//honeypot demagogic

 Forum DhammaCitta. Forum Diskusi Buddhis Indonesia

Author Topic: Sunyata, Alaya  (Read 16872 times)

0 Members and 1 Guest are viewing this topic.

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Sunyata, Alaya
« Reply #15 on: 29 December 2010, 04:02:50 PM »
dari zen mind, Beginner's mind "shunryu suzuki"

KEKOSONGAN
"Ketika Anda belajar agama Buddha. Anda harus memiliki sebuah pembersih untuk pikiran Anda."
 
jika anda ingin belajar agama buddha, anda harus melepaskan semua gagasan yang sudah anda miliki ini di mulai dengan melepaskan gagasan tentang substansi atau eksistensi. Pandangan umum tentang kehidupan biasanya berakar pada gagasan akan keberadaan. Bagi kebanyakan orang, semua hal ada; mereka berpikir yang mereka lihat dan dengar ada. Tentu saja burung yang apa kita lihat dan dengar nyata, ia ada, tetapi apa yang 'saya maksud bisa sangat berbeda dengan apa yang anda maksud. Pengertian Buddhis tentang kehidupan meliputi keberadaan dan ketidakberadaan. Burung tersebut ada dan tidak ada pada saat yang bersamaan. Kita mengatakan pandangan tentang hidup yang hanya berdasarkan pada eksistensi saja bersifat heretikal. Jika Anda terlalu serius, seakan-akan mereka ada atau permanen, Anda disebut seorang heretic. Kebanyakan orang mungkin adalah heretic.
Kita mengatakan keberadaan sejati berasal dari kekosongan dan kembali lagi ke kekosongan. Apa yang muncul dari kekosongan adalah keberadaan sejati. Kita harus melalui pintu kekosongan. Gagasan tentang eksistensi sangat sulit untuk dijelaskan. Banyak orang akhir-akhir ini mulai merasakan, paling tidak secara intelektual, kekosongan dunia modern, atau kontradiksi dalam budaya mereka. Di masa lalu, misalnya, orang Jepang yakin bahwa budaya dan cara hidup tradisional mereka akan bertahan selamanya. Tetapi semenjak kalah perang, mereka ,menjadi skeptis. Sebagian orang berpikir sikap skeptis ini buruk, tetapi sebenarnya ini lebih baik daripada perilaku lama.
Selama kita memiliki gagasan atau harapan di masa depan, kita tidak bisa fokus dengan apa yang hadir saat ini.
Anda sering berkata, "Saya akan melakukannya besok atau tahun depan," percaya bahwa yang ada hari ini juga akan ada besok. Meskipun Anda tidak berusaha terlalu keras Anda berharap bahwa sesuatu yang menjanjikan akan datang, selama Anda menjalankan cara tertentu. Tetapi cara tersebut juga tidak ada selamanya. Tidak ada sebuah cara yang disiapkan untuk kita. Kita harus mencari cara kita sendiri setiap saat. Sebuah gagasan tentang kesempurnaan, atau sebuah cara sempurna yang disiapkan oleh orang lain bukan sebuah cara sejati untuk kita.
Kita semua harus membuat cara kita sendiri, dan ketika kita sudah memilikinya, cara tersebut akan mengekspresikan cara universal. Ini adalah misterinya. Ketika Anda mengerti sesuatu lebih mendalam, Anda mengerti semua hal. Ketika Anda berusaha mengerti semua hal, Anda tidak akan mengerti apa-apa. Cara yang terbaik adalah mengerti diri sendiri, maka Anda akan mengerti semuanya. Jadi, ketika Anda berusaha keras membuat cara Anda, Anda akan membantu orang lain, dan Anda akan dibantu oleh orang lain. Sebelum Anda memiliki cara Anda sendiri Anda tidak bisa membantu siapa-siapa dan tidak ada seorang pun yang bisa membantu Anda. Untuk bisa bebas seperti ini, Anda harus melupakan semua yang ada di pikiran kita dan menemukan sesuatu yang cukup barn dan berbeda setiap saat. Inilah cara kita hidup di dunia ini. Jadi, pengertian sejati akan muncul dari kekosongan, Ketika Anda belajar agama Buddha, Anda harus memiliki sebuah pembersih untuk pikiran Anda.

