78. Kotbah tentang Undangan Brahmā kepada Sang Buddha<65>
Demikianlah telah kudengar. Pada suatu ketika Sang Buddha sedang berdiam di Sāvatthī, tinggal di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.
Pada waktu itu terdapat Brahmā tertentu yang berdiam di alam Brahmā yang memunculkan pandangan salah ini: “Alam ini adalah kekal, alam ini adalah abadi, alam ini bertahan selamanya, alam ini adalah intisarinya, alam ini adalah bersifat tanpa akhir. Alam ini adalah pembebasan; tidak ada pembebasan lain yang lebih tinggi daripada pembebasan ini. Ini adalah yang tertinggi, luhur, dan agung.”
Kemudian Sang Bhagavā, yang dengan pengetahuannya atas pikiran orang lain mengetahui pemikiran dalam pikiran Brahmā itu, memasuki keadaan konsentrasi yang sesuai. Melalui keadaan konsentrasi yang sesuai ini, [semudah dan secepat] seperti seseorang yang kuat membengkokkan dan meluruskan lengannya, beliau lenyap dari Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika di Sāvatthī, dan muncul di alam Brahmā.
Pada waktu itu, ketika melihat Sang Bhagavā tiba, Brahmā itu mengundang Sang Bhagavā:
Selamat datang, Pertapa Agung! Alam ini adalah kekal, alam ini adalah abadi, alam ini bertahan selamanya, alam ini adalah intisarinya, alam ini adalah bersifat tanpa akhir. Alam ini adalah pembebasan; tidak ada pembebasan lain yang lebih tinggi daripada pembebasan ini. Ini adalah yang tertinggi, luhur, agung.
Kemudian Sang Bhagavā berkata:
Brahmā, engkau memuji sebagai kekal apa yang tidak kekal; engkau memuji sebagai abadi apa yang tidak abadi; engkau memuji sebagai bertahan apa yang tidak bertahan; engkau memuji sebagai intisarinya apa yang bukan intisarinya; engkau memuji sebagai yang bersifat tanpa akhir apa yang bersifat [akan] berakhir. Engkau memuji sebagai pembebasan apa yang bukan pembebasan, [dengan menyatakan] bahwa tidak ada pembebasan lain yang lebih tinggi daripada pembebasan ini, bahwa ini adalah yang tertinggi, luhur, agung. Brahmā, ini adalah ketidaktahuan pada pihakmu. Brahmā, ini adalah ketidaktahuan pada pihakmu.
Pada waktu itu, Māra, Si Jahat sedang berada di antara perkumpulan itu.<66> Kemudian Māra, Si Jahat, berkata kepada Sang Bhagavā:
Bhikkhu, janganlah membantah apa yang dikatakan Brahmā ini! Janganlah menentang apa yang dikatakan Brahmā ini! Bhikkhu, jika engkau membantah apa yang dikatakan Brahmā ini, jika engkau menentang apa yang dikatakan Brahmā ini, maka, bhikkhu, ini akan seperti seseorang membawakanmu sesuatu yang menguntungkan tetapi engkau menolaknya. Apa yang engkau katakan, bhikkhu, adalah seperti itu.
Oleh sebab itu, bhikkhu, aku katakan padamu, “Janganlah membantah apa yang dikatakan Brahmā ini! Janganlah menentang apa yang dikatakan Brahmā ini!” Bhikkhu, jika engkau membantah apa yang dikatakan Brahmā ini, jika engkau menentang apa yang dikatakan Brahmā ini, maka, bhikkhu, engkau akan seperti seseorang yang jatuh dari puncak gunung dan menangkap ruang kosong dengan tangan dan kakinya tetapi tidak menemukan apa pun untuk berpegangan. Apa yang engkau katakan, bhikkhu, adalah seperti itu.
