (manusia, dewa, dan brahmà) yang sedang diamuk oleh sebelas api ràga (api nafsu, kebencian, kebodohan, kelahiran, usia tua, kematian, kesedihan, dukacita, kesakitan, tekanan batin, dan putus asa ), dan sebagainya. Dengan cara mendanakannya dengan murah hati tanpa meninggalkan apa pun juga. Beliau melakukannya tanpa khawatir, tanpa membeda-bedakan apa yeng telah didanakan dan apa yang harus disimpan untuk dipergunakan sendiri.

(Demikianlah cara memenuhi Kesempurnaan Kedermawanan).

~RAPB 1, pp. 144-145~

Para bhikkhu, fajar berwarna kuning keemasan adalah pertanda awal terbitnya matahari.
Demikian pula, kesempurnaan sila adalah awal timbulnya Jalan Mulia Berunsur Delapan.
~Silasampada Sutta - Suryapeyyala~

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #83 on: 28 June 2008, 11:32:06 PM »
Mohon tanggapan dari teman2 DC sehubungan dengan penjelasan mengenai Dhammadana di atas
banyak tertulis di buku2 Dhamma, Dana Dhamma adalah dana tertinggi, apakah berdana untuk mencetak buku2 Dhamma itu termasuk Dhammadana?
« Last Edit: 28 June 2008, 11:34:29 PM by Indra »

Offline andry

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 4.117
  • Reputasi: 128
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #84 on: 29 June 2008, 12:48:10 AM »
Mohon tanggapan dari teman2 DC sehubungan dengan penjelasan mengenai Dhammadana di atas
banyak tertulis di buku2 Dhamma, Dana Dhamma adalah dana tertinggi, apakah berdana untuk mencetak buku2 Dhamma itu termasuk Dhammadana?
saya kira iya..
namun menurut saya Dhammadana itu semacam.. perbuatan yg mendorong seseorang untuk mengenal kebajikan.. atau berubah dari yg jahat ke yg baik (gitu lah simpelnya mah)
Samma Vayama

Offline Sumedho

  • Kebetulan
  • Administrator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 12.406
  • Reputasi: 423
  • Gender: Male
  • not self
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #85 on: 29 June 2008, 08:10:28 AM »
Quote
Pemberian Dhamma (Dhamma dàna) maksudnya adalah memberikan Dhammà ramana (satu dari enam objek indria). Sesuai dengan perkataan, “oja, pàna, jãvita adalah termasuk Dhamma dàna), Dhamma dàna dilakukan melalui makanan bergizi, minuman, dan kehidupan.

Penjelasan lebih lanjut:

Setelah mempersiapkan benda-benda seperti mentega, ghee, dan lain-lain, yang bergizi tinggi (oja), dengan mempertimbangkan hanya gizinya, adalah dhamMàramana, kemudian merenungkan, “Aku akan memberikan dàna dhaMàramana; ini adalah dàna dhamMàramana dariku,” kemudian ia memberikan dàna, mentega, ghe, dan lain-lain;

atau memberikan delapan jenis minuman (pàna) yang terbuat dari buah-buahan dan akar-akaran;

atau dengan merenungkan, “ini adalah dàna kehidupan” dengan memberikan benda-benda untuk menunjang kehidupan seperti makanan, dan lain-lain.
atau dengan memanggil dokter untuk mengobati orang sakit atau terluka;
atau dengan menghancurkan jala ikan, sangkar burung, perangkap-perangkap;
atau membebaskan mereka yang berada dalam kurungan, atau membuat pengumunan sambil memukul genderang, “berburu binatang tidak diizinkan; tidak boleh memperdagangkan ikan dan daging”, berusaha melindungi makhluk-makhluk hidup oleh diri sendiri atau dengan mengajak orang-orang lain.

Dàna semacam ini disebut Dàna Dhamma (Dhamma dàna).
definisinya agak beda dengan defisini umum dimana dhamma dana itu berhubungan dengan memberikan sang ajaran.... hmmmm

dari contoh, sesuatu yg menunjang kehidupan...
There is no place like 127.0.0.1

Offline Mr. Wei

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.074
  • Reputasi: 99
  • Gender: Male
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #86 on: 29 June 2008, 05:31:20 PM »
Dalam perenungannya, Bodhisatta melihat bahwa kesabaran (khanti) adalah satu-satunya alat untuk membebaskan makhluk-makhluk dari penjara kehidupan. Ia tidak pernah marah sedikit pun kepada makhluk-makhluk yang bersikap kejam kepadanya yang memotong bagian-bagian tubuhnya, dan lain-lain. Ia berpikir, “Sebagai akibat dari perbuatan jahat yang pernah kulakukan pada masa lampau, aku pantas mengalami penderitaan saat ini. Karena aku telah melakukan kesalahan sebelumnya, aku pantas menerima penderitaan ini sekarang; Akulah yang memulai penderitaan ini.” Demikianlah ia menanggapi kekejaman makhluk lain terhadapnya.