Anda harus mengeluarkan semua yang ada dari ruang Anda dan membersihkannya hingga tuntas. Jika perlu, Anda bisa mengembalikannya lagi. Anda mungkin menginginkan banyak hal, jadi Anda bawa kembali satu demi satu. Tetapi jika mereka tidak penting, tidak usah disimpan.
Kita melihat seekor burung sedang terbang. Terkadang kita melihat jejaknya. Sebenarnya kita tidak bisa melihat jejak burung yang sedang terbang, tetapi kadang-kadang kita merasa kita bisa. Ini juga bagus. Jika perlu, Anda bisa membawa kembali barang-barang yang ada keluarkan dari ruangan Anda. Tetapi sebelum Anda mengembalikan sesuatu ke dalam ruangan Anda, Anda perlu mengeluarkan sesuatu. Jika tidak, ruangan Anda akan penuh dengan sampah barang-barang tua.
Kita mengatakan, "Selangkah demi selangkah kita menghentikan suara riak anak sungai." Ketika kita berjalan di samping anak sungai, Anda bisa mendengar suara air mengalir. Suara itu terus terdengar, tetapi Anda harus bisa menghentikannya jika Anda mau. Ini adalah kebebasan; ini adalah pelepasan. Sate persatu bentuk-bentuk pikiran hadir di pikiran Anda, tetapi jika Anda ingin menghentikan mereka Anda bisa. Jadi, jika Anda mampu menghentikan suara riak aliran air, Anda akan menghargai hasil usaha Anda. Tetapi selama Anda memiliki gagasan permanen, atau terjebak dalam cara-cara kuno, Anda tidak bisa menghargai semua hal.
Jika Anda menginginkan kebebasan, Anda tidak akan mendapatkannya. Kebebasan absolut itu sendiri penting sebelum Anda mendapatkannya. Itu adalah latihan kita. Jalan kita tidak selalu menuju ke satu tujuan. Terkadang menuju ke timur; terkadang ke barat. Pergi ke timur sejauh satu mil artinya kembali ke barat satu mil. Biasanya, jika Anda pergi ke timur satu mil itu berarti lawan dari pergi ke barat satu mil. Jika kita bisa pergi ke timur satu mil, ini artinya kita bisa pergi ke barat satu mil. Ini adalah kebebasan. Tanpa kebebasan ini Anda tidak konsentrasi kepada apa yang Anda kerjakan. Anda berpikir Anda berkonsentrasi, tetapi sebelum Anda meraih kebebasan ini, Anda mengalami kecemasan ketika melakukan sesuatu. Karena Anda terikat kepada gagasan pergi ke timur atau ke barat, aktivitas Anda menjadi dikotomi atau mendua. Selama Anda terjebak dalam dualitas, Anda tidak mencapai kebebasan absolut dan Anda tidak bisa konsentrasi.
Konsentrasi bukan berusaha keras memperhatikan sesuatu. Dalam zazen, jika Anda mencoba memandang satu titik Anda akan lelah dalam waktu sekitar lima menit. Itu bukan konsentrasi. Konsentrasi berarti kebebasan. Usaha Anda tidak boleh ditujukan untuk apa-apa. Dalam latihan zazen pikiran Anda harus konsentrasi kepada nafas Anda, tetapi caranya adalah dengan melupakan diri Anda dan hanya duduk dan merasakan nafas. Sava tidak tahu mana yang lebih dulu. Jadi, sebenarnya tidak perlu berusaha keras untuk konsentrasi kepada nafas. Lakukan saja sebaik Anda bisa. Jika Anda lanjutkan latihan ini, pada akhirnya Anda akan merasakan keberadaan sejati yang berasal dari kekosongan.


Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Mahadeva

  • Sebelumnya: raynoism
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 602
  • Reputasi: 10
  • Gender: Male
Re: Sunyata, Alaya
« Reply #16 on: 30 December 2010, 01:39:29 AM »

Inilah bagaimana Shunyata itu indah, bukan kosong melompong kaya propaganda beberapa kaum Kristiani.

kalau saya pribadi, shunyata itu kosong melompong pun akan tetap indah....dan tidak masalah juga kan kalau kosong melompong? kalau yang agama lain tidak setuju ya lumrah.....tentang realisasi shunyata, apakah benar masih ada kasih, prajna dan keinginan luhur?, apakah benar2 ada makhluk yang mengasihi dan makhluk lain yang dikasihi? jadi bukannya saat parinirwana, ilusi ttg ada makhluk lain dan diri sudah lenyap ya?
 thx

Offline seniya

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 3.469
  • Reputasi: 169
  • Gender: Male
  • Om muni muni mahamuni sakyamuni svaha
Re: Sunyata, Alaya
« Reply #17 on: 30 December 2010, 01:56:12 PM »
 [at] raynoism:

Pandangan anda terkesan spt nihilisme krn menganggap segalanya hanya ilusi dan tdk nyata. Namun dlm konsep sunyata,hanya "aku","diri" yg ilusi,tetapi unsur2 yg membentuk "diri"/"aku" itulah yg nyata,unsur2 tsb tdk dpt berdiri sendiri sbg "aku".

Dlm Kaccayanagotta Sutta dikatakan "segala sesuatu ada" adl satu pandangan ekstrem, "segala sesuatu tdk ada" adl pandangan ekstrem yg lain. Sang Buddha mengajarkan paticcasamuppada sbg jalan tengah atas kedua pandangan ekstrem ini.
"Holmes once said not to allow your judgement to be biased by personal qualities, and emotional qualities are antagonistic to clear reasoning."
~ Shinichi Kudo a.k.a Conan Edogawa

Offline Mahadeva

  • Sebelumnya: raynoism
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 602
  • Reputasi: 10
  • Gender: Male
Re: Sunyata, Alaya
« Reply #18 on: 30 December 2010, 02:11:55 PM »
[at] raynoism:

Pandangan anda terkesan spt nihilisme krn menganggap segalanya hanya ilusi dan tdk nyata. Namun dlm konsep sunyata,hanya "aku","diri" yg ilusi,tetapi unsur2 yg membentuk "diri"/"aku" itulah yg nyata,unsur2 tsb tdk dpt berdiri sendiri sbg "aku".