Oleh sebab itu, bhikkhu, aku katakan padamu, “Janganlah membantah apa yang dikatakan Brahmā ini! Janganlah menentang apa yang dikatakan Brahmā ini!” Bhikkhu, jika engkau membantah apa yang dikatakan Brahmā ini, jika engkau menentang apa yang dikatakan Brahmā ini, maka, bhikkhu, engkau akan seperti seseorang yang jatuh dari puncak pohon dan menangkap ranting-ranting dan dedaunan dengan tangan dan kakinya tetapi tidak menemukan apa pun untuk berpegangan. Apa yang engkau katakan, bhikkhu, adalah seperti itu.
Oleh sebab itu, bhikkhu, aku katakan padamu, “Janganlah membantah apa yang dikatakan Brahmā ini! Janganlah menentang apa yang dikatakan Brahmā ini!” Mengapakah demikian? Ini adalah Brahmā dari para Brahmā, yang berbahagia, yang mampu melakukan keajaiban-keajaiban. Ia adalah yang paling dihormati, dapat membuat, dapat menciptakan. Ia adalah ayah [semua makhluk hidup]; apa pun makhluk hidup yang telah muncul atau akan muncul, semuanya muncul dari dirinya. Ia mengetahui semua yang dapat diketahui; ia melihat semua yang dapat dilihat.
Pertapa Agung, jika seorang pertapa atau brahmana jijik terhadap [unsur] tanah dan mencela tanah, maka ketika hancurnya jasmani pada saat kematian ia pasti akan terlahir kembali di antara para bidadari yang rendah. Hal yang sama untuk [unsur] air, … api, … [dan] angin, … untuk para makhluk halus … dewa … Pajāpati, … jika ia jijik terhadap Brahmā dan mencela Brahmā, maka ketika hancurnya jasmani pada saat kematian ia pasti akan terlahir kembali di antara para bidadari yang rendah.
[Sebaliknya,] jika seorang pertapa atau brahmana bergembira dalam [unsur] tanah dan memuji tanah, maka ketika hancurnya jasmani pada saat kematian ia pasti akan terlahir kembali di antara para Brahmā yang tertinggi dan paling dihormati.
Hal yang sama untuk [unsur] air, … api, … [dan] angin, … untuk para makhluk halus … dewa … Pajāpati, … jika ia bergembira dalam Brahmā dan memuji Brahmā, maka ketika hancurnya jasmani pada saat kematian ia pasti akan terlahir kembali di antara para Brahmā yang tertinggi dan paling dihormati. Pertapa Agung, apakah engkau tidak melihat perkumpulan besar pengiring Brahmā ini, yang duduk di sini pada posisi yang sama sepertiku?
Māra, Si Jahat itu, walaupun bukan seorang Brahmā atau salah seorang dari pengiring Brahmā, menyatakan dirinya sendiri, “Akulah seorang Brahmā.”
Pada waktu itu, Sang Bhagavā berpikir demikian, “Māra, Si Jahat ini, walaupun ia bukan seorang Brahmā atau salah seorang dari pengiring Brahmā, menyatakan dirinya sendiri, ‘Akulah seorang Brahmā.’ Jika sesungguhnya terdapat seseorang yang disebut Māra, Si Jahat, maka ini hanyalah Māra, Si Jahat ini.”
Setelah memahami hal ini, Sang Bhagavā berkata:
Māra, Si Jahat, engkau bukanlah Brahmā ataupun engkau bukan salah seorang dari pengiring Brahmā, tetapi engkau menyatakan dirimu sendiri, “Akulah Brahmā.” Jika sesungguhnya terdapat seseorang yang disebut Māra, Si Jahat, maka engkau hanyalah Māra, Si Jahat.
Kemudian Māra, Si Jahat, berpikir, “Sang Bhagavā mengetahuiku; Sang Sugata melihatku.” Mengetahui hal ini, ia menjadi putus asa dan langsung menghilang tepat di sana.<67>
Kemudian Brahmā itu mengundang [lagi] Sang Bhagavā sampai tiga kali:
Selamat datang, Pertapa Agung. Alam ini adalah kekal, alam ini adalah abadi, alam ini bertahan selamanya, alam ini adalah intisarinya, alam ini adalah bersifat tanpa akhir. Alam ini adalah pembebasan; tidak ada pembebasan lain yang lebih tinggi daripada pembebasan ini. Ini adalah yang tertinggi, luhur, agung.
