Jadi, adakah hal yang menarik antara vipassana dan kompatiologi? Atau tidak kompatibel sama sekali?
From:
http://dhammacitta.org/forum/index.php/topic,3444.msg56901.html#msg56901Mekanisme mentalnya intinya 3: Iman Pengharapan dan Kasih.
"Maka dia berusaha membuat beberapa pilihan baru diluar pilihan yang telah ada tersebut."(yg dialami 'S.G.')
Pilihan barunya adalah "pengharapan" akan nirwana atau mungkin lepas dari siklus hidup dan mati (harap koreksi kalau saya salah). "Kasih" yang dipancarkannya kepada orang lain lalu diterima orang lain menimbulkan penambahan rasa bahagia pada diri sendiri sehingga terjadi siklus pertambahan rasa bahagia yang tidak ada habisnya. "Iman"-nya adalah tercapainya range/jangkauan pengalaman perasaan dari paling enak sampai paling tidak enak. Hal-hal ini dicapai dengan menyangkal banyak hal kecuali keberadaan diri sendiri dan meditasi.
Enak dan enak. Pembandingnya enak adalah enak, jadi sama saja tidak ada pembanding/variasi.
Tidak enak dan tidak enak. Pembandingnya tidak enak adalah tidak enak, jadi sama saja tidak ada pembanding/variasi.
Enak dan tidak enak. Pembandingnya enak adalah tidak enak, antara enak dan tidak enak terdapat suatu range (jangkauan) yang dicapai. Misalnya kalau dalam matematika saya menulis: 1 < 10 maka ada ruangan antara 1 dan 10 yang jangkauannya sebesar 9.
Misalnya seekor anjing memakan dog food yang sama setiap hari (tidak diberi makanan yang lain), lalu tiba-tiba tuannya menjatuhkan sebuah bakso ikan. Maka bakso ikan tsb memberikan pembanding antara dog food dan bakso ikan. Meskipun hanya sesekali pengalaman bakso ikan tsb ia alami tetapi sangat berarti karena memberikan range/jangkauan perbedaan antara pengalaman makan dog food dan makan bakso ikan.
"S.G." itu "S.B.". Selain cara yang ditempuh si "S.G." ada banyak pribadi lain yang menemukan caranya sendiri dalam mengakali problema "Mekanisme mentalnya intinya 3: Iman Pengharapan dan Kasih" dengan caranya masing-masing.
Pilihan cara yang 'saya' (Vincent Liong) pakai cenderung menggunakan minuman tidak menggunakan meditasi, sebab meminum minuman adalah pengalaman ke dalam diri beda dengan pendengaran, penciuman, pengelihatan, perabaan, dlsb yang sifatnya pengalaman ke luar diri. Intinya asal tercapai range/jangkauan/variasi pengalaman pribadi. Hasilnya mirip-mirip karena permasalahan yang ingin dijawab itu-itu saja, penjelasan dan sudutpandang dalam memperlakukan Iman Pengharapan dan Kasih bisa berbeda-beda.
Saya memilih cara ini karena sulit melakukan quality control dalam mengajarkan meditasi sebab siapa tahu isi hati setiap orang, siapa tahu dia mengartikan proses bimbingan secara benar atau salah. Pengalaman pengecapan masih lebih mudah dibuat quality control-nya karena pengalamannya adalah pengalaman fisikal, bukan pengalaman pikiran yang tidak memiliki ketetapan karena bisa berubah dan dimanipulasi oleh pribadi itu sendiri tanpa disadari.
"Iman Pengharapan dan Kasih"
(note: masing-masing dari anda juga bisa melakukan pencarian tentang rumus apa yang mau anda gunakan untuk mengakali permasalahan mental ini. tidak menjadi masalah cara mana yang anda pakai asal dirasa cocok bagi diri anda. Tidak setiap cara diperuntukkan untuk semua orang.)