Dlm Kaccayanagotta Sutta dikatakan "segala sesuatu ada" adl satu pandangan ekstrem, "segala sesuatu tdk ada" adl pandangan ekstrem yg lain. Sang Buddha mengajarkan paticcasamuppada sbg jalan tengah atas kedua pandangan ekstrem ini.

lha kan dalam paticcasamuppada secara ringkas kan di terang kan timbul ini, timbul itu, lenyap ini, lenyap itu..interdependensi pun kan cuma ilusi dan bisa dipatahkan harusnya.....
nihilisme kan menganggap habis mati, selesai sudah...
kalau pandangan saya kan, memang dari awal tidak ada apa2, jadi mana bisa jadi lenyap (nihilis), timbul saja tidak kok...

toh Buddha juga nda pernah bilang saat sudah parinibbana, akan tetap ada kasih dan kebijaksanaan....kan parinibbana itu kan tidak terkondisi, sedangkan kasih dan panna itu berkondisi....jadi kasih dan panna pun sebenarnya ilusi juga kan...toh Buddha tidak pernah bilang, "Setelah parinibbana, kasih-Ku akan tetap terpancar dsb..."
nibbana menurut saya bukan pelenyapan diri...karena diri ini pun tidak ada dan tidak pernah timbul, bagaimana bisa lenyap?

unsur2 yang membentuk diri dan konsep aku itu pun kan hanya ilusi semua....

apa benar begitu?

Offline GandalfTheElder

  • Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 1.480
  • Reputasi: 75
  • Gender: Male
  • Exactly who we are is just enough (C. Underwood)
Re: Sunyata, Alaya
« Reply #19 on: 31 December 2010, 08:31:07 AM »
Quote
lha kan dalam paticcasamuppada secara ringkas kan di terang kan timbul ini, timbul itu, lenyap ini, lenyap itu..interdependensi pun kan cuma ilusi dan bisa dipatahkan harusnya.....
nihilisme kan menganggap habis mati, selesai sudah...
kalau pandangan saya kan, memang dari awal tidak ada apa2, jadi mana bisa jadi lenyap (nihilis), timbul saja tidak kok...

toh Buddha juga nda pernah bilang saat sudah parinibbana, akan tetap ada kasih dan kebijaksanaan....kan parinibbana itu kan tidak terkondisi, sedangkan kasih dan panna itu berkondisi....jadi kasih dan panna pun sebenarnya ilusi juga kan...toh Buddha tidak pernah bilang, "Setelah parinibbana, kasih-Ku akan tetap terpancar dsb..."
nibbana menurut saya bukan pelenyapan diri...karena diri ini pun tidak ada dan tidak pernah timbul, bagaimana bisa lenyap?

unsur2 yang membentuk diri dan konsep aku itu pun kan hanya ilusi semua....

Bro. rayno, bila anda katakan shunyata itu benar-benar kosong melompong, bagaimana anda bisa mengatakan itu indah? Kalau anda sudah mengatakan shunyata itu indah, berarti sudah tidak kosong melompong bukan?  8) Bila kosong melompong, kok bisa muncul fenomena seperti yang ada di dunia ini? Kalau semuanya kosong melompong untuk apa berbuat baik dan menghindari berbuat jahat? Kalau semuanya kosong melompong mengapa Nibbana dikatakan sebagai kondisi yang bahagia?

Bro. rayno, jadi apakah hidup kita ini benar-benar suatu "ilusi" atau "mimpi?" Kalau memang benar-benar diartikan seperti itu, hidup ini tidak akan ada artinya semuanya toh ya ilusi atau mimpi doang... tetapi saya pakai apa yang saya dapat dari
Thich Nhat Hanh yaitu ilusi yang dimakusd adalah ilusi akan adanya Aku yang eksis sendiri dan terpisah (yang diatasi dengan pengertian inter-Being), ilusi akan selalu berkumpul selamanya (yang diatasi oleh pengertian ketidakkekalan, sebab akibat), ilusi akan penderitaan (yang diatasi dengan merealisasi bahwa semua itu shunya dan Ke-Buddhaan sudah ada dalam diri kita). Ilusi itulah yang harus diatasi.

Ketika umat Buddhis membabarkan ilusi, yang dimaksud adalah bahwa semua yang ada di dunia ini anitya dan anatta, bagaikan gelembung-gelembung yang muncul dan lenyap. Lantas apa yang nyata? Yang nyata adalah Ke-Buddhaan itu sendiri, Dharmakaya, Tathagatagarbha, Shunyata... yang Nitya (Abadi), Sukha (Bahagia) dan Atman (Diri Sejati). Hakekat Perubahan itu nyata, "tanpa aku" itu nyata, ketersalingbergantungan itu nyata. Maka dari itu disebutkan bahwa mereka adalah Shunyata / Tathagatagarbha.

Seseorang yang belum tercerahkan akan melihat perubahan sebagai perubahan sehingga mereka menderita. Seseorang yang telah tercerahkan melihat perubahan sebagai shunya, pada hakekatnya tidak ada yang berubah, semuanya hanyalah proses yang sedemikian rupa, maka dari itu Tathagatagarbha disebut Abadi.

Dijelaskan dalam Mahaparinirvana Sutra tentang Pratitya Samutpada dan Tathagatagarbha:
“This twelvefold chain of interdependent arising is called Buddha nature”; “All sentient beings must have such a twelvefold chain of interdependent arising; therefore it is said that all sentient beings have Buddha nature”.