Sang Bhagavā juga berkata sampai tiga kali:
Brahmā, engkau memuji sebagai kekal apa yang tidak kekal; engkau memuji sebagai abadi apa yang tidak abadi; engkau memuji sebagai bertahan apa yang tidak bertahan; engkau memuji sebagai intisarinya apa yang bukan intisarinya; engkau memuji sebagai yang bersifat tanpa akhir apa yang bersifat [akan] berakhir. Engkau memuji sebagai pembebasan apa yang bukan pembebasan, [dengan menyatakan] bahwa tidak ada pembebasan lain yang lebih tinggi daripada pembebasan ini, bahwa ini adalah yang tertinggi, luhur, agung. Brahmā, ini adalah ketidaktahuan pada pihakmu. Brahmā, ini adalah ketidaktahuan pada pihakmu.
Kemudian Brahmā itu berkata kepada Sang Bhagavā:
Pertapa Agung, dahulu terdapat para pertapa dan brahmana dengan masa kehidupan sangat panjang yang tetap hidup selama waktu yang sangat panjang. Pertapa Agung, masa kehidupanmu sangat pendek, lebih singkat daripada lamanya satu kali duduk dalam keterasingan dari para pertapa dan brahmana itu.
Mengapakah demikian? Mereka mengetahui semua yang dapat diketahui, mereka melihat semua yang dapat dilihat. Jika sesungguhnya terdapat suatu pembebasan, maka tidak ada pembebasan lain yang lebih tinggi daripada pembebasan ini, karena ini adalah yang tertinggi, luhur, agung. Dan jika sesungguhnya tidak ada pembebasan, maka tidak ada pembebasan lain yang lebih tinggi daripada pembebasan ini, karena ini adalah yang tertinggi, luhur, agung. Pertapa Agung, engkau memahami apa yang merupakan pembebasan sebagai bukan pembebasan; engkau memahami apa yang bukan pembebasan sebagai pembebasan. Dengan cara ini engkau tidak akan mencapai pembebasan; [sebaliknya] ini akan menjadi delusi besar [bagimu].
Mengapakah demikian? Karena ini di luar batasmu.
Pertapa Agung, jika seorang pertapa atau brahmana bergembira dalam tanah dan memuji tanah, maka berada dalam kekuasaanku; ia pasti mengikuti keinginanku, pasti mengikuti perintahku. Dengan cara yang sama untuk air, … api, … angin, … para makhluk halus, … dewa, … Pajāpati, … jika ia bergembira dalam Brahmā, memuji Brahmā, maka ia berada dalam kekuasaanku; ia pasti mengikuti keinginanku, pasti mengikuti perintahku.
Pertapa Agung, jika engkau bergembira dalam tanah dan memuji tanah, maka engkau juga berada dalam kekuasaanku; engkau pasti mengikuti keinginanku, pasti mengikuti perintahku. Dengan cara yang sama untuk air, … api, … angin, … para makhluk halus, … dewa, … Pajāpati, … jika engkau bergembira dalam Brahmā dan memuji Brahmā, maka engkau juga berada dalam kekuasaanku; engkau pasti mengikuti keinginanku, pasti mengikuti perintahku.
Terhadap hal ini Sang Bhagavā berkata:
Demikianlah, Brahmā; apa yang dikatakan Brahmā adalah kebenaran. Jika seorang pertapa bergembira dalam [unsur] tanah dan memuji tanah, maka ia berada dalam kekuasaanmu; ia pasti akan mengikuti keinginanmu dan mengikuti perintahmu. Dengan cara yang sama untuk air, … api, … angin, … para makhluk halus, … dewa, … Pajāpati, … jika ia bergembira dalam Brahmā dan memuji Brahmā, maka ia berada dalam kekuasaanmu; ia pasti mengikuti keinginanmu dan mengikuti perintahmu.
