Sekalian scr tidak lgsg menjawab pertanyaan sdr, Thema, mgkn bsia disimpulkan sendiri,
Pada dasarnya semua fenomena di dunia ini adalah Shunyata dan Anatman (kosong dan tanpa diri yang berdiri sendiri). Namun Shunyata itu bukanlah kosong song melompong tetapi Shunyata justru adalah suatu konsep yang sangat sangat positif, Thich Nhat Hanh pernah berkata:
If we are not empty, we become a block of matter.
We cannot breathe, we cannot think.
To be empty means to be alive, to breathe in and to breathe out.
We cannot be alive if we are not empty.
Emptiness is impermanence, it is change.
We should not complain about impermanence,
because without impermanence, nothing is possible. (Komentar Prajnaparamita Sutra)
Ya Shunyata bukanlah pengertian yang nihilistik, tetapi merupakan suatu "proses" yang kreatif, yang dapat memunculkan banyak potensi. Shunyata membuat kita dapat hidup dan berubah, kalau semuanya permanen dan tidak berubah, maka manusia tidak akan ada bedanya dengan benda mati yang konstan / membatu.
Thich Nhat Hanh mengisahkan sebuah cerita. Ada seorang ayah yang terus mengeluh tentang konsep kekosongan (shunyata) dalam agama Buddha. Lalu kemudian anak perempuannya berkata, “Ayah, tolong berhenti mengeluh! Kalau bukan karena shunyata, aku tidak akan tumbuh menjadi sebesar ini.” Ya shunyata mengandung arti anitya juga. Bukankah melihat anak tumbuh besara adalah sesuatu yg indah?? Maka dari itu shunyata bukanlah konsep yang negatif. Bahkan Tsem Tulku Rinpoche mengatakan oleh karena ketidakkekalan maka kita dapat merubah diri kita menjadi lebih baik, bahkan dalam organisasi Soka Gakkai, karena shunyatalah maka seseorang dapat menggapai cita-cita dan mengembangkan talenta yang dimiliki. Semua ini karena shunyata. Seandainya semua itu punya aku yang berdiri sendiri dan permanen, maka dunia akan menjadi hambar dan kaku.
Thich Nhat Hanh mengaitkan Shunyata dengan Inter-being (ketersalinggantungan - karma dan Pratityasamutpada). Shunyata berarti kosong akan Diri (Aku) yang berdiri sendiri, tetapi PENUH akan semua hal di dunia ini (Inter-Being). Seseorang tidak mungkin terpisah dari yang lain atau dengan dunia, semua saling berkaitan, semua saling bergantungan dan satu hal muncul karena hal yang lain muncul, sebab akibat.
Nah sesuatu yang kreatif ini merupakan basis dari semua maka dari itu Shunyata memiliki istilah lain yaitu Buddha-Nature atau Tathagatagarbha atau alaya –vijnana atau amala vijnana.
Arsitek dunia Kisho Kurokawa yang mendasarkan konsep arsitekturnya pada pandangan Madhyamika (yang sering dituduh nihilistik) mengatakan bahwa sebenarnya Shunyata bukanlah nihilisme, tetapi merupakan suatu yang kreatif, dinamis, dan bergerak maka dari itu konsep arsitektur "Symbiosis dan Metabolism" muncul dari Kisho Kurokawa. Ini semua dijelaskan dalam buku tulisannya sendiri. Kisho Kurokawa mengambil konsep Madhyamika yang terintegrasi dengan konsep co-existnya Shioo Benkyo.
Buddhism provides an ideological basis for the coexistence of all things. Each living thing contributes to the harmony of the grand concert of symbiosis. The Buddhist term "dependent origination" describes such symbiotic relationships, as nothing and no one exists in isolation. Each individual being is destined to function to create an environment that sustains all other existences. Symbiosis, needless to say, fundamentally means mutualism. However, a symbiotic relationship is not a predetermined harmony. It respects mutual independence and individuality.Konsep Co-exitnya Shiio Benkyo (seorang pandita Jodo Shinshu) dan konsep Inter-Being-nya Thich Nhat Hanh bisa dibilang mirip sekali, akrena sama-sama menekankan harmoni mengingat semuanya saling berkaitan.