Nagarjuna dalam 70 syair mengenai kekosongan berkata:
The unity or plurality of phenomena is not inherently existent, but is dependent on causes and conditions of existence. Time does not inherently exist, because the past, the present, and the future are dependent on each other. To understand the emptiness of inherent existence is to know dependent-arising as the reality of all phenomena

Coba anda baca Mahaparinirvana Sutra di sana dikatakan Sifat Sejati Ke-Buddhaan itu maha Maitri Maha Karuna, Buddha Dharma Sangha adalah Maha Maitri Maha Karuna, dunia tanpa batas para Buddha adalah Maha Maitri Maha Karuna. Justru karena merealisasi shunyata, seseorang menjaid tebruka dan bebas, dan welas asih agung muncul secara spontan.

Practicing compassion will bring about the recognition of emptiness as the true nature of the mind. When you practice virtuous actions of love and compassion on the relative level, you spontaneously realize the profound nature of emptiness, which is the absolute level. In turn, if you focus your meditation practice on emptiness, then your loving-kindness and compassion will spontaneously grow.

These two natures, the absolute and the relative, are not opposites; they always arise together. They have the same nature; they are inseparable like a fire and its heat or the sun and its light. Compassion and emptiness are not like two sides of a coin. Emptiness and compassion are not two separate elements joined together; they are always coexistent.

In Buddhism, emptiness does not mean the absence of apparent existence. Emptiness is not like a black hole or darkness, or like an empty house or an empty bottle. Emptiness is fullness and openness and flexibility. Because of emptiness it is possible for phenomena to function, for beings to see and hear, and for things to move and change. It is called emptiness because when we examine things we cannot find anything that substantially and solidly exists. There is nothing that has a truly existent nature. Everything we perceive appears through ever-changing causes and conditions, without an independent, solid basis. Although from a relative perspective things appear, they arise from emptiness and they dissolve into emptiness. All appearances are like water bubbles or the reflection of the moon in water.

~ From Opening to our Primordial Nature by Khenchen Palden Sherab Rinpoche and Khenpo Tsewang Dongyal Rinpoche, published by Snow Lion Publications.
 _/\_
The Siddha Wanderer
Theravada is my root. This is the body of my practice.... It [Tibetan Buddhism]has given me my Compassion practice. Vajrayana is my thunder, my power. This is the heart of my practice..True wisdom is simple and full of lightness and humor. Zen is my no-self (??). This is the soul of my practice.

Offline Mahadeva

  • Sebelumnya: raynoism
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 602
  • Reputasi: 10
  • Gender: Male
Re: Sunyata, Alaya
« Reply #20 on: 31 December 2010, 08:45:12 AM »
hmm..ok seingat saya Buddha tidak pernah menjelaskan adanya kasih dan kebijaksanaan saat orang yang telah parinirwana.....(maaf kalau ada sutranya, tolong saya dikasi tau)

yang saya paling heran ini: "Emptiness and compassion are not two separate elements joined together; they are always coexistent."

kembali lagi, apa benar welas asih itu masih ada saat parinirwana?....emptiness aja sudah ga ada kok...

cara berpikir saya begini, welas asih kan berkondisi...sudah jelas apa pun yang berkondisi itu tidak kekal...
 
kalau kasih itu sedemikian penting, tolong saya juga dikasi tau sutra yang membahas ttg adanya kasih saat parinirwana..(karena Buddha pasti parinirwana)


Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Sunyata, Alaya
« Reply #21 on: 31 December 2010, 09:03:25 AM »
 [at] gandalf,

ilusi adalah sesuatu yg bukan kenyataan, jika dikatakan penderitaan adalah ilusi, bukankah ini berlawanan dengan 4KM dimana penderitaan (dukkha) adalah kebenaran?

Offline Mahadeva

  • Sebelumnya: raynoism
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 602
  • Reputasi: 10
  • Gender: Male
Re: Sunyata, Alaya
« Reply #22 on: 31 December 2010, 09:19:45 AM »
[at] gandalf,

ilusi adalah sesuatu yg bukan kenyataan, jika dikatakan penderitaan adalah ilusi, bukankah ini berlawanan dengan 4KM dimana penderitaan (dukkha) adalah kebenaran?

dalam prajna paramita hrdaya sutra, dukkha, dukkha samudaya, dukkha nirodha dan dukkha nirodha gamini patipada magga itu semua sunyata...jadi bukan hanya dukkha yg ilusi, jalan mengakhirinya pun khayalan saja...

contoh, seseorang berusaha menyelesaikan masalah, cara dia menyelesaikan masalah pasti akan membawa masalah lain...selalu tidak puas, contoh chemoterapi akan membawa efek samping lain, kankernya pun belum tentu sembuh, sembuh pun akan ada masalah lain, tua lalu mati...ntar lahir lagi dst...

jadi yang paling logis ya ternyata menyadari sesungguhnya tidak ada masalah yang perlu untuk diselesaikan..selesai sudah....begitu kita mengasumsikan ada dukkha maka pasti ada yang mengalami dukkha sedangkan sesungguhnya Buddha bilang dukkha itu pun bukan milik ku...dsb...


saya pernah tulisan Yongey Mingyur Rinpoche, beliau bilang bahwa Buddha memberikan ajaran itu disesuaikan sesuai pendengar, 4 KM itu diberikan pertama kali sebelum Buddha membahas ultimate truth...Rinpoche membandingkan 4 KM itu seperti fisika klasik Newton sedangkan konsep Anatta serta sunyata itu seperti konsep fisika kuantum....