Brahmā, jika aku bergembira dalam [unsur] tanah dan memuji unsur tanah, maka aku juga akan berada dalam kekuasaanmu; aku pasti akan mengikuti keinginanmu dan mengikuti perintahmu. Dengan cara yang sama untuk air, … api, … angin, … para makhluk halus, … dewa, … Pajāpati, … jika aku bergembira dalam Brahmā dan memuji Brahmā, maka aku juga akan berada dalam kekuasaanmu; ia pasti akan mengikuti keinginanmu dan mengikuti perintahmu.
Brahmā, sehubungan dengan delapan objek ini, [empat unsur dan empat kelompok makhluk surgawi,] jika aku mengikuti objek-objek ini, bergembira di dalamnya dan memuji mereka, maka ini akan menjadi jalan [apa yang engkau jelaskan].
[Namun,] Brahmā, aku mengetahui dari mana engkau datang dan ke mana engkau pergi, di mana engkau berdiam, di mana kehidupan berakhir, dan di mana engkau terlahir kembali. [Aku mengetahui bahwa] jika seseorang muncul sebagai seorang Brahmā, ia memiliki kekuatan batin yang besar, kebajikan yang besar dan hebat, jasa yang besar, kekuatan dewa yang besar.
Terhadap hal ini Brahmā itu berkata kepada Sang Bhagavā:
Pertapa agung, bagaimanakah engkau mengetahui apa yang kuketahui dan melihat apa yang kulihat? Bagaimanakah engkau sepenuhnya mengenali kekuasaanku, yang bagaikan matahari, yang dengan cemerlang menerangi semua arah dalam ribuan dunia ini? Apakah engkau [juga] telah memperoleh kekuasaan dalam ribuan dunia ini? Dalam mengetahui berbagai dunia di mana tidak ada siang dan malam itu, apakah engkau, Pertapa Agung, melewatinya? Apakah engkau sering melewatinya?
Sang Bhagavā menjawab:
Brahmā, kekuasaanmu bagaikan matahari, yang dengan cemerlang menerangi semua arah dalam ribuan dunia. Dalam ribuan dunia ini, aku [juga] telah mencapai kekuasaan dan aku juga mengetahui berbagai dunia di mana tidak terdapat siang dan malam itu. Brahmā, aku telah melewatinya. Aku sering melewatinya.
Brahmā, terdapat tiga kelompok para dewa [lebih lanjut]: para dewa bercahaya, pada dewa bercahaya murni, dan para dewa bercahaya murni yang menyebar luas.<68> Brahmā, apa pun pengetahuan dan penglihatan yang dimiliki tiga kelompok dewa itu, aku juga memiliki pengetahuan dan penglihatan itu. Brahmā, apa pun pengetahuan dan penglihatan yang tidak dimiliki tiga kelompok dewa ini, aku sendiri memiliki pengetahuan dan penglihatan itu. Brahmā, apa pun pengetahuan dan penglihatan yang dimiliki tiga kelompok dewa itu dan para pengiring mereka, aku juga memiliki pengetahuan dan penglihatan itu. Brahmā, apa pun pengetahuan dan penglihatan yang tidak dimiliki tiga kelompok dewa ini dan para pengiring mereka, aku sendiri memiliki pengetahuan dan penglihatan itu.
Brahmā, apa pun pengetahuan dan penglihatan yang engkau miliki, aku juga memiliki pengetahuan dan penglihatan ini. Brahmā, apa pun pengetahuan dan penglihatan yang tidak engkau miliki, aku sendiri memiliki pengetahuan dan penglihatan itu. Brahmā, apa pun pengetahuan dan penglihatan yang engkau dan pengiringmu miliki, aku juga memiliki pengetahuan dan penglihatan ini. Brahmā, apa pun pengetahuan dan penglihatan yang tidak engkau dan pengiringmu miliki, aku memiliki pengetahuan dan penglihatan ini. Brahmā, engkau tidak sama sepenuhnya denganku; engkau dengan cara apa pun tidak sama denganku. Alih-alih, aku lebih tinggi daripada dirimu; aku lebih agung daripada dirimu.