Alaya / TathagatagarbhaDzogchen Ponlop Rinpoche mengatakan bahwa shunyata absolut dan alaya absolut sebenarnya tidaklah terpisahkan satu sama lain. Sutra Lankavatara mengatakan Tathagatagarbha adalah alaya-vijnana, Ratnagotravibhanga mengatakan Tathagatagarbha adalah Shunyata dan Sutra Mahaparinirvana mengatakan Tathagatagarbha adalah Pratitya-samutpada dan Karma (Inter-Being nya Thich Nhat Hanh). Ditambah lagi Dogen Zenji mengatakan: “ketidakkekalan adalah Tathagatagarbha”.
Kisho Kurokawa mengatakan alaya adalah basis kesadaran, alaya bukanlah semacam pikiran tetapi lebih bagaikan “energi kehidupan” atau “DNA”. Dari alaya muncul berbagai macam potensi, demikian juga dari shunyata muncul semua fenomena di dunia ini. Symbiosis dan Metabolisme semuanya merupakan kegiatan yang dinamis dari alaya.
Thich Nhat Hanh memberikan gambaran ketika ditanya apakah setiap orang memiliki alaya vijnana sendiri-sendiri? TNH menjawab: “Ini bagaikan samudra, oleh berbagai sebab dan akibat, muncullah ombak, dan ombak yang satu menimbulkan ombak yang kedua. Namun ombak yang satu berbeda dengan ombak yang kedua. Demikian juga ketika di laut ada banyak ombak, satu ombak yang satu berbeda dengan ombak yang lain, namun sebenarnya hakekat mereka saling berkaitan yaitu dalam satu samudra. Dan untuk satu ombak menjadi muncul butuh penyebab angin serta ombak yg lain.
Ketika disepadankan dengan manusia:
Ombak 1 = Manusia A
Ombak 2 = Manusia B
Sebab Akibat = Karma
Samudra = alaya vijnana / shunyata
Jadi sesuai dalam Avatamsaka Sutra yaitu ”Semua dalam Satu, Satu dalam Semua”, bukan satu juga bukan semua. Ini berbeda dengan Manunggaling Kawula Gusti yang mana ketika anak sungai melebur ke dalam samudra Brahman / Tuhan maka identitas dirinya melebur, bukan seperti itu. Konsep dalam Buddhis adalah bagaikan samudra dengan ombaknya, yaitu seseorang tetap mempertahankan identitasnya, namun bukan sebagai identitas yang berdiri sendiri, melainkan identitas yang selalu bergantungan dengan yang lain.
This does not mean, however, a fusion of the self and others in a relationship in which the self is annihilated. The symbiotic viewpoint within the law of dependent origination is the overcoming of our closed-off egotism and is an attempt to create communality from the autonomy of individuals. (Konsep Symbiotic dari Rev. Shiio Benkyo)
Maka dari itu dalam Mahayana dikenal istilah Jala Indra, yaitu satu fenomena berkaitan dengan fenomena yang lain, satu hal berakibat dan berkaitan satu sama lainnya, semuanya tak terpisahkan, tidak ada Ego yang berdiri sendiri, semua bagaikan DNA yang bersifat anitya, anatman
Be YourselfShunyata dalam Mahayana dikatakan memiliki 2 aspek utama yaitu Prajna dan Maitri Karuna. Jadi bukan kosong song. Baik Chogyam Trungpa Rinpoche maupun para sesepuh mahayana lainnya sering mengartikan Shunyata sebagai ”keterbukaan:” bukan ”kekosongan” karena dapat membawa pada pengertian yang salah.
Seseorang yang merealisasi Shunyata, akan terbuka dan bebas dari egonya, dan ketidaktahuan (avidya) yang ada dalam batinnya berakhir, digantikan dengan sifat-sifat mulia seperti Prajna (kebijaksanaan), Maitri Karuna (welas asih) dan Chanda (keinginan luhur) dan bukan kosong melompong. Setelah tercerahkan, alaya vijnana yang kotor menjadi amala vijnanan yang bersih bersinar dan cemerlang. Pada awalnya kita menatap alayavijanan secara salah sehingga muncul Ego, tetapi setelah tercerahkan dan merealisasi Inter-Being dan Tanpa Aku, maka alayavijnana berubah menjadi amala vijnana.