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Sunyata, Alaya
« Reply #23 on: 31 December 2010, 09:24:23 AM »
dalam prajna paramita hrdaya sutra, dukkha, dukkha samudaya, dukkha nirodha dan dukkha nirodha gamini patipada magga itu semua sunyata...jadi bukan hanya dukkha yg ilusi, jalan mengakhirinya pun khayalan saja...
jadi menurut anda shunyata sama dengan ilusi?

Quote
contoh, seseorang berusaha menyelesaikan masalah, cara dia menyelesaikan masalah pasti akan membawa masalah lain...selalu tidak puas, contoh chemoterapi akan membawa efek samping lain, kankernya pun belum tentu sembuh, sembuh pun akan ada masalah lain, tua lalu mati...ntar lahir lagi dst...

kalau begitu, tidak perlu ada dokter, tidak perlu ada rumah sakit. jika anda sakit, tidak perlu diobati. begitukah?

Quote
jadi yang paling logis ya ternyata menyadari sesungguhnya tidak ada masalah yang perlu untuk diselesaikan..selesai sudah....begitu kita mengasumsikan ada dukkha maka pasti ada yang mengalami dukkha sedangkan sesungguhnya Buddha bilang dukkha itu pun bukan milik ku...dsb...

Buddha yg mana yg bilang begitu, Bro?

Quote
saya pernah tulisan Yongey Mingyur Rinpoche, beliau bilang bahwa Buddha memberikan ajaran itu disesuaikan sesuai pendengar, 4 KM itu diberikan pertama kali sebelum Buddha membahas ultimate truth...Rinpoche membandingkan 4 KM itu seperti fisika klasik Newton sedangkan konsep Anatta serta sunyata itu seperti konsep fisika kuantum....

bagaimanakah fisika klasik Newton dan fisika kuantum itu? mohon dijelaskan agar kita dapat menilai persamaannya.

jadi menurut Rinpoche itu, 4KM bukan ultimate truth?

Offline Mahadeva

  • Sebelumnya: raynoism
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 602
  • Reputasi: 10
  • Gender: Male
Re: Sunyata, Alaya
« Reply #24 on: 31 December 2010, 12:21:21 PM »
1) begini Mr Indra, dalam prajna paramita hrdaya sutra jelas dalam bahasa asli maupun terjemahan, persisnya dikatakan seperti ini,

"na duhkha samudaya nirdoha margajna
(no suffering end of suffering path)

na jnanam na prapti na bhismaya tasmai na prapti
(no knowledge no ownership no witnessing no thing to own)

tvad bodhisattva prajnaparamita asritya
(therefore bodhisattva perfect wisdom dwells)

viha ratya citta varano vidya ksayo na vidya ksayo
(in dwell thought no obstacle clarity exhaustion not clairty exhaustion)

ya van jaramaranam na jaramarana ksayo
(up to old age no old age exhaustion)

na duhkha samudaya nirodha margajna
(no suffering end of suffering path)

na jnanam na prapti na bhismaya tasmai na prapti
(no knowledge no property no witnessing no thing to own)"

sumber: http://www.fodian.net/world/0256.html
             http://www.buddhanet.net/pdf_file/heart_s2.pdf
 
   kalau begitu bro Indra menganggap shunyata itu kenyataan?

2) "kalau begitu, tidak perlu ada dokter, tidak perlu ada rumah sakit. jika anda sakit, tidak perlu diobati. begitukah?"
     
     hmm...betul sekali mr Indra....yang bisa mengobati semua penyakit, tua dan sakit, hanya realisasi nibbana..
     apakah Buddha bilang Arahat yang telah parinibbana memerlukan dokter dan rumah sakit?
     dokter, obat dan rumah sakit hanyalah seperti plester luka saja.....
     selama  masih ada kelahiran, akan ada kematian....itu sudah lumrah
     Buddhisme tidak bisa dikatakan nihilistik karena realisasi nibbana berarti bukan melenyapkan konsep Aku namun merealisasi bahwa yang disebut Aku memang tidak pernah timbul, bagaimana bisa dimusnahkan sesuatu yang tidak pernah ada?
       
3) "Buddha yg mana yg bilang begitu, Bro?"
 
    dalam Anatta-lakkhana Sutta (maaf di thread ini saya kutip kanon pali, kalau ada yang tau sutta ini dalam tripitaka, tolong saya dikasi tau) ada kata2 seperti ini:

""Consciousness is not self. If consciousness were the self, this consciousness would not lend itself to dis-ease. It would be possible [to say] with regard to consciousness, 'Let my consciousness be thus. Let my consciousness not be thus.' But precisely because consciousness is not self, consciousness lends itself to dis-ease. And it is not possible [to say] with regard to consciousness, 'Let my consciousness be thus. Let my consciousness not be thus.'

"What do you think, monks -- Is form constant or inconstant?"

"Inconstant, lord."

"And is that which is inconstant easeful or stressful?"