Kemudian, Brahmā itu berkata kepada Sang Bhagavā:
Pertapa Agung, bagaimanakah bahwa apa pun pengetahuan dan penglihatan yang dimiliki tiga kelompok dewa itu, engkau juga memiliki pengetahuan dan penglihatan itu; apa pun pengetahuan dan penglihatan yang tidak dimiliki tiga kelompok dewa itu, engkau sendiri memiliki pengetahuan dan penglihatan itu; apa pun pengetahuan dan penglihatan yang dimiliki tiga kelompok dewa itu dan para pengiring mereka, engkau juga memiliki pengetahuan dan penglihatan itu; dan apa pun pengetahuan dan penglihatan yang tidak dimiliki tiga kelompok dewa itu dan para pengiringnya, engkau sendiri memiliki pengetahuan dan penglihatan itu?
[Bagaimanakah bahwa] apa pun pengetahuan dan penglihatan yang kumiliki, engkau juga memiliki pengetahuan dan penglihatan ini; apa pun pengetahuan dan penglihatan yang tidak kumiliki, engkau sendiri memiliki pengetahuan dan penglihatan itu; apa pun pengetahuan dan penglihatan yang dimiliki olehku dan pengiringku, engkau juga memiliki pengetahuan dan penglihatan itu; dan apa pun pengetahuan dan penglihatan yang tidak dimiliki olehku dan pengiringku, engkau sendiri memiliki pengetahuan dan penglihatan itu?
Pertapa Agung, apakah engkau tidak mengatakan hal ini karena nafsu? Dengan ditanyakan berulang-ulang engkau tidak akan mengetahui [bagaimana menjawabnya] dan menjadi lebih kebingungan. Mengapakah demikian? Karena aku menyadari tak terhitung dunia, aku memiliki tak terhitung pengetahuan, tak terhitung penglihatan, tak terhitung pembedaan, dan aku mengetahui masing-masing dan setiap hal dengan jelas. Tanah ini kuketahui sebagai tanah, ... air, ... api, ... angin, ... para makhluk halus, ... dewa, ... Pajāpati, ... Brahmā ini kuketahui sebagai Brahmā.”
Terhadap hal ini Sang Bhagavā berkata:
Brahmā, jika terdapat seorang pertapa atau brahmana yang sehubungan dengan [unsur] tanah memiliki persepsi tanah sebagai “tanah adalah aku”, “tanah adalah milikku”, “aku milik tanah”, maka, karena ia menganggap tanah sebagai diri, ia tidak [sepenuhnya] mengetahui [unsur] tanah. Dengan cara yang sama untuk air, ... api, ... angin, ... para makhluk halus, ... dewa, ... Pajāpati, ... Brahmā, ... [para dewa] tanpa gangguan, ... [para dewa] tanpa dukacita, ... jika sehubungan dengan kemurnian ia memiliki persepsi kemurnian sebagai “kemurnian adalah aku”, “kemurnian adalah milikku”, “aku milik kemurnian”, maka, karena ia menganggap kemurnian sebagai diri, ia tidak [sepenuhnya] mengetahui kemurnian.
Brahmā, jika terdapat seorang pertapa atau brahmana yang sehubungan dengan [unsur] tanah mengetahui tanah sebagai “tanah bukan aku”, “tanah bukan milikku”, “aku bukan milik tanah”, maka, karena ia tidak menganggap tanah sebagai diri, ia [sepenuhnya] mengetahui [unsur] tanah. Dengan cara yang sama untuk air, ... api, ... angin, ... para makhluk halus, ... dewa, ... Pajāpati, ... Brahmā, ... [para dewa] tanpa gangguan, ... [para dewa] tanpa dukacita, ... sehubungan dengan kemurnian ia mengetahui kemurnian sebagai “kemurnian bukan aku”, “kemurnian bukan milikku”, “aku bukan milik kemurnian”, maka, karena ia tidak menganggap kemurnian sebagai diri, ia [sepenuhnya] mengetahui kemurnian.