Kobun Chinno, guru Steve Jobs (Apple), mengatakan bahwa pikiran yang dapat merefleksikan welas asih satu sama lain adalah amala-vijnana. Ya amala vijnana adalah Ke-Buddhaan yang memiliki sifat Prajna dan Maitri karuna.
Mahayana tidak hanya mengajarkan Maitri Karuna tetapi juga Prajna yang mampu berpikir kritis. Maka dari itu di vihara" Tibetan yang mengikuti tradisi India, dilakukan debat" sesuai anjuran Nagarjuna, untuk menguji setiap Dharma bagaikan menguji keaslian sebongkah emas.
Ketika Diri yang penuh Avidya padam (Ego- Si Aku), maka seseorang akan masuk ke dalam satu diri yang diberi nama Diri Sejati atau Tathagatagarbha atau Muga no Taiga (Diri Yang Tanpa Diri). Di sini seperti ditekankan sebelumnya, bukan berarti setelah tercerahkan seseorang semuanya jadi sama, batinnya jadi sama semua sehingga tampak seperti robot yang sudah diatur batinnya. Integritas seseorang tetap bertahan.
Tsem Tulku Rinpoche, Thich Nhat Hanh, Ven. Kalu Rinpoche sering mengatakan, ”Be Yourself!”. Nah kalau ndak ada Ego untuk apa jadi Be Yourself?? Pertama Be Yourself memiliki 2 arti:
1. Menerima diri apa adanya sehingga bisa mengasihi dirinya sendiri, menerima kondisis ekarang. Rasa tidak terima hanya membawa pada penderitaan. Jangan mencoba jadi orang lain.
2. Be Yourself juga berarti ”Menjadi Diri Sendiri Yang Sejati”. Apa itu? Buddha. Sifat-sifat Buddha ada dalam diri kita sendiri, semuanya sudah ada dalam diri kita, so be yourself!
Para Arhat dan Bodhisattva saja memiliki talenta masing-masing ada yang unggul dalam keyakinan, ada yang unggul dalam welas asih dsb... semuanya adalah diri mereka sendiri. Namun kerika tercerahkan, diri mereka itu bukanlah diri yang penuh dengan ego, tetapi diri mereka berubah menjadi Nirmanakaya (tubuh) dan Sambhogakaya (batin). Batin sambhogakaya merefleksikan pencapaian Dharmakaya seseorang, namun walaupun begitu, Sambhogakaya bsia bermacam-macam sesuai kecenderungan dan talenta seseorang. Maka dari itu kita bsia melihat banyak sekali perwujudan Buddha Bodhisattva dalam Thangka Tibetan. Masing-masing Sambhogakaya menyimbolkan transformasi klesha menjadi aspekaspek pencerahan.
Jadi, ”personality” seseorang yang sebelumnya dibentuk oleh klesha, yang mana satu ornag berbeda dengan yang lain, ditransformasi menajdi sebuah Nirmanakaya dan Sambhogakaya, yang memiliki ciri khas satu sama lain, tiap orang tidak sama namun satu hakekat yaitu telah tercerahkan (Dharmakaya).
Thich Nhat Hanh mengatakan seorang Bodhisattva menjadi tercerahkan itu bukan berarti beliau sudah tidak bisa menjadi senang ataupun sedih. Beliau tetap bisa merasakan senang dan sedih, tetapi mereka menyadaris enang sebagai sennag, sedih sebagai sedih dan mereka mampu mentransformasikan kesedihan mereka menjadi welas asih agung. Misla ketika Bodhisattva sedih melihat para makhluk menderita, beliau menyadari rasa sedihnya itu dan memutuskan untuk mengambil tekad welas asih agung dan bertindak bagi kebaikan semua.
Nah kita bsia mulai diskusi.
The Siddha Wanderer