"Stressful, lord."

"And is it fitting to regard what is inconstant, stressful, subject to change as: 'This is mine. This is my self. This is what I am'?"

"No, lord." "

yang saya bold itu kan dukkha bro, jelas2 Buddha menolak dukkha sebagai hal yang patut untuk dimiliki...

sumber: http://www.abuddhistlibrary.com/Buddhism/B%20-%20Theravada/Suttas%20I/The%20Anattalakkha%20Sutta/SN%20XXII_59%20Anattalakkhana%20Sutta.htm

4)   "bagaimanakah fisika klasik Newton dan fisika kuantum itu? mohon dijelaskan agar kita dapat menilai persamaannya.

jadi menurut Rinpoche itu, 4KM bukan ultimate truth?"

contoh fisika klasik, bila kita mengetahui dengan pasti momentum dan posisi serta kecepatan suatu benda maka kita bisa dengan tepat maka kita bisa memastikan arah pergerakan benda iti dengan akurat, seperti mobil dengan kecepatan v, arah gerak, gaya gesek dsb maka kita bisa meramalkan mobil itu mau gerak ke mana, serta dalam fisika klasik diyakini setiap benda tersusun atas suatu inti yang tidak bisa dibagi lagi (maka dari itu disebut atom, a=tidak, tome=potong)

nah setelah beberapa puluh taun, terkuaklah bahwa hukum2 fisika berlaku untuk benda2 besar seperti mobil ternyata tidak pas jika diterapkan pada benda yang amat kecil seperti elektron dsb...sehingga ada yang disebut prinsip ketidakpastian...dan ternyata dulu atom yang disangka tidak bisa dibagi ternyata seiring perkembangan ilmu, atom bisa dibagi lagi jadi elektron, proton...elektron pun masih tersusun atas benda yang jauh lebih kecil lagi dan ilmuwan belum menemukan inti yang kekal yang tidak bisa dibagi lagi...

dulu ada aliran Vaibhasika yang filosofi mereka mirip dengan fisika klasik (bisa dilihat di wikipedia), mereka banyak membahas sankhara....saya tidak bilang fisika klasik itu salah, namun lebih lengkap jika ditambah fisika kuantum untuk memahami fenomena yang ada

sudah jelas dikatakan sabbe dhamma anatta ti dan yang satunya sabbe sankhara dukkha
mana yang lebih luas cakupannya? anatta atau dukkha? apakah nibbana identik dengan dukkha atau anatta?

apakah dukkha bukan kebenaran? tentu saja dukkha adalah kebenaran namun kalau Buddha tidak mengajarkan anatta maka buddhisme saya rasa akan sama dengan kepercayaan lain....kunci kebebasan kan di anatta,,,

diskusi yang menarik....

« Last Edit: 31 December 2010, 12:25:28 PM by raynoism »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Sunyata, Alaya
« Reply #25 on: 31 December 2010, 03:47:54 PM »
1) begini Mr Indra, dalam prajna paramita hrdaya sutra jelas dalam bahasa asli maupun terjemahan, persisnya dikatakan seperti ini,

"na duhkha samudaya nirdoha margajna
(no suffering end of suffering path)

na jnanam na prapti na bhismaya tasmai na prapti
(no knowledge no ownership no witnessing no thing to own)

tvad bodhisattva prajnaparamita asritya
(therefore bodhisattva perfect wisdom dwells)

viha ratya citta varano vidya ksayo na vidya ksayo
(in dwell thought no obstacle clarity exhaustion not clairty exhaustion)

ya van jaramaranam na jaramarana ksayo
(up to old age no old age exhaustion)

na duhkha samudaya nirodha margajna
(no suffering end of suffering path)

na jnanam na prapti na bhismaya tasmai na prapti
(no knowledge no property no witnessing no thing to own)"

sumber: http://www.fodian.net/world/0256.html
             http://www.buddhanet.net/pdf_file/heart_s2.pdf
 
   kalau begitu bro Indra menganggap shunyata itu kenyataan?

maaf, bisa tolong dijelaskan dengan bahasa yg lebih komunikatif?

Quote
2) "kalau begitu, tidak perlu ada dokter, tidak perlu ada rumah sakit. jika anda sakit, tidak perlu diobati. begitukah?"
     
     hmm...betul sekali mr Indra....yang bisa mengobati semua penyakit, tua dan sakit, hanya realisasi nibbana..
     apakah Buddha bilang Arahat yang telah parinibbana memerlukan dokter dan rumah sakit?
     dokter, obat dan rumah sakit hanyalah seperti plester luka saja.....
     selama  masih ada kelahiran, akan ada kematian....itu sudah lumrah
     Buddhisme tidak bisa dikatakan nihilistik karena realisasi nibbana berarti bukan melenyapkan konsep Aku namun merealisasi bahwa yang disebut Aku memang tidak pernah timbul, bagaimana bisa dimusnahkan sesuatu yang tidak pernah ada?

Ketika Sang Buddha sakit, Beliau juga diobati oleh tabib Jivaka. apakah anda pernah mengalami radang tenggorokan, Bro? apakah anda pernah ke dokter? pernah minum antibiotik?