Brahmā, sehubungan dengan [unsur] tanah aku mengetahui tanah sebagai “tanah bukan aku”, “tanah bukan milikku”, “aku bukan milik tanah.” Karena aku tidak menganggap tanah sebagai diri, aku [sepenuhnya] mengetahui [unsur] tanah. Dengan cara yang sama untuk air, ... api, ... angin, ... para makhluk halus, ... dewa, ... Pajāpati, ... Brahmā, ... [para dewa] tanpa gangguan, ... [para dewa] tanpa dukacita, .... Sehubungan dengan kemurnian aku mengetahui kemurnian sebagai “kemurnian bukan aku”, “kemurnian bukan milikku”, “aku bukan milik kemurnian.” Karena ia tidak menganggap kemurnian sebagai diri, aku [sepenuhnya] mengetahui kemurnian.<69>
Kemudian Brahmā itu berkata kepada Sang Bhagavā:
Pertapa Agung, makhluk-makhluk hidup ini menginginkan penjelmaan, bergembira dalam penjelmaan, terbiasa dengan penjelmaan. [Namun] engkau telah mencabut landasan penjelmaan. Mengapakah demikian? [Karena] engkau disebut sebagai seorang Tathāgata, bebas dari kemelekatan, yang tercerahkan sepenuhnya.
Kemudian [Sang Buddha] mengucapkan bait ini:<70>
Melihat ketakutan dalam penjelmaan
Dan tidak melihat ketakutan dalam tanpa-penjelmaan,
Oleh sebab itu janganlah bergembira dalam penjelmaan!
Mengapakah penjelmaan tidak seharusnya ditinggalkan?
[Brahmā itu berkata,] “Pertapa Agung, aku sekarang ingin membuat diriku menghilang.”
Sang Bhagavā berkata, “Brahmā, jika engkau ingin membuat dirimu menghilang, maka lakukanlah seperti keinginanmu.”
Kemudian, ke mana pun Brahmā membuat dirinya menghilang, Sang Bhagavā segera mengetahui, “Brahmā, engkau berada di sana. Engkau berada di sini. Engkau berada di antaranya.”
Kemudian Brahmā itu melakukan semua yang ia mampu untuk mewujudkan kekuatan batinnya. Ia ingin membuat dirinya menghilang tetapi tidak dapat menghilang. Ia kembali, dengan tetap berada dalam alam Brahmā. Kemudian, Sang Bhagavā berkata, “Brahmā, sekarang aku juga ingin membuat diriku menghilang.”
Kemudian Brahmā berkata kepada Sang Bhagavā, “Pertapa Agung, jika engkau ingin membuat dirimu menghilang, lakukanlah seperti keinginanmu.”
Kemudian Sang Bhagavā berpikir demikian, “Biarlah aku sekarang mewujudkan suatu kekuatan batin yang sesuai sedemikian sehingga aku memancarkan suatu cahaya yang sangat cemerlang, yang menerangi seluruh kekuasaan Brahmā selagi diriku sendiri tetap tidak terlihat, sehingga Brahmā dan pengiringnya hanya akan mendengar suaraku dan tidak melihat wujudku.”
Kemudian Sang Bhagavā mewujudkan suatu kekuatan batin yang sesuai sedemikian sehingga beliau memancarkan suatu cahaya yang sangat cemerlang, yang menerangi seluruh alam Brahmā selagi beliau sendiri tetap tidak terlihat, sehingga Brahmā dan pengiringnya hanya mendengar suara beliau dan tidak melihat wujud beliau.<71>
Kemudian Brahmā dan semua orang dalam pengiring Brahmā berpikir demikian, “Pertapa Gotama adalah yang paling mengagumkan, paling luar biasa. Ia memiliki kekuatan batin yang besar, kebajikan yang besar dan hebat, jasa yang besar, kekuatan dewa yang besar. Mengapakah demikian? Ia memancarkan suatu cahaya yang sangat cemerlang, yang menerangi seluruh alam Brahmā selagi ia sendiri tidak terlihat, sehingga aku dan pengiringku hanya mendengar suaranya dan tidak melihat wujudnya.”