Kemudian ia merenungkan lagi, “Hanya dengan kesabaran aku dapat menyelamatkan mereka. Jika aku jahat kepada mereka yang jahat, aku akan menjadi sama dengan mereka; aku tidak ada bedanya dengan mereka. Bagaimana aku dapat membebaskan mereka dari kesengsaraan lingkaran kelahiran? Tidak akan pernah bisa. Oleh karena itu, dengan mengandalkan kekuatan kesabaran yang menjadi dasar bagi semua kekuatan, dan menerima semua perbuatan jahat mereka terhadapku, aku akan sabar; dan dengan cinta kasih dan welas asih sebagai penuntun, aku akan memenuhi Kesempurnaan. Hanya dengan demikian aku dapat mencapai Kebuddhaan. Hanya dengan mencapai Kebuddhaan, aku dapat menyelamatkan semua makhluk dari penderitaan yang ditimbulkan oleh suatu sebab.” Demikianlah ia melihat situasi tersebut sebagaimana adanya.

(halaman 12 - 13)

pertanyaan:

Isi kalimat diatas adalah praktek Bodhisatta memenuhi 10 paraminya, yaitu khanti. Namun bukan itu yang ingin saya tanyakan.

Bila melukai/ menyerang seorang bijaksana apalagi yang kuat silanya, pasti akan mendapatkan vipaka yang berat. Dan berdana kepada orang bijak/kuat sila, pasti akan mendapat vipaka yang baik.

Sama seperti Maha Kassapa yg mau menerima dana dari orang2 sulit, agar mereka mendapat vipaka baik.

Mengapa Sang Bodhisatta pada saat itu mau dilukai oleh makhluk hidup, alasannya tentu karena sedang melatih khanti... namun dengan membiarkan dirinya diserang oleh makhluk hidup lain itu bukankah menyebabkan makhluk itu malah melakukan pelanggaran berat dan akan menerima vipaka yang buruk?

Sang Buddha mengatakan bahwa dengan mencapai kesempurnaan bahwa ia akan dapat menolong makhluk2 tersebut... namun bukankah itu masih lama dan akan membiarkan makhluk2 tersebut menderita lama dahulu?

Begitu pertanyaanya, mohon pencerahan _/\_
« Last Edit: 29 June 2008, 05:34:22 PM by Mr. Wei »

Offline Mr. Wei

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.074
  • Reputasi: 99
  • Gender: Male
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #87 on: 29 June 2008, 05:41:29 PM »
sebagai Pangeran Vessantara (Bakal Buddha Gotama sebagai Raja Jetuttara, kelahiran terakhir di alam manusia sebelum Bodhisatta terlahir kembali sebagai Pangeran Siddhattha), selagi dalam tahap memenuhi Kesempurnaan, mengorbankan hidupnya dan bagian-bagian tubuhnya sebagai dàna dan mengembangkan praktik dalam cara yang unik, seorang Bakal Buddha dapat terlahir berkali-kali di alam dewa yang berumur panjang sebagai akibat dari kebajikan-kebajikannya. Tetapi ia memilih untuk memotong kehidupannya di alam dewa dengan sengaja mati (adhimutti-maraõa) karena di alam dewa sulit untuk memenuhi Kesempurnaan, sebaliknya ia sering kali terlahir di alam manusia di mana ia dapat meneruskan tugasnya yaitu memenuhi Kesempurnaan.

(hal 13-14)



Dalam konteks itu saya merasa bahwa Sang Bodhisattamengingikan pemotongan kehidupan/ sengaja mati di alam dewa. Saya juga jadi teringat dengan 3 macam lobha, yaitu lobha akan kelahiran kembali, lobha akan kematian/ pemusnahan diri, dan lobha akan kenikmatan indra...
Apakah kasus tersebut dapat tergolong Sang Bodhisatta masih memiliki lobha?

_/\_

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #88 on: 29 June 2008, 08:13:59 PM »
Dear Mr. Wei,
Seorang Bodhisatta menurut paham Theravada seeprti yg dijelaskan dalam RAPB adalah makhluk biasa yang belum mencapai Pencerahan sedikitpun, jadi tentu saja Bodhisatta masih memiliki Lobha, Dosa dan Moha.

Salam
 _/\_

Offline Mr. Wei

  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.074
  • Reputasi: 99
  • Gender: Male
Re: Riwayat Agung Para Buddha
« Reply #89 on: 29 June 2008, 08:41:33 PM »
Maksud saya, mengapa Bodhisatta mengizinkan makhluk lain menyiksanya, padahal akibat dari menyiksa orang bijak atau tangguh silanya itu berat akibatnya. Memang sih untuk menguji kesabaran Bodhisatta, namun apakah Beliau lebih memikirkan pencerahannya daripada nasib makhluk tsb?

_/\_