Quote
3) "Buddha yg mana yg bilang begitu, Bro?"
 
    dalam Anatta-lakkhana Sutta (maaf di thread ini saya kutip kanon pali, kalau ada yang tau sutta ini dalam tripitaka, tolong saya dikasi tau) ada kata2 seperti ini:

""Consciousness is not self. If consciousness were the self, this consciousness would not lend itself to dis-ease. It would be possible [to say] with regard to consciousness, 'Let my consciousness be thus. Let my consciousness not be thus.' But precisely because consciousness is not self, consciousness lends itself to dis-ease. And it is not possible [to say] with regard to consciousness, 'Let my consciousness be thus. Let my consciousness not be thus.'

"What do you think, monks -- Is form constant or inconstant?"

"Inconstant, lord."

"And is that which is inconstant easeful or stressful?"

"Stressful, lord."

"And is it fitting to regard what is inconstant, stressful, subject to change as: 'This is mine. This is my self. This is what I am'?"

"No, lord." "

yang saya bold itu kan dukkha bro, jelas2 Buddha menolak dukkha sebagai hal yang patut untuk dimiliki...

sumber: http://www.abuddhistlibrary.com/Buddhism/B%20-%20Theravada/Suttas%20I/The%20Anattalakkha%20Sutta/SN%20XXII_59%20Anattalakkhana%20Sutta.htm

bukan itu yg saya tanyakan Bro. yg menjadi pertanyaan saya adalah pernyataan tersirat bahwa dukkha itu tidak ada.

Quote
4)   "bagaimanakah fisika klasik Newton dan fisika kuantum itu? mohon dijelaskan agar kita dapat menilai persamaannya.

jadi menurut Rinpoche itu, 4KM bukan ultimate truth?"

contoh fisika klasik, bila kita mengetahui dengan pasti momentum dan posisi serta kecepatan suatu benda maka kita bisa dengan tepat maka kita bisa memastikan arah pergerakan benda iti dengan akurat, seperti mobil dengan kecepatan v, arah gerak, gaya gesek dsb maka kita bisa meramalkan mobil itu mau gerak ke mana, serta dalam fisika klasik diyakini setiap benda tersusun atas suatu inti yang tidak bisa dibagi lagi (maka dari itu disebut atom, a=tidak, tome=potong)

nah setelah beberapa puluh taun, terkuaklah bahwa hukum2 fisika berlaku untuk benda2 besar seperti mobil ternyata tidak pas jika diterapkan pada benda yang amat kecil seperti elektron dsb...sehingga ada yang disebut prinsip ketidakpastian...dan ternyata dulu atom yang disangka tidak bisa dibagi ternyata seiring perkembangan ilmu, atom bisa dibagi lagi jadi elektron, proton...elektron pun masih tersusun atas benda yang jauh lebih kecil lagi dan ilmuwan belum menemukan inti yang kekal yang tidak bisa dibagi lagi...

dulu ada aliran Vaibhasika yang filosofi mereka mirip dengan fisika klasik (bisa dilihat di wikipedia), mereka banyak membahas sankhara....saya tidak bilang fisika klasik itu salah, namun lebih lengkap jika ditambah fisika kuantum untuk memahami fenomena yang ada

sudah jelas dikatakan sabbe dhamma anatta ti dan yang satunya sabbe sankhara dukkha
mana yang lebih luas cakupannya? anatta atau dukkha? apakah nibbana identik dengan dukkha atau anatta?

apakah dukkha bukan kebenaran? tentu saja dukkha adalah kebenaran namun kalau Buddha tidak mengajarkan anatta maka buddhisme saya rasa akan sama dengan kepercayaan lain....kunci kebebasan kan di anatta,,,

diskusi yang menarik....



"4 KM itu diberikan pertama kali sebelum Buddha membahas ultimate truth." Saya memahami kalimat ini bahwa Sang Buddha membahas Ultimate Truth setelah memberikan 4KM. apakah pemahaman saya benar? kalau benar maka di sini ada dua topik yg dibabarkan oleh Sang Buddha yaitu Ultimate Truth dan 4KM, dimana Ultimate Truth tidak sama dengan 4KM. apakah pemahaman saya ini benar? kalau benar, apakah Ultimate Truth yg bukan 4KM itu?

Offline Mahadeva

  • Sebelumnya: raynoism
  • Sahabat Baik
  • ****
  • Posts: 602
  • Reputasi: 10
  • Gender: Male
Re: Sunyata, Alaya
« Reply #26 on: 31 December 2010, 04:52:38 PM »
1) apa yang kita sebut dukkha hanyalah kesepakatan belaka....tidak ada dukkha yang benar2 hakiki..hanya labeling by mind...
jadi secara hakiki, dukkha itu tidak ada....prajna paramita hrdaya sutra jelas bilang tidak ada dukkha dan jalan untuk mengakhirinya ...diterjemahan manapun artinya ya sama saja...apa yang kita sebut penderitaan itu pun tidak kekal....


2) benar sekali mr Indra, saya pernah sakit, pernah minum antibiotik, pernah sembuh dan akan sakit lagi nanti...Buddha saja sakit, sembuh, lalu sakit sekali lagi kok sebelum wafat....tapi setelah parinibbana, tidak sakit lagi dan tidak mati...nibbana punya nama lain Amita...Buddha tidak pernah bilang cita2 tertinggi adalah menjadi tabib..

3) seperti nomer 1, apa yang disebut dukkha itu tidak benar2 eksis...kalau benar eksis secara hakiki maka bukan anatta namanya.
 

4) 4 KM itu termasuk ultimate truth...dan banyak di sutta, murid Buddha yang tercerahkan tidak mesti diajari Buddha terlebih dahulu ttg 4KM,....saya tidak bilang ultimate truth beda dengan 4 KM, hanya saja kembali ke 3 corak...cuman anatta yang menjadi corak dari yang berkondisi dan tidak..jelas anatta lah ultimate truth...sedangkan dukkha hanya yang berkondisi saja...kalau dukkha itu ultimate truth maka nibbana pun dukkha. iya 4 KM diberikan sebelum ultimate truth seperti di sma belajar hukum newton dulu baru prinsip ketidakpastian heisenberg dll
« Last Edit: 31 December 2010, 04:54:48 PM by raynoism »

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Sunyata, Alaya
« Reply #27 on: 31 December 2010, 05:41:15 PM »
1) apa yang kita sebut dukkha hanyalah kesepakatan belaka....tidak ada dukkha yang benar2 hakiki..hanya labeling by mind...
jadi secara hakiki, dukkha itu tidak ada....prajna paramita hrdaya sutra jelas bilang tidak ada dukkha dan jalan untuk mengakhirinya ...diterjemahan manapun artinya ya sama saja...apa yang kita sebut penderitaan itu pun tidak kekal....

Bro, pernah baca Dhammacakkappavattana Sutta? coba baca dulu baru kemudian berikan komentar.

Quote
2) benar sekali mr Indra, saya pernah sakit, pernah minum antibiotik, pernah sembuh dan akan sakit lagi nanti...Buddha saja sakit, sembuh, lalu sakit sekali lagi kok sebelum wafat....tapi setelah parinibbana, tidak sakit lagi dan tidak mati...nibbana punya nama lain Amita...Buddha tidak pernah bilang cita2 tertinggi adalah menjadi tabib..
loh kenapa anda minum antibiotik? bukankah tidak ada yg sakit? darimana anda mendengar ada yg bilang cita2 tertinggi adalah menjadi tabib?

Quote
3) seperti nomer 1, apa yang disebut dukkha itu tidak benar2 eksis...kalau benar eksis secara hakiki maka bukan anatta namanya.

jadi menurut anda 4KM dalam Dhammacakkappavattana sutta itu bukan kebenaran? 

Quote
4) 4 KM itu termasuk ultimate truth...dan banyak di sutta, murid Buddha yang tercerahkan tidak mesti diajari Buddha terlebih dahulu ttg 4KM,....saya tidak bilang ultimate truth beda dengan 4 KM, hanya saja kembali ke 3 corak...cuman anatta yang menjadi corak dari yang berkondisi dan tidak..jelas anatta lah ultimate truth...sedangkan dukkha hanya yang berkondisi saja...kalau dukkha itu ultimate truth maka nibbana pun dukkha. iya 4 KM diberikan sebelum ultimate truth seperti di sma belajar hukum newton dulu baru prinsip ketidakpastian heisenberg dll

sekarang anda mengatakan bahwa 4KM adalah ultimate truth, bukankah pernyataan anda berlawanan dengan pernyataan si rinpoche yg anda kutip sebelumnya? rinpoche itu menyiratkan bahwa 4KM berbeda dengan ultimate truth. Bro, luangkan waktu sejenak untuk membaca anattalakkhana sutta juga.

_/\_

Offline ryu

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 13.403
  • Reputasi: 429
  • Gender: Male
  • hampir mencapai penggelapan sempurna ;D
Re: Sunyata, Alaya
« Reply #28 on: 31 December 2010, 06:06:10 PM »
Bro, pernah baca Dhammacakkappavattana Sutta? coba baca dulu baru kemudian berikan komentar.
loh kenapa anda minum antibiotik? bukankah tidak ada yg sakit? darimana anda mendengar ada yg bilang cita2 tertinggi adalah menjadi tabib?

jadi menurut anda 4KM dalam Dhammacakkappavattana sutta itu bukan kebenaran? 

sekarang anda mengatakan bahwa 4KM adalah ultimate truth, bukankah pernyataan anda berlawanan dengan pernyataan si rinpoche yg anda kutip sebelumnya? rinpoche itu menyiratkan bahwa 4KM berbeda dengan ultimate truth. Bro, luangkan waktu sejenak untuk membaca anattalakkhana sutta juga.

_/\_
mbah, khan ini thread mahayana, mungkin pandangan mahayana seperti ini, beda dengan terawada.
Janganlah memperhatikan kesalahan dan hal-hal yang telah atau belum dikerjakan oleh diri sendiri. Tetapi, perhatikanlah apa yang telah dikerjakan dan apa yang belum dikerjakan oleh orang lain =))

Offline Indra

  • Global Moderator
  • KalyanaMitta
  • *****
  • Posts: 14.819
  • Reputasi: 451
  • Gender: Male
Re: Sunyata, Alaya
« Reply #29 on: 31 December 2010, 06:07:33 PM »
mbah, khan ini thread mahayana, mungkin pandangan mahayana seperti ini, beda dengan terawada.

tapi dia si ray yg duluan bawa2 anattalakkhana sutta.

 

anything